Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(DetikNews) Tolak TAPERA, Ini Usulan Pengusaha

12/12/2018



Jakarta - Para pengusaha menolak atau masih mempertanyakan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) karena dianggap tumpang tindih dengan program BPJS Ketenagakerjaan. Para pengusaha menilai, BPJS Ketenagakerjaan dan TAPERA hampir sama fungsi dan pelaksanaannya.

BPJS Ketenagakerjaan memiliki alokasi untuk bantuan pembiayaan perumahan bagi pesertanya. Sementara TAPERA juga bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mendapatkan rumah murah.

Namun, kedua hal tersebut tumpang tindih, karena pengusaha dan pekerja harus membayar iuran BPJS Ketenagakerajaan sekaligus membayar iuran TAPERA. Menurut Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani, seharusnya TAPERA dan BPJS Ketenagakerajaan disinkronisaikan karena jika terpisah, TAPERA akan menghadapi kendala yang sama dengan BPJS Ketenagakerajaan.

"Kalau mau cari jalan keluar, sekarang itu TAPERA kalau jalan sendiri itu pasti banyak kesulitan, untuk memupuk dana jaminan sosial itu butuh waktu. Kalau dia jalan sendiri akan menghadapi kendala-kendala BPJS selama 23 tahun terakhir," ujar Hariyadi, di Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2016).

Ia mengusulkan TAPERA sebagai steering commitee saja, tetapi pengumpulan dananya menggunakan skema Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu karena BPJS Ketenagakerjaan memiliki peningkatan dana yang dihimpun dari masyarakat. 

"Saya usul dari awal, TAPERA itu hanya steering commite saja, tapi pengumpulan dana dari BPJS Ketenagakerjaan. Sebagai contoh dulu mau pengesahan Februari 2016 dana JHT BPJS masih Rp 180 triliun, sekarang per September Rp 205 triliun. Kalau tapera jalan sendiri itu akan lambat sekali," ujar Hariyadi.

Ia mengatakan BPJS Ketenagakerjaan telah ada alokasi 30% untuk masyarakat membeli rumah. Apabila kriteria antara BPJS Ketenagakerjaan ini disinrkonkan dan TAPERA tidak masalah menurutnya.

"Yang jelas padahal BPJS sudah ada, mereka sudah alokasikan 30% buat beli perumahan. Mereka mencairkan yang berhak untuk minta dana perumahan ini itu seperti apa kriterianya disamakan saja nggak apa-apa," ujar Hariyadi.

Namun, dalam aturan BPJS Ketenagakerajaan mengatur skema 30% dapat diambil untuk pembiayaan perumahan dapat dicairkan usai 10 tahun menurutnya terlalu lama. Akan tetapi, jika mengikuti aturan TAPERA, kriteria 12 bulan telah dapat mengajukan izin pembiayaan perumahan juga dinilai kurang efektif karena dananya belum terlalu cukup.

"Kalau nanti orang 10 tahun baru bisa beli rumah gimana ya nggak begitu caranya, itu kan mereka mencairkan dari tabungannya 30%. Kalau TAPERA di UU 12 bulan ya nggak apa-apa, di BPJS itu sangat memungkinkan karena pemungutan dananya sudah besar. Justru kalau itu terjadi di TAPERA itu baru 12 bulan dia mengalokasikan belum cukup dananya," ungkap Hariyadi.

Ia berharap ada titik temu untuk menggabungkan antara TAPERA dengan JHT BPJS yang dinilai tumpang tindih karena beban masyarakat bertambah.

"Mudah-mudahan ada titik temu mensinkronkan antara TAPERA dengan JHT BPJS Ketenagakerajaan," ujarnya.Pengusaha Tolak TAPERA, Ini Usulan dari Pengusaha.