PDI Perjuangan - Jawa Barat I
Informasi Pribadi
Informasi Jabatan
Sikap Terhadap RUU
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) — Panitia Khusus (Pansus) DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum PNS), dan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP)
Ketut mengatakan kunci utama di sini terletak pada iuran. Untuk ke depan ia berharap harus berdasarkan upah minimum.
Tanggapan
Peningkatan Kerjasama BPJS Kesehatan dengan Rumah Sakit Swasta Guna Meningkatkan Pelayanan Kesehatan — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirut BPJS Kesehatan
Ketut menjelaskan harapan masyarakt terhadap BPJS Kesehatan sangatlah tinggi, kami berharap BPJS Kesehatan bisa lebih proaktif ke depan untuk melayani masyarakat dan sudah saatnya BPJS Kesehatan melakukan evaluasi karena sudah berjalan 1,5 tahun. Sosialisasi BPJS Kesehatan ke masyarakat sangatlah penting namun aturan Di BPJS seperti rujukan ke RS lain terlihat merepotkan, jika ingin meningkatkan pelayanan di tiap daerah bisa dibuka pelayanan pengaduan BPJS.
Pengantar RAPBN Tahun 2016 – Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Ketut berharap agar pagu indikatif yang sudah direncanakan dan diharapkan dapat benar-benar menjangkau sampai ke plosok.
Roadmap Kementerian Kesehatan RI – Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan RI
Ketut mempertanyakan bagaimana gambaran
program Indonesia sehat terkait dengan promotif preventif dan bagaimana peran
puskesmas. Angka 306 di tahun 2019, Ketut mempertanyakan bagaimana paradigm sehat dalam meningkatkan status kesehatan. Terkait dengan persoalan JKN dengan BPJS hampir tiap hari adanya keluhan, sehingga bagaimana koordinasi hingga masyarakat dan puskesmas kita tidak bisa menjelaskan JKN. Ketut mempertanyakan bagaimana peran Kemenkes untuk fungsi sosialisasi dan edukasi masyarakat, karena menjadi tanda Tanya dari Rp75 Triliun dukungan manajemen 25,4%. Ketut mempertanyakan apa maksud dari kualitas pengelolaan pembayaran gaji yang memiliki angka cukup besar sebesar Rp2,8 Triliun. Upaya kita untuk menjadi negara maju
sudah ada, karena kita sudah peduli dengan pendidikan dan kesehatan.
Penjelasan Pemerintah terkait Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015, Laporan Perkembangan Mengenai Persiapan Pelayanan Kesehatan Haji Tahun 2015, dan Laporan mengenai pelaksanaan Kegiatan Prioritas Tahun 2015 pada Semester I — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan RI
Menurut Ketut, tarif INA-CBGs terlalu teoritis, sehingga banyak rumah sakit yang tidak paham. Ketut menanyakan langkah yang dilakukan setelah penundaan sosialisasi Peraturan BPJS Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan FKTP. Ketika diterapkan ke masyarakat perlu disosialisasikan dengan baik dan dengan bahasa yang sederhana. Ia mengatakan bahwa realisasi anggaran paling rendah dan rentan terletak pada belanja modal. Ketut berpandangan bahwa BPJS Kesehatan di lapangan sering menimbulkan reaksi yang tidak dapat dipahami dan jika diberikan nilai masih mendapatkan rapor merah. Terakhir, Ketut meminta ketegasan Peraturan BPJS Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan FKTP, ditunda atau dibatalkan.
Penjelasan Penyerapan Anggaran Tahun 2015, Progres Perbaikan Prosedur dan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri, dan Masalah Penggunaan Bahasa Indonesia pada Tenaga Kerja Asing (TKA) — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Ketenagakerjaan RI
Ketut mengatakan bahwa fakta anggaran hingga Agustus 2015 baru terserap hingga 15% saja. Ia ragu target penyerapan hingga 91% pada Desember 2015 dapat tercapai. Ketut berharap agar revitalisasi BLK tahun 2015 dapat memperkuat 239 Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP) kabupaten/kota. Selain itu, ia ingin mendapatkan gambaran lokasi sebaran BLK, sehingga nantinya Indonesia dapat bersaing di Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015, diharapkan dapat meredam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015. Ketut ingin mengetahui bentuk koordinasi pendidikan tenaga kerja. Dengan adanya penyusunan RUU tentang Pekerja Rumah Tangga, ia membutuhkan alasan penghentian pengiriman TKI di Timur Tengah, namun di daerah lain tidak. Menurutnya, investasi tidak akan berhenti hanya karena TKA wajib menggunakan Bahasa Indonesia. Selain itu, Ketut ingin mengetahui tindak lanjut terhadap kasus PHK yang menimpa 30.000 buruh. Terlebih, PT. Cinderella baru saja melakukan eksekusi terhadap 7.000 buruh. Terakhir, Ketut ingin adanya penjelasan mengenai padat karya dan potensi di setiap daerah terhadap hal tersebut.
