Partai Keadilan Sejahtera - Jawa Barat I
Komisi X - Pendidikan, Kepemudaan, Olahraga, Perpustakaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif
Informasi Pribadi
Informasi Jabatan
Sikap Terhadap RUU
Harmonisasi RUU tentang Penyiaran - Rapat Pleno Baleg dengan Tim Ahli Baleg
Terkait Pasal 51, ketika kita bicara penyiaran maka problem utama biasanya terkait perlindungan anak-anak, tetapi objek penyiaran biasanya terkait penyandang disabilitas dan perempuan, jadi penting juga keberpihakan kita pada anak, penyandang disabilitas dan perempuan agar mereka tdk menjadi objek eksploitasi. Dalam UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan perubahannya, sangat ditekankan terkait eksploitasi terhadap anak. Untuk perlindungan anak, apakah bisa kita tekannya bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mempunyai fungsi unt mensosialisasikan konteks perlindungan tersebut sehingga yg berkaitan dgn konten penyiaran memahami dengan benar. Apakah memungkinkan jika KPI diberikan kewenangan unt mensosialisasikan penyiaran yang baik kpd masyarakat agar partisipasi masyarakat ada.
Masukan/Pandangan terhadap RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komnas Perempuan
Ledia mengatakan memang kita beberapa kali persoalan yang cukup mendasar adalah ketika membicarakan definisi, apakah ini kekerasan atau kejahatan karena kita tidak menggunakan istilah kekerasan. Mungkin nanti kalau kita lihat lebih dalam di UU Perlindungan Anak, UU Pemberantasan Tindak Pidana Orang, dan juga KUHP. Kalau Ledia berpendapat kejahatan itu lebih clear kesalahannya dan derajat tindak pidananya lebih tegas jadi lebih memudahkan dalam penyusunannya. Nantinya berkaitan dengan konsistensi UU No. 35 Tahun 2014 perubahan kedua menggunakan istilah kejahatan seksual. Kedua, Ledia tidak tahu bagaimana mendefinisikan karena perzinahan adanya di KUHP tetapi kejadiannya sering kali dimulainya dari perzinahan karena yang mengajaknya itu si orang yang tadinya melakukan perzinahan itu dari suka sama suka tanpa paksaan sehingga terjadilah kekerasan seksual. Ini gak masuk juga dalam RUU PKS ini. Ketiga harusnya ada pembahasan pemaksaan perkawinan karena ada satu kasus dimana di Kalimantan anak gadis tidak mampu dikawinkan padahal ini kasus TPPO. Ini membedakannya juga harus cukup jelas. Saya pernah mendapat laporan 2015-2016, laporan dari KPAI itu hakim hanya 11% yang menjatuhkan hukuman atas kasus kekerasan seksual terhadap anak lebih dari 10 tahun padahal hukuman maksimal 20 tahun. Artinya bab kejahatan saja banyak aparat penegak hukum yang belum memahami terkait hal ini. Kita lihat benar-benar harus kita cermati secara detail supaya lebih memahami. Berterima kasih juga kepada Pimpinan Baleg kita mendapat pengayaan dan masukan dari masyarakat. Semoga lebih banyak masukan lagi sehingga pembahasan bisa lebih luas.
Penjelasan Pengusul terkait Naskah Akademik dan Draft RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU
Ledia mengatakan bahwa beberapa hal yang akan disampaikan lebih kepada pertanyaan awam terkait dengan revisi Undang-Undang tentang BUMN. Ia menanyakan hal-hal yang akan diubah dan spesifikasinya. Terkait dengan Bab 2, terdapat tujuan pendirian BUMN. Jika kemudian tujuan pendirian itu tidak tercapai, mekanisme evaluasi dianggap cukup atau ada sanksi berkaitan dengan hal tersebut. Berkenaan dengan yang disampaikan oleh Pak Hendrik, Ledia menanyakan dalam penetapan sebuah BUMN dilakukan dengan pendekatan Perum atau Perseroan. Ia menilai hal ini dapat dijadikan gambaran baginya terhadap arah dari revisi undang-undang ini.
Rancangan Undang-Undang tentang Disabilitas — Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pusat Studi Hukum Kebijakan
Ledia mengatakan yang terpenting adalah sosialisasinya bukan rincian yang terlalu detail dalam RUU Disabiltas.
Masukan terhadap RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah — Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Bank Syariah
Ledia mengatakan perlu dijelaskan betul ke jamaah terkait virtual account. Ledia bertanya bagaimana imbal hasil yang adil untuk jamaah yang antri lama dan sebentar, apakah SISKOHAT di bank dan Kemenag
nyambung. Ledia mengatakan harapan bahwa masyarakat memiliki kedekatan dengan bank dengan mempunyai rekening di tiap bank. Ledia bertanya kepada Dirut BRI Syariah, jamaah akan lebih menguntungkan jika imbal hasil disimpan dalam bentuk dolar, real atau rupiah.
Rancangan Undang Undang (RUU) Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umroh (PIHU) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Imigrasi
Ledia menanyakan kenapa di passport haji banyak tempelan iklan travel bahkan ada yang strapless, passport adalah dokumen resmi negara seharusnya tidak diperlakukan seperti itu apakah ada peraturan dan sanksi terkait dengan orang-orang yang merusak passport-nya. Kami dari Komisi 8 DPR-RI ingin melihat data penerbitan passport selama lima tahun terakhir.
Pengambilan Keputusan Harmonisasi Rancangan Undang Undang (RUU) Disabilitas — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Anggota Baleg DPR-RI
Ledia mengucapkan terima kasih atas disetujuinya RUU ini, semoga dapat dibahas dan disetujui pemerintah.
Penyusunan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol - Rapat Pleno Baleg dengan Tim Ahli
Ledia berpendapat bahwa perlu membuat suatu pengaturan terkait rehabilitasi atas penyalahgunaan Minol, karena release dari Kementerian Sosial dan Kementerian PPPA terkait dengan kejahatan seksual terhadap anak, salah satu faktor pemicunya adalah karena adanya ketergantungan Minol, dengan kondisi seperti itu kita perlu membuat suatu pengaturan terkait rehabilitasi atas penyalahgunaan Minol.
Pengambilan Tingkat 1 Rancangan Undang Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Hukum dan HAM
Ledia mengatakan bahwa yang dianggap leading dari kementerian itu hanya eselon satu padahal kita butuh kebijakan, kesulitan kami dari pembahasan itu bukan kami yang tunda tapi pemerintah yang lama ambil kebijakan.
Masukan dan Pandangan terkait RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Nindyo Pramono (Pakar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)
Ledia mengatakan bahwa CSR voluntary sebaiknya diberlakukan bagi perusahaan menengah ke bawah dan mandatory untuk menengah ke atas. Ia juga mengatakan bahwa CSR merupakan bagian dari tanggung jawab di luar perusahaan, bukan untuk karyawan. Perlu dirumuskan secara langsung terkait jenis distribusinya. Menurutnya, dalam aturan keuangan tidak diperbolehkan Pemerintah Daerah (Pemda) membangun dengan dana CSR, tetapi dengan bersinergi. Oleh karena itu, tidak boleh CSR masuk dalam APBD. Saat ini, sedang marak perusahaan mengelola dana CSR. Ledia menanyakan kembali upaya mengenai perusahaan yang mendapat profit dari dana CSR. Terakhir, Ledia mengkonfirmasi filosofi etika bisnis yang berlaku itu ke ranah sosial kontrol bukan ranah hukum.
Masukan terhadap RUU Ekonomi Kreatif — Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Dosen Universitas Indonesia
Ledia menanyakan pentingnya kreativitas dibuat UU sebab akan menjadi permasalahan. Ia menanyakan pengaturan, pengembangan dan konsep dasar RUU Ekonomi Kreatif.
Lanjutan Pembahasan DIM RUU Cipta Kerja (DIM yang berkaitan dengan KPPU) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR-RI, dan DPD-RI
Ledia mengatakan bahwa harus adanya pengaturan khusus mengenai penyertaan modal. Mestinya ada ketegasan untuk menarik dari luar (investasi) bukan menambah konsolidasi dari dalam. Ledia mengatakan bahwa sepanjang pengamatan, LPI ini adalah lembaga besar dan kemungkinan fraud juga besar. Karenanya, kalau nanti kita bicara di FGD harus dibicarakan potensi dan cara mengatasi fraud. Dikarenekan itu yang harus diantisipasi sebagai pembuat regulasi. Ledia mempertanyakan pada bagian UU No.13 tahun 2016 ini apakah yang memastikan untuk alih teknologi itu ada. Sedangkan berbicara kepastian ketersediaan farmasi, seharusnya didahulukan dari Indonesia baru kalau tidak ada mengambil langkah impor sebab di Pasal sebelumnya dikatakan bahwa produk harus diproduksi di Indonesia. Jika mempertahankan pasal lama, bahwa adanya opini akan bermasalah dengan WTO. Tetapi ini jurusannya adalah Merah Putih. Sehingga Ledia mengusulkan untuk Pasal 20 di ayat 2 ada insentif jika ada orang mendaftarkan paten dan memproduksi di Indonesia. Ledia berprinsip bahwa kita part of international community, tetapi kenapa harus farmasi. Sehingga Ledia mempertanyakan apa ibu meyakani satu-satunya sektor itu farmasi. Dikarenakan paten ini casenya banyak, kenapa harus farmasi. ketika ada keberataan terhadap pemohon ada hak jawab, tetapi tidak dimasukan sehingga diasumsikan pada saat nanti. Yang dimana ini sebenarnya harus dilaksanakan dan tidak akan
mempengaruhi stelan sbstansifnya. ketika banyak yang bertanya apa sebetulnya filosofi dimasukkannya RUU Ciptaker, bahw ada yng mengatakan problemnya adalah mengenai hal kompetitif, sehingga kami dari Fraksi PKS tidak memandang UU Ketenagakerjaan menjadi hal yang penting untuk dimasukan ke dalam RUU Cipta Kerja, dan Fraksi PKS memandang UU No.13 tahun 2003 tidak perlu dimasukkan
dalam UU Ciptaker atau dicabut dari draft RUU Ciptaker, dikarenakan faktor-faktor penghambat investasi sudah disebutkan dalam BAB-BAB lain.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Dimulai dari Pasal 52, Substansi Bidang Perumahan) — Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg DPR RI, Tim Pemerintah dan DPD RI
Ledia menegaskan Pemerintah itu sukanya mereformulasi, namun yang perlu ditekankan itu konsepnya harus dipastikan bahwa masalah yang ada dapat teratasi. OSS seharusnya mengikuti Undang-Undang, bukan UU yang mengikuti OSS. Lalu karena ini berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja, kemudian ia menanyakan perlu tau bagaimana nanti untuk pengaturannya. Jangan-jangan nanti tenaga asingnya lebih banyak. Ketika kita melihat item persyaratan yang ada dalam OSS bukan kepada tenaga kerja asingnya tapi lebih kepada keberpihakan kita terhadap tenaga kerja lokal, kearifan lokal dan sebagainya.
Selanjutnya, Ledia mengatakan terkait masyarakat jasa konstruksi dan pengurus lembaganya, kalau di dalam UU yang diusulkan Pemerintah itu berkaitan dengan proses yang ada di penjelasan tentang Asosiasi namun itukan dihapus. Menurut ia terkait hal tersebut perlu dijelaskan kembali. Berkaitan dengan UMKM pada saat ini usahanya banyak dengan online sehingga memerlukan pengantaran barang yang dalam hal ini adalah menggunakan sepeda motor, Ledia meminta ini perlu diperhatikan.
Lanjutan Pembahasan DIM RUU tentang Cipta Kerja (Pasal 23, DIM 1.060) — Badan Legislatif DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tim Ahli Baleg dan DPD-RI
Ledia tidak melihat skema yang disampaikan oleh Pemerintah sebagai sesuatu yang lebih cepat, dan Ledia belum menemukan sesuatu yang istimewa dari skema yang disampaikan.
Menurut Ledia dalam perizinan bangunan gedung dan laik fungsi yang perlu nampak itu adalah risiko historis pembangunannya.
Ledia meminta penjelasan terkait undang-undang eksisting yang dimana menyebutkan fungsi bangunan keagamaan saja. Sedangkan di RUU Cipta Kerja terdapat fungsi dan klasifikasi bangunan keagamaan.
Secara spesifik untuk perlindungan cagar budaya dan bangunan adat yang dilestarikan, diusulkan pada ayat 3 harus memenuhi standar gedung, khusus untuk bangunan adat memenuhi ketentuan yang berlaku.
Ledia berpesan bahwa NSPK tidak boleh lama, sehingga ketika diundangkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) harus sudah dipersiapkan dan harus segera disosialisasikan.
Dalam DIM 1.175 ada ketentuan yang berseberangan disebutkan bahwa bangunan yang kurang dari 4 lantai boleh tidak memiliki lift, padahal semua akses disabilitas membutuhkan lift.
Lanjutan Pembahasan DIM RUU Cipta Kerja (dimulai dari DIM 4619) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR-RI, dan DPD-RI
Ledia mengatakan bahwa Kita menyelamatkan usaha penerbangan tetapi mencelakai yang lain. Sehingga Ledia meminta penjelasan mengenai bagaimana perlindungannya terhadap konsumen. Karena Bukan hanya kita yang memberikan kemudahan perizinan terhadap pelaku usaha, sehingga dengan begitu akan beresiko kepada rangkaian lain dan bisa menjadi urusannya ke rantai pasok kebutuhan. Ledia mengatakan bahwa klasifikasi rumah sakit berdasarkan jumlah tempat tidur, kita harus berpikir tidak hanya cuma karena itu. Sehingga mau tidak mau terkait fungsi rujukan harus berjalan. Ledia mengatakan bahwa ada hal lain selain jumlah tempat tidur yang harus masuk ke dalam klasifikasi. Lalu problem kita di lapangan adalah mengenai pengambil alihan kepemilikan dan berkaitan dengan tidak adanya rumah sakit umum di suatu daerah, sehingga untuk hal tersebut juga harus diperhatikan. Ledia mengatakan bahwa kita menginginkan kehati-hatian lebih baik kita menyisir kembali terkait terminologi agar tidak membuat kelolosan narkotika beredar dengan mudah. Ledia mempertanyakan bagaimana dengan badan hukum pendidikan akan seperti apa. Terkait dengan dosen harus ada konstruksi dan klausulnya harus diperbaiki. Ledia mengatakan terkait UU Pendidikan Tinggi, Pasal 7 UU Existing ayat (4), usulan di dalam RUU Ciptaker, muatan tersebut dihilangkan itu artinya
menghapus struktur yang ada, sehingga Ledia mempertanyakan lalu bagaimana dengan konstruksi pendidikan keagamaan.
RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) — Panitia Khusus DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum dengan PT. Bio Farma (Persero), PT. Rekayasa Industri, dan PT. Sang Hyang Seri (Persero)
Ledia menanyakan pendapat soal RUU ini yang akan memberikan keuntungan bagi dunia pendidikan seta menampung kemajuan teknologi. Selanjutnya, ia menanyakan soal kategori data primer seperti bersifat rahasia.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) pada bab III pasal 35-38 — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR dan DPD-RI
Ledia Hanifa Amaliah mengatakan bahwa pada Pasal 27 dan 29 subjek pelaku sudah jelas disebutkan yaitu Perizinan, sementara di sini konteksnya penyediaan dana untuk pelestarian hutan, jadi menurutnya ini tidak pas untuk konteks subjeknya.
Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kejaksaan Agung, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN)
Ledia mengatakan apa saksi jika ternyata bahan yang disadap disalah-gunakan, bagaimana memulihkan nama baik jika seandainya ada salah sadap dan tidak terbukti.
Perencanaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Tata Bahasa dan Kajian Pusat dan Daerah — Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Ledia mengatakan bahwa RUU ini usulan Pemerintah. Jika Pemerintah tidak yakin, maka DPR-RI juga tidak yakin.
Pembahasan Bab 9 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus dan Bab 10 Tentang Investasi Pemerintah Pusat dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Panitia Kerja dengan Tim Ahli Badan Legislasi DPR-RI, Tim Pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional untuk Pasal 29, Ledia mengatakan bahwa setiap kali perencanaan pembangunan disusun dengan riset dan inovasi karena DPR-RI menginginkan evaluasinya bisa berbasis riset yang diselenggarakan oleh Badan Riset Nasional dan daerah. Perlu dipastikan juga di daerah ada badan yang bisa menjalankan fungsi riset dan evaluasinya. Ledia juga menyertakan ada usulan berkaitan dengan fungsi BUMN menghidupkan penelitian kepada Perguruan Tinggi.
Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Investor Sektor Keagamaan — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Menurut Ledia, masukan-masukan yang disampaikan oleh para mitra penting untuk dijadikan catatan. Ketika bicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan jaminan produk halal, ada beberapa hal yang perlu didalami. Ledia sepakat bahwa konsumsi produk halal adalah bagian dari ibadah yang perlu dilindungi oleh konstitusi. Yang penting jaminan produk halalnya. Masalah terbesarnya adalah pada implementasi peraturan turunan yang sangat lambat turunnya. Menurut Ledia, persoalan-persoalan ini harus bisa dilaksanakan dengan segera. Ledia melihat ada hal-hal yang perlu dispesifikasikan dari UMKM, tetapi tetap memberikan jaminan untuk konsumen.
Masukan RUU Ekonomi Kreatif - Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja dengan Tim Pemerintah
Ledia Hanifa mengatakan bahwa berdasarkan dari draft awal hingga saat ini memang cukup signifikan perubahannya, ia sebagai perwakilan dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan untuk setuju dengan Rancangan Undang-Undang Ekonomi Kreatif.
Pandangan atau Masukan terhadap Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (HPIP) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Prof. Jimly Asshiddiqie dan Prof. Adji Samekto
Ledia mengatakan bahwa secara normatif, dalam sistem perencanaan pembangunan seharusnya mengacu kepada Pancasila, tetapi sampai saat ini masih banyak pembangunan yang tidak berlandaskan Pancasila. Ledia menanyakan terkait persoalan tersebut terletak pada implementasinya atau karena ketiadaan regulasinya.
Pengambilan Keputusan Terhadap RUU Tentang Ekonomi Kreatif - Raker Komisi 10 dengan Kepala Bekraf, Menpar, Mendikbud, Mendag, Menkop UKM, Menpan RB dan Menkumham
Ledia mengatakan F-PKS berpendapat bahwasannya RUU ekonomi kreatif, pertama harus mampu menjadi payung hukum dan pengembangan utama dalam ekonomi kreatif. Kedua, harus mampu mendorong pengembangan ekonomi kreatif di indonesia dengan riset, pendidikan infrastruktur fisik maupun teknologi. Ketiga, mengapresiasi telah akomodasi keiman dan ketkawaan agar pelaku ekonomi kreatif tetap berlandaskan dengan pancasila. Keempat, F-PKS berpendapat harus mampu melindungi hak setiap pelaku ekonomi dari pemerintah. Kelima, Bahwa Pemerintah dan pemda dapat menimbulkan sistem pelaku ekonomi kreatif dengan melakukan pembianaan . Keenam, dalam pendanaan ekonomi kreatif tersumber dari APBN, APBN ataupun lainnya dari sumber yang sah.
RUU Penyadapan – Rapat Kerja (Raker) Baleg dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Ledia mengatakan akan membahas konsideran RUU penyadapan ini, salah satu konteksnya adalah terkait
perlindungan HAM, yaitu hak privasi manusia. Ledia mempertanyakan bagaimana pandangan KPK terkait konsideran HAM dan peraturan turunanya terkait hubungan HAM dan tindakan penyadapan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Tanggapan
Laporan Panja RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan lain-lain - Raker Komisi 10 dengan Tim Pemerintah (Menparekraf dan Wamenparekraf)
Ledia membacakan Pandangan Mini Fraksi PKS terhadap Hasil Pembahasan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Fraksi PKS berpendapat bahwa diperlukan perubahan paradigma dari mass tourism menjadi sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan dalam pengaturan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU 10/2009 tentang Kepariwisataan. Sudut pandang penyelenggaraan kepariwisataan nasional harus diubah. Bukan lagi hanya berpikir jangka pendek untuk menambah jumlah pelancong atau wisatawan, tetapi juga harus berpikir jangka panjang dengan mempertimbangkan semua dampak pariwisata dengan tujuan memaksimalkan dampak positif serta meminimalkan dampak negatif bagi kelestarian lingkungan, budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat. Fraksi PKS berpendapat bahwa pendekatan 4 pilar pariwisata lebih pada struktur operasional pariwisata yang memastikan setiap bidang fungsional industri, destinasi, pemasaran, dan kelembagaan bekerja dengan baik dan berkontribusi terhadap pertumbuhan pariwisata secara keseluruhan. Ini adalah pendekatan yang lebih tersegmentasi dan terfokus pada pengelolaan yang terstruktur dalam setiap bidangnya. Fraksi PKS berpendapat bahwa pendekatan ekosistem pariwisata akan menciptakan kesatuan yang holistik antara semua aspek yang terlibat dalam pariwisata diantaranya mencakup dimensi lingkungan hidup, keberlanjutan, dampak sosial, dan kolaborasi lintas sektor. Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atau UU 10/2009 tentang Kepariwisataan harus mampu menegaskan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan tidak boleh menggeser atau mengorbankan dimensi sosiokultural, norma, agama, adat istiadat, budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang ada dalam dan hidup dalam masyarakat setempat serta harus mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh pelancong atau wisatawan domestik atau mancanegara. Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU 10/2009 tentang Kepariwisataan harus mendorong adaptasi terhadap disrupsi pemanfaatan dan inovasi digitalisasi teknologi sehingga memberikan dampak positif yang signifikan bagi penyelenggaraan kepariwisataan nasional. Fraksi PKS berpendapat bhw RUU ttg Perubahan Ketiga atas UU 10/2009 ttg Kepariwisataan hrs jg mjd payung hukum untuk penguatan terselenggaranya wisata halal, wisata medis/kesehatan, wisata olahraga, dan wisata ilmiah. Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU 10/2009 tentang Kepariwisataan harus mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terhadap pelaku usaha perjalanan wisata konvensional yang masih belum memiliki kemampuan digitalisasi teknologi disebabkan ketidakmerataan dan keterbatasan akses internet di daerah agar tetap bisa eksis di tengah persaingan harga dengan pelaku usaha perjalanan wisata online serta mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan pelatihan digitalisasi teknologi. Fraksi PKS berpendapat bahwa kedalaman dan keluasan bahasan ttg RUU ini memerlukan kesungguhan dan waktu yang memadai. Sementara, pembahasan yang sudah dilakukan belum dapat mencukupi kebutuhan atas bahasan yang mendalam. Menimbang beberapa hal yang sudah kami sampaikan di atas, Fraksi PKS dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU 10/2009 tentang Kepariwisataan untuk menjadi RUU Operan atau Carry Over dan juga menjadi prioritas pada tahun 2025.
Pengambilan Keputusan atas Hasil Penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law) - Rapat Pleno Baleg dengan Ketua Panja
Ledia membacakan Pandangan Fraksi PKS atas Hasil Penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law). Sebagai salah satu upaya perwujudan amanat konstitusi, Pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan upaya untuk menjamin akses kesehatan yang merata bagi semua penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Penyusunan RUU tentang Kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law ini seharusnya dilakukan secara menyeluruh, teliti dan melibatkan pemangku kepentingan terkait sehingga tidak ada pengaturan yang luput, kontradiksi dan bahkan jika baru diundangkan sudah diuji ke MK atau tidak lama kemudian harus direvisi atau bahkan menimbulkan kontroversi polemik yang berlarut-larut. Penyusunan RUU tentang Kesehatan seharusnya mencakup seluruh perbaikan dalam sistem kesehatan di Indonesia sebagaimana diamanatkan UUD RI tahun 1945. Ada beberapa hal yang menjadi catatan F-PKS terkait dengan RUU tentang Kesehatan Ini. F-PKS berpendapat bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi salah satu hak dasar masyarakat yaitu mendapatkan layanan kesehatan yg berkualitas. Oleh karena itu, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draft RUU Kesehatan ini sebagaimana amanat UUD RI tahun 1945; F-PKS berpendapat bahwa penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law ini tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan, kontradiksi pengaturan dan juga harus memastikan partisipasi bermakna dalam penyusunan mengingat banyaknya UU yang akan terdampak dalam penyusunan RUU tentang Kesehatan ini. Di samping itu, sebelum draft RUU Kesehatan ini diputuskan sebagai draft RUU inisiatif DPR RI, sebaiknya harus dilakukan konfirmasi ulang kepada 26 pemangku kepentingan yg telah memberikan masukan dalam RDPU di Baleg DPR RI, apakah hasil penyusunan draft RUU Kesehatan ini sudah sesuai dengan berbagai masukan mereka; F-PKS berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draft RUU Kesehatan ini yang menimbulkan kekosongan hukum antara lain: Dihapuskannya aturan mengenai SIP Bidan, juga dihapuskannya mengenai Praktik Kebidanan yang mengatur tempat praktek dan jumlahnya sesuai dengan tingkat pendidikan Bidan, pengaturan klasifikasi dan kewenangan Rumah Sakit dan beberapa pengaturan lainnya; F-PKS berpendapat bahwa penugasan Pemerintah kepada BPJS yang merupakan badan hukum publik yang bersifat independen harus disertai dengan kewajiban pemerintah dalam pendanaannya; F-PKS berpendapat bahwa ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan di Pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing yang dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi. Kerawanan ini terkait dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan Indonesia yang sangat mungkin tersingkir atas nama investasi atau alih teknologi. F-PKS berpendapat bahwa di semua negara pengaturan terkait profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri. Oleh karena itu, seharusnya draft kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU 38/2014 tentang Keperawatan dan UU 4/2019 tentang Kebidanan. F-PKS berpendapat bahwa anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia. Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan di atas, kami F-PKS dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim menyatakan menolak draft RUU tentang Kesehatan ini untuk dibahas pada tahap selanjutnya karena kami memandang ini belum selesai secara menyeluruh. Demikian pendapat Mini F-PKS ini kami sampaikan sebagai ikhtiar dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Penjelasan Tim Ahli Baleg DPR-RI terhadap Hasil Kajian atas Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi terhadap 52 RUU Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Pengusul RUU (Komisi 2 DPR-RI) dan Tim Ahli Baleg DPR-RI
Ledia ingin menyampaikan hal-hal yang sudah disampaikan oleh Pak Firman Soebagyo. Sebagaimana yang diusulkan oleh Komisi 2 bahwa yang diubah adalah perubahan alas hukumnya. Memang setiap daerah punya karakteristik masing-masing terutama yang berkaitan dengan kebudayaannya dan keterkaitan sejarah. Berbicara soal keterkaitan sejarah, semua kabupaten/kota pasti punya keterkaitan sejarah yang nantinya akan jadi persoalan berikutnya. Ledia menyarankan dalam proses harmonisasi ini, sebaiknya berbicara tentang alas hukumnya saja. Terkait karakteristik, bisa dikuatkan dalam RPJMD. Ia juga mengusulkan sebagaimana pembahasan harmonisasi yang berikutnya perlu ada matriks yang disandingkan, sehingga bisa mempercepat pembahasannya. Mengingat, pembahasan 52 RUU ini memerlukan kecermatan yang luar biasa, sehingga nantinya yang dihasilkan menjadi UU yang berkualitas. Ledia yakin bahwa Komisi 2 juga menginginkan alas hukum pembentukan 52 RUU ini betul-betul lengkap dan terharmonisasi dengan baik.
Pembahasan RUU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2024-2045 - Raker Baleg dengan Menteri PPN dan DPD-RI
Kami ingin memastikan bahwa di dalam Panja dari Kemenkeu hadir, karena kita akan membicarakan sebuah hal yang besar. RPJPN bisa dikatakan urat nadi bernegara kita dalam 20 tahun ke depan. Jika kita tidak sangat serius membahasnya tentu akan sangat berat. Oleh karenanya, semua stakeholder harus hadir. Dalam pembahasan nanti, bisa jadi ada hal-hal yang bersifat tetap yang kemudian terpengaruh sehingga harus disepakati perubahannya. Ledia pikir ini menjadi bagian yang perlu kita sepakati bersama bahwa ada kemungkinan-kemungkinan hal itu terjadi.
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKA) Perpustakaan Nasional RI Tahun 2025 – Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Plt. Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI
Ledia mengatakan bahwa telah berulang kali selama 5 tahun bermitra ia selalu mengatakan bahwa perpustakaan adalah ujung tombak peningkatan literasi. Sejauh ini, ia melihat bahwa Perpusnas sudah banyak melakukan hal-hal yang bisa dilakukan dengan segala keterbatasan yang ada. Dengan segala macam catatan yang disampaikan oleh kawan-kawan, Ledia memandang bahwa tetap ada hal yang masih perlu kita maksimalkan. Fraksi PKS mendorong agar penguatan literasi di masyarakat itu dapat dilakukan lebih masif melalui penguatan perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berbasis inklusi sosial. Yang sering luput dari pemantauan adalah pembuatan acuan untuk buku yang berdasarkan standar minimal literasi anak sesuai dengan jenjang usia. Termasuk kosakata Bahasa Indonesia yang harus dimiliki oleh siswa SMA misalnya, sehingga mereka tidak mengalami keterbatasan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri mereka. Permintaan ini sudah diminta sejak periode lalu baik ke Perpusnas maupun ke Kemendikbud, tapi masih belum ada. Ketika ini ada standarnya, maka mau tidak mau guru akan mencoba untuk memenuhi hal-hal tersebut, sehingga mudah-mudahan bisa mempercepat literasi. Fraksi PKS menyetujui anggaran yang telah diajukan beserta juga usulan tambahan sebesar Rp375 Miliar bagi Perpusnas. Fraksi PKS mendukung dan mendorong Perpusnas untuk terus berkoordinasi dengan Kemenkeu dan Bappenas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fraksi PKS juga mendorong kepada Pimpinan untuk mengingatkan teman-teman yang ada di Banggar untuk terus memperjuangkan hal tersebut. Mudah-mudahan ini menjadi kebaikan bagi kita semua, karena literasi ini menjadi dasar bagi kemajuan berbangsa dan bernegara.
Penyampaian Aspirasi Masalah Pendidikan di Kabupaten Banyuwangi dan Masa Depan SMK Penerbangan - RDPU Komisi 10 dengan Perkumpulan Forum Komite Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Kabupaten Banyuwangi dan Forum Komunikasi SMK Penerbangan Indonesia (FKSMKPI)
Ledia hanya ingin menambahkan catatan saja, pertama terkait kasus seperti SMK Penerbangan, sebenarnya sama seperti kasus SMK Kesehatan, sebelum adanya Undang-Undang tentang Kesehatan yang terbaru itu problemnya adalah SMK Kesehatan itu yang jurusan program studi keperawatan, dia hanya jadi asisten keperawatan, karena dalam Undang-Undang keperawatan disebutkan bahwa yang disebut sebagai perawat itu minimal D3, maka sampai saat ini ini masih jadi problem, ditambah kita juga perlu berbicara dengan Kementerian Tenaga Kerja karena Kementerian Tenaga Kerja punya standar yang berbeda, SMK keperawatan dikirim ke luar negeri padahal standar di dalam negerinya tidak dibenarkan harus D3, jadi banyak yang tidak ketemu, maka ini mungkin kejadiannya hampir sama atau sejenis dengan yang di penerbangan, karena komunikasi dengan Kementerian Perhubungan yang tadi bermasalah kita belum mendapatkan satu kesepahaman, sebenarnya standar yang diperlukan seperti apa, jadi kalau memang katakanlah minimalnya harus D1, tentu ada ruang yang harusnya diberikan di SMK itu terkait klasifikasinya dan kompetensinya seperti apa. Ledia bisa membayangkan SMK Penerbangan ada guru yang tidak pernah memegang pesawat, itu akan repot. Terkait dengan forum komite sekolah, memang tidak semua orang yang menjadi komite sekolah itu memahami posisinya beliau seperti apa, sehingga sebetulnya meskipun beliau bukan pendidik beliau mestinya memahami apa itu kurikulum yang sedang dipergunakan di sekolah, masalah-masalah apa yang ada di sekolah, sehingga cap yang tadi disebutkan komite sekolah itu cuma stempelnya kalau ada pungutan-pungutan itu akhirnya jadi tersuarakan dengan cukup merata.
Penyampaian Aspirasi tentang Kondisi Guru Honorer PPPK dan Permasalahan Pendidikan - RDPU Komisi 10 dengan Forum Guru
Ledia memberikan beberapa pandangan, pertama, dari semua masukan guru-guru yang sudah pernah hadir di tempat ini harus dibuat matriksnya dan itu dikumpulkan supaya nanti kita jadi bisa melihat apa saja persoalan-persoalannya. Ledia menyampaikan memang sekarang masih bermasalah terkait formasi guru-guru bahasa asing di Jawa Barat, padahal Jawa Barat itu bisa dibayangkan jumlah penduduknya lebih banyak, tetapi itu masih mengalami persoalan juga dengan berbagai hal, jadi usul Ledia tenaga ahli diminta untuk mengumpulkan matriks di mana saja bermasalahnya.
Realisasi Program dan Anggaran sampai Desember 2023 dan Penyampaian DIPA TA 2024 sesuai Amanat Raker 14 November 2023 sebagai Bahan Persiapan Pengawasan dalam Pelaksanaan APBN TA 2024 - Raker Komisi 10 dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Ada dua hal saja yang menjadi catatan Ledia, pertama kami menginginkan terutama pada penyiapan SDM di poltekpar terkait dengan apa yang disampaikan oleh para anggota tadi tentu harus ada perubahan mindset Poltekparnya, Politeknik Pariwisata tetap harus dikaitkan dengan ekonomi kreatif agar itu menjadi satu kesatuan cara berpikir mereka sehingga mereka bisa menjadi ujung tombak dalam bidang pariwisata dan ekonomi kreatif ketika menyelesaikan pendidikannya, bukan hanya terikat pada konsep pariwisata tradisional saja, tetapi harusnya bisa menggabungkan antara pariwisata dengan ekonomi kreatifnya. Kedua tentu berkaitan dengan persandingan kita dengan negara-negara lain, ada hal yang sebenarnya menurut Ledia mendasar, adalah mindset pemerintah daerah kita ketika kita membuat event-event internasional tidak siap pemerintah daerahnya juga akan menjadi problem. Sudut pandang bahwa pariwisata itu bisa menjadi tulang punggung atau pendapatan asli daerah mereka sehingga dengan demikian bisa dipush terkait apa namanya hal-hal baru atau terobosan-terobosan baru. Ketika kita bicara tentang seni pertunjukan pasti itu hanya tersentral di kota-kota besar saja, artinya nanti yang mendapatkan manfaatnya itu adalah orang-orang yang ada di pusat-pusat saja, sementara kita tahu Indonesia sangat luas maka perlu diciptakan sentra-sentra yang lebih banyak yang bisa dijadikan daya tarik yang juga membuat mereka punya ketertarikan untuk hadir, bukan cuma wisatawan mancanegara tetapi wisatawan nusantara juga. Jadi intinya adalah bagaimana mindset pemerintah daerah dikuatkan sehingga kemudian bisa beriringan dengan apa yang direncanakan di tingkat pusat.
Masukan terhadap Substansi Pengaturan RUU tentang Kepariwisataan - RDP Komisi 10 dengan Beberapa Direktur Politeknik Pariwisata di Indonesia
Ketika bicara kebudayaan dan pariwisata, kadang-kadang sudut pandangnya bisa bertabrakan, sama dengan jika berbicara wisata alam dan konservasi alam. Supaya tidak tabrakan, kita perlu memikirkan budaya mana yang dikonservasi sehingga hanya terbatas yang bisa hadir kesana. Bagaimana kita bisa mensinergikan sudut pandang konservasi dengan industri masif pariwisata. Karena Politeknik Pariwisata adalah penyiapan SDM berarti nilai spesifik dari masing-masing kampusnya adalah hal yang berkenaan dengan penugasan khusus, tetapi jangan dilepaskan dari budaya. Bagaimana kita bisa meng-grab ini semua sebagai bagian dari hal yang terinternalisasi dari SDM kita. Kita harus mendorong bagaimana pemangku kepentingan budaya bisa bersinergi dengan stakeholders pariwisata agar ada alasan bagi Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran secara khusus untuk budaya. Sustainable Tourism yang dibayangkan orang secara umum adalah menjaga lingkungan, belum sampai kepada sustainable tourism yang base-nya budaya, maka bagaimana cara mendudukkan kedua hal ini.
RKA Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun Anggaran 2024 - Raker Komisi 10 dengan Menteri Pemuda dan Olahraga
Fraksi PKS menyayangkan bahwa anggaran kepemudaan kita masih berada di bawah ekspektasi. Kita berharap bahwa ini bisa menjadi pengingat bagi kita untuk bisa meningkatkan anggaran kepemudaan kita karena kita berharap mereka akan menjadi penerus bangsa ini. Fraksi PKS meminta penyelesaian desain besar kepemudaan nasional dengan cepat tepat dan baik dengan pendekatan pemberdayaan pemuda beserta optimalisasi perannya. Fraksi PKS meminta Kemenpora melakukan penghitungan berapa biaya yang diperlukan untuk menaikkan satu digit untuk peningkatan indeks kepemudaan nasional. Selayaknya anggaran reguler Kemenpora ini bisa ditingkatkan bukan hanya bertambah karena event-event. Karena kalau kita kurangi anggaran event sesungguhnya anggaran kemenporanya tidak naik. Ini tidak adil. Fraksi PKS mendorong Kemenpora untuk terus berkomunikasi dengan Mendikbud Ristek agar pengembangan sport science kita bisa menjadi bagian dari program Kampus Merdeka. Fraksi PKS mendorong peningkatan anggaran untuk olahraga disabilitas, olahraga masyarakat dan olahraga pendidikan agar pembudayaan olahraga semakin masif dan merata. Sosialisasi pelaksanaan desain besar olahraga nasional dalam memicu prestasi nasional sejak dini harus terus-menerus dilakukan. Jangan berhenti meskipun anggarannya terbatas. Olahraga rekreasi tetap juga menjadi bagian dari upaya peningkatan standar minimal kebugaran masyarakat. Sehingga dengan suasana yang menyenangkan nyaman tetapi mereka tetap bugar. Dengan jumlah catatan tersebut maka kami Fraksi PKS menyatakan persetujuan terhadap Pagu Anggaran Kemenpora TA 2024 beserta usulan tambahannya.
RKA K/L TA 2024 Kementerian Pemuda dan Olahraga - Raker Komisi 10 dengan Menteri Pemuda dan Olahraga
Ledia berpendapat bahwa usulan tambahan anggaran di deputi-deputi mencapai 100% menandakan bahwa tidak teranggarkan sama sekali bahkan program prioritas adanya di tambahan bukan anggaran pokok, maka mengapa strateginya begitu, dan apakah yakin usulan tambahan keluar. Biro Hukum harus membuat kajian terkait bagaimana mendetailkan Desain Besar Olahraga Nasional, kalau tidak bisa secara keseluruhan diterapkan, lalu apa minimal yang harus diterapkan. Menurut Ledia, itu harus ada supaya ketika kita menganggarkan maka yang seminimal itu sudah teranggarkan bukan lagi dari tambahan. Biro Hukum sudah harus mulai melihat step-stepnya seperti apa. Sport Science menjadi bagian yang sangat penting kalau kita melakukan pembinaan terhadap atlet bukan cuman tata kelolanya. Kalau bikin event saja, kuliah di manajemen cukup tinggal tambahkan olahraganya. Tolong dijelaskan sebaran anggaran fungsi pendidikan dimana saja, target pencapaiannya apa, dan bagaimana perkembangannya sejauh ini.
Masukan dan Pandangan terhadap Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan (Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Koordinator Advokasi BPJS Watch dan Ketua Pemerhati Pendidikan Kedokteran Pelayanan Kesehatan (P2KPK)
Ledia mengatakan pertama karena pembicaraannya terkait RUU Kesehatan, ia ingin menanyakan apakah definisi kesehatan dalam undang-undang yang eksisting masih cukup memadai. Kedua, sudut pandang sistem kesehatan yang akan kita bangun apakah akan melibatkan promotif dan preventif atau tidak. Karena itu akan berpengaruh pada pendidikan kedokteran, pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan kita.
Harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi — Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Tim Ahli Badan Legislasi DPR-RI
Ledia menyampaikan bahwa di perizinan berusaha hulu ini sebaiknya tidak ada di ketentuan umum sementara perizinan berusaha secara umum ada kemudian perizinan tadi disampaikan perizinan untuk jasa penunjang belum ada. Di sini ada perizinan berusaha hulu itu juga tidak terdefinisi. Mungkin lebih baik dimasukkan di ketentuan umum atau jika mau dilengkapi di penjelasan. Ledia mengusulkan supaya pengaturan terkait di Pasal 22B tidak bertentangan dengan pengaturan di Pasal 2. Karena di Pasal 2 itu banyak menyebutkan tentang perlindungan kelestarian alam dan seterusnya sementara pengaturan biaya operasi dan seterusnya di 22B itu justru memasukkan reklamasi di dalamnya sementara nanti akan dikembalikan gimana kepastian si kontraktor melakukan reklamasi.
Kesiapan Pemerintah Pusat dalam Mendukung Persiapan Pengisian Formasi Guru PPPK - Rapat Kerja (Raker) Komisi 10 DPR-RI dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB)
Ledia mengatakan bahwa ia sepakat terkait cut off harus diselesaikan jangan sampai kita menimbulkan persoalan baru terkait proses yang baru karena masih banyak yang belum jelas nasibnya seperti banyak yang dinyatakan lulus tapi ternyata banyak yang digantikan. Ini perlu sinergi data maka perlu konsolidasi data untuk yang sudah masuk kualifikasi jadi membantu saudara mempermudah. Satu sisi honorer yang ada tidak boleh digeser posisinya tapi sisi lain ini ada yang tidak jelas sehingga banyak yang kekurangan jam karena banyak petugas PPPK yang baru karena banyak diantara mereka yang ter-PHK maka ini perlu diselesaikan selama 6 bulan sambil menyiapkan usulan sistem baru. Salah satu ilmu yang bermanfaat dengan memuliakan guru maka jangan ada istilah “Marketplace” maka tolong dipilihkan diksi yang pas jadi terkesan perdagangan orang. Dengan dapodik pastikan ada verifikasi data yang masuk dan siapa yang menentukan masa kontrak serta peran pemda untuk melakukan pembinaan maka ini ada kepastian hukum bagi mereka untuk memberikan kewenangan. Kita masih punya waktu untuk memperbaiki sistem yang baru karena antara pemda dan dapodik ini tidak sinkron maka ini menjadi pekerjaan utama. Prioritas guru dan nakes dilakukan nanti yang negatif growthnya bisa digantikan oleh digital jangan sampai ini guru tergantikan oleh digital karena posisi kita memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia seperti apa jangan sampai karena keterbatasan keuangan negara menjadi merubah konsep besar kita.
Pengambilan Keputusan atas Hasil Penyusunan Prolegnas Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas Tahun 2023 — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Pemerintah dan DPD-RI
Ledia mengatakan RUU dijadikan Prolegnas Prioritas karena draft naskah akademiknya sudah masuk dan justru draft naskah akademik itulah yang kemudian membuat sejumlah persoalan yang akhirnya kemudian menimbulkan kegaduhan di luar. Meskipun Pemerintah sudah membuka melalui Sisdiknasnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tapi ada sejumlah hal yang memang masih belum selesai. Bukan soal madrasahnya saja tapi ada sejumlah catatan, saran saya sebenarnya selesaikan dulu di Pemerintah bersama seluruh stakeholder, karena ini urusan pendidikan, kalau mobil rusak diselesaikan bisa jalan lagi, tapi masalah pendidikan adalah masa depan anak-anak kita. Setelah itu sebagaimana biasanya akan ada evaluasi prolegnas dan RUU ini menurut saya juga bukan sesuatu yang berat untuk dimasukkan kembali di dalam evaluasi prolegnas tahun 2023 kalau misalnya ternyata sudah selesai, kalau belum selesai mungkin di 2024, tapi itu bagian dari evaluasi sehingga kegaduhan itu tidak dilimpahkan di sini, diselesaikan oleh pemerintah sebagai penyusun draftnya sehingga begitu selesai dan sudah dipahami oleh sebagian besar orang, tentu itu akan menjadi bagian yang jadi lebih baik untuk bisa diselesaikan bersama pembahasannya bersama Pemerintah.
Pembahasan Perppu Cipta Kerja - Raker Baleg dengan Pemerintah dan DPD-RI
Ledia mengatakan bahwa Perppu ini keluar namun apa yang menyebabkan perppu ini, bukankah UU ini sudah dikeluarkan. Ketika pembahasan ini semua hal yang dipandang pemerintah penting sudah dimasukan ke UU Ciptaker. Pada keputusan MK kita melihat keputusan ini pada hal-hal bahwa UU Ciptaker ini inkonstitusional bersyarat namun sesungguhnya bahwa salah satu amanahnya bisa memberikan evaluasi dan menerima masukan kembali terkait dengan persoalan uji material yang diajukan ke MK kita masih mempunyai waktu untuk membahasnya sampai November 2023 karena pembahasan ini terlalu panjang berlarut-larut tergantung pembahasan tersebut. Meskipun bahwa dalam pembahasan perppu tidak lagi membahas hal yang mendetail terkait substansi tapi kami menyisir hal yang beredar di publik yang tidak sama dengan UU Ciptaker ini perlu ada penjelasan dari pemerintah. Setuju atau tidak setuju ini perlu ada alasannya tapi jangan terlalu didesak, ini harus dibahas secara detail dan kita punya waktu yang cukup lapang hingga UU ini berlaku dengan baik agar kita berakhir baik untuk pembahasan-pembahasan selanjutnya.
Penjelasan Pengusul (Komisi 2 DPR-RI) atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Maluku, Provinsi Kalimantan Tengah — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU (Komisi 2 DPR-RI)
Ledia mengatakan sebelumnya, ia ingin memperkenalkan dua orang Anggota Fraksi PKS yang baru ditugaskan kembali di Baleg, yaitu Pak Hermanto dari Komisi 4 dapil Sumbar 1 dan Pak Ansori Siregar dari Komisi 9 dapil Sumut 3. Sebagaimana tadi sudah disampaikan oleh Pak Irmadi, ia sepakat bahwa memang ketika kita bicara tentang pembentukan Undang-Undang Provinsi, ini ada alas hukum yang perlu diperbaiki. Harus dipahamkan kepada masyarakat bahwa ini hanya perubahan alas hukum, bukan pembentukan provinsi baru. Saat ini yang sedang beredar di masyarakat bahwa katanya sekarang sudah boleh pembentukan daerah baru sehingga kemudian DPRD kabupaten/kota mulai ribut karena persoalan DOB. Padahal, sebetulnya ini pembentukan alas hukum. Oleh karena itu, ini menjadi bagian yang sangat penting bahwa perlu sosialisasi yang lebih masif dari Komisi 2 DPR-RI berkaitan dengan ini. Saya sepakat dengan Pak Zul, karena ini hanya penggantian alas hukum, maka tentu kita sepakat sebagaimana yang lalu provinsi-provinsi yang lalu hanya menentukan daerah, batas, dan lain sebagainya. Adapun pengembangan turunan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendeknya diserahkan kepada provinsinya masing-masing. Saya pikir ini menjadi bagian yang perlu kita cermati, karena alasan hukum ini tetap harus memastikan bahwa keseluruhan provinsi ini ada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengambilan Keputusan atas Hasil Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan (Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno
Ledia membacakan Pandangan Fraksi PKS atas Hasil Penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law).
- Sebagai salah satu upaya perwujudan amanat konstitusi, Pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
- Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan upaya untuk menjamin akses kesehatan yang merata bagi semua penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
- Penyusunan RUU tentang Kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law ini seharusnya dilakukan secara menyeluruh, teliti dan melibatkan pemangku kepentingan terkait sehingga tidak ada pengaturan yang luput, kontradiksi dan bahkan jika baru diundangkan sudah diuji ke MK atau tidak lama kemudian harus direvisi atau bahkan menimbulkan kontroversi polemik yang berlarut-larut.
- Penyusunan RUU tentang Kesehatan seharusnya mencakup seluruh perbaikan dalam sistem kesehatan di Indonesia sebagaimana diamanatkan UUD RI tahun 1945.
- Ada beberapa hal yang menjadi catatan F-PKS terkait dengan RUU tentang Kesehatan ini:
- F-PKS berpendapat bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi salah satu hak dasar masyarakat yaitu mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas. Oleh karena itu, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draft RUU Kesehatan ini sebagaimana amanat UUD RI tahun 1945;
- F-PKS berpendapat bahwa penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law ini tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan, kontradiksi pengaturan dan juga harus memastikan partisipasi bermakna dalam penyusunan mengingat banyaknya UU yang akan terdampak dalam penyusunan RUU tentang Kesehatan ini. Di samping itu, sebelum draft RUU Kesehatan ini diputuskan sebagai draft RUU inisiatif DPR RI, sebaiknya harus dilakukan konfirmasi ulang kepada 26 pemangku kepentingan yg telah memberikan masukan dalam RDPU di Baleg DPR RI, apakah hasil penyusunan draft RUU Kesehatan ini sudah sesuai dengan berbagai masukan mereka;
- F-PKS berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draft RUU Kesehatan ini yang menimbulkan kekosongan hukum antara lain: Dihapuskannya aturan mengenai SIP Bidan, juga dihapuskannya mengenai Praktik Kebidanan yang mengatur tempat praktek dan jumlahnya sesuai dengan tingkat pendidikan Bidan, pengaturan klasifikasi dan kewenangan Rumah Sakit dan beberapa pengaturan lainnya;
- F-PKS berpendapat bahwa penugasan Pemerintah kepada BPJS yang merupakan badan hukum publik yang bersifat independen harus disertai dengan kewajiban pemerintah dalam pendanaannya;
- F-PKS berpendapat bahwa ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan di Pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing yang dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi. Kerawanan ini terkait dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan Indonesia yang sangat mungkin tersingkir atas nama investasi atau alih teknologi.
- F-PKS berpendapat bahwa di semua negara pengaturan terkait profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri. Oleh karena itu, seharusnya draft kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU 38/2014 tentang Keperawatan dan UU 4/2019 tentang Kebidanan. F-PKS berpendapat bahwa anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia.
- Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan di atas, kami F-PKS dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim menyatakan menolak draft RUU tentang Kesehatan ini untuk dibahas pada tahap selanjutnya karena Fraksi PKS memandang ini belum selesai secara menyeluruh.
- Demikian pendapat Mini F-PKS ini kami sampaikan sebagai ikhtiar dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan - RDPU Baleg dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes)
Ledia menyampaikan bahwa dari beberapa RDPU ada persoalan yang tidak diangkat oleh semua narasumber yaitu terkait dengan apakah pernah dilakukan evaluasi terhadap undang-undang kesehatan implementasinya dan kemudian implementasi dari undang-undang di bidang kesehatan lainnya itu sudah berjalan dengan baik atau tidak. Ledia berharap masukan-masukan yang disampaikan sebelumnya lebih komprehensif bukan hanya pada bidangnya saja tetapi juga melihat bahwa bidangnya ini juga bagian dari sistem kesehatan secara keseluruhan. Dari semua narasumber hampir tidak membicarakan tentang bagaimana upaya promotif preventif kita meskipun kuratif tetap harus ada tapi bagaimana meningkatkan promotif preventif nya. Sehingga ketika bicara pembiayaan kesehatan arahnya bukan di kuratif saja. Sebab kalau di kita sekarang di APBN kita mandatory spending nya 5%. Selanjutnya, Ledia mengatakan bahwa sifat gotng royong dari pembiayaan kesehatannya hilang. Ada di Puskesmas itu punya kesempatan untuk upgrading yang layak sehingga pengetahuannya sebagai dokter yang menangani rujukan-rujukan primer itu mereka juga bisa memahami apakah mereka perlu ditambah pengetahuannya atau tidak. Kalau kita mau bicara soal promotif preventif apakah itu diperlukan atau tidak. Berikutnya tentang dokter. Bahwa ketika disebutkan jumlah dokter itu kurang banyak karena sudah tersedot dengan kerja kerja birokrasi yang luar biasa. Sehingga menyebabkan waktunya juga terkurangi. Sehingga tentu kita yakin bahwa ada hal-hal yang bisa di distribusi tetapi pada daerah-daerah tertentu yang minim dokternya itu akan jadi sangat berat. Terakhir, Ledia menyampaikan beberapa kali pembiacaraabn di RDPU adalahlebih fokus kepada tenaga tapi belum bicara sistemnya secara keseluruhan perbaikannya kira-kira seperti apa. Sehingga kalaulah kemudian rancangan undang-undang ini akan dijadikan direvisi undang-undang yang akan direvisi dibuatnya dalam bentuk pendekatan omnibus maka kita sudah mengevaluasi keseluruhan yang tidak sektoral.
Pembahasan Rencana Penyusunan RUU tentang Kepariwisataan dan Pembahasan RKA-K/L Tahun Anggaran 2023 - Raker Komisi 10 dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Ledia mengatakan setelah berkali-kali Komisi 10 DPR-RI dan Kemenparekraf menyelenggarakan rapat membahas, mendiskusikan, mendebat dan lain sebagainya Komisi 10 DPR-RI dan Kemenparekraf sudah mendapatkan sejumlah rekomendasi berkaitan dengan RKA Kemenparekraf di tahun 2023. Kemudian Ledia mengatakan yang menjadi catatan F-PKS dalam soal ekonomi kreatif adalah terkait mengumpulkan data, menjadi hal yang sangat penting. Komisi 1 DPR-RI baru saja menyelesaikan pembicaraan Tingkat I tentang RUU PDP sehingga perlu juga berhati-hati dengan subjek data itu menjadi kewajiban semua untuk memberikan perlindungan tidak menyebarluaskan dan lain sebagainya. Pariwisata dan ekonomi kreatif ini lintas sektor tidak bisa hanya diampuni oleh Kemenparekraf karenanya perlu masif sosialisasi ke berbagai pemangku kepentingan termasuk Pemerintah Daerah jangan semua dilimpahkan ke Pemerintah Pusat ditumpahkan tanggung jawabnya saat itu akan sangat sulit, karena pariwisata memerlukan partisipasi dari daerah. Oleh karenanya memang sosialisasi tentang rencana ingin pariwisata daerah yang juga mereka harus sudah mulai menyesuaikan dengan kondisi kita yang sekarang ini kecepatan perubahan kemudian juga bicara tentang rencana ilmu ekonomi kreatif di daerah yang harus diturunkan juga berkaitan dengan pariwisata yang ramah dengan penyandang disabilitas dan berkaitan dengan ekosistem ekonomi kreatif. Ketika bicara ekosistem ekonomi kreatif tampaknya banyak yang belum memahami ketika kita sosialisasi Undang-Undang tentang Ekonomi Kreatif yang ia lakukan di Bandung Dinas Koperasi UKM juga diundang, pertanyaan mereka mendasar sekali apa bedanya UKM dengan ekonomi kreatif. Jadi pertanyaan yang sebenarnya itu tidak apple to apple untuk itu karena yang satu menjelaskan tentang bentuk dan ukuran yang satu menjelaskan tentang jenis. Sehingga beliau mengatakan bahwa di kami kalau begitu anda ekonomi kreatif sepatu dibuat dari ceker ayam, ia tidak membayangkan itu apakah mungkin larinya bisa jadi secepat ayam gitu secepatnya membuatnya satu tahun yaitu dibuat dari itu tapi akhirnya mereka juga jadi berpikir ulang bagaimana kemudian membuat desain pelayanan di Pemerintah Daerah menunjukkan betapa sesungguhnya ini belum tersosialisasi secara pasif akhirnya nanti masih banyak irisan di daerah dinasnya dan kemudian juga jangan-jangan ada yang tidak terhandle sama sekali justru karena banyak dengan irisannya. Tadi jadi berkaitan dengan ekosistem supaya nanti di bawah Kemendag dan Kemenperin itu memberikan perhatian yang cukup. Kemudian berkaitan juga dengan budaya yang karena dua-duanya ada di menjadi mitra di Komisi 10 DPR-RI masih bisa membicarakannya, tetapi begitu sudah berkaitan dengan perindustrian, perdagangan itu menjadi bagian yang lebih rumit sehingga memang terlihat dalam melakukan sosialisasi di internal Pemerintah sendiri dan tentunya memerlukan kolaborasi. F-PKS dengan segala catatan yang telah disampaikan memberikan persetujuan terhadap pagu anggaran sementara tahun 2023 dari Kemenparekraf.
Masukan terkait Revisi UU 10/2009 tentang Kepariwisataan dan Usulan RUU tentang Pramuwisata - RDPU Komisi 10 dengan Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pramuwisata Indonesia (DPP HPI)
Berkaitan dengan usulan ini, sebetulnya di periode lalu sampai sebelum adanya Covid-19, Ledia sudah banyak melakukan dialog dengan Kang Arif (HPI Jabar) terkait tentang pramuwisata. Ketika berbicara mengenai pesaing, pesaing terdekat adalah Google. Apalagi di Google sendiri sudah ada rating dan review. Hal itu menjadi bagian dari keterbukaan informasi yang akhirnya memberikan banyak informasi bagi wisatawan. Draft yang dibuat oleh HPI sudah cukup komprehensif, tetapi ada beberapa hal yang belum selesai di internal organisasi profesinya. Menurut Ledia, profesi generalnya cukup diambil di HPI dan yang detail-detailnya terpisah. Menurut Ledia, kalau mau membuat simplikasi harus membuka komunikasi seluas-luasnya dengan sistem pendidikan tingginya atau SMK Pariwisata, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk langsung mendapatkan sertifikasi. Harus ada upaya dari organisasi profesi untuk membuat standar minimal yang harus dimiliki oleh local guide yang dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat umum. Tugas untuk organisasi profesi ini memastikan kepada Pemerintah dan Pemda terkait profesi pramuwisata dan di internalnya bagaimana menyelesaikan pembicaraan mengenai LSP dan detailnya. Lalu, antisipasi terkait pembinaan local guide.
Lanjutan Pembahasan DIM RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah
Ledia mengatakan yang sedang kita bahas ini adalah dalam konteks penanganan pengujian, sehingga butuh formulasi yang lebih spesifik yang memang menangani persoalan-persoalan terkait positioning Pemerintah dalam UU tersebut. Pembentukan dan pengujian merupakan klausul yang berbeda.
Pengambilan Keputusan atas Hasil Pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan - Raker Baleg dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), dan Menteri Hukum dan HAM
Ledia sebagai perwakilan Fraksi PKS menyampaikan pandangan mini fraksi tentang hasil Pembahasan RUU tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Fraksi PKS memandang bahwa : (1) Berkaitan dengan metode omnibus dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Fraksi PKS menegaskan bahwa metode apapun yang digunakan haruslah bertujuan mereformasi proses pembentukan perundang-undangan agar menjadi lebih baik, berkualitas, berpihak kepada kepentingan rakyat dan negara. Hal ini bertujuan untuk menyelesaikan problem tumpang tindih peraturan perundang-undangan baik dari sisi konten atau muatan maupun teknis penataannya. Oleh karenanya dibutuhkan metode yang pasti baku dan standar untuk menjadi pedoman yang sudah ditentukan serta dituangkan terlebih dahulu dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengalaman penyusunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disusun dengan metode omnibus alih-alih mengejar percepatan dan kepentingan penciptaan lapangan kerja hal itu justru mengabaikan kualitas hasilnya karena kurangnya partisipasi masyarakat dan para stakeholders. Upaya untuk akselerasi tujuan undang-undang tidak boleh dilakukan dengan menyimpangi tata cara pedoman baku yang berlaku, karena hal ini bertentangan prinsip negara hukum demokratis yang konstitusional, (2) Fraksi PKS mengusulkan sejumlah prasyarat penggunaan metode omnibus untuk menjamin adanya kepastian hukum, meningkatkan kualitas legislasi dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan UU. Fraksi PKS mengusulkan prasyarat penggunaan metode omnibus dalam penyusunan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut: (a) Metode omnibus hanya dapat digunakan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan satu bidang atau satu topik khusus tertentu, (b) Penggunaan metode omnibus dalam pembentukan peraturan perundang undangan harus ditetapkan dalam perencanaan, dan (c) Diperlukan pengaturan tentang alokasi wakktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus agar penyusunannya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa dengan tidak memperhatikan partisipasi publik. (3) Fraksi PKS tidak sepakat jika materi muatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah /dicabut dengan hak mengubah atau mencabut peraturan perundang-undangan tersebut. Hal ini karena ketentuan tersebut membatasi adanya revisi suatu meteri muatan langsung di peraturan perundang-undangan asal atau peraturan perundang-undangan indukyang terdampak akibat pengunaan UU omnibus, (4) Fraksi PKS menolak ketentuan tentang perbaikan rancangan UU setelah persetujuan bersama antara DPR dan presiden dalam rapat paripurna DPR. Karena hal ini membenarkan praktik legislasi yang tidak baik sehingga merendahkan marwah pembentuk undang-undang meskipun dalam pasal di dalam rancangan perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan perbaikan hanya meliputi perbaikan terhadap kesalahan teknis yang dilakukan oleh pimpinan AKD dan pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membasah rancangan UU tersebut. Namun pada praktiknya ketentuan ini rawan disalahgunakan, (5) Fraksi PKS menegaskan bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus melibatkan pihak yang pro kontra yang seimbang serta partisipasi masyarakat secara bermakna. Baik dari akademisi perguruan tinggi, ormas, maupun masyarakat umum termasuk aksesbilitas terhadap disabilitas. Selain itu untuk mengoptimalkan partisipasi publik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, Fraksi PKS mendorong agar setiap RUU dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas sehingga memberikan kesempatan pada publik untuk turut mengkritisi dan memberikan masukan, (6) Fraksi PKS memberikan catatan perihal pengaturan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat dilakukan berbasis elektronik untuk diperjelas mengenai ruang lingkup pembatasannya. Agar dalam praktinya tidak memberikan multitafsir. Fraksi PKS menilai pembentukan pembentukan perundang-undangan berbasis elektronik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) Kesiapan SDM dan fasilitas untuk menunjang optimalnya pembentukan pertauran perundang-undangan berbasis elektronik, (b) Dalam praktiknya pembentukan peraturan perundang-undangan jangan sampai melemahkan hak anggota DPR untuk berpendapatkarena terbatasnya ruang virtual dibandingkan ruang rapat di DPR, dan (c) Pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektornik harus dibatasi pelaksanaannya jangan sampai dimanfaatkan untuk memenuhi hasrat yang membabi buta agar suatu peraturan perundangan segera disahkan di tengah kondisi yang tidak memungkinkan. Misalnya saat pandemi covid-19 sekarang ini. (7) Fraksi PKS mengkritisi perihal pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah provinsi yang diambil alih menjadi dikoordinasikan oleh menteri/kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan karena hal ini bertentangan dengan semangat desentralisasi di daerah, (8) Fraksi PKS mengusulkan agar dilakukan pembahasan yang lebih mendalam terhadap UU no 12 Tahun 2011 dengan mengundang para pakar hukum, akademisi peraturan perundangan serta praktisi untuk mendapatkan pandangan yang lebih jernih dan komrpehensif. Pembahasan RUU ini terasa dilakukan secara tergesa-gesa dan kejar tayang untuk segera disahkan. Padahal seharusnya DPR dapat menjalankan fungsi legislasi yang telah dijamin oleh konstitusi dengan lebih cermat dan hati-hati. Karena menyangkut keberlakukan suatu undang-undang dalam waktu yang panjang dan kemaslahatan bagi mayarakat luas. Selain itu sebaiknya revisi ini dimaksudkan semata-mata untuk memberi payung hukup terhadap undang-undangno 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, namun sebagai upaya untuk menyusun tata cara pembentukan dan menyelesaikan tumpah tidih peraturan yang ada dalam rangka perbaikan kualitas legislasi agar memihak kepada kepentingan rakyat, dan (9) Fraksi PKS menyatakan belum menyetujui RUU tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang karena Fraksi PKS menilai masih diperlukan kajian mendalam terhadap substansi perubahan UU yang dimaksud.
Harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Barat Daya — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Rapat Pleno dengan Tenaga Ahli (TA) Baleg DPR RI dan Pengusul
Ledia mengatakan sedikit tergelitik dengan Pasal 15 terkait dengan reserve seat yang diangkat, kalau kita bicara tentang yang diangkat dengan segala persyaratannya, kemudian di ayat 4 terkait bahwa yang diangkat itu minimal harus memenuhi 30% kuota perempuan. Tadinya saya berpikir bahwa yang reserve seat itu untuk memenuhi juga total 30% nya, artinya jika ternyata dari yang terpilih itu kurang dari 30% kemudian dipenuhi dengan yang diangkat. Ia juga tidak tahu apakah pengusul berpikir seperti itu atau tidak, karena dalam konteks kepemiluan kita tidak bisa menetapkan jumlah 30% di parlemen, kecuali dia reserve seat atau ditetapkan, kalau yang mengikuti pemilu kan tergantung terpilih atau tidak, berarti belum tentu 30%, tapi kalau yang reserve seat bisa saja ditetapkan, apakah itu termasuk hal yang dipertimbangkan juga oleh pengusul atau tidak. Ledia juga mengusulkan pengaturan secara khusus terkait reserve seat memang masih sangat berhati-hati karena yang menentukan hanya KPU Papua bukan KPU RI, jadi bagian ini perlu penuh kehati-hatian. Ia juga belum melihat mekanisme pelepasan aset, dalam draft ini disebutkan bahwa kalau posisi aset di Papua Barat Daya maka bisa dilepas, sementara mungkin sebagian besar pusat pertumbuhan Papua Barat adanya di Papua Barat daya. Pelepasan aset adalah problem yang terjadi di hampir semua pemekaran yang justru yang induk yang harus mengalah, contoh kota Sorong yang banyak berkembang dijadikan Ibu Kota, sementara Manokwari yang Ibu Kota aslinya jadi nggak punya apa-apa karena posisinya adanya di Sorong. Terakhir, Ledia khawatir kalau kita tidak merapikan hal ini nanti akhirnya yang disebutkan bagaimana mengimplementasikan menjadi agak rumit. Terkait dengan kekekhasan wilayah, karena kepulauan tentu akan memiliki kekhasan tersendiri yang berbeda dengan daratan, ini yang belum kelihatan, apakah mungkin juga ada pertimbangan lain dari pengusul.
Pembahasan DIM RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) - Rapat Panja Baleg dengan Tim Pemerintah
Yang sedang kita bahas ini adalah dalam konteks penanganan pengujian, sehingga butuh formulasi yang lebih spesifik yang memang menangani persoalan-persoalan terkait positioning Pemerintah dalam UU tersebut. Pembentukan dan pengujian merupakan klausul yang berbeda. Hal ini harus jadi concern kita semua, konteksnya adalah ketika UU ini disahkan maka format penulisan ini juga harus diketahui masyarakat umum. Ini di lampiran UU, bukan di normanya, jadi harus disepakati. Kalau kita selalu mengkhawatirkan Judicial Review, padahal Judicial Review adalah hak masyarakat, masih akan selalu ada tetapi tidak semua akan melakukan. Solusinya harus dibuat agar keributan tidak terjadi seperti pembahasan UU Ciptaker. Berkaitan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, Ledia mengusulkan ada satu klausul yang berkaitan dengan bahwa setiap naskah Peraturan Perundang-Undangan harus mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Selama ini mereka buta terhadap hukum padahal mereka adalah warga negara yang berhak untuk mendapatkan informasi terkait Peraturan Perundang-Undangan. Ledia usulkan masuk di Bab X, mudah diakses dalam konteks disabilitas. Ledia mengusulkan masuk dalam Pasal penjelasan, kaum disabilitas disebutkan sebagai kelompok masyarakat.
Fit and Proper Test Calon Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia — Komisi 1 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Calon Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia
Ledia mengatakan keberpihakan calon komisioner KPI kepada penyandang disabilitas akan menjadi catatan.
Rancangan Kerja dan Anggaran, Rencana Kerja Pemerintah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2019 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Ledia mengatakan ini akan fokus mengenai pagu indikatif 2019 yang didasarkan pada unit organisasi yang menurutnya tidak lebih detail. Ia menanyakan cara pengembangan sumber daya iptek dan dikti dalam penyiapan SDM. Menurutnya, perlu ada argumen terkait penyiapan SDM dan hubungannya dengan program yang ada di Dirjen terkait. Ia mengatakan antara Bappenas dan Kemenkeu terkait pendanaan riset itu saja sudah tidak sama cara berpikirnya saat diskusi. Versi Kemenkeu dimasukkan ke anggaran pendidikan. Di Bappenas masih bisa sesuai dengan jalurnya, tapi di Kemenristekdikti sendiri belum klop. Kemudian ia juga meminta perhatian mengenai ketidakoptimalan pembangunan infrastruktur di kampus yang pada akhirnya membuat mahasiswa mencari kegiatan lain yang akhirnya mengarah pada asumsi radikalisme. Ia mengatakan khawatir gambaran dalam pagu terutama untuk fungsi pendidikan berkurang. Jika demikian, maka nasib para dosen dan PNS harus dipikirkan kembali.
Anggaran 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Ledia mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dengan rapat kali ini, dan Komisi 8 sudah meluangkan waktu yang seharusnya tidak rapat.
Tenaga Honorer K2 dan Jaminan Produk Halal - RDP Komisi 8 dengan Sekjen dan Irjen Kementerian Agama
Ledia menyampaikan bahwa ada proses pengangkatan yang tidak transparan di lingkungan Kementerian Agama.
Pendalaman Rancangan Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sesmen Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA)
Ledia meminta dijelaskan mengenai pendapatan KPPA dan rencana cadangan yang dibuat KPPA. Ia mengatakan akan mengembalikan dokumen yang telah diberikan KPPA kepada Komisi 8 dan akan melakukan penjadwalan ulang.
Rancangan Kerja dan Anggaran (RKA) 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Hindu, Buddha, dan Kristen
Ledia mengatakan pemaparan tidak bisa detail ke hal-hal yang teknis karena baru akan diundang tanggal 15.
Rencana Kerja dan Anggaran Tahun 2016 — Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Irjen, Kepala Badan Litbang dan Diklat, dan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama
Ledia mengatakan tidak setuju jika audit Kemenag melalui e-audit, karena Kemenag belum siap. Ledia mengatakan penelitian Balitbang harus bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, seperti penelitian
terkait pernikahan dan optimalisasi KUA. Ledia mengatakan radikalisme di pendidikan bukan hanya karena agama, tapi juga kesenjangan sosial.
Pembahasan Permasalahan Anak — Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan ASEAN Commission on The Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC)
Ledia H. mengatakan ada budaya yang mengerikan di Indonesia, bahwa anak yang berharga adalah anak yang dapat memberikan uang.
Realisasi APBN Tahun 2014 dan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun 2016 — Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Agama
Ledia mengatakan Kemenag gagal membina SDM, padahal masalah profesional harusnya paling bagus di Kemenag. Ledia mengatakan persoalan keuangan di Dirjen tidak ditangani orang yang kompeten. Ledia mengusulkan Kemenag untuk tidak menyalurkan wakaf produktif karena hal itu bukan tugas Kemenag.
Pengantar RAPBN Tahun 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Sosial RI
Ledia menjelaskan sebelum meluncurkan program tahun 2016, mohon diperhatikan kriteria kemiskinan. Orientasi rehabilitasi berbasis masyarakat sangatlah penting sehingga tidak semuanya dibebankan ke panti, baiknya Kemensos tidak menjadi juru bayar raskin. Terkait basis data terpadu, ini datanya diklaim oleh TNP2K padahal saudara sudah menganggarkan.
Masukan terkait Perlindungan Anak — Panja Perlindungan Anak Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat dan Kementerian Ketenagakerjaan
Ledia mengatakan banyak anak-anak yang sudah lulus tidak punya keterampilan untuk kerja. Namun, di sisi lain ada orang tua yang mengajari anaknya untuk mencari uang sejak dini. Ledia mengatakan pemerintah harus mengambil jalan tengah agar anak dididik dan dilibatkan.
Tata Kelola dan Anggaran Pendidikan Islam — Panja Pendidikan Islam Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Dirjen Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Ledia mengatakan apakah kendala dalam akreditasi lembaga pendidikan islam, adakah hutang tunjangan profesi guru di Kemendikbud, dan kapan sebenarnya dana BOS keluar.
Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Sosial Tahun 2016 — Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, dan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial
Ledia Hanifa menanyakan soal berapa alokasi untuk PKH dari Kobe. Ia juga mengatakan ada kesenjangan honor antara disabilitas dan orang biasa yang bekerja di Kementerian Sosial.
Tindak Lanjut RKA 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kementerian Sosial
Ledia bertanya siapa yang akan melakukan validasi dari data fakir miskin dan di mana letak amanah penanganan fakir miskin terkait rehabilitasi, dan program Kementerian Sosial berjalan sejauh apa dan bagaimana evaluasinya.
Anggaran — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
Ledia bertanya apakah pengurangan anggaran Bimbingan Masyarakat Islam jadi Rp4,9 Triliun dalam mengurangi anggaran KUA.
Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) Tahun 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Ledia menjelaskan apakah sisa anggaran bisa dilakukan di program-program sebelumya dan jangan sampai anak Indonesia terlunta-lunta.
Fit and Proper Test Calon Pengarah BNPB — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Calon Pengarah BNPB Atas Nama Lilik Yuliarso, Heddy Agus Pritasa, Singgih Seno Hardjono, Jartinus Purba, dan Ferry Widya
Ledia mengatakan kepada carah Lilik bahwa pada kenyataannya Indonesia yang luas sehingga spotnya selalu bergeser. Ia menanyakan keyakinan carah untuk maju padahal isunya arahan tidak didengarkan oleh tim pelaksana yaitu BNPB. Ia menanyakan mengenai kemungkinan terobosan yang akan dilakukan yang tidak akan ditolak. Ia menanyakan kepada carah Heddy mengenai masalah asuransi untuk bencana. Ia juga menanyakan mengenai hal yang dapat mengurangi persyaratan asuransi bencana dengan kendala yang ada. Ia menanyakan kepada carah Singgih mengenai yang dilakukan carah di Freeport dan hal yang akan carah tawarkan jika terpilih. Ia menanyakan kepada carah Jartinus mengenai kerjasama strategis yang ingin carah lakukan.
Evaluasi Laporan Keuangan Haji Tahun 1435 H/2014 M dan 1436 H/2015 serta Pembentukan Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) — Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Agama
Ledia mengatakan harus ada perbaikan kebijakan terkait kuota keberangkatan haji. Ledia berpendapat
terdapat 2X selisih kurs yang dilakukan, Ledia mengatatakan mengapa tidak mengutamakan penyimpanan deposit dalam SAR agar tidak ada selisih kurs.
Evaluasi Pelaksaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015, Tindak Lanjut Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dan Isu Aktual — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Ledia mengapresiasi realisasi 91% 2015. Ada kenaikan signifikan di Kemenppa untuk tahun 2016 dan banyak orang tua yang tidak mengetahui bahwa pendidikan dan tanggung jawab pengasuhan ada di orang tua.
Penyelenggaraan Haji dan Umrah — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Bank Penerima Setoran Haji yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan BSM
Ledia bertanya apakah ada koneksi yang real time antara Kementerian Agama dan bank penerima setoran, lalu souvenir untuk jamaah siapa yang menetapkan, apakah bank setoran atau Kementerian Agama.
Evaluasi APBN Tahun 2015 dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK - RDP Komisi 8 dengan Irjen Kementerian Agama
Ledia menanyakan jika realisasinya tidak sampai 80%, lalu anggaran dan SDM ditambah, apakah akan menjadi lebih baik atau tidak. Ledia menegaskan bahwa Irjen dan Sekjen Kemenag harus memberikan konfirmasi atas isu yang mainstream agr tidak menjadi fitnah.
Evaluasi Kinerja BNPB - RDP Komisi 8 dengan BNPB
Ledia menanyakan seberapa intens pemahaman Pemda terhadap peta rawan bencana.
Evaluasi Kinerja — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Ledia mengatakan bahwa tujuan dari zakat adalah memandirikan, yaitu dari mustahik menjadi muzakki. Ia mengapresiasi Baznas yang menurutnya sangat produktif. Ia mengusulkan agar program dan anggaran efektif dan tidak tumpang tindih, maka perlu ada pilot project. Ia memberi masukan ke Baznas agar programnya bisa dipromosikan melalui perguruan tinggi yang ada. Untuk BWI, menurutnya ada potensi konflik yang belum diselesaikan. Ia mengusulkan Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) BWI dapat menggunakan media yang tidak menghabiskan dana. Ia menambahkan, lebih baik BWI menggunakan media yang lebih sederhana agar tidak menghabiskan dana untuk dana wakaf. Ia mengatakan akta wakaf ada di Kantor Urusan Agama (KUA). Ia pun menilai KUA Indonesia saat ini buruk. Menurutnya itu merupakan persoalan penting yang harus dipikirkan bersama.
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Haji — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Sekretaris Jenderal Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan
Menurut Ledia, untuk tenaga kesehatan haji perlu diadakan manasik pelayanan kesehatan. Dari anggaran yg disampaikan, Ledia menanyakan apakah itu sudah termasuk vaksin meningitis.
RUU Tanggung Jawab Sosial Perusahaan — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Keahlian DPR RI
Ledia mengatakan kalau Perusahaan Tbk, mereka harus report dan bisa dihitung. Perusahaan tidak pernah menghitung CSR berapa persen dari laba. Ia mengusulkan untuk membuat simulasi yang berkaitan dengan lama dan memasukkannya ke dalam bisnis plan. Ia menanyakan besaran persentase CSR dan menghimbau agar jangan sampai diklaim besar namun ternyata tidak besar. Ia mengatakan jika perusahaan memasukkan di operasional, ada kemungkinan pembebanan ke harga produk. Ia menyampaikan keterkaitan antara UU yang satu dan yang lain harus eksplisit. Ia menanyakan pemberlakuan UU CSR di perusahaan multinasional seperti Freeport. Menurutnya, sumbangan yang mereka berikan ke negara harus lebih banyak. Ia mengatakan mereka telah mengklaim sudah membayar sekian Miliar, tetapi tidak diketahui jumlahnya. Berkaitan dengan sanksi, ia menanyakan bertentangan atau tidak dengan UU tentang Perseroan. Ia juga menanyakan kewajiban perusahaan baru jika CSR masuk ke business plan.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Sosial dalam Rancangan Undang-Undang APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2016 — Komisi 8 DPR RI Rapat kerja dengan Menteri Sosial
Ledia mengatakan tega sekali pemerintah memotong dana buat orang tidak mampu. Ledia mengatakan akan mengupayakan agar anggaran tidak dipotong, kecuali jika Mensos sudah pasrah. Ledia mengusulkan men-state program yang bisa dikurangi, bukan dipotong.
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2017 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Plt. Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan Badan Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Sosial (Badiklit Pensos) Kementerian Sosial RI
Ledia mengatakan bahwa verifikasi penduduk miskin masih banyak masalahnya, misalnya yang sudah wafat masih masuk dalam pendataan dan ada orang yang menerima KIS tapi mendapatkan juga BPJS yang PBI. Padahal, seharusnya bisa salah satu saja. Ledia menyayangkan beras untuk bantuan sosial yang telah disepakati seharga Rp6.500 per kilogram, namun yang beredar adalah beras yang tidak berkualitas. Ia memandang terdapat persoalan internal di Kemensos RI yang berdampak pada masyarakat. Ledia berharap agar Pemerintah lebih memperhatikan pekerja sosial.
Pengambilan Keputusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pengambilan Keputusan Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim menjadi Rancangan Undang-Undang Inisiatif DPR-RI — DPR-RI Rapat Paripurna ke-80
Ledia melihat kebiri bukan satu-satunya solusi yang bisa dilakukan. Rumusan pasal 81 Ayat 5 belum dapat pengaturan jelas sehingga teknis pelaksanaan blm sesuai. Rumusan di dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016 dalam teknis pelaksaannya tidak sesuai dengan tujuan. Ledia melihat Perppu ini perhatian terhadap korban justru sangat minim. Perppu ini justru fokus pada pemberatan hukuman pelaku.
Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2017 — Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
Ledia H. mengatakan ingin berbuat adil, ia akan memberikan 9 poin di kemenag ini, sama dengan saat tadi ke Kementerian Sosial. Kemudian, Ledia H. menegaskan untuk Dirjen Bimas Islam, diharapkan ada kepastian anggaran utuk BPJH. Anggaran terkait sosialisasi halal, Komisi 8 DPR RI dan Kementerian Agama sudah pisahkan regulator dan operator.
Kemudian, Ledia H. menegaskan tugas belajar dan izin belajar tidak realistis bagi PTA (Perguruan Tinggi Agama). Ledia H. mengatakan tentang intensif dan honor penghulu dan P3N, harus lebih dipelajari tentang mekanisme pengembalian PNBPnya. Harusnya bisa dilakukan terobosan oleh Litbang. Terakhir, Ledia H. menegaskan problem paling banyak adalah bagaimana untuk publikasi hasil penelitian, bisa menggunakan e-book agar bisa lebih hemat biayanya.
Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2017 — Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Sosial
Ledia mengatakan bagaimana caranya supaya keseluruhan data ini terintegrasi, agar tidak bolak balik. Pengawasan lebih harus dalam dan cermat, tahun 2017 ada 94,4 juta warga baru. Prioritas maksimal bulan Juni sudah harus jalan. Agar nanti betul-betul kerjanya dan akan jauh lebih baik.
Pendalaman RKA 2017 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama RI
Ledia meminta agar perhatikan kelengkapan asrama haji selama 10 tahun kedepan.
RKA 2017 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Diklat Kementerian Agama
Ledia bertanya kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah tafsir ilmi yang dimaksud seperti apa. Ledia juga menjelaskan agar asrama haji harus berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) agar tidak menjadi beban.
Evaluasi Kinerja 2015 dan RAPBN 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Eselon 1 Kementerian Sosial
Ledia menanyakan perundangan yang sebetulnya akan dibahas pada 2015. Ia membahas mengenai kenaikan anggaran pusat kajian hukum. Ia menanyakan penurunan anggaran humas dan sosialisasi karena menurutnya seharus naik dan gencar untuk kegiatan penyuluhan. Ia membahas mengenai klasifikasi pekerja sosial. Ia menanyakan alasan kenaikan target kecacatan dan lansia tidak dimasukan di dalam trilateral meeting. Ia mengatakan kehumasan itu penting apalagi zaman teknologi seperti sekarang. Ia menghimbau jangan sampai kegiatan Kemensos tidak terakses oleh rakyat.
Sosialisasi, Implementasi, Permasalahan, Perkembangan dan Pengawasan serta Evaluasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN DIKTI) — Panja Standar Nasional Pendidikan Tinggi Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para Rektor Perguruan Tinggi Negeri
Ledia mengatakan apakah PTN melakukan kerjasama dengan asing, apakah ada kontribusi Pemda untuk
Universitas.
Laporan Keuangan Tahun 2015 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Penyelenggara Ibadah Haji dan Umroh Kementerian Agama
Ledia menyampaikan bahwa terdapat perbedaan jumlah uang setoran awal dengan siskohat dan BPS. Menurut hasil pemeriksaan ihwal pada semester 2, masih ada kekurangan dalam pelaksanaan ibadah haji. Sistem monitoring khusus tidak ada yang valid. Komisi 8 berharap dalam rapat ini mendapatkan penjelasan dari permasalahan tersebut. Ia meminta persetujuan Komisi 8 untuk melakukan cek sound dengan opsi Pak Saleh. Ia menawarkan skor sampai pukul 21.00 untuk menyelesaikan beberapa hal. Skors dicabut pukul 22.21 WIB. ia mengatakan rapat akan dilanjutkan besok, yaitu Selasa malam pada pukul 19.40 WIB.
Laporan Keuangan Ibadah Haji Tahun 2015 - RDP Komisi 8 dengan Badan Pemeriksa Keuangan
Ledia menyampaikan bahwa dalam unaudited ditemukan deposit dalam mata uang asing yang tinggi.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam RAPBN Perubahan Tahun 2017 — Komisi 10 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Ledia mengatakan pemotongan anggaran harus sesuai dengan design pengembangan pendidikan tinggi, misalnya harus ada kajian lebih dalam terkait apakah mengontrak world class profesor lebih baik dari memperbaiki profesor yang ada. Ledia berpendapat fokus pendidikan tinggi harus jelas dulu baru penetapan world class university. Terkait layanan umum ristek, Ledia meminta penjelasan tentang taman science, techno park, dll. Apakah hal-hal tersebut hanya sebagai tahapan atau pilihan untuk
melanjutkan pendidikan, dan apakah hal tersebut bisa berkontribusi bagi design pendidikan.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Pariwisata dalam RAPBN-Perubahan Tahun 2017 — Komisi 10 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pariwisata
Ledia mengatakan pengurangan anggaran dilakukan dengan reasoning, misalnya perjalanan dinas dikurangi, apa impact-nya. Ledia bertanya apakah ada PNBP di Kemenpar, apakah ada Pinjaman Luar Negeri di Kemenpar, dan apa strategi pemasaran digital pariwisata dengan budget terbatas. Ledia mengusulkan Kemenpar untuk meningkatkan kualitas fanpage Facebook Kemenpar karena reached people melalui fanpage Facebook lebih besar. Ledia mengatakan Dinas Pariwisata di Kabupaten memiliki komunitas-komunitas pariwisata, jadi bukan hanya dari pusat.
Evaluasi dan Kendala Permasalahan Haji 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Menteri Agama
Ledia berpikir bahwa Kemenag harus bersosialisasi pada KBIH tentang cut off pembiayaan.
Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji di Dalam Negeri dan Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji di Arab Saudi — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI
Ledia mengucapkan terima kasih atas upaya yang dilakukan oleh Pusat Kesehatan Haji Kemenkes untuk memberikan peningkatan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji. Ledia mengatakan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, disebutkan untuk setiap rombongan umrah harus memiliki tenaga kesehatan, kemudian ia menanyakan terkait pengontrolan dari Pemerintah, karena umrah akan dilepas kepada swasta. Selain itu, terkait usulan tentang pelayanan umrah belum diatur terkait tenaga kesehatan dan mekanisme kesehatan. Terakhir, Ledia menanyakan rasio jemaah umroh dan tenaga kesehatannya, dan juga terkait mekanisme Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskohat) yang dibangun oleh Kemenkes dan Kemenag masih berjalan atau tidak.
Pendahuluan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kementerian Agama RI
Ledia bertanya terkait hal strategis, perlu dilihat hal strategis mana yang sudah dibahas, lalu follow-upnya bagaimana.
Pelayanan Pelaksanaan Haji dan Umrah dari Pemerintah Daerah - RDPU Komisi 8 dengan Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Sulawesi Selatan dan Gubernur Bengkulu
Ledia mengucapkan terima kasih kepada mitra yang sudah hadir untuk memberikan masukan berdasarkan pengalaman.
Ledia juga menyampaikan pertanyaannya terkait bantuan pemerintah daerah pada jamaah haji yang straight atau diserahkan kepada peraturan gubernur.
Keuangan Haji Tahun 2017 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Ledia sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Mustaqim. Ada beberapa yang perlu dilengkapi datanya. Terkait dengan pendapatan operasional, Ledia menanyakan berapa yang harus dibayar oleh pemerintah Arab Saudi.
Tata Cara Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, Biro Perjalanan Wisata dan Travel — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Menurut Ledia, pembinaan perjalanan haji dan umroh harus di dampingin oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI. Ledia juga bertanya dalam undang-undang wisata siapa yang bertanggungjawab dalam biro wisata Inbond dan Outbondnya.
Pengambilan Keputusan Tingkat I Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemajuan Kebudayaan — Komisi 10 DPR-RI Rapat Pleno dengan Tim Pemerintah
Ledia mengatakan di KUHP titiknya sarana dan prasarana. Sistem pendataan merupakan pendukung. Ia mengatakan PR dari panja sudah dikerjakan, namun masih ada catatan juga. Ia menyampaikan bahwa Komisi 10 ingin memberikan perlindungan kepada objek kebudayaan dan kalau tidak diberi efek jera, itu menjadi kurang tegas sehingga pembuatan regulasi ini perlu dipertanyakan. Ia mengatakan ketika orang dengan sengaja merusak dan tidak bisa terpakai sarana hanya dipidanakan 2 tahun dan denda hanya Rp5.000.000 saja, ia menanyakan dimana efek jeranya.
Pola Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK), Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan DAK, Pola Koordinasi dan Sinkronisasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Penggunaan DAK, Sistem Pelaporan Penggunaan DAK oleh Pemerintah Daerah, dan Sistem Pelaporan Penggunaan DAK untuk Pendidikan — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Dana Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI dan Sekjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI
Ledia mengatakan terkait rekomendasi gubernur, SOTK yang berkenaan dengan SMA ditarik ke provinsi sudah cukup membuat repot kepsek. Ia menyampaikan bahwa rekomendasi untuk DAK yang berkaitan dengan fisik harus diberikan gubernur. Ia menanyakan alasan tidak digunakannya sistem pemilahan, misal untuk SD hanya sampai Kota/Kabupaten. Menurutnya pengajuan proposal ini merupakan hal yang realistis, namun permasalahannya adalah ketika mekanisme ini tidak tersosialisasi dan pencairannya sangat lambat. Ia mengatakan hal tersebut menyebabkan pihak ketiga melakukan talangan dan justru menjadi potensial korupsi. Ia mengatakan tidak semua daerah dan pihak ketiga punya kemampuan finansial.
Penelitian, Jurnal Ilmiah, Akreditasi, dan Sertifikasi — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Forum Rektor Indonesia dan Asosiasi Dosen Indonesia
Ledia mengatakan tentang riset kemudian dimasukan ke dalam jurnal, menurutnya harus ada endorsing dari masing-masing asosiasi terhadap anggotanya. Begitupun dengan dukungan dananya. Ia membahas mengenai world class university yang harus mempunyai daya tarik dari setiap universitasnya. Ia menanyakan mengenai minimum standar pencapaian dalam kurikulum Indonesia terkait dengan dosen yang tidak lolos serdos.
Evaluasi APBN 2016 dan Isu Aktual — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
Ledia menyampaikan pertanyaannya yaitu bagaimana Deputi Perlindungan Anak melakukan program, dan berapa yang sudah tercapai dan tidak tercapai.
Selain itu menurut Ledia, birokrasi yang ada di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI tidak dapat lakukan seperti ini berulang kali, dan harus ada perbaikan.
Rancangan Undang-Undang Kebudayaan — Komisi 10 DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah
Ledia mengatakan setuju dengan penggunaan kata bahasa, karena jika menggunakan kata bahasa Indonesia maka cakupannya hanya bahasa Indonesia.
Laporan Ikhtisar Tahun 2016 Semester 1 dan 2, serta Rencana Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Kedepannya — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti)
Ledia mengatakan sejumlah hal mengenai manajemen aset semestinya ada di bawah kontrol Irjen namun tidak harus menunggu laporan BPK untuk dievaluasi. Ia mengatakan rekomendasi BPK tidak cukup untuk memerintahkan PMO untuk mengatur koordinasi. Menurutnya, Irjen tidak optimal menjalankan kinerjanya.
Rancangan Undang-Undang kebudayaan — Komisi 10 DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah
Ledia mengatakan Pasal 37 menyebutkan bahwa syarat mendapatkan izin adalah memiliki persetujuan dari awal, Ledia bertanya yang dimaksud Pasal tersebut persetujuan siapa. Ledia mengatakan tidak setuju jika izin hanya diberikan kepada industri besar, bagaimana dengan NGO atau koperasi. Ledia mengusulkan industri swasta dan asing wajib memiliki izin. Ledia mengusulkan dalam Pasal 39, peningkatan mutu dan pranata kebudayaan tidak terpaku pada sertifikasi karena akan sangat rumit dengan kebudayaan yang berkembang terus. Ledia berpendapat kemudahan untuk berkarya adalah bagian dari penghargaan jasa budayawan senior. Ledia mengatakan Pasal 47 mengatur mekanisme pendanaan dan sumber lainnya, Ledia berpendapat sumber lainnya perlu pengaturan juga. Ledia mengatakan pengelolaan dana yang dititipkan kepada lembaga tidak diperbolehkan, sementara hibah luar negeri boleh. Ledia mengatakan milik pribadi lebih mudah dialihfungsikan daripada milik umum.
Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2016, Persiapan Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 2 Tahun 2016, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Ledia mengatakan persoalan pada IHPS-2 adalah adanya pengulangan untuk ketidakpatuhan perundangan yang terjadi karena tidak ada PP yang mengatur standar sarpras. Ia mengatakan UU sudah diterbitkan tahun 2003 namun sampai sekarang belum terbit, maka ada kekosongan yang luar biasa. Ia menyampaikan risiko selanjutnya ketika Mendagri mengeluarkan SOTK baru untuk melimpahkan SMA ke Provinsi. Ia mengatakan jika pelimpahan tidak ada payung hukum yang kuat, maka akan menimbulkan kericuhan. Ia menyebutkan jika membicarakan program prioritas vokasi, ia harap ini bisa inline dengan produktivitas tenaga kerja.
Laporan Kegiatan dan Anggaran Multi Event Internasioanal dan Pemaparan Progress Persiapan Asian Games Tahun 2018 — Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Panitia Pelaksana Indonesia Asia Games 2018 Organizing Committee (Panpel INASGOC)
Ledia mengatakan bagaimana komitmen KOI untuk Paralympic. Ledia berpendapat pada masa modren ini tidak perlu bergantung pada media konvensional karena bisa menggunakan medsos, seperti Facebook dengan biaya efesien dan jangkauan luas. Ledia menyampaikan bahwa di dapil Jabar 1 tidak cocok dengan lapangan arcamanik untuk training venue.
Lanjutan Pendalaman Laporan Keuangan — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU)
Ledia mengatakan bahwa rekonsiliasi PPIH reguler dan dana optimalisasi untuk haji khusus direspon lebih teknis, dan kita dahulukan jamaah lanjut usia, sebenarnya ketika bicara bagi hasil tentunya berbeda dengan kebutuhan jamaah lansia.
Evaluasi APBN dan Isu Aktual — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Ledia membahas mengenai anggaran, setelah penghematan jadi bagus serapannya sebesar 93%, dan makin sering bencana di Indonesia maka perlu sumber daya manusia yang dilatih.
Selain itu Ledia juga bertanya dimana letak master plan tsunami dari BNPB, karena berpotensi bencana tersebut akan terulang kembali.
Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji — Komisi 8 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar
Ledia mengatakan harus jelas siapa yang memiliki wewenang untuk proses akreditasi dan waktunya. Ledia bertanya apakah asosiasi pernah diskusi tentang pola pengelolaan haji khusus dengan pemerintah.
Pembahasan Sertifikasi dan Inpassing – Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jendral Pendidikan Islam (Dirjen Pendis)
Ledia hanifa menanyakan apa landasan berpikir terkait dengan dipilihnya 14 satker. Selain itu, adanya gap di belanja Bantuan Sosial (Bansos), penyelesaiannya bagaimana bisa mencapai 92%. Hal ini
harus dievaluasi lagi karena yang terbesar adalah di self blocking. Sementara itu, madrasah, satkernya banyak sehingga analisisnya harus mendalam. Ada sejumlah serapan wilayah yang melebihi 100%,
kenapa hal ini bisa terjadi. Terkait serapan dari Kalimantan Tengah, apakah urusan madrasah IC yang terkatung-katung sudah selesai? Lalu Kediri dan Meaulaboh mendapatkan bantuan dari Pemda dan Pempus, tetapi serapannya masih kecil, Ledihanifa bertanya apa yang terjadi. Apakah ini menjadi program (BIP) yang modelnya seperti pembagian raskin atau bagaimana. Masih banyak di pesantren BIP yang belum mendapatkannya, apakah terjadi kesalahan atau tidak terdata, masalah penerima bidik misi. Mengenai MANIC, Ledia hanifa meminta data yang lengkap. Menurut Ledhi Hanifa, harus ada Juknis supaya tidak saling mempersalahkan. Kedhifana meminta perlu adanya detil bagaimana mekanisme kontrol dari dirjen ke satker.
Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I dan II Tahun 2016, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016, dan Pembahasan RKP dan RKA Badan Ekonomi Kreatif RI — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Ekonomi Kreatif RI
Ledia menanyakan mengenai grand design umumnya. Menurutnya yang diperlukan bukan promosi. Ia mengatakan tidak in line. Ia mengatakan sebagai anggota dewan yang mempunyai fungsi sebagai budgeting, harus mengetahui juga soal ini. Ia meminta diselesaikan terlebih dahulu mengenai grand design. Ia mengatakan big data bukan soal yang gampang. Ia memperbolehkan start up tetapi jangan hanya memikirkan keuntungan tapi juga harus ada sisi edukasinya.
Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI
Terkait guru dan tenaga kependidikan, saat Kunjungan Kerja (Kunker), Ledia dan Komisi 10 DPR-RI menemukan persoalan kurangnya guru PNS. Masalah lain yaitu kekurangan guru tidak tetap di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri, hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk memberlakukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Pengawas Sekolah dapat menjadi puncak karir pendidik, bukan menjadi sambilan/buangan. Ledia menemukan adanya Pengawas Sekolah lebih banyak yang tidak pernah menjadi Kepala Sekolah, maka dapat disimpulkan Pengawas Sekolah tersebut belum kompeten. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, dan DPD, mengamanatkan adanya unit disabilitas, akan tetapi tata kelolanya ditarik ke provinsi. Ledia juga mengusulkan untuk mengkaji ulang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 157 Tahun 2007 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus. Hal ini disebabkan karena Ledia merasa terganggu pada Pasal 9 ayat (1), dimana kurikulum tuna netra disetarakan dengan kurikulum PAUD. Menurutnya, tuna netra dan tuna rungu itu bukan tuna disabilitas intelektual. Ledia mengusulkan spesifikasi pembelajaran bahasa isyarat yang lintas budaya dan mengandung kearifan lokal. Terakhir, Ledia menyampaikan bahwa vokasi sedang menjadi primadona program strategis pemerintah seharusnya didukung dengan maksimal. Program profesionalitas guru harus dimasukan, agar kompetensi guru dapat memahami dan mendampingi murid disabilitas.
Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) RI
Ledia menanyakan tentang roadmap penguatan dan pengembangan pendidikan bagi disabilitas. Lalu, Ledia juga menanyakan sistem pencairan beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) untuk Papua dan Papua Barat, proporsinya menggunakan Hi-tech atau tidak.
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2017 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja dengan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Terkait program pengawasan dan akuntabilitas, Ledia mengatakan bahwa dalam pemahamannya hal tersebut termasuk ke dalam program dari Inpektorat Jenderal. Ledia juga menanyakan terkait sisa yang akan digunakan dari peluncuran PHLN pada layanan umum yang nilainya 150 Miliar. Berkaitan dengan Fungsi Pendidikan, Ledia mengatakan bahwa ada 9 PHLN yang nilainya 2,6 Triliun dan ada tambahan PHLN.
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2017 — Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja dengan Menteri Pariwisata Republik Indonesia
Berkenaan dengan homestay, Ledia mengatakan bahwa beberapa kali didiskusikan dan ada kekhawatiran bila tidak dimaintenance secara utuh. Terkait realisasi anggaran, Ledia mengatakan bahwa semua kementerian tidak akan mengurangi target meskipun mengalami penghematan. Dengan rata-rata realisasi, Ledia menekankan bahwa komitmen harus dibangun sejak awal. Berkaitan dengan mengganti target audience tentang sadar wisata menurut Ledia tetap perlu dibidik yang mempunyai fokus.
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2017 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengenai
Ledia menanyakan apakah self-blocking dan efisiensi adalah dua hal yang berbeda. Ledia juga menanyakan terkait implementasi Undang-Undang Tentang Pemajuan Kebudayaan yang sudah masuk ke anggaran.
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2017 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia
Ledia menanyakan proses grand design dan indikator "Ambon Kota Musik". Untuk kegiatan yang dilakukan dari berbagai kota, Ledia meminta informasi kepada Anggota Komisi 10 DPR-RI untuk memperbesar involving kepada masyarakat. Ledia berharap serapan anggarannya baik. Ledia juga beranggapan tahun sebelumnya serapannya kurang baik karena tidak ada grand design.
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun 2016 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Asian Para Games Organizing Committe (INAPGOC)
Ledia Hanifa Amaliah mengatakan bahwa kalau misalkan anggaran tidak turun apakah target perolehan medali akan turun juga dan bagaimana pembinaannya. Untuk INAPGOC sebetulnya sangat menyedihkan karena kita mempunyai UU tentang Pembangunan, sudah jelas ada UU malah ini ingin membuat event Asian Para Games namun Infrastrukturnya tidak bisa diakses para difable. Ledia menitipkan Liaison Officer harus yang memahami terhadap penyandang disabilitias.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja (Bab III, Pasal 29 dan Pasal 30, dimulai dari DIM 1598) — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah dan Tenaga Ahli Baleg DPR RI
Ledia mengatakan karakteristik dari penanaman modal pada masing-masing bidang itu berbeda, ada yang berkonsekuensi pada kedaulatan dan lainnya. Jadi memang perlu pendalaman dari UU Penanaman Modal itu sendiri. Selanjutnya, Ledia mengatakan apabila tidak ada kepastian angka dalam RUU Cipta Kerja, maka patut dipertanyakan tujuan perluasan lapangan kerja. Terkait dengan lahan itu harus dalam satu paket perizinan berusaha yang sudah harus dipetakan. Ledia mengatakan yang diperlukan ketika disebutkan dengan Penanaman Modal, perlu penegasan Penanaman Modal Dalam Negeri, karena yang menjadi kekhawatiran adalah makin besarnya penanaman modal asing yang masuk.
Pelanggaran Pidana Pada Penelitian — Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Iptek) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar
Ledia mengatakan Pemerintah dalam sejarah tidak pernah buru-buru selesaikan peraturan pemerintahnya. Ia mengatakan jika korporasi pidana hanya denda, kalau korporasi melakukan pelanggaran by design. Ia curiga jangan-jangan ada kasusnya dari Pasal 75. Ia menyampaikan ada RS di Indonesia yang mengambil sampel darah di Indonesia tapi diperiksa di Hongkong. Ia menanyakan lazim atau tidak memberikan sanksi ke Pemerintah contohnya karena tidak melakukan pembinaan. DPR sudah capek-capek membuat UU tapi tidak ada Peraturan Pemerintahnya.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja (dimulai dari DIM-DIM yang mengalami perubahan redaksional) — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah dan Tenaga Ahli Baleg DPR RI
Ledia menanyakan soal subjek hukum dari badan usaha. Berkaitan dengan bahan galian nuklir, ini hal yang sangat penting karena itu merupakan bahan baku yang sangat berbahaya. Maka menurut Ledia, tidak ada pilihan lain kecuali pengelolaannya dikontrol langsung oleh Negara (BUMN).
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (DIM RUU CK) (dimulai dari DIM 2051) — Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg DPR RI, Tim Pemerintah dan DPD RI
Ledia mengatakan ia sedikit trauma dengan NSPK dan menurutnya jika tidak ditetapkan harga batas atas nanti jika pasar bebas panas bumi menyebabkan usaha kecil. Ia mengatakan letak UU ini untuk masyarakat bukan hanya untuk pengusaha besar. Ia mengatakan usulan Pemerintah menambahkan poin (f) yang menggeser penjelasan sandingannya dengan yang lama, tapi untuk penetapan wilayah usaha di poin (g), oleh Pemerintah dijadikan satu di poin (h). Memang ketika membahas ini jika ada pergeseran tidak akan apple to apple, lalu yang menjadi pertanyaan apakah hal-hal yang disebut dalam UU eksisting cukup disederhanakan dengan poin (h) di DIM 2854 RUU CK. Ia mengatakan DIM 2855 itu konsultasi dengan DPR RI, sedangkan di DIM 2857 baru konsultasi dengan DPRD. ia mengatakan berkaitan dengan RUKN, bukan dalam arti mengambil ranah eksekutif oleh legislatif, konteksnya perlu mengetahui apakah bisa memenuhi kemampuan elektrifikasi sampai ke daerah-daerah atau tidak. Menurutnya, sebenarnya tidak ada hal yang memberatkan dengan mencantumkan kata “berkonsultasi dengan DPR RI”.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja (Bab III, Pasal 31-Pasal 35) — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR RI dan DPD RI
Ledia mengatakan ketersediaan lahan pertanian itu untuk ketahanan pangan yang merupakan bagian dari kepentingan umum. Jadi ketika ada penilaian subjektif tidak boleh begitu saja dilakukan karena sudah ada bab tentang kedaulatan. Ledia mengatakan perlu ada penjelasan soal pengecualian WTO. Ledia mengatakan soal DIM 1831, hal yang tercantum dalam DIM 1833. Namun, persoalannya adalah pengaturan di ayat (3) UU existing dihilangkan sehingga tdk ada pengaturannya.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang Tertunda dalam RUU Cipta Kerja — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR RI, dan DPD RI
Ledia mengatakan hampir semua perizinan ada tahapan verifikasinya sehingga itu bisa menjadi patokan. Jika sudah sampai tahapan verifikasi itu, menurut Ledia artinya sudah lebih dari 50% proses yang ada. Ledia memohon maaf atas segala kekhilafan atau kata yang tidak disukai.Ia berharap agar di timus dan timsin menjadi lebih baik lagi.
Penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Pariwisata Tahun Anggaran 2018 Sesuai Hasil Pembahasan Badan Anggaran DPR RI — Komisi 10 DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Pariwisata
Ledia mengatakan video yang dimenangkan oleh Kementerian Pariwisata adalah keindahan alam Indonesia yang dapat dimanfaatkan oleh pihak lain, jika destinasi tidak disiapkan dengan baik, maka akan menjadi masalah. Ledia mengatakan lingkungan pariwisata boleh tradisional tapi tetap harus memperhatikan standar minimal seperti toilet, karena Indonesia banyak mengejar turis-turis backpacker yang pengeluarannya tidak sebesar turis-turis travel. Ledia mengatakan Pilkada dapat menjadi destinasi dalam pariwisata, semua daerah harus memiliki awareness agar bisa membuat strategi bersama.
Pembahasan RKA K/L RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2017 – Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud)
Ledia mengatakan bagaimana kita bisa diyakinkan jika program prioritas aman dan Ledia memerlukan target dari kinejanya. Di balitbang realisasi SPM dan SP2D sebesar 53,5% tetapi ada pengurangan anggaran sekitar 4,6%.
RKA 2018 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja dengan Menteri Pemuda dan Olahraga RI
Ledia mengatakan kalau betul Indonesia tidak siap, kenapa kemarin menyatakan kesiapan di Asian Para Games, lalu Ledia juga bertanya terkait Grand Design besar dari Kemenpora klasifikasinya seperti apa terkait pemuda.
Penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun 2018 Berdasarkan Hasil Badan Anggaran — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
Terkait INAPGOC, menurut Ledia Kemenpora harus memperhatikan dengan cermat terkait anggarannya. Jangan sampai menjadi persoalan karena Indonesia menawarkan diri menjadi tuan rumah, tetapi tidak siap sebagai tuan rumah. Pada indikatornya, Ledia merasa tidak akan mencapai output yang diinginkan terkait perencanaan di bidang kepemudaan.
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang (DIM RUU) Cipta Kerja (Bab III, Pasal 35, dimulai dari DIM 1930) — Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg DPR RI, Tim Pemerintah dan DPD RI
Ledia mengatakan terkait dengan pelayanan kesehatan ia meminta penjelasan kewenangan praktik tenaga kesehatan yang dimaksud. Ia juga menanyakan apakah dokter hewan saja atau mantri hewan juga dan ia menanyakan posisi kewenangan dokter hewan. Ia menanyakan apakah memang sebenarnya Indonesia belum mempunyai regulasi yang tepat terkait tindakan-tindakan dalam melindungi produk dalam negeri. Menurutnya, perlu dijelaskan lebih dalam sikap pemerintah terkait hal-hal tersebut.
RKA 2018 dan Program yang akan didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Ekonomi Kreatif RI
Ledia mengkhawatirkan capaian dari jenis program berkisar 31-33% malah terdapat program yang 18%, menurut Ledia ini terlalu riskan untuk mengambil proyek, sehingga terlihat sekali misleadingnya. Ledia juga bertanya terkait kebijakan apa yang sudah dihasilkan oleh bekraf, dan updatenya seperti apa. Apa yang dilakukan Bekraf harus dengan design yang lebih baik dan jangan sampai bekraf melakukan hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2018 — Komisi 10 DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Ledia mengatakan apakah ada koordinasi antara Kemendikbud dan Kemenag terkait standar kompetensi guru. Ledia berpendapat peningkatan kualitas guru harus ada juga di sekolah inklusi. Ada penambahan dana BOS sebesar Rp50 ribu per siswa untuk sekolah inklusi, Ledia berpendapat tidak terlihat adanya standar pelayanan minimum sebuah sekolah. Ledia mengatakan roadmap penempatan guru-guru harus ada.
Penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun 2018 Berdasarkan Hasil Badan Anggaran — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Sebagai pembina perpustakaan seluruh Indonesia, menurut Ledia Kepala Perpustakaan Nasional harus memastikan semua perpustakaan memenuhi standar karena masih banyak perpustakaan tidak memadai atau tidak memenuhi standar. Ledia juga meminta untuk buku braile agar diperbanyak.
Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun 2018 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Ledia mengatakan bahwa di dalam rancanagan kegiatan ada diantaranya pembukaan prodi baru bahkan langka. Ternyata jumlah dosen terbanyak di ilmu sosial dan menurut Ledia juga diperlukan yang di teknologi. Menurut Ledia, pemerintah harus melihat anak-anak yang berada di prodi akan mengarah kemana.
Penyesuaian Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementerian/Lembaga 2018 Berdasarkan Hasil Badan Anggaran — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Ledia mengatakan bahwa pemerintah sudah memiliki kebijakan sekolah inklusif, namun harus ada peningkatan pelatihan utnku guru-guru tersebut yang dapat mengayomi anak-anak penyandang disabilitas. Ledia juga mengatakan bahwa peningkatan keterampilan profesionalitas guru untuk sekolah inklusif agar menjadi perhatian utama.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Evaluasi Dikdasmen — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Ledia mengatakan bahwa peraturan Kemendikbud target kurikulum SMP untuk tuna rungu sama dengan SD kelas 1-3, sedangkan untuk SMA sama dengan kelas 4 -6 SD. Jika siswa mendapat pendidikan rendah itu tidak adil. Dari charity base ke right base. Ledia menanyakan bagaimana penyiapan guru-guru inklusi karena tidak mudah menyiapkan guru di SLB karena mereka akan pensiun secara bersama-sama.
Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2017, Pelaksanaan dan Daya Serap Kwartal I APBN TA 2018, Evaluasi Pelaksanaan Program Unggulan Kuliner, Kriya dan Fesyen (K2F) Tahun 2017, Pelaksanaan Program Unggulan Kuliner, Kriya dan Fesyen (K2F) Tahun 2018, Grand Design dan Pelaksanaan Sistem Box Office Terintegrasi — Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
Ledia mengatakan sebenarnya tidak masalah jika menghabiskan anggaran tapi harus dipergunakan dengan benar. Ledia mengatakan Bekraf ingin mengangkat film tapi datanya ada di Kemendikbud, Ledia bertanya bagaimana arah kebijakan dari pemerintah, jangan hanya berlomba membuat event. Ledia mengatakan setuju untuk menambah anggaran Bekraf, tetapi Ledia merasa aneh karena Bekraf hanya memperbanyak acara bukan nilai kualitas. Ledia bertanya apa produk yang benar-benar dihasilkan oleh Bekraf, berapa sumbangan revenuenya, bagaimana mengukurnya, kareja jangan sampai hanya hit and run, harus juga konsisten dan sustainable. Seperti anime Jepang, gambarnya kartun tapi kontennya dewasa. Jadi, Bekraf harus bisa mengaitkan unit kreatif dengan keberpihakan pada identitas keIndonesiaan.
Pengambilan Keputusan atas Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU SDA
Ledia mengatakan air merupakan karunia Allah SWT yang harus dijaga, dikelola, dan diakses manusia sehingga tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang saja dan di UUD dijamin bahwa negara bisa menguasai sumber-sumber vital. Ia menyampaikan bahwa Fraksi PKS memiliki 4 catatan. Pertama, RUU SDA sudah mengatur konservasi, tetapi hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemda sehingga harus melibatkan masyarakat dan pihak swasta untuk pengusahaan air dengan peraturan. Kedua, negara menjamin masyarakat atas hak air agar dapat diakses sebanyak-banyaknya oleh masyarakat. Ketiga, setiap pengusaha air tidak boleh mengganggu sehingga harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan pertanian, jika sudah, maka barulah dipakai untuk hal lain. Ia mengatakan bahwa Fraksi PKS setuju untuk dibawa ke Paripurna sebagai RUU usulan DPR.
Indikator Kinerja dan Kebijakan Akreditasi — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
Ledia menanyakan apakah perguruan tinggi sudah memiliki kondisi LAM yang berfokus pada bidang yang sama dan apakah nantinya MA BAN-PT mempunyai ukuran untuk mengukur LAM yang sudah ditetapkan.
Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester II Tahun 2017, Pelaksanaan dan Daya Serap APBN kuartal I ta. 2018, Pembentukan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti), serta SNMPTN 2018 — Komisi 10 DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI
Ledia mengatakan ingin mengkritisi terkait realisasi penyaluran bidikmisi. Pada 2018 dalam grafis ada 368.000 namun yang lulus baru 90.000 padahal realisasi anggaran belum terlaksana dengan baik. Ledia meminta Kemenristekdikti untuk memperbaiki data yang dibuat. Ledia menanyakan keterlibatan dan kinerja irjen karena pengawasan internal sangat penting. Ledia menanyakan outcome terkait visa. Ledia mengatakan, bila berbicara visa berkenaan UNBK yang baru menggunakan high order thinking skills (HOTS) supaya siswa bisa bagus nilainya, namun masalah dasarnya apakah anak-anak sudah dilatih cara berpikir seperti itu. Menurut Ledia, hal tersebut harus menjadi perhatian dan bila ingin anak-anak bagus maka kualitas guru harus dipastikan dengan baik. Ledia menanyakan inti dari pembicaraan Kemenristekdikti dan Kemendikbud RI. Ledia menanyakan roadmap mengenai World Class Professor (WCP) untuk menjadikan profesor di Indonesia agar berlevel dunia. Ledia menanyakan arah roadmap SDM pendidikan tinggi. Ledia mengatakan, ada banyak orang merasa sedih jika disebut karena intensif lebih kecil dibandingkan lainnya, tapi penelitian mereka berkesinambungan. Ledia mengatakan, selama tidak ada peta SDM Dikti, selama itu pula kita akan mendapatkan masalah besar dan tidak bisa berbicara mengenai World Class Professor. Ledia mengatakan, STP atau NHI Bandung dipayungi oleh Kementerian Pariwisata RI dan Sekolah Tinggi Sosial di bawah Kementerian Sosial dan yang menjadi masalah yaitu belum memiliki doktor, vokasi dan science. Ledia mengatakan, ada sejumlah program doktor pariwisata namun bukan vokasi arahnya tapi lebih ke science.
Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester II Tahun 2017, Pelaksanaan dan Daya Serap APBN kuartal I ta. 2018, serta Pembahasan Rencana Kerja Anggaran Tahun 2019 — Komisi 10 DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Pemuda dan Olahraga RI
Ledia mengatakan, INAPGOC harus lebih diperhatikan sebab INAPGOC lebih fokus pada pelayanan individu. Ledia ingin mengklarifikasi mengenai RAPBN 2019, ketika mengambil argumentasi pasti turun karena tidak ada Asian Games. Ledia mengatakan, harus ada berkaitan dengan meningkatkan pemberdayaan pemuda dan olahraga, kita sering terjebak radikalisme adalah agama namun kita lupa dengan ekonomi dan pemuda dengan kondisi full energy dan ekonomi terbatas sehingga lebih mudah melakukan radikalisme. Ledia mengatakan, akan ada pemuda yang merasa tersisihkan oleh keadaan ekonomi terbatas yaitu pemuda dengan kebutuhan khusus dan seharusnya inilah yang mendapat pelatihan mengenai kewirausahaan. Ledia H. mengatakan, Kemenpora RI seharusnya mendorong hal ini sebab jangan sampai mereka menjadi tergantung pada orang tuanya dan ternyata orang tuanya telah mendahului mereka.
Pembahasan DIM RUU Cipta Kerja Bab III (Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha) Pasal 7-Pasal 16 — Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg, Tim Pemerintah dan DPD RI
Ledia mengingatkan agar di Timus nanti, frasa yang berkaitan dengan nilai perlu diperdalam.
RAPBN Tahun 2019 - RDP Komisi 10 dengan Bekraf
Ledia mengharapkan agar sebaran yang baik ke seluruh Indonesia. Berbicara mengenai riset edukasi dan pengembangan, Ledia berpendapat perlu ada grand design. Ledia berpendapat bagaimana Bekraf dapat mengarahkan untuk membantu Dinas Pariwisata untuk ditekankan kepada wisata budaya atau sejarah, dan Ledia memberikan ide bahwa akan terlihat bagus apabila museum dibuat menjadi instagramable. Terkait usulan penambahan, Ledia berpendapat bahwa Bekraf tidak perlu membuat promosi 10 destinasi terbaru, karena itu sudah menjadi urusan Kementerian Pariwisata. Terkait dengan sosialisasi, Ledia berpendapat perlu dipastikan tepat sasaran sehingga dapat dikelola dengan baik.
Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2019 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pejabat Eselon 1 Kementerian Pariwisata
Ledia mengatakan realisasi keuangan Kemenpar harus dikejar hingga pencapaian 100% di akhir tahun. Ledia mengatakan apakah sudah dilakukan koordinasi komunikasi dengan K/L lain terkait destinasi wisata alam, karena sebagian besar pemilikannya oleh Pemda.
Pagu Anggaran Tahun 2019 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Terkait pengawasan Inspektorat Jenderal, tugasnya adalah terlibat dalam perencanaan. Ledia menanyakan apa yang menyebabkan setiap tahun harus diawasi.
Persiapan dan Kesiapan Pelaksanaan Asian Para Games 2018 – Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sesmenpora RI, Deputi Peningkatan Prestasi Kemenpora RI, Deputi Pembudayaan Olahraga Kemenpora RI, dan Ketua INAPGOC
Ledia berterima kasih atas kerja yang luar biasa terkait penyediaan tiket gratis bagi penyandang disabilitas dan juga hal-hal yang lainnya. Ledia menanyakan sejauhmana dukungan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) maupun Kementerian Pariwisata terkait dengan penyelenggaraan Asian Para Games (APG) 2018. Ledia berharap agar penyelenggaraan APG 2018 dapat lancar sebagaimana yang diharapkan.
Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) Tahun 2019 dan Usulan Program yang Akan Didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pariwisata
Ledia mengatakan apa kriteria dalam pemberian DAK, apakah sama rata atau proporsional, jika proporsional harusnya ada kriteria berdasarkan evaluasi. Ledia bertanya berapa alokasi anggaran di bawah Sesmen. Ledia menyampaikan bahwa hampir semua destinasi wisata yang berada di bawah Kementerian lain seringkali menjadi problem pada penetuan regulasinya. Ledia meminta gambaran evaluasi dan perkembangan terkait pariwisata halal.
Pembahasan RKP dan RKA K/L 2019 serta Usulan Program dengan DAK — Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Perpustakaan Nasional RI
Ledia mengatakan dirinya berterima kasih atas orientasi perpustakaan yang diarahkan berbasis inklusi sosial namun asumsinya harus disediakan ruangan fisik. Terkait perpustakaan berbasis inklusi sosial, SOP harus jelas seperti ruang berlatih keterampilan kerja. Ledia mengatakan bahwa perpustakaan berbasis inklusi sosial tidak begitu mengutamakan penyandang disabilitas dan oleh karena itu, Ledia menanyakan jumlah buku yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas.
Penyusunan dan Pengesahan Rancangan Jadwal Acara Rapat Baleg Masa Sidang IV Tahun Sidang 2019-2020 - Rapat Internal Badan Legislasi DPR-RI
Ledia menyampaikan bahwa Fraksi PKS mengapresiasi jadwal yang dibuat ini bersifat fleksibel. Ledia mengingatkan bahwa Baleg akan memperbanyak Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), terutama dalam kaitannya dengan RUU Cipta Kerja, mengingat Baleg juga harus mengharmonisasi 79 Undang-Undang yang mana itu bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, Ledia berharap bahwa narasumber nantinya bisa mengaitkan dengan pasal-pasal yang ada di Cipta Kerja atau mengusulkan substansi yang sekiranya perlu untuk dimasukkan.
Sasaran Strategis Pendidikan Tinggi, Capaian dan Permasalahan Akreditasi Perguruan Tinggi dan Program Studi, serta Kebijakan dan Target Pendidikan Tinggi — Komisi 10 DPR-RI Rapat Panja Kelembagaan dan Akreditasi Prodi Perguruan Tinggi (KAP-PT) dengan Eselon 1 Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Ledia bertanya bagaimana mekanisme akreditasi perguruan tinggi dan prodi serta kendala yang muncul, apa problem transisi dari berbagai PT yang harus melakukan perubahan. Ledia mengatakan lulusan perguruan tinggi tidak terserap lapangan kerja, bahkan lulusan IPB kerja di perbankan, apakah sudah ada pembicaraan antara Kemenristekdikti dan Kemnaker terkait lulusan PT. Ledia bertanya Kemristekdikti lebih suka fokus menjadikan perguruan tinggi jadi world class atau meminimalisir PT yang akreditasi C. Ledia berpendapat beasiswa Budi yang tidak diumumkan secara terbuka menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam roadmap. Ledia menyampaikan bahwa dikti harus ada link & match di pendidikan dasar. Apakah pernah dibicarakan untuk membangun curiosity dari pendidikan dasar sehingga tidak ada kesan tiba-tiba meneliti di perkuliahan.
Rencana RUU Penanggulangan Bencana — Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Tim Ahli Baleg
Ledia mengatakan bahwa secara keseluruhan Anggota Badan Legislatif setuju tetapi ingin menanyakan dalam Posisi BKD ini bagaimana kita mengikutinya. Ledia juga menyampaikan catatannya yang pertama ketika bicara soal bencana itu adala bencana sosial lalu menggantinya itu siapa dan dimana, karena ada bencana alam dan bencana sosial hingga sampai saat ini tidak ada penanganan bencana sosial, walaupun sekarang sudah lumayan banyak dibentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur tetapi keluhannya adalah sangat sulit jika APBD digunakan untuk SKPD baru, dan jika gempanya sangat besar baru bisa mengalami kerusakan tetapi jika tidak terlalu besar itu bangunan biasanya masih berdiri kokoh.
Rancangan Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga 2020 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Perpustakaan Nasional
Ledia menanyakan mengenai argumentasi yang cukup kuat dari Kemenkeu atas penurunan anggaran dari Perpusnas padahal prestasinya banyak dan bisa naik karena menurutnya kalau diturunkan biasanya prestasinya tidak ada. Ia mengatakan bahwa lembaga cenderung bergengsi kalau punya TV, tetapi sebenarnya mubazir karena orang tidak lagi bergantung dengan tv. Saat ini informasi sangat mudah diakses. Menurutnya, ada yang belum mencerminkan yaitu implementasi dari UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilita. Menurutnya, kalau bicara tentang buku braille, hal tersebut cukup berat dan sulit tapi harus dikembangkan atau bisa diganti dengan audio book. Selain itu, masyarakat juga bisa membantu membacakan dan bukan hanya pustakawan. Ia mengatakan harus ada local wisdom yang dikembangkan.
RKA dan RKP K/L Tahun 2020 — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Ledia mengatakan tidak ada alokasi anggaran untuk sekolah inklusi serta pelatihan untuk guru-guru yang mengajar di sekolah inklusi, padahal seharusnya bisa difokuskan perhatian kepada SLB yang ada, mengingat peningkatan jumlah anak penyandang disabilitas, ini termasuk implementasi UU No.8/2018 tentang Penyandang Disabilitas. Ledia berharap Kemendikbud bisa mengalokasikan anggaran agar setiap daerah dapat merevitalisasi keberadaan museum.
Pembukaan Masa Sidang 4 Tahun Sidang 2018-2019 — Rapat Paripurna DPR-RI
Ledia mengatakan Pemilu yang baru saja berlalu sudah menimbulkan duka yang mendalam, DPR sangat berduka cita atas meninggalnya 554 petugas KPPS yang meninggal dan 788 orang jatuh sakit. Ledia menyampaikan bahwa DPR memiliki fungsi pengawasan berdasarkan pasal 20A ayat (2) dan (3) UUD 1945. Oleh sebab itu, DPR patut mengawasi kinerja KPU dan DPR patut membuat Pansus Pemilu untuk menyelidiki kinerja KPU yang saat ini sangat buruk. Ledia mengatakan hak angket dapat dilakukan untuk menyelidiki suatu kasus yang selanjutnya dapat dibentuk Pansus. F-PKS mengusulkan untuk membentuk Pansus terkait penyelenggaraan Pemilu. F-PKS mengajak seluruh anggota DPR untuk membentuk Pansus Pemilu untuk mengawasi dan mengevaluasi akuntabilitas pelaksanaan Pemilu 2019, menyelidiki penyebab kematian petugas KPPS, serta menyelidiki kesalahan pemasukan data yang dilakukan oleh KPU.
Pembicaraan tingkat 2 pengambilan keputusan tentang Pekerja Sosial, Pendapat Fraksi-Fraksi tentang usulan Baleg DPR RI tentang Perubahan atas UU No.12 th 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan dilanjutkan dengan pengambilan Keputusan menjadi RUU Usul DPR-RI — Paripurna DPR-RI ke-166
Ledia mengatakan bahwa Fraksi PKS akan meneyrahkan pandangan tertulis kami terkait perubahan UU No.12 th 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tetapi ada beberap hal yang ingin kami sampaikan, yakni sebagai berikut: Suatu prolegnas yang telah ditetapkan bahwasanya harus diselesaikan dalam 1 periode keanggotaan DPR. Namun, apabila pembahasan pembentukan UU tersebut belum selesai, maka hal tersebut dapat dilimpahkan ke periode berikutnya dengan tetap memperhatikan kewenangan anggota DPR periode berikutnya untuk menentukan Prolegnasnya sendiri.
Daya Serap, Realisasi dan Capaian Anggaran 2016-2018, dan lainnya — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
Ledia mengatakan bahwa persoalannya bukan dalam pengelolaan digital tapi dalam bridging yang ada. Ia menanyakan mengenai database yang sudah selesai dan yang belum selesai serta menanyakan alasan dari fungsi 3 database lainnya. Ia menyampaikan ada kerancuan dalam anggaran dan satuan dalam data yang disampaikan. Ia menanyakan kualifikasi penerima ruang kreatif yang difasilitasi.
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian/Lembaga — Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pariwisata
Ledia mengatakan bahwa strategi yang akan diberlakukan di tahun 2020 masih di bidang perkembangan destinasi pariwisata dengan low-cost terminalnya. Ia menyampaikan kalau tiketnya mahal tidak ada yang berkunjung ke destinasi wisata. Low-cost terminal harus disinergikan dengan maskapai-maskapai airlines. Ia mengatakan untuk bidang perkembangan industri dan kelembagan harusnya Kemenpar bisa saling mengeratkan hubungan dengan Kemendikbud khususnya yang mengelola SMK Pariwisata karena gapnya sangat besar dalam artian kualifikasi.
Pendalaman Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun 2020 – Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pejabat Eselon 1 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)
Ledia mengatakan penjelasan kemenristekdikti menimbulkan pertanyaan mengenai jika di biro hukum ada penurunan UU dimana di dalam UU No.8 tahun 2016 menyatakan perguruan tinggi harus mempunyai layanan disabilitas. Ia juga mengatakan mengenai semua hal yang berkaitan dengan infrastruktur saat ini telah dipindahkan ke Kementerian PUPR, tetapi dia melihat di Ditjen SDID masih ada anggaran untuk sarana prasarana di tahun 2020. Ia menanyakan kepada dirjen kelembagaan mengenai nasib perguruan tinggi swasta dengan program seni budaya pariwisata yang tidak semuanya ada dibawah kementerian lain. Ia juga mengatakan kepada Risbang bahwa menurutnya ada yang tidak nyambung antara desain riset dasar dan inovasinya serta keterkaitannya dengan dunia pendidikan. Ia menyampaikan agar jangan sampai hal tersebut menjadi sesuatu yang terasingkan.
Program dan Anggaran Tahun 2020 – Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pejabat Eselon 1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
Ledia mengatakan tidak ada data untuk SLB dan menanyakan apa SLB tidak bermutu baik. Ia menyampaikan bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus jika tidak ditangani dengan benar akan menjadi parah dan ia mengingatkan agar jangan sampai guru-guru SLB tidak memiliki kemampuan untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Ia juga menyampaikan mengenai museum sebagai tempat belajar sedangkan orang-orang berpikir museum di Indonesia seram padahal kalau displaynya baik, maka anak-anak akan senang untuk ke museum. Selain itu, ia mengatakan bahwa UN menjadi evaluasi dan metode bank soal juga harus dievaluasi.
Pembahasan RKA K/L TA 2020, Usulan Program-Program yang Didanai oleh DAK – Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
Ledia menanyakan raihan capaian per tahun dari Bekraf yang tidak tersampaikan di paparan. Ia mengatakan ada kesalahan seperti masalah target dan satuan di dalam Bekraf yang selalu terulang kesalahannya. Ia meminta hal tersebut diperhatikan.
RKA K/L 2020 dan Susulan Program yang Didanai DAK dan Penyerahan Rekomendasi Panja Pendidik dan Tenaga Kependidikan – Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Ledia menanyakan anggaran sebenarnya terkait untuk pendidikan inklusi serta juga pelatihan inklusi untuk para guru. Ia mengatakan sepanjang 2 tahun di komisi 10 yang sering ditinggalkan adalah mengenai disabilitas. Ia menanyakan mengenai penyiapan untuk SLB dan menyampaikan adanya keluhan guru SLB yang akan pensiun untuk 1-2 tahun ini dimana di SLB bukan guru honorer lagi, tetapi guru sukarelawan padahal tugas mereka sangat besar. Ia mengatakan khawatir dengan bonus demografi bila tidak bisa berbuat yang tepat dan ditakutkan malah sebaliknya yang terjadi disaster demografi.
Persiapan SEA Games 2019 dan Pekan Olahraga Nasional 2020 - Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sesmen Kemenpora, Dispora Papua, Sesjen KOI dan KONI
Ledia Hanifa Amaliah mengatakan bahwa ada suatu hal yang terjadi pada penyandang disabilitas itu evakuasinya harus dipikirkan betul jadi mohon para panitia memikirkan evakuasi terbaik jika ada kejadian dalam pelaksanaan Pekan Paralimpik Nasional.
Usulan dan Masukan terhadap Konsep Omnibus Law - Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Prof. DR. Widodo Ekatjahjana, S.H., M.Hum, Prof. DR. Sulistyowati Irianto, MA, dan Gita Putri Damayana, S.H,LL.M.
Terkait Omnibus Law, Ledia menanyakan terkait Undang-Undang tentang Sisdiknas apakah tidak seharusnya dipisah saja. Ia juga mengatakan bahwa masalah tersbesar adalah egosektoral.
Pendidikan Vokasi - Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Rachmat Karimuddin (Bukalapak.com), Rikard Bangun (Kompas TV), Prijono Sugiarto (PT Astra Internasional), Michael Widjaja (PT Sinar Mas Land), Garibaldi Thohir (PT Adaro Energi), Caroline Riady (CEO Siloam Hospital), Hariyadi Sukamdani (CEO Hotel Sahid) dan Sanny Gaddafi (CEO PT Villages Indonesia)
Ledia mengatakan penyerapan persentasi jurusan vokasi sedikit dan ia menanyakan mengapa, apakah tidak kompeten atau tidak cocok dengan core bisnisnya dan supaya match dengan core bisnis, lulusan Politeknik atau SMK harus diapakan Mana yang lebih disukai, lulusan pendidikan vokasi yang bisa langsung diterima atau lulusan bukan dari vokasi tapi mudah diajari.
Program Kerja Kemenparekraf Periode 2019-2024 - Raker Komisi 10 dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Ledia merasa penting bahwa pemberdayaan masyarakat di sekitar destinasi dimana ekosistem pariwisata dan Ekraf perlu ditumbuhkan. Ledia juga mengajak, perlu fokus pada wisatawan nusantara dan memberi saran kepada Menteri Parekraf sebaiknya membuka obrolan dengan maskapai-maskapai penerbangan untuk memasang harga tiket murah. Ledia berpendapat bahwa museum memang di bawah Kemendikbud, tetapi museum yang penampilannya diatur kreatif dan menarik bisa menjadi daya tarik wisatawan, jadi Ledia mengira ini perlu dikoordinasikan dengan Mendikbud untuk membuat museum menjadi lebih kreatif dan menarik.
Penetapan Nama – Nama Fraksi, Penetapan Pimpinan DPR, Pengucapan Janji/Sumpah, Penyerahan Kepemimpinan dari Pimpinan Sementara kepada Pimpinan Tetap dan Pidato Ketua DPR Terpilih – Rapat Paripurna DPR-RI
Susunan sementara kepengurusan Fraksi PKS :
- Ketua Fraksi: Jazuli Juwaini.
- Sekretaris: Ledia Hanifa.
- Bendahara: Aboe Bakar Al-Habsyi.
Pembahasan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 - Raker Baleg dengan Menteri Hukum dan HAM dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
Terkait Prolegnas Prioritas 2020, Ledia mengingatkan agar bisa segera dilengkapi, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan. Ledia menyampaikan pada dasarnya Fraksi PKS menyetujui draft B Prolegnas 2020 untuk segera dilanjutkan pada tingkat pembahasan di komisi dan Fraksi PKS menyetujui draft "B" yang sudah dilengkapi pada Prolegnas Prioritas tahun 2020 untuk ditetapkan.
Usulan RUU tentang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT) masuk dalam Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 - Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)
Ledia mengatakan perlu dipastikan bahwa pemberi kerja adalah orang yang tidak memiliki gangguan kerja, karena banyak kasus yang terjadi semestinya tidak dilakukan oleh orang yang tidak memiliki gangguan kejiwaan. Ledia mengatakan perlu juga dipikirkan tentang PRT yang tidak punya kompetensi, seolah sedang bekerja tetapi bermain handphone, pengaturan detail tidak mudah karena ada hubungan psikologis dan sosiologis.
Program Prioritas dan Anggaran 2020 - Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemuda dan Olahraga dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Ledia mengatakan pembudayaan olahraga penting, perlu menyediakan ruang terbuka hijau untuk masyarakat dan juga peralatan olahraganya, Ledia bertanya yang mana yang mau digarap Kemenpora atau Kemenparekraf agar tidak mengalami tumpah tindih. Terkait fasilitasi pemuda, Ledia mengatakan kader dalam seni budaya dan lainnya perlu dibicarakan karena mengenai ekonomi kreatif. Untuk Menparekraf, Ledia mengatakan target utamanya adalah devisa, perlu dikaji kembali agar tepat sasaran, jangan terlalu fokus kepada wisman sehingga terlalu sulit mengatasinya.
Program Kerja Tahun 2020 dan Pertimbangan Warga Negara Indonesia atas nama Peyton Alexis dan Fabiano Da Rosa - Raker Komisi 10 dengan Menteri Pemuda dan Olahraga
Ledia mengatakan ingin memberikan catatan pertama terkait terminologi olahraga penyandang disabilitas, kedua perbaikan gaya hidup, yang ketiga tentang juklak & juknis Paskibraka, keempat perekrutan atlet-atlet
berprestasi yang dipantau lebih intensif oleh Pemerintah Pusat. Ada banyak hal kerja sama yang bisa dikakukan lintas Kementerian khussunya Mendikbud dan MenparEkraf, tetapi yang perlu diperhatikan terkait tumpang tindih program jadi jangan sampai ada yang tumpang tindih.
Strategi Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2019-2024 - Komisi 10 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Ledia mengatakan yang sering tumpang tindih adalah orang-orang yang takut Permendagri bukan Permendikbud.
Penyampaian Aspirasi Bidang Pendidikan, Kepemudaan, Keolahragaan, dan Perpustakaan ─ Komisi 10 DPR-RI Audiensi dengan Anggota Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat
Ledia mengingatkan bahwa terdapat tugas Pemerintah Pusat yang belum diselesaikan terkait penyandang disabilitas yaitu peraturan turunan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas agar ditegaskan adanya unit pelayanan disabilitas di tingkat kabupaten/kota guna membantu peserta didik yang disabilitas. Ledia juga memberitahukan bahwa pada Rapat Kerja (Raker) Komisi 10 DPR-RI dengan Kemenpora yang menyatakan bahwa pengembangan pemuda di periode 2019-2024 akan menitikberatkan pada bagaimana mengoptimalkan kemandirian para pemuda.
Prolegnas Tahun 2019-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 (tentang Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ronald Rofiandri (Pusat Studi Hukum dan Konstitusi) dan Feri Amsari (Pusat Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas)
Ledia menanyakan terkait yang disampaikan oleh Pak Ronald dari Pusat Studi Kebijakan dan Hukum (PSKH) mengenai pemetaan menyeluruh, apakah hal tesebut sudah dilakukan atau belum, adakah hasil kajiannya dan adakah gambaran yang mendalam terkait hal tersebut.
Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU tentang Perubahan atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan - Baleg DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Hukum dan HAM
Ledia mengatakan F-PKS memandang sebagai bagian dari upaya perbaikan maka ketentuan tentang peninjauan yang dimasukkan dalam RUU tentang perubahan atas UU 12/2011 menjadi satu hal yang sangat penting bagi siklus P-PP, mulai dari tahap perencanaan hingga pengundangan. Ledia juga menambahkan pada intinya F-PKS menyetujui RUU tentang Perubahan atas UU 12/2011 untuk dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Capaian, Permasalahan, Evaluasi dan Rekomendasi Akreditasi Perguruan Tinggi dan Prodi – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 10 dengan Ketua BAN-PT, Rektor UNPAD, Rektor ITS, Rektor Mulawarman dan Rektor Universitas Jenderal Sudirman.
Ledia bertanya dikarenakan sudah akreditasi namun relevansi desain besar pemerintah belum ada. Ledia menanyakan apakah ada rekomendasi ke Kemenristekdikti yang harus difokuskan atau tidak. Menurut Ledia, ketika vokasi sudah punya akreditasi bagus ketika jadi sekolah tinggi harus akreditasi ulang. Menurut Ledia, kita harus merespons industry 4.0. merespon sesuatu yang cepet berkembang menurut saya bukan buat prodi baru tapi memperkuat kurikulumm. Menurut Ledia, pengangguran terbuka terbesar justru di SMK padahal menurut Ledia SMK ditujukan untuk dapat kerja salah satunya karena guru-guru tidak cepat mengikuti industry. Ledia juga dampak penamaan prodi atau tidak.
Kelembagaan dan Akreditas Prodi Perguruan Tinggi – Rapat Panja Komisi 10 dengan Pejabat Eselon 1 Kemenristekdikti RI
Ledia bertanya soal mekanisme akreditasi perguruan tinggi, prodi dan kendala apa saja yang muncul serta transisi dari berbagai PT yang harus melakukan perubahan problemnya. Menurut Ledia, ternyata lulusan kita tidak bisa terserap lapangan kerja keciali lulusan IPB di perbankan. Apakah sudah ada pembicaraan Kemristekdikti dan Kemnaker lulusan PT mau seperti apa? Mana yang lebih disukai Kemrisitekdikti, apakah kita fokus perguruan tinggi jadi world class atau minimalisir PT yang akreditas C. menurut Ledia, beasiswa budi yg tidak diumumkan secara terbuka menunjukkan kita gak siap peta roadmap agar uang negara gak mubazir. Dikti harusnya ada link & match di pendidikan dasar. Pernah gak dibicarakan membangun curiosity dari pendidikan dasar tidak tiba-tiba di kuliah harus meneliti.
Latar Belakang
Ledia Hanifa Amaliah merupakan Dewan Pembina dari Yayasan Uswah Ummahat sejak tahun 2008 hingga saat ini. Ledia juga menjadi Dewan Penasehat di Yayasan Majelis Dzikir dan Dakwah Lansia.
Ledia merupakan petahana dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berhasil terpilih kembali menjadi Anggota DPR-RI Periode 2019-2024 setelah memperoleh 117.555 suara dari dapil Jawa Barat 1 yang meliputi Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Pada periode 2014-2019 yang lalu, Ledia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi 8 DPR-RI yang membidangi Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan.
Pendidikan
S1, Kimia, Universitas Indonesia, Depok (1993)
S2, Psikologi Terapan, Universitas Indonesia, Depok (2002)
Perjalanan Politik
Ledia Hanifa Amaliah bergabung dengan Partai Keadilan pada tahun 1998. Lalu dilanjutkan dengan Partai Keadilan Sosial. Fokus aktivitas Ledia mengarah pada pemberdayaan politik perempuan. Ia adalah Ketua Dewan Pengurus Pusat PKS bidang Kewanitaan.
Ledia terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Ia bergabung dengan Komis IX DPR RI yang membidangi persoalan Kesehatan, Ketenagakerjaan, Kependudukan dan Transmigrasi. Lalu ia pindah ke Komisi VIII yang membidangi lingkup Sosial, Agama, Bencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sejak Maret 2017, Ledia dipindahtugaskan ke Komisi X yang membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga, dan Perpustakaan.
Visi & Misi
Memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat tanpa membedakan agama, suku, perempuan-lelaki, miskin-kaya.
Program Kerja
Belum Ada
Kunjungan
Update kunjungan/aktivitas Ledia bisa dibaca lediahanifa.com
Sikap Politik
Pemindahan Dubes AS di Yerusalem dan Dukungan Kemerdekaan Palestina
5 Maret 2018 - Ledia meminta pimpinan DPR secara tegas mendorong pemerintah untuk memberikan pembelaan yang besar atas kemerdekaan Palestina. Rencana pemerintah Amerika Serikat memindahkan Duta Besar di Yarussalem dimajukan menjadi Maret, sesuai UUD Ledia meminta DPR menyatakan sikapdan melakukan pembelaan. [sumber]
Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 sebagai Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, PAW, Nota Keuangan, dan RAPBN 2017
23 Agustus 2016 – Pada Rapat Paripurna ke 74, Ledia mengatakan bukan berarti yang mengkritisi tidak memperhatikan dan mengkaji, sebab memang banyak kekurangan. Mewakili Fraksi PKS, Ia
menyatakan Fraksi PKS memandang ada sebuah prosedur yang dilanggar Pasal 22 Amandemen UUD 1945, seharusnya pemerintah mengajukan Perppu pada masa sidang selanjutnya. Fraksi PKS khawatir kalau DPR dan Pemerintah telah melakukan pelanggaran Undang-Undang. Bukan tidak mungkin DPR dan Pemerintah akan melakukan pelanggaran lain. Jadi, Fraksi PKS memberikan catatan, bahwa Fraksi PKS belum dapat melanjutkan Perppu ini menjadi Undang-Undang. [https://chirpstory.com/li/326477]
Perppu No.1 Tahun 2016 (Perppu Kebiri)
25 Juli 2016 - Ledia mempertanyakan ketegasan dalam pelaksanaan hukuman dalam Perppu No. 1 Tahun 2016 agar nanti ketika pengambilan keputusan pada kasus terkait didasari pemahaman yang cukup. Ledia menilai Pemerintah sudah awareness pada kasus kejahatan pada anak karena Undang-Undang Perlindungan Anak sudah ada sejak tahun 2002. Ledia berasumsi bahwa data vonis sebesar 10-11 persen dari KPAI terhadap survey 50 kasus kejahatan seksual pada 2014/2015, adalah data mentah. Ledia mempertanyakan alasan tidak dapat dilaksanakannya hukuman kebiri. Ledia khawatir Perppu ini hanya membuat heboh media. Ledia juga menilai bahwa pelaksanaan Perppu Kebiri tidak detail dan perlu ada evaluasi. Ledia mengusulkan Perppu Kebiri dibicarakan lebih lanjut dengan praktisi hukum dan Kemenkumham karena jangan sampai hukuman dalam Perppu ini dilakukan, tetapi tidak tahu pelaksanaan teknisnya. [sumber]
Tanggapan Terhadap RUU
RUU Pansus Sisnas Iptek - Perencanaan DIM, Tata Bahasa, dan Kajian di Pusat dan Daerah
1 Oktober 2018 – Rapat Pansus RUU Sisnas Iptek dengan Menristekditi. Ledia mengingatkan bahwa RUU ini merupakan usulan pemerintah jika menteri gak yakin maka pansus juga tidak yakin. Ledia mengusulkan agar Tenaga Ahli (TA) mengklasifikasi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) i agar memudahkan dan saat di rapat panitia kerja bisa membahas hal-hal yang substansi. [sumber]
RUU Sisnas IPTEK - Mendengar Masukkan
06 Februari 2018 – Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Bio Farma, Rekayasa Industri, dan Sang Hyang Seri, Ledia menyarankan agar RUU ini menyesuaikan dengan peraturan pajak dan ia mempertanyakan sudahkah riset ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan keuntungan kepada dunia kependidikan dan industri dan sudahkah RUU ini dalam menunjang kemajuan teknologi karena jangan sampai Undnag-Undang terlalu mudah dirubah dalam waktu singkat [sumber]
RUU Penyadapan
26 September 2018 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan Kejaksaan Agung, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ledia menanyakan apa sanksi yang patut diterapkan apabila terjadi penyalahgunaan barang sadapan oleh para lembaga negara. Selain itu, Ledia juga bertanya bagaimana cara untuk memulihkan nama baik pihak yang menjadi korban salah sadap apabila ia terbukti tidak melakukan tindak pidana. [sumber]
RUU Ekonomi Kreatif – Pembahasan Muatan
26 September 2017 – Pada Audiensi Komisi 10 dengan Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H, M.H, Ledia mengaku merasa terpukul saat mendengarkan paparan Prof. Agus bahwa kreatifitas itu biar berkembang sesuai zamannya. Ledia menanyakan, apakah kreatifitas itu harus dibuatkan Undang-Undangan karena Ia khawatir nantinya akan menjadi masalah. Selanjutnya Ia menanyakan seperti apa materi pokok pengaturannya dan apa konsep dasarnya. Kemudian Ia ingin tahu apakah dari pengembangan usahanya. Ia menyatakan jika berbicara mengenai skill, memang yang begitu perlu diatur di Undang-Undang, namun Ia menanyakan bukankah itu hanya sebatas teknis. Ledia menegaskan jangan sampai DPR-RI kontra produktif dengan Rancangan Undang-Undang.
[https://chirpstory.com/li/370366]
RUU Pemajuan Kebudayaan - Pengambilan Keputusan Tingkat 1
18 April 2017 - Pada Rapat Pleno Komisi 10, Ledia membacakan pandangan mini fraksi atas RUU Pemajuan Kebudayaan. Melalui Ledia, Fraksi PKS berpendapat RUU ini harus meninggikan peradaban bangsa. Ledia berpendapat bahwa kebudayaan tidak hanya dilihat statis pada masa lampau saja, tetapi juga masa depan. Ledia menyampaikan catatan dari Fraksi PKS, bahwa mengingatkan peraturan turunan segera dibuat dan mengingatkan koordinasi kementerian dan lembaga agar berjalan dengan baik. Terkait Pasal 49 ayat 1 dan 2, Ledia menyampaikan catatan Fraksi PKS untuk mengingatkan kembali terkait regulasi pembentukan dana perwakilan untuk segera dilakukan. Ledia menyampaikan bahwa Fraksi PKS menyetujui RUU Pemajuan Kebudayaan untuk selanjutnya dibawa ke Paripurna. Terkait KUHP, fokusnya melalui sarana dan prasarana, sedangkan sistem pendataan merupakan hal pendukung. Ledia menyampaikan juga bahwa Komisi 10 sudah mengerjakan tugas dari Panja, dan masih ada catatan juga. Ledia menjelaskan bahwa kita semua ingin berikan perlindungan pada objek kebudayaan, maka jika tidak memberikan efek jera, tu akan menjadi kurang tegas, maka untuk apa dibuat regulasinya. Ledia menjelaskan ketika ada orang dengan sengaja merusak dan tidak bisa terpakai sarananya, hanya dipidana 2 tahun dan denda hanya Rp5 juta, jika begini Ledia mempertanyakan dimanakah letak efek jeranya. [sumber]
Rapat panja membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM)
30 Maret 2017 – Rapat Komisi 10 dengan Pemerintah. Ledia meminta penjelasan kepada tim panja pemerintah pasal 25-27 ayat 2 terkait partisipasi masyrakat dan pasal 49. Ledia menekankan di pasal 47 mengatur mekanisme pendanaan dari sumber lain maka sumber lain ini perlu pengaturan lagi. Serta di pasal 48 jika nanti ada kata “harus’ maka nanti aka nada Lembaga Wali Amanat yang ditunjuk.Ledia memberikan saran pada pasal 32 agar tidak hanya tentang pemanfaatan namun juga pemeliharaan. Ia serta memberi masukan agar mewariskan obyek pemajuan kebudayaan kepada generasi berikutnya melalui pengarusutamaan kebudayaan melalui kebudayaan.Ledia juga memberikan usul di pasal 39 ayat 3 huruf b terkait peningkatan mutu dan pranata kebudayaan tidak perlu terpaku pada sertifikasi karena akan rumit disebabkan kebudayaan berkembang terus. Serta mengusulkan menambahkan kata ‘diantaranya’ sebelum kata ‘melalui’ di pasal 39 pasal 3. Ledia mempertanyaan segala informasi di pasal 27. Serta pasal 37 ini persetujuan dari siapa.
Dia juga menanyakan pasal 35 apakah ada konsekuensi diplomasi budaya. Di pasal 51, fasilitas akan diberikan ke manusia bukan ke pranata kebudayaannya maka fasilitasnya akan diserahkan ke siapa.Ledia menyampaikan pernah ke NTB, ada manuskrip bisa hilang padahal manuskrip memberikan gambaran struktur dan tatanan social pada masa lalu bagian kebudayaan. [sumber]
RUU Sistem Perbukuan – Pengambilan Keputusan Tingkat 1
17 April 2017 – Rapat Komisi 10 dengan Mendikbud, Menag, Kemenkumham dan KemenPAN-RB. Ledia menyampaikan FPKS mencermati perubahan pasal 6 dengan catatan yaitu
- Kementerian Agama sebagai penyelenggaraan pendidikan harus dapat porsi dan dikawal sejak awal.
- RUU Sistem Perbukuan ini harus segera dilaksanakan secepatnya.
- Meminta koordinasi yang maksimal.
Ledia menyampaikan FPKS menyetujui perubahan substansi pasal 6 pada RUU Sistem Perbukuan.
[sumber]
RUU Praktik Pekerjaan Sosial
4 September 2018 - Pada RDP Baleg dengan Pengusul, Ledia menjelaskan mengenai uji kompetensi, bahwa dijelaskan dilaksanakan oleh lembaga khusus untuk sertifikasi, dan Ledia menanyakan lembaga yang seperti apa. Terkait dengan rahasia klien dapat dibuka ketika penegak hukum meminta, tetapi Ledia belum dapat gambaran mengenai hal ini. Ledia juga menanyakan bagaimana memastikan bahwa tidak ada tumpang tindih antara praktik pekerjaan sosial yang dikendalikan pemerintah (Kemenkumham, LP, Bapas) dengan yang memang dipanggil dari luar (Peksos pribadi/swasta), lalubagaimana cara memastikan agar tidak tumpang tindih. Ledia juga sepakat, mungkin dapat terjadi manipulasi perilaku Peksos terhadap klien yang akhirnya memanpulasi data-data yang terkait dengan klien mungkin bukan ketentuan pidana,tetapi larangan maupun sanksi yang dapat dijelaskan. Ledia mengatakan bahwa sebagian besar yang menjadi klien itu adalah masyarakat menengah ke bawah jadi mohon untuk dipikirkan. [sumber]
RUU Konsultan Pajak - Pengharmonisasian RUU Konsultan Pajak
4 Juli 2018 - Dalam Rapat Dengar Pendapat Baleg dengan Misbakhun selaku Pengusul RUU Konsultan Pajak, Ledia mengatakan bahwa harus ada yang menjembatani agar RUU ini lebih adaptif dalam membuat regulasi UU secara keseluruhan dalam tata cara perpajakan, hal ini bertujuan agar RUU lebih adaptif dalam perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Ledia mengatakan bahwa ketika membahas hal yang bersifat spesialis, sertifikasi dan brevet dinilainya bersifat secara umum, sehingga perlu spesifikasi khusus yang mengatakan bahwa seseorang bisa melakukan praktik dan hal apa yang membuat seseorang memiliki spesialisasi dibidang tertentu. Ledia mengungkapkan bahwa selama belum ada standar baku yang sama untuk program studi perpajakan, ini bisa menjadi sebuah masalah. Ledia mengungkapkan bahwa ia pernah mendengar bahwa ada orang dari fakultas ilmu administrasi yang bisa menjadi expert dalam penyusunan pemungutan pajak daerah untuk itu Ia menanyakan apakah mereka bisa dikatakan konsultan pajak. [sumber]
RUU Sumber Daya Air (SDA)
29 Maret 2018 – Dalam Rapat Dengar Pendapat Badan Legislasi DPR RI dengan Tenaga Ahli RUU SDA, Ledia menanyakan arti kata 'menjamin' dalam pasal 6 sebab dirinya belum melihat peran masyarakat untuk hal tersebut dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah wajib melakukan konservasi. Ledia juga menanyakan peran negara dalam menjamin ketersediaan air dan harus masuk dalam RUU SDA ini.
RUU Tanggung Jawab Perusahaan Sosial
24 November 2016 – Rapat Komisi 8 dengan Nindyo Pramono untuk member masukan terhadap RUU CSR. Ledia menayakan mungkinkah membuat CSR awalnya sukarela tapi jika sudah mencapai laba bersih sekian kemudian menjadi mandatory.Ledia menyampaikan masyarakat sekitar daerah pertambangan sering mengeluhkan CSR (tanggung jawab perusahaan) karena perusahaannya di kota besar. Ledia mengkritik CSR yang sering masuk kantong kanan keluar kantong kiri seperti digunakan untuk karyawan atau untuk membangun warung namun berisi produk perusahaan tersebut. Menurut Ledia hal tersebut bukanlah bukan CSR namun pemasaraan. Ledia menyampaikan saat ini sekarang sedang musim perusahaan mengelola dana CSR kemudian mereka dapat keuntungan dari itu lantas bagaimana hal tersebut diatur. Ledia mengingatkan bahwa dalam aturan keuangan tidak boleh Pemerintah Daerah membangun dengan dana CSR tapi masih bisa menggunakan skema sinergi dan dalam konteks negara dana CSR tidak boleh masuk dalam anggaran APBD. [sumber]
18 Juli 2016 – Pada RDP dengan Badan Keahlian DPR RI, Ledia mengatakan bahwa sebuah perusahan Tbk harus selalu melaporkan CSR dan persen dari laba yang diterimanya agar daapat dihitung kembali. Ledia mengusulkan untuk membuat simulasi yang berkaitan dengan laba dan memasukkannya dalam rencana bisnis. Ledia menanyakan persen dari CSR agar perusahaan tidak mengklaimnnya terlalu besar. Ledia mengatakan, bila CSR dimasukkan dalam operasional, maka ada kemungkinan pembebanan ke harga produk. Ledia mengatakan, keterkaitan antara satu UU dengan UU lain harus eksplisit. Ledia menanyakan kemungkinan pemberlakuan pelaporan CSR dan laba pada perusahaan multinasional seperti Freeport yang harus lebih banyak memberikan sumbangan kepada negara. Terkait Freeport, Ledia menanyakan sumbangan miliar yang diklaim oleh Freeport bahwa sudah diberikan kepada Indonesia. Ledia menanyakan kemungkinan sanksi dalam RUU Tanggung Jawab Perusahaan Sosial yang bertentangan dengan UU tentang perseroan. Ledia menanyakan kewajiban perusahaan baru bila CSR masuk dalam business plan. [sumber]
RUU Permusikan
7 Juni 2017 - Pada Audiensi Komisi 10 dengan Ekosistem Musik Indonesia yang terdiri dari kumpulan musisi (Kami Musik Indonesia dan Insan Musik Indonesia), Ledia mengatakan tidak mau memberi harapan palsu kemudian ia memberi penjelasan kalau perumusan UU itu tidaklah sebentar, karena mengerjakan UU yang lainnya juga. [sumber]
RUU Corporate Social Responsibility (RUU CSR)
26 April 2016 - Ledia fokus untuk menanyakan peraturan yaitu hal yang mungkin bisa diusulkan terkait dengan definisi CSR yang baik itu seperti apa, karena dengan definisi CSR yang tepat bisa berguna untuk mengunci kebijakan CSR kedepan. Lalu, apa saja yang perlu diatur dalam UU CSR ini dan siapa yang sebenarnya berwenang untuk mengatur korporasi tersebut, apakah ada badan atau kementerian khusus unutk mengatur CSR dari korporasi. [sumber]
RUU Penyandang Disabilitas
30 Juni 2015 - (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa menilai paradigma masyarakat terhadap para penyandang disabilitas atau cacat harus diubah agar keberadaannya dapat lebih optimal.
"Sebagian besar masyarakat masih berpandangan diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas," kata Ledia Hanifa pada "Forum Legislasi: RUU Penyandang Disabilitas" di Gedung MPR/DPR/DPD RI,Jakarta, Selasa.
Menurut Ledia Hanifa, para penyandang disabilitas memiliki potensi yang mungkin lebih lebih unggul dari masyarakat normal, sehingga mereka tidak perlu menjadi obyek eksploitasi.
Dalam konteks negara, kata dia, Indonesia perlu memberdayakan para penyandang agar dapat mandiri dan mampu mengoptimalkan semua potensinya dengan menyiapkan akses sarana dan prasarana untuk jangka
panjang.
"Saat ini, banyak orang beranggapan bahwa sarana dan prasarana untuk penyandang disabilitas belum penting. Paradigma ini keliru dan perlu diperbaiki," katanya.
Politisi Partai Keadilan Sosial ini menjelaskan, kepekaan masyarakat terhadap kebutuhan khusus para penyandang disabilitas menjadi suatu hal penting.
Hal ini, kata dia, harus menjadi perhatian negara terutama oleh perusahaan dan para pekerja di sektor pelayanan publik.
"Saya pernah mendapat anak anak penyandang autis yang justru dimarahi oleh pramugari di pesawat terbang dalam suatu penerbangan," katanya.
Menurut Ledia, guna mengubah paradigma publik ini, DPR RI mendorong dibentuknya aturan perundangan yang dapat memberdayakan para penyandang disabilitas. (sumber)
RUU Penyandang Disabilitas
1 Juni 2015 – Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi 8 dengan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) (https://komunita.id/listing/himpunan-wanita-disabilitas-indonesia-hwdi/) dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) (https://ppdi.or.id/profil-ppdi), Ledia menanyakan jika diperlukan ada lembaga, lembaga seperti apa yang dapat menaungi hak-hak penyandang disabilitas dan permasalahan apa yang muncul. Ia berpandangan mungkin dibutuhkan catatan-catatan khusus dari penyandang disabilitas untuk dapat menjadi masukan RUU. Ledia juga menjelaskan bahwa secara substansi, draf RUU tidak akan Komisi 8 kurangi. Ledia menyatakan tidak semua orang tua mau terbuka jika anaknya penyandang disabilitas. Untuk itu Ia menanyakan apakah nanti tidak ada hambatan pada keluarga bila dicantumkan kategori disabilitas. Jika ada Undang-Undang nanti berarti force (dipaksa-red), kan, harus dicantumkan nama anaknya, Lebih lanjut, Ledia menanyakan kira-kira regulasi seperti apa dalam pendidikan yang tidak mendiskriminasi tapi juga tidak membahayakan. Kemudian, dalam sanksi kepada orang yang melakukan kejahatan kepada penyandang disabilitas, Ia ingin tahu perlukahdiberikan pemberatan hukuman kepada pelaku yang harusnya melindungi penyandang disabilitas, seperti orang tua atau guru penyandang disabilitas yang menjadi pelaku itu sendiri. [https://chirpstory.com/li/269563]
1 Juni 2015 - Pada RDPU Komisi 8 dengan Komnas HAM dan PSHK, Ledia menyampaikan bahwa RUU Disabilitas diusulkan oleh Komisi 8 dan masuk prioritas tahun 2015, lalu harmonisasi di Baleg dan ke Paripurna. Ledia
menyampaikan bahwa RDPU ini memprioritaskan pada pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Ledia kembali menyampaikan bahwa RUU Disabilitas ditulis dengan sangat detail serta ada beberapa pengulangan di hal yang sama, contoh pelayanan publik. Ledia berpendapat yang terpenting adalah sosialisasi, bukan rincian yang terlalu detail. Ledia menyampaikan bahwa Komisi 8 meminta masukan, minimal substansi yang tidak boleh hilang ketika pembahasan dengan pemerintah. Ledia mengkritisi jangan sampai kita asik sendiri, lalu ada yang lolos, karena yang minimal dan yang pokok harus ada. Ledia mengaku tidak bisa membayangkan kecakapan hanya ditentukan oleh pengadilan. Ledia bertanya apakah ada institusi yang mereview sebelumnya selain hakim untuk menilai cakap atau tidaknya. Ledia menjelaskan
bahwa homoseksual tidak tergolong disabilitas, padahal awalnya dimasukan. [sumber ]
1 Juni 2015 - Ledia menilai sehubungan dengan Kartu Tanda Penyandang Disabilitas apakah tidak akan ada masalah dari keluarga karena beberapa keluarga mungkin ingin menutupi keterbatasan anggota keluarganya, karena dengan adanya kartu penyandang disabilitas maka akan memaksa keluarga untuk mendata anggotanya yang difabel, maka apakah tidak akan timbul hambatan. Kemudian dalam hal pendidikan dasar dan menengah sepertinya tidak ada masalah, namun pada pendidikan tinggi dan SMA akan sulit menetapkan persamaan bagi penyandang difabel. Kemudian, regulasi seperti apa yang tidak mendiskriminasi tetapi tidak membahayakan juga. Lalu Ledia menanyakan haruskah ada pemberatan sanksi bagi pelanggar yang seharusnya melindungi penyandang difabel. [sumber]
Tanggapan
Persiapan Pelaksanaan Asian Para Games 2018
1 Oktober 2018 – Ledia menyampaikan rasa terima kasih atas penyediaan tiket bagi penyandang disabilitas dan pelajar serta respon cepat dari INAPGOC dan Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas. Ledia menuturkan bahwa kedua hal tersebut sangat penting untuk membangun paradigma mengenai disability right. Ledia menanyakan peran dan dukungan dari Kementerian Pariwisata RI dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI untuk Asian Para Games 2018 dalam hal menikmati pariwisata Indonesia sebab Asian Para Games 2018 sama istimewanya dengan Asian Games 2018. Terakhir, Ledia berharap semoga Asian Para Games dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. [sumber]
Pagu Anggaran Tahun 2019 dan Pencapaian Kementerian Pariwisata
25 September 2018 - Pada RDP Komisi 10 dengan Kemenpar, Ledia mengklarifikasi bahwa data dari buku yang diserahkan kepada Komisi 10 di halaman 4 tentang DIPA 2018 ada perbedaan yang mana ternyata di buku yang diserahkan ada perbedaan, dan selisihnya rata-rata Rp10M, maka Ledia meminta untuk dilihat kembali terkait ini. Ledia menanyakan soal realisasi keuangan yang secara umum ini tampaknya mesti dicermati bisa terkejar atau tidak pencapaian 100 % di akhir tahun. Ledia juga menanyakan apakah sudah dilakukan kordinasi komunikasi dengan kementerian atau lembaga lain, karena destinasi wisata alam itu sebagian besar tidak dimiliki oleh Pemda, untuk itu Ledia menanyakan bagaimana mekanisme komunikasinya. [sumber]
Arah Kebijakan Perpustakaan Nasional RI Tahun 2019
25 September 2018 - Pada RDP Komisi 10 dengan Perpusnas,
Ledia menanyakan selain gemar membaca, keterampilan membaca juga penting, dimana itu diletakkan di program di Perpustakaan. Ledia ingin memberikan apresiasi dengan ada bagian yang secara khusus yang sudah disiapkan untuk diakses oleh disabilitas. [sumber]
Rapat Dengar Pendapat Komisi 10 dengan Kementerian Pariwisata
25 September 2018 – Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Pariwisata mengenai pagu anggaran tahun 2019 serta pencapaian yang telah dilakukan Kementerian Pariwisata. Ledia mempertanyakan target apakah yang telah dibuat oleh Kementerian Pariwisata, sebab Ledia tidak menemukan program untuk para millenials. Ledia menyarankan agar Indonesia mempelajari program kepariwisataan Vietnam yang hampir menyerupai Indonesia. Ledia menyatakan bahwa kurangnya acara atau kegiatan di Kepulauan Seribu. sementara hal itu jika dilakukan dapat mendatangkan wisatawan nusantara bahkan mancanegara sekalipun. Ledia mempertanyakan apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) sudah sesuai dengan Keperluan daerah. [sumber]
RAPBN Tahun 2019
24 September 2018 – Pada RDP Komisi 10 dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Ledia mengatakan bahwa dirinya menginginkan sebaran yang baik ke seluruh Indonesia. Mengenai riset edukasi dan pengembangan, menurut Ledia ini perlu dibutuhkan grand design, jadi bagaimana Bekraf dapat mengarahkan dan membantu Dinas Pariwisata untuk ditekankan pada wisata budaya atau sejarah karena Indonesia punya wisata sejarah yang hampir hilang. Ledia juga menyarankan agar membuat museum yang instragamable, itu sebenarnya bagus. Terkait usulan tambahan dari Ledia, Ledia sepakat dengan Ibu Yanti bahwa kita tidak perlu membuat promosi untuk 10 destinasi terbaru dan pembuatan lagunya karena itu sudah urusannya Kementerian Pariwisata. Mengenai sosialisasi, perlu dipastikan agar tepat sasaran sehingga dapat dikelola dengan baik. [sumber]
Rapat Kerja Komisi 10 dengan Kementerian Pariwisata
05 September 2018 – Pada Rapat Kerja (Raker) Komisi 10 dengan Kementerian Pariwisata, Ledia mempertanyakan terkait kriteria terhadap pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK). Ledia pun menyampaikan aspirasi dari Himpunan Pramuwisata Indonesia bahwa mereka telah membuat naskah akademik terkait hal itu dan belum dilakukan pendalaman. Ledia pun mempertanyakan berapa besar anggaran Sekretaris Menteri, karena seringkali pada destinasi wisata mengalami masalah terhadap penentuan regulasi, lalu mengenai halal pariwisata, Ledia mempertanyakan evaluasi, perkembangan, dan tanggungjawab terkait hal itu. [sumber]
Rincian Kerja dan Anggaran Tahun 2019
5 September 2018 - Pada RDP Komisi 10 dengan Bekraf, Ledia mengatakan telah menghabiskan sangat besar karena tenaga kerjanya pun besar. Paling tinggi kuliner, fashion, lalu kriya. Ledia meambahkan bahwa telah memfasilitasi Deputi Infrastruktur dan menanyakan bentu fisiknya. Ledia meneruskan Ekonomi kreatif akan fokus ke digital tentu akan beda dengan kriya tradisional atau kriya kontemporer, akan ada titik jenuh ekonomi kreatif terutama dalam indikator tenaga kerja. Menurut Ledia dirinya belum mendapat benang merah, daridesignawal, evaluasi lalu kemudian kedepannya. [sumber]
Pembahasan RKP dan RKA-K/L Tahun 2019 serta Usulan Program yang Didanai DAK
4 September 2018 – Pada RDP Komisi 10 dengan Kepala Perpusnas, Ledia sangat berterima kasih karena orientasi perpustakaan yang ada diarahkan berbasis inklusi sosial. Ada beberapa hal yang Ledia pikir harus jelas seperti yang terkait dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Asumsinya harus disediakan ruangan fisik, misalnya ruang berlatih keterampilan kerja. Layanan perpustakaan yang berdasarkan inklusi sosial justru tidak diutamakan untuk anak penyandang disabilitas. Jika tuna netra tidak dapat membaca huruf braille, maka harus dibantu dengan pengadaan audio books. Ledia juga mengatakan harus ada ketentuan dari Perum Percetakkan Negara Republik Indonesia (PNRI) ke perpustakaan daerah terkait dengan jumlah buku yang dapat diakses karena akses disabilitas ke perpustakaan tidak terlalu besar dan perpustakaan yang memiliki buku braille tidak terlalu banyak. Ledia menanyakan berapa banyak buku yang dapat diakses oleh disabilitas seraya mengingatkan bahwa dalam hal pengembangan deposit di PNRI dapat meminta ke penerbit tidak dalam hard-copy saja melainkan dalam bentuk e-book juga karena untuk mempermudah. Kemudian Ia menambahkan bahwa hal tersebut perlu dibantu dengan program yang lain seperti standar kontrol di perpustakaan sekolah dan lain-lain. [https://chirpstory.com/li/403200]
Persiapan Asian Games 2018
25 Juli 2018 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 10 dengan Sekretaris Kemenpora, Dirjen Cipta Karya Kementerian PU-PR, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Dirjen Perumahan, Gubernur Sumatera Selatan, Kadispora Jawa Barat, INAPGOC, Ketua dan Deputi IV Security INASGOC, Ledia menanyakan di mana penonton berkursi roda akan ditempatkan karena merupakan hal yang cukup penting. Mengenai pembagian 25 ribu tiket Ledia meminta kepada Gubernur Sumatera Selatan, Jakarta, dan Jawa Barat agar tidak hanya diberikan kepada yang berprestasi namun juga kepada masyarakat disabilitas karena merupakan hal yang baik unutk diberikan pengalaman. [sumber]
Proses, Permasalahan dan Evaluasi Pendidikan Tinggi
18 Juli 2018 - Pada RDPU Komisi 10 dengan Ketua Kadin dan Ketua HIPMI, Ledia beranggapan bahwa sangat sulit untuk para dosen dan guru untuk mengejar kecepatan adaptasi yang tinggi dalam dunia industri dan permasalahan kedua, harus fokus ke vokasi, sehingga apakah sertifikat yang dikeluarkan ada expired-nya atau tidak. Ledia mencontohkan bahwa apoteker ada ujian berkala atau mengikuti seminar untuk upgrade. [sumber]
Laporan BPK dan RKA-K/L RAPBN 2019
7 Juni 2018 – Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ledia menyatakan bahwa Kemendikbud belum memperhatikan masalah pengembangan bahasa isyarat di dalam rencana prioritas anggaran 2019. Ledia berpendapat bahwa seharusnya bahasa isyarat dapat dimasukan ke dalam program prioritas 2019.
Mengenai sekolah inklusi, Ledia meminta agar Kemendikbud dapat mengelola sekolah inklusi dengan baik dan optimal. Ledia menilai bahwa banyak guru dalam sekolah inklusi yang belum memadai. Oleh sebab itu, Ledia meminta agar Kemendikbud dapat memberi gambaran atas desain pemenuhan guru pada sekolah inklusi, sebab selama ini pemerintah belum pernah melakukan evaluasi atas penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia.
Mengenai masalah stunting, Ledia menyatakan bahwa permasalahan stunting bukan hanya menjadi kewenangan Kementerian Sosial (Kemensos), Kemendikbud harus turut mengambil peran dalam menangani permasalahan stunting di Indonesia. [sumber]
Rencana Anggaran Kemenpora Tahun 2019
5 Juni 2018 – Rapat Komisi 10 dengan Menpora. Ledia mengingatkan bahwa Inapgoc sudah mengajukan tambahan anggaran untuk Asian Para Games tapi masih dilakukan pembahasan terperinci sedangkan untuk Inasgoc bisa direspon lebih cepat. Ledia meminta Kemenpora untuk memberikan dorongan lebih keras ke Kemenkeu agar Inapgoc diperhatikan terkait tambahan anggaran yang diajukan untuk Asian Para Games karena persiapan mereka jauh lebih rumit daripada yang harus disiapkan Inasgoc.
Di tahun 2019, rencana anggaran Kemenpora turun dari 5 Triliun menjadi 1 Triliun sekian karena di 2019 sudah tidak ada lagi Asian Games. Menurut Ledia, Kemenpora tidak menjelaskan jika anggaran benar turun maka strategi apa yang digunakan untuk mencapai tujuan dan target.
Ledia mempertanyakan mengapa Kemenpora tidak memiliki program untuk pengurangan radikalisme. Kita terjebak dengan pemikiran bahwa radikalisme berkaitan dengan agama padahal ada teorinya radikalisme berkaitan dengan ekonomi dan politik. Klo pemuda dengan kondisi full energy dan kondisi ekonomi terbatas maka potensi melakukan radikalisme besar.
Ada kelompok pemuda berkebutuhan khusus seperti pemuda yang menderita Thalasemia yang setiap bulan harus keluar minimal Rp2,4 Juta untuk pengobatan sedangkan mereka klo harus kerja 9 jam di kantor tidak akan kuat sehingga yang perlu jadi perhatian ini seharusnya perlu diberikan pelatihan kewirausahaan.Selain itu ada juga pemuda yang menderita Hemofili dan HIV Aids. Menurut Ledia, Kemenpora harus juga mendorong gerakan masyarakat hidup sehat dan mereka tidak tergantung dengan orang tuanya. Kewajiban pemerintah memberikan akses pelatihan.
[sumber]
L2 Dikti, Penyerapan Anggaran, dan Hasil Laporan BPK
25 April 2018 – Dalam Rapat Kerja Komisi 10 dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan (Menristekdikti), Ledia menyoroti masalah realisasi anggaran bidik misi. Ledia mengharapkan agar Kemenristekdikti dapat memberikan data yang akurat terkait anggaran bidik misi 2018. Ledia menginginkan agar Kemenristekdikti juga dapat memaparkan tugas dan keterlibatan Inspektur Jenderal Kemenristekdikti dalam melakukan pengawasan. Ledia berpendapat bahwa fungsi pengawasan internal oleh Inspektur Jenderal sangatlah penting dalam dukungan pelaksanaan kinerja Kemenristekdikti.
Terkait sistem High Order Thinking Skills (HOTS), Ledia menyatakan bahwa penerapan sistem tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan para siswa. Ledia juga menyatakan bahwa kualitas anak didik juga bergantung pada kualitas tenaga pendidiknya juga. Oleh sebab itu, Kemenristekdikti juga harus memfokuskan perhatianya kepada Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pendidik.
Mengenai sistem World Class Professor (WCP), Ledia menilai bahwa sistem tersebut belum mampu menghasilkan roadmap yang dapat menjadikan professor Indonesia sekelas dengan professor dunia . Hal tersebut tentu menjadi tugas Kemenristekdikti dalam usahanya mengembangkan kualitas professor Indonesia. Ledia menyatakan bahwa selama Indonesia belum memiliki roadmap pendidikan yang jelas, maka selama itu pendidikan Indonesia akan terpuruk. Ledia mengharapkan agar Kemenristekdikti dapat melakukan koordinasi dan kerjasama secara optimal dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam upaya memajukan pendidikan Indonesia. [sumber]
Pelaksanaan Daya Serap Quartal 1 APBN, Evaluasi K2F Thaun 2017, dan Pelaksanaan Program Unggulan Tahun 2018
25 April 2018 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Ekonomi Kreatif [http://www.bekraf.go.id/].Ledia mempertanyakan bagaimana ingin mengangkat film tetapi data masih tersedia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan[https://www.kemdikbud.go.id/] dan dimana kebijakan tersebut. Ledia pun mengatakan anggaran Bekraf hanya untuk memperbanyak acara bukan memikirkan kualitas. Ledia mengingatkan jangan sampai dengan gambar kartun namun konten dewasa. [sumber ] [https://chirpstory.com/li/390291]
Hak dan Kewajiban Mahasiswa dan Isu Pendidikan Masa Depan
26 Maret 2018 – Pada rapat dengan Ketua BEM UPI, PNJ, UNJ, Unbraw dan Unsoed di komisi 10, Ledia mengatakan ada beberapa pertanyaan yang pertama tentang beasiswa penyandang disabilitas. Ledia juga memuji bahwa universitas yang menerima penyandang disabilitas hanya Unbraw, kita punya kasus yang dibully itu memang biasanya penyandang disabilitas. Dia mempertanyakan apakah di kampus
kalian punya unit pelayanan disabilitas, dan kalian dilibatkan tidak dalam
program-program kampus oleh para dosen atau cuma jadi penonton saja, kemudian
terkait penelitian di kalangan mahasiswa Ledia juga menanyakan apakah
dikembangkan penelitian di kalangan mahasiswa itu atau tidak dan dapat atau
tidak kalian untuk mendapatkan penelitian itu atau harus ada campur tangan
dosen dulu. Ledia juga berkata mahasiwa adalah calon pemimpin masa depan jadi
adakah arahan untuk masuk bimbingan minat dan bakat untuk mengembangkan
potensi, dan juga mempertanyakan apakah kalian tahu bahwa ada tools untuk
menunjang kampus terhadap masa depan mahasiswa. [sumber]
Indikator Kinerja dan Kebijakan Akreditasi
12 Maret 2018 – Dalam RDPU Komisi 10 dengan Ketua Badan Akreditasi Nasional – Perguruan Tinggi dan Lembaga Akreditasi Mandiri – Perguruan Tinggi, Ledia menanyakan apakah penambahan anggaran untuk LAM sudah tercapai pada tahun 2017. Selain itu, Ledia juga menanyakan indikator kinerja perguruan tinggi. Ledia mengharapkan agar LAM dapat memiliki fokus yang sama dengan BAN – PT.
Mengenai akreditasi, Ledia menghimbau kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk menyertakan BAN-PT di dalam penentuan indikator akreditasi perguruan tinggi. [sumber]
Persiapan Asian Para Games
28 Mei 2018 – Rapat Kerja (RAKER) dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), INASGOC, dan INAPGOC. Ledia menyarankan agar promosi Asian Games dan Asian Para Games tidak dilakukan secara terpisah-pisah karena itu merupakan satu kesatuan. Ledia pun menyampaikan agar kesadaran masyarakat Indonesia ditingkatkan terhadap hadirnya Asian Para Games serta dilakukan pembicaraan khusus terhadap maskapai penerbangan agar atlet-atlet dapat kembali ke negaranya masing-masing karena dikhawatirkan akan memperpanjang waktunya di Indonesia dan harus mempersiapkan tempat tinggal serta fasilitas lainnya. Karena ini merupakan kesempatan yang baik untuk mensosialisasikannya terhadap pelajar Indonesia bahwa para difable memiliki kesempatan yang sama. [sumber]
Evaluasi Kinerja Tahun 2017
16 Januari 2018 – Rapat Komisi 10 dengan Mendikbud. Ledia tidak melihat amanat UU Disabilitas dilakukan Kemendikbud. Peraruran Kemendikbud target kurikulum SMP untuk tunarungu sama dengan SD kelas 1-3 dan untuk SMA sama dengan kelas 4-6 SD. Menurut Ledia kalau mereka mendapatkan pendidikan rendah seperti itu maka tidak adil untuk mereka padahal sekarang paradigma disabilitas sudah berubah dari charity base ke right base. Ledia menanyakan penyiapan guru-guru inklusi. Ledia mengingatkan bahwa bahasa isyarat juga diperhatikan agar tunawicara dan tunarungu dapat mengakses informasi. Di Cimahi ada percetakan buku brailer milik Kemensos. Ledia bertanya apakah buku ajar brailer tidak disiapkan oleh Kemendikbud. Ledia menanyakan program maestro masuk sekolah bagaimana mekanisme, evaluasi serta kemajuan yang akan dicapai. [sumber]
Penyesuaian RKA K/L 2018 sesuai dengan Hasil Pembahasan Banggar
19 Oktober 2017 – Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Arief Yahya selaku Menteri Pariwisata, Ledia mengapresiasi kemenangan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dalam menyajikan video pariwisata Indonesia. Ledia menyatakan bahwa Kemenpar harus dapat menjaga dan mengelola destinasi wisata Indonesia dengan baik sehingga tidak diambil alih oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Mengenai masalah lingkungan, Ledia menyoroti kebersihan toilet di daerah parisiwata, ia menyatakan bahwa meskipun lingkungan tersebut tradisional, tetapi kebersihan toilet juga harus menjadi perhatian. Terkait pilkada, Ledia mengharapkan agar setiap daerah dapat memiliki strategi yang sama dalam mengundang kedatangan turis ke daerah. [sumber]
Penyesuaian RKA K/L 2018 Berdasarkan Hasil Badan Anggaran
17 Oktober 2017 – Pada Rapat Kerja (raker) dengan Kepala Perpustakaan Nasional, Ledia mengingatkan kepada pembina perpustakaan seluruh Indonesia semestinya sudah dapat membina perpustakaan yang tidak memadai atau yang tidak memenuhi standard, ia pun menyarankan agar buku Braile lebih diperbanyak. Ledia pun memeinta penjelasan terkait kegiatan operasional dan non operasional [sumber]
16 Oktober 2017 – Rapat Komisi 10 dengan Mendikbud. Ledia menyampaikan saat ini sudah ada kebijakan sekolah inklusif sehingga harus ada peningkatan pelatihan untuk guru-guru agar betul-betul mengayomi anak-anak penyandang disabilitas. Ledia meminta Kemendikbud memberi perhatian utama untuk peningkatan keterampilan profesionalitas guru untuk sekolah inklusif. Ledia mengingatkan bagi SMK buku yang diperlukan yaitu buku yang mengikuti perkembangan dari bidang ilmu yang dipelajarinya. [sumber]
Pelanggaran Pidana pada Penelitian
27 September 2017 - Pada RDPU Pansus RUU IPTEK dengan Pakar, Ledia mengkritisi bahwa pada pasal 68 ayat (3) itu penjelasannya cukup panjang. Ledia menyampaikan, dalam sejarahnya, pemerintah tidak pernah buru-buru untuk menyelesaikan peraturan pemerintah. Ledia menjelaskan jika korporasi pidana hanya denda, jika korporasi lakukan pelanggaran by desain. Ledia mengindikasi untuk pasal 75, jangan-jangan kasusnya ada dari sekarang. Ledia mengemukakan bahwa ada rumah sakit di Indonesia ambil sampel darah Indonesia, tetapi ternyata diperiksa di Hongkong. Ledia mempertanyakan lazim atau tidak kita memberikan sanksi ke pemerintah, contoh jika ada yang tidak melakukan pembinaan. Ledia mengaku lelah, ketika sudah capek-capek untuk membuat Undang-Undang, tetapi tidak ada peraturan pemerintahnya. [sumber]
RKA K/L 2018
18 September 2017 - Ledia menanyakan kesiapan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI untuk menyambut Asian Para Games 2018 dan hal yang harus dilakukan untuk mempersiapkan Asian Para Games 2018 dalam waktu singkat. Ledia juga menanyakan mengenai terminologi dan grand design yang digunakan oleh Kemenpora RI dalam program kepemudaan sebab Ledia menilai bahwa outcome dari Pemuda Kader di Kemenpora RI kurang jelas serta Ledia menanyakan peran dari Kemenpora RI untuk pelopor start-up. Ledia menuturkan agar organisasi kepemudaan tidak hanya digunakan oleh pemuda Indonesia untuk dicantumkan dalam daftar riwayat hidup saja namun harus menjadi tempat untuk mengembangkan kemampuan diri. Terakhir, Ledia menanyakan pengawasan terhadap program manajemen kepemudaan dan pendapat Kemenpora RI mengenai bentuk dukungan yang harus diberikan kepada pemuda Indonesia. [sumber]
RKA K/L Tahun 2018 Kemendikbud
13 September 2017 - Pada Raker Komisi 10 dengan Mendikbud, Ledia menanyakan apakah ada kordinasi antara Kemendikbud dengan Kemenag terkait standar kompetensi guru. Terkait Perpres No. 87/2017, Ledia berpendapat intinya itu ada di pasal 5. Ledia berpendapat peningkatan kualitas guru juga harus ada di sekolah inklusi. Ledia berpendapat terkait penambahan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp50 ribu/siswa untuk sekolah inklusi, Ledia pikir ini tega sekali. Ledia juga menyampaikan bahwa tidak tampak adanya standar pelayanan minimum sebuah sekolah harus seperti apa. Ledia berpendapat harus ada roadmap untuk penempatan guru-guru nantinya seperti apa, karena guru memiliki spesifikasinya tersendiri. [sumber]
Pagu Anggaran per-Eselon 1 APBN-P 2017 Perpusnas RI
16 Agustus 2017 - Ledia menyampaikan bahwa ketika reses dirinya ke perpustakaan Pemkot Jayapura, ada beberapa hal yang harus diantisipasi bersama. Ledia mengatakan hal tersebut terkait dengan fasilitas buku digital dan komputer banyak yang tidak berfungsi. Ledia menyayangkan bahwa seharusnya barang elektronik di sana harusnya bisa dimanfaatkan tetapi hanya terbungkus oleh plastik dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Ledia berpendapat bahwa sebenarnya lebih bagus jika dibungkus plastik jadi tidak terkena debu. Ledia mengatakan bahwa budaya membaca kita masih sangat minim. Selain itu Ledia merisaukan dengan judul-judul yang ada di Perpustakaan, Ledia tidak mendapati adanya fasilitas untuk tuna netra. Ledia tidak lihat ada buku braille dan audiobooks yang seharusnya ada di Perpustakaan. Lanjut Ledia, ada penambahan pada E-resources dan E-book Ia menanyakan apa perbedaan kedua hal tersebut. Ledia berpendapat harus melihat efisiensi dari pengadaan E-book. Selanjutnya Ia mengumpamakan ketika Perpusnas sudah sukses menjalankan E-library maka hal tersebut akan menjadi sebuah kemajuan. Terakhir, Ledia menanykan apakah boleh namanya sama tetapi kegiatannya berbeda. [sumber]
Penyesuaian APBN-P t.a 2017 Hasil Pembahasan Banggar
21 Juli 2017 – Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi 10 dengan Mohamad Nasir selaku Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Ledia menanyakan sisa anggaran dalam pelayanan umum Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) akan digunakan untuk kegiatan apa. Ledia juga menanyakan bagaimana Kemenristekdikti memberlakukan beasiswa bidik misi pada siswa-siswa di seluruh sekolah Indonesia. Ledia mengharapkan agar Kemenristekdikti dapat memanfaatkan anggaran fungsi pendidikan dengan maksimal. [sumber]
21 Juli 2017 – Rapat Komisi 10 dengan Bekraf. Pihak Bekraf mengatakan akan lebih giat, Ledia menanyakan kemarin-kemarin kemana saja. Ia juga mempertanyakan grand design Bekraf karena programnya beririsan dengan 16 Kementerian/Lembaga (K/L) lain. Ledia bukan menolak namun mempertanyakan apa indikator Ambon sebagai kota musik. Ledia berharap agar serapan anggaran tahun ini lebih baik menurut Ledia serapan tahun lalu belum baik karena belum ada grand design. Ledia mengharapkan agar Bekraf tidak hanya memperhatikan salah satu profesi saja namun anime maker juga agar diperhatikan. Ledia meminta agar memberitahukan ke Komisi 10 kegiatan yang dilakukan berbagai kota untuk memperbesar envolving masyarakat. [sumber]
RKA K/L APBNP 2017
13 Juli 2017 - Pada Raker Komisi 10 dengan Menpora, Ledia mengatakan, perencanaan peningkatan sudah terencana dengan baik dan menanyakan mengenai usulan Menpora terkait penghargaan terhadap atlet dalam RAPBNP 2017. Ledia menuturkan bahwa dirinya setuju dengan Ibu Popong bahwa anggaran Rp54M untuk basket dunia lebih baik ditujukan untuk pembinaan atlet nasional. [sumber]
Pembahasan RKA K/L RUU APBN-P t.h 2017
10 Juli 2017 – Dalam Rapat Kerja Komisi 10 dengan Mohamad Nasir selaku Menteri Riset, Teknologi , dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Ledia menyatakan bahwa Menristekdikti harus mampu menentukan arah design pengembangan pendidikan dengan jelas. Menristekdikti perlu melakukan kajian terlebih dahulu dalam menetapkan sistem World Class Proffesor (WCP). Ledia meminta penjelasan Menristekdikti terkait fokus penghematan dana pendidikan tinggi yang akan diterapkan oleh Menristekdikti. Ledia juga meminta agar Menristekdikti dapat memaparkan program-pogram layanan umumnya dengan jelas. Ledia mengapresiasi efisiensi kinerja Kemenristekdikti, namun Ledia juga berharap agar Kemenristekdikti jangan sampai mengorbankan universitas. [sumber]
Uji Kelayakan dan Kepatutan - Calon Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji a.n. Prayudha M
26 April 2017 – Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi 8 dengan Calon Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) (http://bpkh.go.id/), Ledia menanyakan apakah Prayudha sudah mendalami Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 (http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_13.pdf) atau belum. Mengenai strategi penempatan dana berbasis syariah, BPKH itu nantinya tidak akan mengurusi fasilitasnya. Lalu Ledia
menanyakan bagaimana mengenai pengawasan dan mekanisme investasi yang akan dikontrol.
[https://chirpstory.com/li/355055]
Penelitian, Jurnal Ilmiah, Akreditasi, dan Sertifikasi
3 April 2017 – Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi 10 dengan Forum Rektor Indonesia dan Asosiasi Dosen Indonesia, Ledia mengatakan mengenai riset yang kemudian akan dimasukkan ke dalam jurnal, harus ada endorsing dari masing-masing asosiasi begitu pula dengan anggotanya serta dukungan dananya. Tentang world class university, Ledia berpandangan harus ada daya tarik tersendiri dari masing-masing universitas. Ledia juga menanyakan untuk dosen yang tidak lolos sertifikasi dosen, apakah dikurikulum ada minimal standar pencapaian atau tidak. [https://chirpstory.com/li/352339]
Pembahasan RKP dan RKA K/L 2018
13 Juni 2017 – Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi 10 dengan Muhadjir Effendy selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Ledia menceritakan pengalamanya ketika mengadakan kunjungan kerja di berbagai daerah, ia menyatakan masalah utama saat ini adalah masih kurangnya tenaga PNS pada sekolah-sekolah di daerah. Selain itu, banyaknya jumlah guru tidak tetap di sekolah juga menjadi kendala di bidang pendidikan. Ledia menilai bahwa banyak kepala sekolah di daerah yang tidak kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Ledia mengusulkan adanya revisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 157 tahun 2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus. Ledia menyatakan bahwa Pasal 9 ayat (1) Permendikbud tersebut perlu dikaji ulang, sebab dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa kurikulum tuna netra disetetarakan dengan kurikulum PAUD, seharusnya hal tersebut dapat dibedakan. Ledia juga mengusulkan agar adanya spesifikasi pembelajaran bahasa isyarat lintas budaya yang mengandung kearifan lokal. Program profesionalitas guru juga harus ditingkatkan dalam mendampingi murid penyandang disabilitas. [sumber]
14 Juni 2017 – Rapat Komisi dengan Bekraf. Ledia menyampaikan sebagai anggota dewan yang memiliki hak budgeting sebelum mengesahkan anggaran meminta grand desain Bekraf diselesaikan terlebih dahulu . [sumber]
Pembahasan RKP dan RKA-K/L Tahun 2018 Kemenpar
12 Juni 2017 – Pada Raker Komisi 10 dengan Menteri Pariwisata (https://id.wikipedia.org/wiki/Arief_Yahya), Ledia mengatakan di beberapa negara kesulitan menarik pajak yang penginapannya menggunakan digital. Ledia inging tahu seperti apa Roadmap Indonesia
untuk wisata halal dan apa saja langkah yang sudah dilakukan. Mengenai pengembangan SDM Ledia merasa perlu dikawal pembentukan-pembentukan S3 di Bandung. [https://chirpstory.com/li/359781]
Pembahasan Standar Nasional Perguruan Tinggi
31 Mei 2017 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 10 dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ledia bertanya apakah Kemenristekdikti memiliki peta penghubung antara perguruan tinggi dengan lingkungan sekitar. Ledia menyatakan bahwa Kemenristekdikti harus memiliki arah yang disepakati untuk kemajuan pendidikan. [sumber]
Persiapan Asian Games dan Asian Para Games 2018
29 Mei 2017 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 10 dengan Sesmenpora, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan Indonesia Asian Para Games 2018 Organizing Committee (INAPGOC), Ledia ingin mendoakan agar Kasatlak Prima dan Ketua INAPGOC tetap sehat dan berpesan agar jangan stres karena anggarannya tidak turun-turun. Jika anggarannya tidak juga turun, Ledia menanyakan apakah target perolehan medali juga akan turun lalu bagaimana pembinaannya. Khusus untuk INAPGOC, Ledia menilai sangat menyedihkan karena Indonesia sudah punya Undang-Undang tentang Bangunan Gedung
(http://www.sanitasi.net/undang-undang-no-28-tahun-2002-tentang-bangunan-gedung.html)
tetapi ketika hendak mengadakan Asian Para Games (https://asianparagames2018.id/en/)
infrastrukturnya tidak dapat diakses oleh para difabel. Ledia menitipkan Liaison Officer (LO)-nya harus yang paham terhadap penyandang disabilitias. [https://chirpstory.com/li/358183]
Hasil Pemeriksaan BPK RI 2016
29 Mei 2017 – Dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Ledia menuturkan bahwa usulan pemanfaatan dana untuk pembangunan GOR di daerah adalah bagian dari Nawacita dan seharusnya memiliki roadmap yang jelas terkait hal tersebut. Untuk menyambut pelaksanaan Asian Para Games 2018, Ledia menyampaikan bahwa akses untuk atlet dan penonton bagi disabilitas menjadi pekerjaan rumah yang harus benar-benar diselesaikan dengan baik. Ledia mengatakan harus ada penjelasan yang konkret dan detail terkait pemanfaatan tambahan belanja sebesar 20 Miliar. [sumber]
25 April 2017 – Rapat Komisi 10 dengan Menristekdikti. Ledia menyampaikan sejumlah hal mengenai manajemen asset semestinya ada di bawah kontrol Inspektorat Jenderal (Itjen) tidak harus menunggu laporan BPK untuk dievaluasi. [sumber]
Persiapan Partisipasi Kegiatan Keolahragaan dan Asian Games 2018
21 Maret 2017 - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 10 dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan INASGOC, Ledia menanyakan bagaimana sikap dan komitmen KOI dalam penyelenggaraan Asian Paragames yang akan segera tiba setelah Asian Games. Mengenai kesiapan training venue, Ledia berpendapat bahwa beberapa training venue yang ada tidak cocok untuk diterapkan pada beberapa daerah. Oleh sebab itu, Ledia berharap agar KOI dan INASGOC dapat lebih memperhatikan seluruh aspek persiapan kegiatan. [sumber]
Agenda Pembicaraan Pendahuluan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
13 Februari 2017 – Pada rapat kerja (raker) dengan Menteri Agama, Ledia mempertanyakan akan hal strategis yang telah dilakukan dan meminta penjelasan terkait penambahan haji di tahun 2017. Ledia mengingatkan perlunya memerhatikan uang jamaah yang telah digunakan. Ledia pun menegaskan agar tidak terlalu terburu-buru dalam penetapannya di sesuaikan strategi dengan pelayanan yang baik karena ini menyangkut ibadah. [sumber]
Pelayanan Kesehatan Haji
6 Februari 2018 – Rapat Komisi 8 atas dengan Kemenkes. Ledia mengucapkan terima kasih atas upaya dilakukan Kemenkes untuk meningkatkan layanan kesehatan jamaah haji.Pada UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh disebutkan tiap rombongan umroh harus memiliki tenaga kesehatan, Ledia menanyakan bagaimana mengkontrol ini dan apakah perlu dibuat Mou bila umroh akan dilepas ke swasta. Ledia mengatakan jika jamaah haji regular sudah memiliki rasio perhitungan tenaga kesehatan dengan jamaah maka bagaimana rasio jamaah umroh dengan tenaga kesehatannya. Ledia menanyakan apakah siskohat yang dibangun Kemenkes sudah tersambung dengan Kemenag. Ia juga bertanya idealnya pembinaan kesehatan untuk jamaah haji berapa tahun sebelum keberangkatan. [sumber]
Laporan Keuangan Haji 2016
31 Januari 2017 - Pada RDP Komisi 8 dengan Dirjen PHU, Ledia menyampaikan di halaman 6 yang berkaitan dengan hutang BPIH jamaah haji, pembayaran sebelum dan sesudah haji. Ledia merasa penasaran juga bagaimanakah bagi hasilnya. Terkait di lembar jawaban, di halaman 7 soal rekonsiliasi data, tentang jamaah yang waiting list, jamaah yang tidak mempunyai data lengkap tetapi ada di Siskohat, Ledia menanyakan apakah hal ini terbayang di Dirjen PHU, karena ada kejadian sudah menunggu 10 tahun, tetapi tiba-tiba namanya hilang. Belum lagi ada jamaah haji yang belum ada di Sistem Koputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), tetapi sudah berangkat haji, Ledia berpendapat bahwa hal ini seram dan tak terpikirkan. Terkait di jawaban di halaman 10, yang terkait dengan belanja narkoba, bahwa artinya komunikasi dengan pihak Saudi sangat minim, Ledia juga berpendapat jangan mentang-mentang ada uangnya, maka main dipakai saja, yang artinya uang jamaah yang belum berangkat, belum ada disana. Ledia masih meberikan catatan, yakni membincangkan tentang pendapatan nilai manfaat, jangan sampai memakai indirect cost orang-orang yang belum berangkat, maka Ledia meminta untuk dikaji lebih dalam tentang penggunaan indirect cost untuk lebih baik lagi. Ledia menanyakan untuk ke laporan keuangan tentang honor pengelola keuangan, siapa yang dimaksud dengan pengelola keuangan itu. Ledia menanyakan juga terkait aset haji itu menjadi bagian catatan ke laporan keuangan, maka bagaimana cara untuk mengelolanya. Ledia berpendapat bahwa harusnya menggunakan waktu Hijriyah agar cut off tidak mundur, maka hal ini hendaknya didiskusikan dengan BPK. [sumber]
18 Januari 2017 – Rapat Komisi 8 dengan Dirjen PHU Kemenag. Ledia menanyakan berapa pendapatan operasional dan yang harus kita bayar ke pemerintah Arab Saudi.[sumber]
Evaluasi APBN 2016 dan Pembahasan Isu Aktual
30 Januari 2017 – Rapat Komisi 8 dengan Kemenag.
Ledia menanyakan apa tanggung jawab Kemenag dalam hal impelentasi jaminan produk halal dan mengapa serapan anggaran di Dirjen Bimas Kristen bisa melebihi 100%. Pada saat melakukan kunjangan kerja ia tidak pernah dapat data detail tentang penyuluh agama. Ledia menyampaikan Indonesia saat ini darurat pornografi dan menanyakan apa kerja gugus tugas anti pornografi. Ledia mengingatkan jika anak masih melakukan bully ke orang lain bagaimana kita dapat bicara toleransi.
Terkait permasalahan radikalisme atau terorisme, Ledia mengatakan bahwa agama tidak mendorong untuk melakukan itu. Ledia menanyakan mengapa yang dikumpulkan hanya pemimpin tinggi perguruan tinggi Islam saja, menurutnya hal itu dapat menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa radikalisme ada di perguruan tinggi Islam.
Terkait UU Disabilitas, ia melihat sampai sekarang belum program dan anggaran di Kemenag untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas seperti perlunya audio book untuk tunanetra dan Al-Quran braile. Ledia menyampaikan bahwa yang perlu dilakukan standarisasi pelayanan disabilitas dibandingkan khatib. Ia meminta semua Dirjen Bimas di Kemenag harus punya perhatian ke disabilitas.
[sumber]
24 Januari 2017 – Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ledia berterimakasih atas penejelasan BNPB yang kompherensif atas evaluasi APBN 2016. Ledia meminta agar BNPB dapat memberi informasi terkait kerja sama internasional penanggulangan bencana. Ledia juga meminta agar BNPB dapat merekrut pegawai yag benar-benar mempunya kemampuan yang kompeten. Mengenai anggaran, Ledia menilai bahwa serapan angaran BNPB sebesar 93 persen merupakan suatu hal yang bagus. [sumber]
Evaluasi APBN 2016 dan Isu Aktual - KemenPPPA
19 Januari 2017 – Pada Raker Komisi 8 dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PP-PA) (https://kemenpppa.go.id/), Ledia mengatakan bahwa dirinya ketika membaca laporan dari Kementerian PP-PA langsung sakit kepala karena evaluasi APBN 2016 tidak terlihat jelas. Ledia juga mengatakan seharusnya evaluasi APBN itu harus detail. Lalu, Ledia menanyakan bagaimana Deputi Perlindungan Anak melakukan program dan berapa yang tercapai serta tidak tercapai. Selanjutnya menurut Ledia Birokrasi yang ada di Kementerian PP-PA tidak dapat dilakukan seperti ini berulang kali, untuk itu harus ada perbaikan secepatnya. Terkait program Akhiri Tindak Perdagangan Orang, Ia berpandangan juga harus jelas datanya. Ledia mengatakan bahwa Komisi 8 ragu untuk memperjuangkan anggaran dan program dari Kementerian PP-PA karena feedback-nya tidak ada. [https://chirpstory.com/li/344282]
Badan Pengelola Keuangan Haji dan Pendidikan Islam
17 Januari 2017 - Ledia menanyakan apakah ada bimbingan terhadap masyarakat non Islam kemudian menekankan bahwa rapat tidak hanya membahas madrasah. Kalau Komisi 8 cek bersama ke kantor Kemenag Kabupaten/Kota uangnya berhenti di bulan Oktober dikarenakan uangnya sudah habis. Ledia menanyakan apakah kesalahan-kesalahan hitung yang terjadi berada di awal. Menurutnya pemerintah harus hitung secara jelas tunjangan guru dan inpassing-nya berapa. Ledia mengusulkan terkait usulan re-focusing, Pemerintah harus fokus dengan program prioritas saja, Biro Perencanaan harus ketat kerjanya. Ia juga menyarankan konteks pengelolaan keuangan haji jangan sampai menabrak peraturan Kemenag seputar haji. Selain itu Ledia juga mengusulkan perbincangan pengelolaan haji yang tepat dan benar agar pelaksanaannya bisa lebih baik. [sumber]
Laporan Keuangan dan Pelaksanaan Haji 2016
16 Januari 2017 – Dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Agama (Kemenag) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Eselon I Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Ledia meminta agar Kemenag dapat memfokuskan efektivitas penempatan jamaah di haji dan umroh di Mina. Ledia juga meminta agar Kemenag dapat mengurus dokumen keberangkatan jamaah dari awal keberangkatan sampai dengan kembali ke Indonesia. Terkait jumlah kuota, Ledia menanyakan apakah Kemenag membuat kebijakan baru untuk menambah kuota jamaah lansia pada pelaksanaan ibadah haji dan umroh. Ledia juga menanyakan berapa jumlah petugas transportasi yang ideal. Terakhir, Ledia meminta agar Kemenhub dapat memberi penjelasan terkait selisih data jumlah jamaah haji regular dan jamaah haji ONH plus. [sumber]
Kasus Penyelenggaraan Ibadah Umrah
12 Januari 2017 - Menurut Ledia, jamaah memilih pesawat charter bukan pesawat reguler karena harganya lebih murah. Selain IATA menaikkan bank garansi yang memberikan kesulitan pada pembelian tiket reguler, ada juga agen yang memonopoli penjualan tiket ke pihak travel. Alhasil tiket harga reguler susah didapatkan karena ada permainan dari agennya. Sementara izin travel ada di Kementerian Pariwisata yang masuk dalam kategori pariwisata khusus. Izin budget airline terbang ke Jeddah itu sudah habis tapi masih saja terbangkan jamaah. Ini permasalahannya dimana agen-agen travel tidak menyebutkan pesawat apa yang akan digunakan karena belum tentu pesawat tersebut bisa masuk Jeddah atau tidak.
Ledia dorong Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) dan staf-stafnya untuk mendetil sampai pada hal-hal terkait perizinan airline ini. Kita harus lebih cermat, bukan hanya maskapai milik negara lain tapi juga maskapai negeri sendiri. Ledia mengingatkan Dirjen PHU jangan berikan peringatan saja dalam memberikan sanksi kepada pihak travel yang nakal. Ledia menilai sampai sekarang banyak kasus penipuan belum terselesaikan karena sanksinya hanya terbatas proses pengumpulan identitas saja. Ledia minta verifikasi ke Dirjen PHU dari Oktober 2014 sampai dengan sekarang sudah berapa PPIU yang diberikan sanksi. [sumber]
Pendalaman RKA K/L 2016
5 Oktober 2015 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Dirjen Rehabilitasi Sosial, Dirjen Pemberdayaan Sosial, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Sosial (Irjen Kemensos), Ledia menanyakan berapa alokasi anggaran untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kobe. Ledia menilai bahwa saat ini masih terdapat kesenjangan honor antara pegawai biasa dan pegawai disabilitas yang bekerja di Kemensos. Ledia berharap agar Kemensos dapat segera mengatasi kesenjangan tersebut. [sumber]
Realisasi APBN 2015 - Baznas, BWI, dan BPPMI
4 Oktober 2016 - Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi 8 dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI), kepada BPPMI, Ledia mengatakan bahwa Masjid Istiqlal adalah ikon di Indonesia sehingga pemeliharaannya membutuhkan kekhususan. Ledia mengusulkan dana dari Komisi 8 DPR-RI, tetapi dari infaq dan sodaqoh juga perlu dioptimalkan, contohnya dengan mengoptimalkan ruang-ruang di Istiqlal yang nanti ada dana bagi hasil. Ledia merasa tidak nyaman mendengar Istiqlal tidak mendapat dana dari pemerintah. Kepada BWI, Ledia mengatakan di badan wakaf tidak ada hak amilnya. Ledia menanyakan mengapa Baznas tidak digabung saja dengan BWI. Jika dua badan ini bergabung nanti akan lebih maksimal data dan dananya. Ledia mengatakan hal ini menjadi satu hal yang harus dipikirkan untuk mengefisienkan. Ledia mengatakan akte wakaf banyak yang disimpan di KUA, banyak yang masih di langit-langit KUA. Jika terjadi sengketa dikhawatirkan akte-akte wakaf tersebut dapat hilang. Ledia menilai potensi zakat Indonesia luar biasa, namun banyak yang belum optimal. Di perusahaan-perusahaan sudah banyak yg membuat lembaga zakat sendiri. Jika masing-masing punya segmen muzakki yang berkembang dengan luar biasa, mereka dapat diwajibkan membuat laporan. Menurut Ledia, akan menjadi keuntungan untuk Baznas. Ledia berharap Baznas mempunyaj program mengentaskan kemiskinan yang datanya bisa diambil. Pemerintah hanya mengambil data yang terendah, Leida berharap Baznas juga ikut. Pemerintah hanya memberdayakan 11 persen. Ledia berharap Baznas bisa memberdayakan sekitar 25 persennya. Ledia berharap bisa bersama-sama mengembangkan desainnya dengan bekerja sama dengan ormas lainnya. [sumber]
Pendalaman Lanjutan RKA K/L Tahun 2017 dan UIII – Dirjen Pendis
28 September 2016 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (https://kemenag.go.id/), Ledia mengatakan ketika berbicara bobot, maka harus ditingkatkan kualitas pesantrennya terutama untuk dosen dan gurunya karena
kompetensi ustadz di pesantren tidak nampak. Ledia juga berpandangan berkaitan dengan penelitian yang bermutu harusnya tidak dianggarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis). Ia kemudian menanyakan ketika melakukan pengarahan, apakah kebijakannya
satu provinsi satu atau seperti apa. Mengenai desain madrasah, Ledia menanyakan, apakah ada bangunan yang membahayakan siswa karena masih ada yang belum selesai. Ledia juga mengatakan bahwa kecenderungan masyarakat pada Ditjen Pendis cukup tinggi. Mengenai E-journal, Ledia merasa harusnya dilakukan oleh universitas tetapi penggunanya bisa dilakukan bersama. Selanjutnya Ledia menanyakan apakah pada tahun 2017, hanya satu pemilihan Rektor Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Berkaitan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Ledia menyatakan bahwa untuk satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU), tentu fungsinya sebagai pemasukan bukan pengeluaran dan untuk Pinjaman Hibah dan Luar Negeri (PHLN) di Sumatera Utara untuk pembangunan gedung Rp30 Miliar sedangkan PNBP-nya Rp49 Miliar itu berarti ada lebihnya. Ia juga mengkritisi PHLN di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) lebih banyak pada start-up workshop yang harusnya dapat lebih mendalam. Mengenai Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Insan Cendekia (IC), Ledia sepakat menjadi sangat penting dan Komisi 8 perlu mengetahui evaluasinya. Ledia juga menanyakan kenapa cenderung membuat yang baru daripada mengembangkan yang sudah ada seraya mengingatkan bahwa presiden saja melarang pembentukan badan baru. Untuk itu Ia berpendangan akan lebih baik kalau kita meng-endorse
yang ada, kalau mau bicara internasional, cukup saja hadirkan dosen dari luar negeri dalam suatu pertemuan. Terkait anggaran pembangunan Universitas Islam Indonesia Internasional (UIII) Ledia menyarankan untuk tidak mengambil dari Kemenag . Ledia lebih suka jika kita membesarkan IAIN yang ada dan tidak perlu menjadikannya sebagai UIN. Kesimpulannya, Ledia tidak setuju adanya UIII dan meminta untuk tidak ikut-ikutan seperti Malaysia melainkan urus dan bangun saja IAIN yang ada. [https://chirpstory.com/li/330731]
RKA K/L 2017
27 September 2016 - Pada Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Ledia mengatakan, saat ini sedang terjadi bencana dan menurutnya, tahap rekonsiliasi memerlukan proses panjang untuk evakuasi korban. Selanjutnya, Ledia menanyakan mekanisme di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam menangani bencana dan keberadaan relawan untuk membantu kerja BNPB. Mengenai perlindungan anak, Ledia mengatakan bahwa tidak ada perlindungan bagi anak ‘spesial’ di bidang pendidikan dan tidak ada pula keseimbangan di bidang pendidikan. Mengenai sosialisasi kota anak, Ledia menuturkan perlu ada prospek yang jelas dan belum adanya kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI dengan lembaga lainnya. Ledia menyarankan agar pembangunan sekolah tidak di daerah rawan bencana agar ketika bencana terjadi, proses kegiatan belajar mengajar tidak terhenti lama. [sumber]
1 September 2016 – Rapat Komisi 9 dengan Menteri Sosial. Ledia menanyakan apakah Kemensos menerima dana hibah dari luar negeri. Ledia menyampaikan data BPS banyak yang tumpang tindih. Ledia mengingatkan agar verivikasi dan validasi (verivali) tidak boleh mepet. Setiap ada kelahiran dan kematian harus dilaporkan kelurahan serta perkerja social di Kemensos belum dirapihkan terminologonya sehingga bisa menimbulkan kecemburuan sosial.
Ledia menyatakan bahwa Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) tidak hanya yang trauma karena kekerasan sehingga perlu dipikirkan lebih lanjut rehabilitasinya. Ia juga menyampaikan PKH awalnya berbentuk non tunai maka proses kontrolnya. [sumber]
Permasalahan Haji 2016
29 Agustus 2016 – Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi 8 dengan Lukman Hakim selaku Menteri Agama, Ledia mengharapkan agar perubahan sistem di dalam Kemenag tidak memunculkan persoalan yang baru. Ledia mengusulkan agar Kementerian Agama (Kemenag) harus memperketat sistem pengawasannya untuk mencegah terjadinya praktik-praktik kecurangan pada jasa tour dan travel haji. Ledia juga mengusulkan agar Kemenag dapat melakukan sosialisasi pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) terkait pembiayaan. Hal ini diperlukan untuk memahami kondisi jamaah. Ledia menginginkan agar seluruh pihak terkait dapat mengantisipasi hal-hal buruk terkait pelaksanaan regulasi haji di Indonesia. [sumber]
RAPBN-P 2017 Kementerian Agama RI
1 Agustus 2016 - Dalam Rapat Kerja Komisi 8 dengan Menteri Agama RI, Ledia menuturkan bahwa dirinya tidak melihat program atau kegiatan penyusunan UU. Untuk dirjen bimas Islam, Ledia berharap ada kepastian anggaran untuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan terkait sosialisasi halal, sudah harus dipisahkan antara regulator dan operator. Ledia menanyakan keberadaan alokasi anggaran untuk pembangunan gedung Kementerian Agama RI di daerah. Terkait Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Ledia menyarankan agar honor dan operasionalnya perlu dicermati lebih dalam dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk fisik bukan maintenance. Mengenai persoalan embarkasi mendapatkan SBSN (perihal haji dan umroh), Ledia menuturkan untuk tidak diberhentikan hingga menjadi BLU. Selanjutnya, Ledia menyampaikan seharusnya pembangunan dapat dilakukan bila persoalan tanah segera selesai. Ledia menyampaikan perlu disampaikan mengenai distribusi bantuan dan sebaiknya Menteri Agama RI melakukan pembicaraan dengan Menteri Sosial mengenai pencetakan Al-quran dengan huruf braille sebab kitab suci dan literatur keagamaan adalah hak bagi disabilitas. Ledia menuturkan bahwa tugas dan izin belajar bagi PTA (Perguruan Tinggi Agama) tidak realitis dan perlu adanya evaluasi terkait hal tersebut. Mengenai intensif dan honor penghulu dan Petugas Pembantu Pencatat Nikah (P3N), Ledia mengatakan harus mempelajari lebih lanjut tentang mekanisme pengembalian PNBP-nya. Ledia menyatakan, harus ada sebuah terobosan baru yang dilakukan oleh Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Ledia mengatakan masalah yang dihadapi adalah mengenai publikasi hasil penelitian dan Ledia menyarankan, hal tersebut dapat disiasati dengan penggunaan e-book yang hemat biaya. Terkait paspor haji, Ledia menuturkan agar paspor haji dibuat lebih rapi sebab paspor Indonesia kurang baik di seluruh dunia. Ledia mengatakan, ini adalah pelajaran besar bagi Kemenag RI bahwa identitas diri sangat penting. Terakhir, Ledia menuturkan bahwa Kemenag RI harus sangat cermat terkait paspor jamaah haji karena dikhawatirkan akan ada tuduhan-tuduhan dari pihak imigrasi. [sumber]
Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2016
21 Juli 2016 - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Ledia meminta agar PHU dapat lebih meningkatkan pengamanan jamaah haji dan umrah wanita. Ledia menyampaikan laporan yang ia dapatkan terkait jamaah haji lansia, ia menyatakan bahwa PHU harus berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) untuk dapat memprioritaskan jamaah lansia. Ledia juga meminta agar PHU dapat mencermati beberapa sistem perbankan untuk pembiayaan haji dan umrah. [sumber]
RKA K/L 2017 Badan Nasional Penanggulangan Bencana
21 Juni 2016 – Ledia menuturkan dirinya ingin mengetahui tentang perkembangan kebijakan strategis pada 2015 dan 2016 sebab di penjelasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tidak dipaparkan mengenai hal tersebut. Ledia mengatakan bahwa ada ketidak seimbangan dengan perkiraan dan peta resiko serta harus ada desa yang menjadi fokus utama dan dinyatakan sebagai desa tangguh bencana karena tidak bisa selalu bergantung pada TNI. Ledia menuturkan, untuk tidak menghabiskan anggaran hanya untuk desa yang bukan sebagai desa tangguh bencana. Menurut Ledia, perlu ditunjuk pemimpin di beberapa desa dan pemulihan sosial dapat bekerja sama dengan Kementerian Sosial RI dan anggaran seharusnya tidak mengalami penurunan karena bila terlalu lama ditangani maka akan menimbulkan bahaya. Ledia menyampaikan bahwa harus ada arahan yang sama antara pagu indikatif 2017 dengan pelaksanaan di lapangan dan kebijakan strategis strategis sesuai implementasi di lapangan. Ledia menuturkan, Komisi 8 DPR RI perlu mengetahui strategi trilateral antara Kementerian PPN/Bappenas RI, Kementerian Keuangan RI dan BNPB. [sumber]
Pendahuluan RAPBN 2017, Evaluasi APBN 2016, dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK
15 Juni 2016 – Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi 8 dengan Lukman Hakim selaku Menteri Agama, Ledia beranggapan bahwa banyak kinerja Kementerian Agama (Kemenag) yang tidak sesuai dengan target yang ditetapkan, ia menilai hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah. Ledia juga menilai bahwa ada yang hal dilupakan Kemenag dari prioritas sarana pencatatan nikah. Ledia meminta Kemenag untuk menjabarkan operasional Kantor Urusan Agama (KUA). Mengenai tunjangan profesi guru, Ledia juga meminta agar Kemenag segera melakukan sertifikasi. Ledia menyatakan jangan sampai Pemerintah tidak memenuhi hak-hak guru sebagai tenaga pendidik di Indonesia. Terkait pendidikan karakter, Ledia juga menilai bahwa ia belum melihat sasaran dan indikator yang tepat dari Kemenag. Ledia menginginkan agar Kemenag sebagai lembaga pemerintah dapat menangani permasalahan moral masyarakat dengan baik. [sumber]
Anggaran Kementerian Sosial
14 Juni 2016 - Menekankan pada masyarakat disabilitas, Ledia meminta Kementerian Sosial untuk memberikan penerjemah pada acara TV dan pelatihan yang baik untuk mengimplementasikan UU No. 8 tentang disabilitas. Selain itu, ia juga menginginkan adanya regulasi BPJS untuk daerah. [sumber]
Evaluasi Kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak
13 Juni 2016 - Ledia mengapresiasi karena pemaparan lebih detail meskipun belum lengkap, tetapi lebih baik dari sebelumnya. Ledia mengatakan bahwa perlu dilihat mana program yang jadi proritas agar tahu proporsi anggarannya. Menurutnya, sosialisasi kepada aparat itu hanya 500 orang dan harusnya ditingkatkan. Ledia berpendapat bahwa advokasi kepada DPRD dan forum Kepala daerah tidak hanya tentang anak, tetapi juga perempuan. Ledia juga mengatakan bahwa bayi-bayi yang di bawah usia 10 bulan tidak boleh terpapar dengan susu formula, tetapi puskemas-puskemas ramah anak justru disponsori oleh perusahaan susu formula. Menurutnya pelayanan ramah anak perlu berhati-hati dan seharusnya pelatihan calon mental bagi Tenaga Kerja Indonesia itu ditiadakan. [sumber]
Anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
13 Juni 2016 - Ledia menanyakan konsistensi dalam membangun sistem logistik di enam pulau. Namun, diusulan murni 6 gudang yg sistemnya belum ada dan di dalam halaman 14 disebutkan anggarannya sebesar Rp.6,5 Triliun. Ia menlanjutkan dalam kebutuhan anggaran tambahan cadangan-cadangan, usulannya ada membangun 6 gudang tapi sistemnya belum ada. Ledia mengaku tidak senang jika ada orang lain senang serapan anggaran BNPB 2016 ada yang mengkhawatirkan. [sumber]
RAPBN-P 2016 Kementerian PP-PA
8 Juni 2016 - Dalam Rapat kerja (Raker) Komisi 8 dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PP-PA), Yohana Susana Yembise, Ledia dan Komisi 8 sudah mengingatkan Menteri PP-PA mendeskripsikan teknis dan rincian program yang telah dilaksanakan dalam peta anggaran, bukan mendeskripsikan bobot besaran anggaran dana yang dibutuhkan Menteri PP-PA. Ledia juga menyoroti dan mempertanyakan alasan pengurangan anggaran Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian PP-PA. Menurut Ledia, sebaiknya Kementerian PP-PA mengkhawatirkan tidak efektifnya Perppu tentang kekerasan seksual terhadap anak karena pemberatan hukum tidak pernah mencapai titik maksimalnya. [sumber]
RKA K/L dan RAPBN-P 2016 – Kemensos
8 Juni 2016 – Dalam Rapat Kerja (raker) Komisi 8 dengan Mensos, Ledia menilai pemerintah tidak konsisten dan telah berlaku tega dengan memotong dana penerima bantuan iuran sekitar 90 juta rupiah dengan satu tahun sekali memverifikasi data. Selain itu, pemotongan tersebut dari rehabilitasi sosial asistensi lanjut usia yang hanya 300 ribu rupiah dan masih dikurangi. Ia juga menambahkan, bila pemerintah benar menyatakan darurat narkoba seharusanya Institutsi
Penerima Wajib Lapor (IPWL) tidak dikurangi.
