Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pengelolaan Lingkungan Hidup pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja — Komisi 4 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)

Tanggal Rapat: 28 Jun 2022, Ditulis Tanggal: 3 Nov 2022,
Komisi/AKD: Komisi 4 , Mitra Kerja: Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)

Pada 28 Juni 2022, Komisi 4 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Sudin dari Fraksi PDI-P dapil Lampung 1 pada pukul 10:32 WIB. (Ilustrasi: apkasi.org)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)

Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI):

  • Pada Oktober 2021, terdapat survei indikator Indonesia yang menyebutkan beberapa temuan yang sangat menarik di mana Generasi Milenial dan Gen Z saat ini sangat peduli terhadap isu-isu iklim.
  • Jika mereka disuruh memilih antara ekonomi growth dan sustainable development, mereka akan memilih yang sustainable development. Kami kaget melihat tren ini.
  • Jika selama ini para politisi menganggap bahwa anak-anak muda tidak peduli terhadap isu serius, ini salah.
  • Hari ini anak-anak muda sangat concern terhadap isu climate change.
  • Pengaruh Greta Thunberg, seorang anak dari Swedia yang berumur belasan tahun sudah berani marah-marah di Konvensi Perubahan Iklim dan di Majelis Umum PBB membawa pengaruh ke seluruh dunia termasuk di Indonesia.
  • Kami mendeteksi gerakan ini masif dilakukan di kota-kota di Indonesia. Mulai dari gerakan sampah, gerakan peduli terhadap global warming, carbon, dan sebagainya
  • Jika pemerintahnya tidak tanggap terhadap isu ini dan undang-undangnya juga malah bertabrakan atau tidak nyambung sangat disayangkan.
  • UU Cipta Kerja ini dari awal kami kritisi sangat banyak. Kami paham targetnya itu economic growth atau economic recovery and economic reborn, tapi yang dikorbankan otonomi daerah dan lingkungan hidup.
  • UU Cipta Kerja lebih ribet, lebih rumit, lebih bertahap, dan lebih complicated jika dibandingkan dengan UU sebelumnya. Lalu, ini sangat heavy pada pengawasan. Jadi, izin dimudahkan, tapi pada pengawasannya sulit. Masalahnya sistem pengawasan yang ada belum siap semua.
  • Ini hanya akan berjalan ketika sistem sudah terintegrasi. Namun sayangnya, saat ini belum terintegrasi. Peraturan turunannya pun juga belum semuanya ada.
  • Terkait aspek bisnis proses, UU Cipta Kerja hanya meletakkan KLHS menjadi bahan pertimbangan bukan kewajiban. Ini melemahkan fungsi KLHS sendiri untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan sebagai dasar penyusunan dan evaluasi rencana pembangunan dan rencana tata ruang.
  • Terdapat perubahan kriteria dokumen dari perizinan menjadi perizinan berbasis risiko. Yang menjadi persoalan adalah kalau perizinan berbasis risiko rendah, tidak ada biaya. Maka akan problem untuk melakukan pengawasan dan lain-lain.
  • UU Cipta Kerja juga merubah bahwa AMDAL itu hanya masyarakat yang terdampak secara langsung. Padahal, dampak itu bisa terjadi tidak langsung secara geografis.
  • UU Cipta Kerja juga merubah Tim Penilaian AMDAL yang menghapus pemangku kepentingan Ahli Independen dihapus. Jadi, mengurangi prinsip keseimbangan pandangan atau control balance, karena ada komponen-komponen yang dihilangkan.
  • Terdapat kecenderungan banyak perusahaan yang telah melakukan pembukaan lahan dan pembangunan terlebih dahulu, karena dalam OSS tidak ada verifikasi terhadap kegiatan yang masih dalam fase perencanaan. Jadi, kalau masih dalam perencanaan, belum membangun atau belum konstruksi tidak ada proses asesmen.
  • Terkait air limbah catatan kami ada ketentuan bahwa air limbah boleh dikelola oleh pihak ketiga yang berizin, tetapi di daerah belum banyak pihak ketiga yang punya izin dan memenuhi kualifikasi.
  • Terkait aspek kelembagaan ini harus kita evaluasi bersama bahwa di kabupaten/kota masih kurang personil atau SDM yang bersertifikat untuk melakukan pengawasan atau pengendalian lingkungan. Ini sangat banyak membutuhkan literasi digital, karena pengintegrasian sistem dari kementerian dan semua dinas masih kurang SDM yang memiliki kompetisi di bidang digital. Persoalan yang lebih rumit jika ini disandingkan dengan rencana penghapusan honorer di kabupaten/kota. KemenpanRB telah mengingatkan kita deadline untuk penghapusan honorer di November 2023. Padahal, kami membutuhkan sangat banyak keterampilan digital yang tidak akan mungkin dipenuhi oleh ASN.
  • Terkait aspek digitalisasi harus diakui bahwa masih banyak daerah yang belum memiliki RDT digital. Padahal, dimandatkan atau diwajibkan di PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Daerah.
  • Terkait aspek regulasi bahwa UU Cipta Kerja pada lampirannya di PP Nomor 5 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko tidak jelas terkait dengan syarat dan jangka waktu perizinan. Termasuk bentuk dan pengawasan pada sektor tertentu. Jadi, setiap daerah itu variatif praktiknya tidak ada standar peraturan pelayanan dan membuat daerah akan kembali lagi ke SOP yang lama, karena disitu tidak diatur secara detail.
  • Dari pemetaan tersebut, terdapat beberapa usulan dari APEKSI. Kami mengumpulkan ini dari beberapa forum APEKSI untuk menampung aspirasi dari teman-teman walikota. Masukan ini kami rangkum dan versi tertulisnya sudah kami sampaikan. Kami akan sampaikan beberapa poin utamanya saja.
    • Pertama, karena ada problem integrasi, maka kita berharap Pemerintah segera melakukan percepatan integrasi dan kemudahan sistem. Turunan dari UU ini cukup lambat dan integrasi sistemnya lebih lambat lagi.
    • Kedua, sebaiknya Pemerintah membentuk Satgas multi stakeholder untuk percepatan implementasi ini. Fokus pada komunikasi lintas stakeholders baik di pusat, provinsi, kota, pelaku usaha, dan masyarakat.
    • Ketiga, perlu dilengkapi lampiran pada PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko agar diatur dengan lebih jelas syarat-syarat dan jangka waktu perizinan, bentuk, dan pengawasan pada sektor tertentu.
  • Terkait dengan monitoring pelaksanaan UU Cipta Kerja, kami meminta kepada Pemerintah Pusat agar pelaku usaha kegiatan yang persetujuan lingkungannya diterbitkan oleh Pusat atau Provinsi agar berkoordinasi untuk memberikan laporan monitoring pelaksanaan dokumen lingkungan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini dalam konteks membangun sistem pengawasan yang terintegrasi.