Pendistribusian Obat dan Kekurangan Dokter — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kementerian Kesehatan
Ketut mengapresiasi upaya Menteri Kesehatan yang pada 2016 ada upaya peningkatan anggaran. Ketut menyaran untuk pembahasan anggaran tersebut agar lebih intensif dan dikaji lebih dalam, seperti harus ada forum tersendiri dalam membahas evaluasi 2015 dan anggaran dialokasikan kemana.
Ketut membahas terkait penyakit langka yang butuh biaya besar di tahun 2015 dan ini harus dianggarkan dengan baik.
Di daerah pun puskesmas perlu diperbaiki, dan harus ada dokter spesialis, sehingga menjadi ironi ketika menaikan anggaran tetapi tidak ada sumber daya yang baik.
Tenaga Kerja Indonesia — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja dengan Kementerian Ketenagakerjaan
Ketut menjelaskan bahwa dirinya ingin Kementerian Ketenagakerjaan melakukan evaluasi terhadap tenaga kerja mandiri, dan terkait investasi sumber daya manusia peserta pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) memang benar kebanyakan lulusan SMK, yang berarti ada masalah, di mana lulusan SMK saja tidak cukup untuk terjun ke dunia kerja sehingga Kementerian Ketenagakerjaan perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan terkait masalah tersebut.
Pemerintah juga mengingatkan agar ada pengawasan bersama terhadap BPJS untuk tenaga kerja, jangan sampai BPJS hanya menjadi ladang uang.
Terkait dengan revisi Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja kelihatannya jalan di tempat, sehingga disinyalir poin penempatan lebih mengutamakan kepentingan bisnisnya. Menurut Ketut, di Jawa Barat industrinya sangat besar, tetapi penyerapan tenaga kerjanya sangat minim, dan Ketut bertanya mengapa BLK tidak dimaksimalkan.
Penyelesaian Hubungan Industri — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pakar
Ketut Sustiawan menanyakan mengenai cara meningkatkan peran negara kalau dari naskah akademik yang diterima. Ia juga perlu atau tidaknya ada pihak dari Kabupaten/Kota dan cara membuat putusan bisa dieksekusi. Jadi, perlu lebih detail.
Rancangan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Serikat Pekerja
Ketut mengatakan bahwa dari yang diusulkan RUU ini, Ketut memahami melihat tidak banyak perubahan positif lebih baik.
Masukan Panja RUU PPILN — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker)
Ketut mengatakan DIM RUU PPILN ini cukup banyak dan pemeriksaan menanggapinya berbeda. Ada yang harus dihapus dan berubah. Ia menyampaikan kehadiran negara lebih diutamakan dalam pemberian perlindungan. Ia berharap Dirjen Perlindungan dapat memberikan gambaran hal yang bisa dilakukan revisi. Ia ingin hal yang komprehensif dan meminta dikaji serta dievaluasi mengenai harmonisasi UU ini. Ia ingin mengusulkan kemungkinan pengurusan TKI di luar negeri mengedepankan pelayanan dan bukan penempatan. Ia mengatakan regulator di UU ini esensinya ada 2 yaitu pelayanan dan perannya itu sendiri.
Pembahasan Penerima Bantuan Iuran (PBI) — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Kesehatan, Pusat Data Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial (Pusdatin Kemensos), Dirut BPJS, Dewas BPJS, Ketua DJSN, Dewan Anggaran Jamsostek
Ketut S. menegaskan nyatanya BPJS tidak mendapatkan defisit, belum lagi ternyata prinsip gotong royongnya yang belum valid. Kemudian, ia menanyakan ini hasil pengolahan data mana dan mekanisme yang digunakan seperti apa.
Masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Ketut menanyakan bagaimana meningkatkan harkat martabat TKI di luar negri. Dari sisi penyebutan TKI, Ketut tidak ingin TKI berkaitan dengan PRT.
Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol — Panitia Khusus DPR-RI Rapat Dengar Pendapat dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia
Ketut berterimakasih atas masukannya. Tentunya ia butuh masukan yang komprehensif. Hal-hal yang substansif juga sangat diperlukan untuk RUU Minuman Beralkohol.
Pertimbangan Kenaikan Iuran BPJS — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Kesehatan (Menkes) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
Ketut mengatakan BPJS Kesehatan harus dilaksanakan untuk mengamalkan konstitusi. Kenaikan iuran saat ini karena secara sosiologis dan psikologis tidak tepat. Ia menanyakan alasan besaran kapitasi dan tarif INA cbgs tidak juga dievaluasi seperti iuran. Ia meminta kejelasan dan hitungan riil posisi keuangan dari 4 segmen peserta BPJS. Ia mengusulkan Pemerintah dan BPJS Kesehatan menunda Perpres No. 19 Tahun 2016. Ia meminta BPJS Kesehatan melakukan audit khusus. Ia meminta penjelasan mengenai sistem pengendalian mutu dan biaya yang dilakukan. Ia menanyakan alasan Kemenkeu tidak berpikir untuk memenuhi UU karena kenaikan iuran pertanggungjawabannya ada di Kemenkes. Ia mengatakan Kemenkes harus memperbaiki gap tarif antar tips RS Pemerintah.