Ledia juga memandang agak sulit bekerja sama dengan BNN karena BNN memiliki tupoksi yang berbeda dengan Kemensos. Masih mengenai pemotongan anggaran, Ledia menambahkan bahwa pendamping PKH 7 bulan dan dibayar 4 bulan kemudian masih mengalami pemotongan adalah hal yang kejam. Menurutnya, kemandirian fakir miskin adalah upaya agar meraka tidak merongrong pemerintah untuk men-transfer atau memberi dana secara cash. Ledia menyatakan bahwa 7 program yang dipaparkan Kemensos menunjukkan bahwa anggaran ini tidak patut dipotong meskipun ada catatan BPK mengalami disclaimer. Ia juga yakin bahwa Komisi 8
memiliki kewenangan agar pemotongan anggaran tidak terjadi dan akan mengupayakannya dengan tidak berpasrah diri. Selain itu, Lediamengingatkan bahwa Komisi 8 memiliki banyak anggota Banggar dan banyak yang mau berjuang, kecuali Mensos pasrah dengan keadaan. Ia
kemudian mengusulkan agar mengurangi program yang bisa dikurangi bukan dengan memotong anggaran karena jika pemotongan tersebut terjadi maka tahun 2017 akan menjadi lebih berat. [https://chirpstory.com/li/318610]
Permasalahan Kekerasan dan Pelecahan Seksual pada Anak dan Perempuan
30 Mei 2016 – Rapat Komisi 8 dengan Mensos, MenPP-PA, Polri, dan KPAI. Ledia mengatakan ada yang padanya bahwa untuk melakukan hukuman kebiri memerlukan anggaran sedangkan kalau mau yang simple yaitu pidana mati. Ledia mengharapkan sosialisasi yang dilakukan KemenPPPA massif dan bisa bekerja sama dengan Polri serta KPAI. Ledia menanyakan apa kesulitan Polri menangani kasus kekerasan anak serta bagaimana perspektif perlindungan anak dari Polri terhadap kekerasan anak itu seperti apa serta mengapa Polisi Wanita (Polwan) lebih banyak masuk ke manajemen lalu lintas bukan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). [sumber]
Persiapan Pelaksanaan Haji
21 Mei 2016 – Rapat Komisi 8 dengan Menag dan Dubes RI untuk Arab Saudi. Ledia menanyakan terkait orang Indonesia yang berhaji tidak menggunakan visa haji dari Arab Saudi karena bila terjadi
masalah pihak KBRI disana yang berdampak. Ledia juga menanyakan terkait siskohat dan pemondakan. Ledia berharap sarannya diperhatikan tidak hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. [sumber]
Laporan Keuangan 2015 - Dirjen PHU Kemenag
25 April 2016 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Dirjen Penyelenggara Umroh Kementerian Agama, Ledia mengatakan terdapat perbedaan jumlah uang setoran awal antara Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) dengan Bank Penerima Setoran (BPS). Menurut hasil
pemeriksaan ikhwal pada semester awal, masih ada kekurangan dalam pelaksanaan ibadah haji. Sistem monitoring khusus tidak ada yang valid dan Ledia berharap dalam rapat ini mendapatkan penjelasan dari permasalahan tersebut. [https://chirpstory.com/li/313355]
Laporan Keuangan Ibadah Haji 2015
18 April 2016 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), Ledia mempertanyakan mekanisme dalam penemuan deposit dalam mata uang serta perlu kah dianggarkan anggaran itu kepada DPR , ia pun mempertanyakan peraturan pengrealokasian dana tidak terpakai. [sumber]
Evaluasi APBN 2015 dan Isu-Isu Aktual - BNPB
1 Maret 2016 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (https://bnpb.go.id/) Ledia menanyakan bagaimana cara
evaluasi daerah yang harus disegerakan dalam rehabilitasi rekonstruksi paska bencana. [http://chirpstory.com/li/306071]
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK
17 Februari 2016 – Rapat Komisi 8 dengan Menteri Agama. Ledia menanyakan apa yang menjadi penyebab serapan fungsi layanan umum di Kemenag hanya 74% . Menurutnya serapan anggaran 74% itu bukan suatu efiesiensi anggaran dan mempertanyakan proses perencanaan anggarannya. Ia juga bertanya Kemenag menyelesaikan masalah PNBP di KUA yang luas wilayahnya berbeda-beda. Ledia menyarankan Dirjen Pendidikan Islam dan Dirjen Bina Masyarakat untuk memasukan program pendidikan seksual berbasis agama. Ledia menyampaikan bahwa semua agama tidak menyetujui LGBT dan penyebab permasalahan sosial LGBT disebabkan salah satunya karena pornografi dan kerusakan aibat pornografi lebih parah daripada heroin. Saat ini kalau kita pergi ke Tanah Abang bisa ditemukan DVD pornografi dengan sangat mudahnya. Ledia mempersilakan
agar program2 gugus kerja pornografi masuk dalam APBN-P 2016. [sumber]
Evaluasi Kinerja Badan Amil Zakat Nasional dan Badan Wakaf Indonesia
19 Januari 2016 – Pada RDP Komisi 8 dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan BWI, Ledia mengatakan tujuan zakat adalah memandirikan dari mustahik menjadi muzzaki. Ledia mengapresiasi bahwa Baznas sudah produktif. Ledia mengusulkan, perlu adanya pilot project supaya Baznas berjalan efektif dan tidak terjadi tumpang tindih. Untuk Badan Wakaf Indonesia (BWI), Ledia menuturkan ada potensi konflik yang belum diselesaikan. Ledia mengusulkan, divisi humas BWI menggunakan media yang tidak menghabiskan dana untuk dana wakaf. Ledia mengatakan wakaf berada di Kantor Urusan Agama (KUA) dan KUA saat ini berada dalam kondisi buruk. Ledia menuturkan, ini adalah persoalan penting dan harus segera diselesaikan. [sumber]
Panja Biaya Haji
18 Januari 2016 – Rapat Komisi 8 dengan Menteri Agama.Terkait adanya program percepatan pemberangkatan haji bagi jamaah berusia di atas 75 tahun mohon agar Kemenag mensosialisasikan ini. Ledia menanyakan bagaimana mekanisme pergantian paspor serta biaya indirect cost itu digunakan untuk yang mana. Terkait Bis Shalawatm Ledia bertanya mana yang disediakan Pemerintah Indonesia dan mana yang dari Kerajaan Arab Saudi. Ledia memiliki catatan bakal terjadi potensi wakaf yang disimpan di Kantor Urusan Agama. Ledia meminta Kemenag untuk memperhatikan ketahanan keluarga karena ini memiliki implikasi luas bagi anak-anak. Menurut Ledia selama ini Kemenag hanya memberikan penghargaan keluarga sakinah tanpa ada pembinaan. [sumber]
Panja Haji
23 September 2015 – Rapat Komisi 8 dengan Bank Syariah. Ledia menanyakan bagaimana imbal hasil yang adil untuk jamaah yang antri lama dan sebentar. Ledia menyampaikan bahwa seharusnya jamaah yang menunggu lama imbalannya lebih besar serta jamaah lebih menguntungkan apabila imbal hasil disimpan dlm USD, Real, Rupiah. Ledia juga bertanya apabila dia awal mendaftar ke BNI kemudian ke Bank Mandiri apakah bisa dilacak. Ledia meminta ke pihak
bank menjelaskan ke jamaah tentang virtual account. Ia juga bertanya apakah siskohaj di bank dan Kemenag tersambung serta apabila ada orang menabung Rp200.000 per hari kemudian terkumpul Rp25 Juta apakah langsung otomatis masuk ke dana haji atau harus konfirmasi dahulu. [sumber]
Laporan Keuangan Tahun 2014 dan Rencana Anggaran Tahun 2016
9 September 2015 – Rapat Komisi 8 dengan Menag. Ledia menilai Kemenag gagal membina SDM dan persoalan keuangan tidak ditangani orang yang kompeten. Ledia menemukan Rp26 Miliar uang jamaah salah ketik serta antara jumlah dengan rincian selisihnya Rp1 Triliun. Ledia mengingatkan bahwa menyalurkan wakaf produktif itu bukan tugas Kemenag. Ledia menyampaikan ada kasus PNS yang dipecat di Kanwil Jatim. [sumber]
Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota Pengarah Penanggulangan Bencana BNPB - a.n. Amirin Hasan, Sarwidi, Hardianto Wardjaman
3 Desember 2015 – Dalam Fit and Proper Test Calon Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan saudara Amirin Hasan, saudara Sarwidi, dan saudara Hardianto Wardjaman, Ledia menanyakan apa motivasi para calon anggota untuk menjadi anggota pengarah BNPB. [sumber]
Uji Kelayakan dan Kepatutan – Calon Anggot Pengarah Penanggulangan Bencana BNPB dari Unsur Masyarakat Profesional
30 November 2015 – Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi 8 dengan Calon Anggota Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana BNPB dari Unsur Masyarakat Profesional, Ledia selaku pemimpin rapat berpendapat bahwa fungsi-fungsi unsur pengarah dan bagaimana pola komunikasinya harus diperjelas. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada pansel yang sudah melakukan seleksi dengan ketat. Ledia berpendapat bahwa bidang-bidang yang kosong dapat di-cover oleh bidang lain dan berharap semoga 18 orang yang terpilih merupakan orang yang tepat serta diharapkan ada kemampuan kerja sama dan adaptasi seraya mengumumkan besok Komisi 8 akan mengadakan uji kelayakan dan kepatutan. [sumber]
Koordinasi BNPB
30 November 2015 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Anggota Unsur Pengarah Bencana Perode 2009-2014, Ledia mengharapkan agar Indonesia bisa seperti New Zaeland dalam hal penanggulangan bencana. Ledia menanyakan apakah ada kajian regulasi terkait usaha preventif dalam melakukan penanggulangan bencana. [sumber]
Persoalan Pasar Cihargeulis
7 November 2015 - (SuaraJakarta) - BANDUNG – Anggota DPR RI dari dapil Jawa Barat I Ledia Hanifa kemarin, Sabtu (7/11) melakukan reses dalam rangka menyerap aspirasi dari konstitutennya di Kota Bandung.
Reses Ledia kali ini dilakukan dengan mengunjungi Pasar Cihargeulis, Jalan Surapati, Bandung, dengan tujuan untuk melihat tata kelola yang lebih komprehensif, mulai dari kondisi bangunan, pemerataan pendapatan, hingga tingkat kunjungan pembeli di pasar yang dikelola oleh PD Pasar Bermartabat Kota Bandung ini.
“Pagi tadi, berkunjung ke Pasar Cihargeulis Kota Bandung dalam rangka reses dan serap aspirasi,” tutur Ledia.
Dalam kesempatan ini, Ledia menemukan keluhan dari para pedagang yang berjualan di kios resmi. Menurut Ledia, banyaknya Pedagang Kaki Lima (PKL) di depan kios yang menghalangi jalan masuk ke pasar, sehingga mempersulit untuk masuk ke kios resmi di dalam. “Ini membuat penurunan jumlah pembeli cukup signifikan,” papar Wakil Ketua Komisi VIII ini.
Padahal, sambung Ledia, pedagang kios resmi yang turun penghasilannya tersebut, rutin membayar iuran ke Pemkot Bandung. Sebaliknya, yang tidak resmi, penghasilannya tetap bahkan bertambah. “Pengelola pasar harus kelola ini dengan bijak,” tegas Ledia.
Selain itu, dalam reses yang mengikutsertakan pihak PD Pasar Kota Bandung Bermartabat, Kepala Pasar, dan DPC PKS Cibanyeung Kaler ini, Ledia juga menyoroti bangunan fisik Pasar Cihargeulis yang sudah tidak aman untuk ditempati. “Bangunan pasar di lantai 2 ini tidak aman untuk pedagang. Lantai atas kosong, tak menghasilkan pedapatan bagi pedagangnya,” jelas Ledia.
Selain itu, Ledia juga mencarikan solusi atas permasalahan sampah agar diintegrasikan dengan program pengolahan sampah. “Sampah yang berton-ton menumpuk ini bisa dikelola menjadi kompos atau biogas yang bermanfaat bagi masyarakat,” jelas Ledia.
Ledia berharap dengan adanya pengelolaan yang tepat dan bijak dari PD Pasar Bermartabat Kota Bandung selalu perusahaan daerah, dapat menguntungkan pedagang kecil di Pasar Cihargeulis Kota Bandung.
“Pengelolaan yang tepat selain meningkatkan pendapatan perusahaan, juga memeratakan pendapatan pedagang,” harap alumnus Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini. (sumber)
RKA-K/L TA 2016 - KemenPPPA
12 Oktober 2015 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Sesmen Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) (https://www.kemenpppa.go.id/), Ledia
menanyakan pendapatan kementerian dan lembaga apakah memiliki rencana cadangan atau tidak. Selaku pimpinan rapat, Ledia menyatakan bahwa Komisi 8 akan mengembalikan dokumen yang telah diberikan dan akan melakukan penjadwalan ulang. [http://chirpstory.com/li/288638]
Rencana Kerja Pemerintah dan Alokasi Anggaran Mitra-Mitra Komisi 8
30 September 2015 – Pada Raker Komisi 8 dengan Direktur Anggaran Kemenkeu, Deputi Bappenas dan Mendagri, Ledia menyayangkan walaupun ada inspektorat jenderal pada setiap kementerian tetapi mereka hanya fokus ke administrasi. [http://chirpstory.com/li/287301]
Komitmen Pemerintah Daerah terhadap Perlindungan Anak
Pada 30 September 2015 - Menurut Ledia, KLA harus dibuat target yang jelas. Ledia juga mempertanyakan program apa yang bisa menangani kekerasan. [sumber]
Pembahasan Kasus Pelanggaran Hak Anak
21 September 2015 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak dan ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Right of Women and Children (ACWC), Ledia berpendapat bahwa pembekalan mengenai peran keluarga sangat dibutuhkan oleh anak. Ledia juga beranggapan bahwa saat ini banyak orang tua yang hanya memikirkan bagaimana cara untuk mencari uang, tanpa memikirkan kebahagiaan anaknya. Oleh sebab itu, Ledia berharap agar para orang tua di Indonesia dapat diberi pendidikan khusus mengenai peran orang tua sesungguhnya. [sumber]
Panja Perlindungan Anak
21 September 2015 - Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi 8 dengan Dirjen Dikdasmen, Hamid Muhammad, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini-Pendidikan Masyarakat (PAUD-DIKMAS), dan Dir. Pendidikan Agama Islam (PAI), Ledia mengatakan bahwa ketika PAUD didirikan oleh masyarakat, hal tersebut akan menyebabkan adanya keterbatasan pemahaman pendidikan, maka dari itu bagaimana melindungi anak-anak dari keterpaksaan yang seharusnya belum didapatkan. Dan Ledia juga bertanya bagaimana mengukur keberhasilan pendidikan keluarga dan seperti apa contohnya.
Pada saat Dirjen PAUDNI-Dikmas sedang menyampaikan tanggapannya kepada pertanyaan dari anggota-anggota Komisi 8, Ledia melakukan interupsi untuk menanyakan mengapa yang akan dibagikan hanya hasilnya saja dan tidak sekaligus prosesnya juga, terkait tentang respon Dirjen PAUDNI-DIkmas yang berbicara tentang fungsi dari Direktorat Pendidikan Keluarga. [sumber]
Kelola Pendidikan Islam – Panja Pendis
17 September 2015 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Pendis Komisi 8 dengan Dirjen Pendidikan Islam (Pendis), Ledia menanyakan apa yang menjadi kendala terkait masalah akteditasi. Apakah ada utang tunjangan profesi guru di Kemendikbud atau tidak. Lebih lanjut, Ledia juga menanyakan kapan sebenarnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dikeluarkan. [https://chirpstory.com/li/285397]
Perlindungan Anak
17 September 2015 - Pada RDP Komisi 8 Panja Perlindungan Anak dengan BKKBN, Ledia mengingatkan bahwa kita tidak boleh lupa dalam pendidikan, setelah tidak bisa langsung kerja, mereka tidak punya life skills, dan pada kenyataannya banyak juga anak-anak yang sudah lulus tidak memiliki keterampilan untuk bekerja, di sisi lain, ada orang tua yang mengajari anaknya untuk mencari uang sejak dini. Ledia berpendapat bahwa perlu mengambil sebuah jalan tengah, agar anak harus dididik kemudia dilibatkan, contohnya orang tua yang punya warung, lalu anaknya disuruh jaga, maka itu bukan eksploitasi, karena itu juga bisa sebagai pembelajaran membangun sisi kewirausahaan anak. [sumber]
Laporan Keuangan 2014, Semester 1 2015, dan RKA 2016 1 – Dirjen Pendis Kemenag
10 September 2015 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Sekretaris Jenderal dan
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama, Ledia menanyakan pembinaan yang terkait dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing ini perlu dijelaskan kenapa dengan LSM asing. Ledia juga meluruskan bahwa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Badan Layanan Umum (BLU) adalah sumber dana dan bukan pengeluaran. Ledia meminta agar Menag dapat menghindari utang tunjangan profesi. [https://chirpstory.com/li/284771]
Laporan Keuangan 2014 Semester 1 2015 dan RKA 2016
10 September 2015 - Pada RDP Komisi 8 dengan Bimas Islam dan PHU, Ledia menanyakan apa saja temuan dari BPK dan bagaimana tindak lanjutnya. Ledia juga bertanya terkait bisa atau tidaknya dibicarakan dengan Irjen untuk kasus gratifikasi di pernikahan. Ledia mengkritisi bahwa Petugas Pembantu Pencatat Nikah (P3N) statusnya tidak jelas, karena bukan PNS tetapi diminta untuk pencatatan nikah di KUA. Terkait adanya UU Pengelolaan Keuangan Haji, di PHU ada dana haji, maka Ledia menanyakan bagaimana penyelesaiannya, karena jangan sampai hal ini bisa juga membelit ke Bimas, dan Ledia khawatir dengan nomenklaturnya. Ledia menyarankan dengan banyaknya KUA, pegawai KUA, dan lain-lain bisa menjadi catatan untuk Bimas Islam dan ini bisa dibahas ketika konsinyering. [sumber ]
Realisasi Anggaran 2014/2015 - BNPB
31 Agustus 2015 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BNPB, Ledia menganggap ada yang tidak match (sesuai) dengan anggaran awal. Ia merasa ada hal yang bisa diantisipasi untuk anggaran dengan hubungan internasional. Selain itu, Ledia mengungkapkan bahwa dirinya melihat dalam buku biru ada beberapa kegiatan yang tidak perlu dilakukan dan dapat dialokasikan ke bagian lainnya. [sumber]
Pengelolaan Haji dan Umroh
27 Agustus 2015 - Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi 8 dengan pakar Anggito Abimanyu, Ledia mempertanyakan terkait tugas Amirul Hajj yang menurutnya tidak penting, mubazir dan menghabiskan uang rakyat. Ledia kemudian mengungkapkan bahwa ada tawaran dari pengusaha Arab yang ingin membangun kompleks haji untuk Indonesia, bahkan difasilitasi transportasi kereta dan lain-lain. [sumber]
Tata Kelola Bantuan Pendis
24 Agustus 2015 - Pada RDP Komisi 8 dengan Dirjen Pendis, Ledia menyampaikan bahwa berdasarkan laporan masyarakat untuk penyelenggaran Pendis, perlu adanya penjelasan bantuan di tahun 2015, bantuan Pendis tersebar dimana saja, dan bentuknya apa saja, serta faktor kendalanya apa. Ledia mengkritisi bahwa mekanisme memang sering dilupakan, tetapi itulah yang sering membuat tersandung. Ledia meminta dilaporkan detail universitas mana saja untuk beasiswa, dan perguruan tinggi mana saja untuk disusulkan, perlu laporan detail asal mana, kemana universitasnya untuk progres 5000 doktor, dan Ledia menunggu laporan ini untuk diberikan selama 2 pekan. Ledia juga memberikan kesimpulan bahwa mendorong validasi data pesantren sehingga bantuan dana dapat akuntabel. [sumber ]
Evaluasi Kinerja Kementerian Sosial 2015
6 Juli 2015 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Eselon I Kementerian Sosial (Kemensos), Ledia menanyakan kenaikan anggaran pusat Kemensos akan dikaji berdasarkan ketetuan hukum apa. Ledia menginginkan agar anggaran untuk Humas Sosialisasi Kemensos bisa ditambahkan untuk menunjang kinerja Kemensos. [sumber]
Kemensos - Evaluasi Fungsi dan RKA K/L
6 Juli 2015 - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 8 dengan Dirjen Pemberdayaan Sosial (Dayasos) dan Penanggulanan Kemiskinan (Gulkin), Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos), Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial (Kabadiklit), Ledia menduga trilateral meeting hanya harapan palsu. Ia juga memprediksi jika anggaran kementerian sosial dkurangi maka masyarakat yang akan terkena dampaknya. Ledia menanyakan apa desain struktur baru dalam Dirjen Dansosgulkin untuk penanganan fakir miskin dan apayang mendasari pemisahan tersebut karena Ia berpandangan akan lebih masuk akal bila dirjen linjamsos yang mengalami pemisahan. Kepada badiklit, Ledia memandangan idealinya penelitian yang dilakukan adalah untuk menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan mempertanyakan mengapa penelitian Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sama dengan penelitian di Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (diklit kesos). Linjamsos memiliki data Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) namun di badiklit datanya belum divalidasi. Ledia menanyakan apa yang dikejar dari penanganan pekerja migran dan meminta konfirmasi perihal anggaran perlindungan warga negara indonesia di luar negeri apakah sebagian besar untuk protokoler. Ledia bertanya pada Badiklit data dan item apa saja yg dibutuhkan untuk Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). [sumber]
Rencana Kerja dan Anggaran Dirjen Pendidikan Islam dan Kalitbang Diklat Kemenag
1 Juli 2015 - Pada RDP Komisi 8 dengan Dirjen Pendidikan Islam dan Kalitbang Diklat Kemenag, Ledia tidak setuju jika audit Kemenag melalui e-audit, karena Kemenag belum siap. Ledia juga merasa tidak nyaman dengan kontrol yang dilakukan oleh Irjen. Ledia menyampaikan bahwa di Pendis ada miss
penghitungan Rp1T. Ledia menanyakan apa yang didanai oleh SBSN, dan sumber pendanannya dari siapa. Ledia menjelaskan bahwa tidak akan ada Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui Kemenag, sebab Kemenag ini kementerian vertikal bukan teknis. Ledia mempertanyakan program Madrasah Universal tidak dicantumkan lagi, apa sudah hilang atau bagaimana. Ledia berpendapat pengawas dalam perencanaan itu penting. Ledia berpendapat banyak penelitian yang seharusnya lebih real, contoh KUA harus dioptimalisasi seperti apa, Ledia menanyakan hal itu. Ledia menanyakan bukanlah Kemenag dapat melakukan penelitian tentang pernikahan. Ledia berpendapat Kemenag harus melakukan penelitian yang
bermanfaat untuk diri sendiri dan masyarakat. Ledia menyarankan agar jangan Madrasah Insan Cendekia yang dijadikan percontohan apabila kita ingin melakukan pemerataan pendidikan. Ledia
berpendapat radikalisme tidak hanya tentang agama, sebab kegiatan radikal di pendidikan bukan karena agama, tetapi kesenjangan ekonomi. [sumber ]
Sugiayem, Tenaga Kerja Indonesia di Taiwan
26 Juni 2015 - (ANTARA News) - Dua anggota Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh dan Ledia Hanifa menjenguk Sugiayem, tenaga kerja Indonesia, yang menjalani perawatan di General Hospital Taoyuan, Taiwan.
"Saya baru bisa menjenguknya di sela-sela padatnya jadwal Asian Women Parliamentary Conference, Jumat (26/6)," kata Nihayah di Taipei, Sabtu.
Dari dokter dan perawat di rumah sakit tersebut, dia mendapatkan keterangan bahwa ada dua kemungkinan penyakit yang diderita Sugiayem, yakni epilepsi akut atau kelainan pada otaknya.
"Untuk memastikan kedua jenis penyakit tersebut, harus dilakukan scan otak. Sayangnya RS Taoyuan tidak memiliki scan tersebut. Epilesinya juga belum ketahuan, apakah ada peradangan di otak atau faktor keturunan," kata legislator yang tinggal sekampung dengan Sugiayem di Dusun Blokagung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, itu.
Saat dijenguk, TKI berusia 40 tahun yang kabur dari rumah majikan karena kerjanya tidak sesuai kontrak dalam keadaan diikat kedua tangan dan kakinya untuk menstabilkan pemasangan alat-alat kesehatan di tubuhnya.
"Selama ini karena mungkin rasa sakit yang hebat, sering kali kaki dan tangannya tidak terkontrol dan itu membahayakan kondisi tubuhnya yang penuh dengan alat-alat bantu. Oleh sebab itu untuk menjaganya tangan dan kaki diikat," ujar Nihayah.
Selama tiga pekan menempati ICU, Sugiayem mengalami perkembangan signifikan. Selang dan alat bantu pernafasan telah dicabut.
"Rencananya sehari setelah pencabutan alat bantu tersebut, Sugiayem akan dipindah ke ruang perawatan biasa. Ketika saya tanya kemungkinan untuk dibawa pulang ke Indonesia, dokter mengatakan harus menunggu sekitar seminggu untuk memastikan kondisinya," kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Menurut Nihayah, dokter juga menyarankan bahwa selama perjalanan pulang Sugiayem harus dalam posisi tidur, bukan duduk.
Hampir setiap hari pihak rumah sakit mengontak Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei untuk menanyakan siapa yang bertanggung jawab atas biaya perawatan Sugiayem.
"Sampai saat ini biaya perawatan telah menghabiskan dana sekitar Rp380 juta dan terus bertambah setiap hari. Bila dibawa pulang, membutuhkan biaya sekitar Rp250 juta sampai Rp300 juta karena harus membeli kursi, tempat tidur khusus, dan alat peralatan," katanya mengungkapkan.
Selain itu, sampai saat ini pula Sugiayem kesulitan mendapatkan pesawat yang bisa membawanya pulang ke Tanah Air dalam keadaan seperti itu.
Sebelum bertolak menuju Taiwan, Nihayah sudah mengontak Menteri Luar Negeri, Menteri Tenaga Kerja, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
"Bagaimana pun negara harus hadir untuk melindungi warganya, apa pun statusnya. Jangan hanya persoalan mereka kabur dari majikan, lalu dianaktirikan. Siapa pun mereka dan apapun kondisinya selama mereka memegang KTP dan paspor berlambang Garuda Pancasila, tetaplah warga negara Indonesia," ujarnya. (sumber)
APBN 2015 dan RAPBN 2016 - Kemensos
9 Juni 2015 – Pada Raker Komisi 8 dengan Menteri Sosial, Ledia menyarankan bahwa sebelum meluncurkan program 2016, mohon diperhatikan kriteria kemiskinan karena ada beberapa program yang masih perlu diperhatikan kembali. Menurut Ledia, orientasi rehabilitasi berbasis masyarakat sangat penting, sehingga tidak semuanya dibebankan ke panti. Terkait juru bayar beras miskin (raskin), Ledia berpandangan sebaiknya Kemensos tidak perlu lagi jadi juru bayar raskin. Ledia menanyakan terkait basis data terpadu yang datanya diklaim oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) (http://www.tnp2k.go.id/about) padahal Bu Menteri sudah menganggarkannya. [https://chirpstory.com/li/271555]
Rencana Strategis Kementerian Sosial 2015-2016
23 April 2015 - Menurut Ledia belum ada perhatian khusus dari Menteri Sosial (Mensos) pada internal audit yang harusnya sudah dilakukan. Menurut Ledia sekarang basis kemiskinan adalah pedesaan padahal di perkotaan kemiskinan luar biasa. Ledia menilai masyarakat rentan miskin juga harus diperhatikan. Namun Ledia memandang belum tercermin di dalam program-program Kemensos aspek penguatan kemandirian masyarakat. Contohnya: Ledia menilai kita belum mempunyai pekerja sosial dan rumah rehabilitasi yang memadai. Contoh lainnya: KUBE sebaiknya jangan hanya diterima oleh Kepala Keluarga karena perempuan juga ada yang harus jadi Kepala Keluarga. Namun tidak tercatat dalam Kartu Keluarga (KK) bahwa yang menjadi pencari nafkah adalah non-kepala keluarga.
Ledia saran ke Mensos Program Rumah Tidak Layak Huni harus dilakukan secara masif karena dampaknya sangat banyak. [sumber]
Managing Disaster Risk Nasional - Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Pada 15 April 2015 - Ledia mengharapkan strategi efektivitas BNPB dapat lebih ditingkatkan dengan baik saat menghadapi bencana hingga saat pasca-bencana. [sumber]
Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII dengan Kemenag, Kemenkes, Kemenhub
27 Januari 2015 - Ledia menegaskan bahwa mengenai Biaya Penyelenggeraan Ibadah Haji (BPIH) tak pernah ditunda oleh DPR, tetapi BPIH menjadi lambat karena Perpres tak segera dikeluarkan oleh Presiden. Ledia meminta Kemenag untuk mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppres.
Ia juga menyikapi mengenai posisi tawar Indonesia sebagai negara jemaah haji terbesar, seharusnya bisa bernegosiasi dengan muasasah agar pelayanan bagi Indonesia lebih baik.
Mengenai gangguan jiwa yang banyak diderita jemaah Indonesia, Ledia menanyakan apakah tidak ada health screening terlebih dahulu di Indonesia? [sumber]
RAPBN Tahun 2019 24 September 2018 – Pada RDP Komisi 10 dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) (http://www.bekraf.go.id/) Ledia mengatakan bahwa dirinya menginginkan sebaran yang baik ke seluruh Indonesia. Mengenai riset edukasi dan pengembangan, menurut Ledia ini perlu dibutuhkan grand design, jadi bagaimana Bekraf dapat mengarahkan dan membantu Dinas Pariwisata untuk ditekankan pada wisata budaya atau sejarah karena Indonesia punya wisata sejarah yang hampir hilang. Ledia juga menyarankan agar membuat museum yang instragamable, itu sebenarnya bagus. Terkait usulan tambahan dari Ledia, Ledia sepakat dengan Ibu Yanti bahwa kita tidak perlu membuat promosi untuk 10 destinasi terbaru dan pembuatan lagunya karena itu sudah urusannya Kementerian Pariwisata. Mengenai sosialisasi, perlu dipastikan agar tepat sasaran sehingga dapat dikelola dengan baik.
31 Januari 2017 - Pada RDP Komisi 8 dengan Dirjen PHU, Ledia menyampaikan di halaman 6 yang berkaitan dengan hutang BPIH jamaah haji, pembayaran sebelum dan sesudah haji. Ledia merasa penasaran juga bagaimanakah bagi hasilnya. Terkait di lembar jawaban, di halaman 7 soal rekonsiliasi data, tentang jamaah yang waiting list, jamaah yang tidak mempunyai data lengkap tetapi ada di Siskohat, Ledia menanyakan apakah hal ini terbayang di Dirjen PHU, karena ada kejadian sudah menunggu 10 tahun, tetapi tiba-tiba namanya hilang. Belum lagi ada jamaah haji yang belum ada di Sistem Koputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), tetapi sudah berangkat haji, Ledia berpendapat bahwa hal ini seram dan tak terpikirkan. Terkait di jawaban di halaman 10, yang terkait dengan belanja narkoba, bahwa artinya komunikasi dengan pihak Saudi sangat minim, Ledia juga berpendapat jangan mentang-mentang ada uangnya, maka main dipakai saja, yang artinya uang jamaah yang belum berangkat, belum ada disana. Ledia masih meberikan catatan, yakni membincangkan tentang pendapatan nilai manfaat, jangan sampai memakai indirect cost orang-orang yang belum berangkat, maka Ledia meminta untuk dikaji lebih dalam tentang penggunaan indirect cost untuk lebih baik lagi. Ledia menanyakan untuk ke laporan keuangan tentang honor pengelola keuangan, siapa yang dimaksud dengan pengelola keuangan itu. Ledia menanyakan juga terkait aset haji itu menjadi bagian catatan ke laporan keuangan, maka bagaimana cara untuk mengelolanya. Ledia berpendapat bahwa harusnya menggunakan waktu Hijriyah agar cut off tidak mundur, maka hal ini hendaknya didiskusikan dengan BPK. [sumber]
31 Januari 2017 - Pada RDP Komisi 8 dengan Dirjen PHU, Ledia menyampaikan di halaman 6 yang berkaitan dengan hutang BPIH jamaah haji, pembayaran sebelum dan sesudah haji. Ledia merasa penasaran juga bagaimanakah bagi hasilnya. Terkait di lembar jawaban, di halaman 7 soal rekonsiliasi data, tentang jamaah yang waiting list, jamaah yang tidak mempunyai data lengkap tetapi ada di Siskohat, Ledia menanyakan apakah hal ini terbayang di Dirjen PHU, karena ada kejadian sudah menunggu 10 tahun, tetapi tiba-tiba namanya hilang. Belum lagi ada jamaah haji yang belum ada di Sistem Koputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), tetapi sudah berangkat haji, Ledia berpendapat bahwa hal ini seram dan tak terpikirkan. Terkait di jawaban di halaman 10, yang terkait dengan belanja narkoba, bahwa artinya komunikasi dengan pihak Saudi sangat minim, Ledia juga berpendapat jangan mentang-mentang ada uangnya, maka main dipakai saja, yang artinya uang jamaah yang belum berangkat, belum ada disana. Ledia masih meberikan catatan, yakni membincangkan tentang pendapatan nilai manfaat, jangan sampai memakai indirect cost orang-orang yang belum berangkat, maka Ledia meminta untuk dikaji lebih dalam tentang penggunaan indirect cost untuk lebih baik lagi. Ledia menanyakan untuk ke laporan keuangan tentang honor pengelola keuangan, siapa yang dimaksud dengan pengelola keuangan itu. Ledia menanyakan juga terkait aset haji itu menjadi bagian catatan ke laporan keuangan, maka bagaimana cara untuk mengelolanya. Ledia berpendapat bahwa harusnya menggunakan waktu Hijriyah agar cut off tidak mundur, maka hal ini hendaknya didiskusikan dengan BPK. [sumber]