Walikota Tidore:

  • Rata-rata rata-rata di Konawe itu daerah perairan, sehingga terjadi pencemaran yang cukup tinggi. Terutama di perairan terdapat sampah yang cukup banyak dan sangat mengganggu lingkungan.
  • Di Maluku Utara itu ada PLTU yang berbahan bakar batubara yang berkedudukan di Kepulauan Tidore di Kelurahan Rum Kecamatan Tidore Utara. PLTU ini melayani 2 kota, yaitu Kota Tidore dan Kota Ternate. PLTU tersebut beroperasi pada tahun 2016. Dengan usia PLTU yang cukup tua, masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU sering terjadi pencemaran, karena cerobong asapnya itu kadang-kadang bocor, mesinnya sudah tua.
  • Masyarakat sudah sering melakukan demo dan pengaduan kepada Pemerintah Daerah. Kami sudah sosialisasi dan kami melakukan pertemuan dengan PLN wilayah Maluku Utara. Masukan dari masyarakat pada bulan lalu mereka meminta kepada Pemerintah melalui Pemerintah Daerah dan PLN untuk dapat menggantikan dengan bahan bakar batubara menjadi bahan bakar minyak atau solar.
  • Pada kesempatan ini, kami mengundang Komisi 4 DPR-RI untuk melakukan kunjungan ke Kepulauan Tidore untuk melihat secara langsung keluhan-keluhan terhadap PLTU yang sangat mengganggu ekosistem, ekonomi, sosial, dan budaya di sekitarnya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan