Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompasiana) Dear Sekjen DPR, Kemana Gaji ke-13 Kami?

12/12/2018



Tak banyak yang tahu, di dalam sebuah gedung yang melahirkan Produk Undang-Undang yang mengatur hajat hidup orang banyak di negara ini ternyata masih terjadi diskriminasi. Ya, ketidakadilan itu dirasakan oleh Staf Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI yang selama ini tak pernah mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).

Jika di instansi Lembaga Tinggi Negara lainnya, baik itu Kementerian atau Lembaga setingkatnya, para pekerjanya baik yang PNS maupun tenaga honorer, mereka mendapatkan hak THR-nya minimal sebesar satu kali gaji, lain halnya dengan para Staf Tenaga Ahli (TA) dan Staf Administrasi (SA) Anggota DPR RI.

Mereka para Staf TA dan SA semakin mengurut dada setelah PNS mendapat gaji ke-14. Ditambah lagi Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja / Buruh di Perusahaan. Dalam Permenaker yang diundangkan pada 8 Maret 2016 itu disebutkan, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan kini berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).

Bahkan ada beberapa Staf TA dan SA yang menyambi menjadi Driver Ojek Aplikasi Online dan menjadi Sales Marketing Asuransi, serta jualan Pulsa. Sungguh ironis, mengingat pekerjaan mereka yang membantu para Anggota DPR RI yang membuat Legislasi Undang-Undang, Mengatur Anggaran, dan Mengawasi Kinerja Eksekutif, namun di Hari Raya nanti mereka hanya bisa memaksimalkan penggunaan Gaji Bulanannya yang selama ini dari pandangan dunia luar dianggap cukup tinggi.

“Percuma saja gaji tinggi tapi gak dapat THR. BPJS juga masih belum. Waktu itu sempat mau didaftarin BPJS, tapi sempat ada isu cicilannya 2 persen dari gaji atau sekitar 100-150 Ribu. Beda dengan Iuran BPJS pada umumnya yang mana Kelas 1 tertinggi Rp 80.000,” curhat salah seorang Staf TA yang enggan dikutip namanya.

Adalah PETA DPR (Perhimpunan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi) yang menuntut keadilan itu. “Berdasarkan laporan dari para anggota kami yaitu para tenaga ahli dan staf administrasi DPR RI bahwa, Sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat No.3 tahun 2014 Tentang pengelolaan tenaga ahli dan Staf Administrasi anggota DPR RI,” ujar Lamen Hendra Koordinator PETA DPR.

Dan berkaitan dengan hal fasilitas tenaga ahli dan Staf administrasi, tambah Lamen, maka kami yang tergabung dalam organisasi PETA DPR meminta kepada pihak Sekjen DPR RI untuk dapat memberikan Honorarium ke 13 kepada kami Tenaga Ahli dan Staf Administrasi karena itu adalah Hak kami, sesuai dengan Peraturan DPR RI No 3 tahun 2014, Pasal 42 ayat 1 e.

“Selama ini sejak tahun pertama periode 2014-2019 amanat peraturan tersebut terkait fasilitas honorium ke 13 belum lah pernah diberikan kepada para tenaga ahli ataupun staf administrasi. Pertanyaan nya adalah kemana fasilitas honorium ke 13 itu?” tanyanya.

Jika dihitung berdasarkan besaran honor tenaga ahli dan Staf Administrasi perbulannya, dijelaskan Lamen, dapat dikalkulasikan jumlah yang harus diberikan kepada para tenaga ahli dan Staf Administrasi kurang lebih sekitar Rp.30 Milyar/tahunnya.

“Sedangkan saat ini sudah memasuki tahun kedua jadi kurang lebih sekitar Rp. 60 Milyar jumlah hak honorium ke 13 para tenaga ahli dan Staf Administrasi yang harus diberikan, maka kami PETA DPR RI mempertanyakan sebenarnya apa yang terjadi sehingga Sekjen DPR RI tidak mengindahkan aturan tersebut. Pasalnya, Ini juga mengangkut hajat hidup keluarga para TA dan SA di ruang lingkup DPR RI, kami sangat berharap agar pihak Sekjen dapat memberikan honorium ke 13 tersebut,” tegas Lamen.

Jika pihak Sekjen tidak melakukan atau mengindahkan amanat peraturan DPR no.1 tersebut, maka dana sebesar kurang lebih Rp. 30 Miliyar/tahun tersebut, maka pihak Sekjen harus memberikan keterangan dan penjelasan kepada TA dan Aspri DPR RI dan umumnya kepada masyarakat agar dalam hal ini tidak muncul kecurigaan terhadap Sekjen DPR RI.