Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Selular.id) Biar “Happy Ending”, Komisi I DPR Janji Terus Kawal Revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000

12/12/2018



Jakarta, Selular.ID – Jika boleh berhitung, sejak Januari hingga Oktober 2016, polemik seputar industri telekomunikasi di Tanah Air terkait rencana revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000, sudah berlangsung sekitar 10 bulan lamanya.

Hingga kini, kisruh yang melibatkan, hampir seluruh stakeholder di bidang telekomunikasi tersebut, belum terlihat kapan akan berakhir.

Berbicara revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000, Komisi I DPR RI berjanji akan terus mengawal, proses perubahan PP tersebut. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, usai menerima perwakilan dari Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik

Berdasarkan keterangan resmi yang diterima redaksi, Abdul Kharis menerangkan, pertemuan tersebut dilaksanakan untuk mengetahui lebih jauh aspirasi publik, mengenai rencana revisi PP 52 dan 53.

Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafidz dan sejumlah anggota komisi I lainnya,  Abdul Kharis, menjelaskan, walau domain revisi PP ada di pemerintah, pihaknya memiliki kewajiban untuk terus mengawasi.

“DPR punya tugas mengawasi agar revisi tersebut berjalan lancar dan sesuai koridor yang berlaku. Dengan terus dipantau, kita bisa cepat menghimbau ke pemerintah, seandainya dalam pembahasan revisi tersebut cenderung merugikan salah satu pihak,” tuturnya.

Sementara itu, Sheilya Karsya, koordinator Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik, menerangkan tujuan utama pihaknya menemui anggota DPR, untuk menyampaikan keluhan tentang proses revisi PP yang dinilai kurang transparan.

Lanjut Sheilya menuturkan, selain kurang transparan, revisi PP ini juga dinilai tidak sesuai dengan semangat pemerintah mendorong penyediaan jaringan telekomunikasi nasional sesuai UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

“Secara bisnis, kebijakan ini justru membuat operator jaringan kian malas dan condong mengandalkan operator eksisting dengan risiko jangka panjang yang besar karena lebih banyak mengandalkan satu jaringan tanpa back-up jaringan, khususnya untuk kawasan pelosok seperti di luar Jawa,” kata mahasiswa pasca sarjana Universitas Trisakti tersebut

Lebih lanjut, Sheila menilai, jika revisi PP tidak dilakukan dengan perhitungan yang baik, seandainya terjadi kerusakan, maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan akses jaringan, karena hanya bertumpu pada satu jaringan infrastruktur.

“Jika pada akhirnya PP 52 dan 53 hasil revisi ini dijalankan, kami akan melakukan judicial review karena meyakini bahwa peraturan pemerintah tersebut bertentangan dengan payung hukum diatasnya yaitu UU 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi,” ucapnya di akhir paparan.