Evaluasi Kinerja — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
Ketut mengatakan BPJS Ketenagakerjaan tidak pernah melibatkan Komisi 9 DPR RI untuk kerja sama, padahal Komisi 9 mengetahui sejauh mana kinerja BPJS. Ketut bertanya siapa kader penggerak BPJS Ketenagakerjaan dan dengan dana yang besar, jangan sampai pengelolaannya tidak diketahui oleh Komisi 9 DPR RI. Ketut meminta laporan peningkatan kepesertaan per tahun dan gambaran besaran iuran.
Permasalahan Ketenagakerjaan di PT. Dirgantara Indonesia — Komisi 9 DPR-RI Audiensi dengan Serikat Pekerja PT. Dirgantara Indonesia
Ketut menjelaskan dari dahulu serikat PT. DI paling sering mengadukan persoalan dengan direksi sebuah perusahaan strategis ternyata keadaannya terus bermasalah. Kami usulkan Komisi 9 DPR melakukan kunjungan spesifik ke sana dan Dinasker Bandung.
Penanganan Peredaran Vaksin Palsu — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan RI, Plt. Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Biofarma
Ketut mengatakan bahwa semua pihak tidak ingin masalah serupa terjadi di masa mendatang. Ia mempertanyakan alasan masyarakat harus mewaspadai peredaran vaksin palsu, karena sebagai orang awam tentu tidak dapat mengetahui perbedaan antara vaksin palsu atau asli. Ketut menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan RI untuk mengetahui informasi mengenai vaksin palsu ini karena menurutnya pemalsuan vaksin merupakan tindak pidana berat, harus mendapatkan perhatian serius dan tidak normatif. Hal yang dipertanyakan Ketut selanjutnya adalah upaya pelaporan terhadap vaksinasi yang telah dilakukan selama 13 tahun. Menurutnya, pemantauan terhadap vaksin palsu sangat sulit dilakukan oleh Kemenkes RI. Ketut juga mempertanyakan terkait pemantauan yang dilakukan pihak Badan POM terhadap adanya vaksin palsu. Ia mengingatkan Kemenkes RI dan Badan POM untuk lebih berhati-hati ketika memberikan pernyataan pada publik. Jika nanti vaksin ulang diberikan, maka akan menimbulkan pertanyaan. Terakhir, Ketut meminta agar dibentuk tim investigasi dan segala informasi harus disampaikan kepada Komisi 9 DPR-RI.
Kriteria Teknis Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Peserta dalam Pemerataan Peserta di FKTP, Pembukaan Penuh Pendaftaran Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dan Sosialisasi Mekanisme Pemberian Kompensasi kepada Peserta — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan
Ketut ingin mengklarifikasi distribusi Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang sudah mencapai 90%, jika mengacu data penerima KIS. Ia berpandangan hasil survei tingkat kepuasan peserta yang dilakukan pada tahun 2015, jika dibandingkan dengan keadaan langsung di lapangan masih banyak yang harus diperbaiki. Ketut mempertanyakan alasan selama ini rujukan yang diberikan oleh Puskesmas ke Rumah Sakit Umum Daerah atau Pusat, bukan rumah sakit swasta. Menurutnya, jika rumah sakit Pemerintah penuh, dapat dilimpahkan ke rumah sakit swasta. Ia juga mempertanyakan BPJS Kesehatan sudah menerima hasil Panja atau belum. Ketut mengusulkan perlu adanya audit tersendiri terkait adanya Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2016. Penyebabnya adalah dari data yang disampaikan 2015 tidak ada perubahan. Terakhir, Ketut menyampaikan bahwa masih ada rumah sakit yang sengaja lamban dalam menangani pasien dengan jaminan BPJS Kesehatan.
Evaluasi BPJS Kesehatan — Panja BPJS Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar
Ketut S menanyakan kalau angka CBD atau kapitasi dinaikkan akan berpengaruh ke proses hitungan atau tidak. Ia juga menanyakan bisa terjadi atau tidak konsep gotong royong. Ia merasa nilai penghargaan dokter tidak dari kapitasi. Ia mengatakan kalau sekumpulan masyarakat ditanya mengenai BPJS, mereka akan tahu, tetapi kalau ditanya sudah ikut atau belum pasti banyak yang belum ikut.
Pembahasan Kasus Vaksin Palsu — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan RI
Ketut menjelaskan bahwa ia meminta satgas penanggulangan vaksin palsu untuk menguji seluruh fasilitas kesehatan jangan hanya sampel tapi secara keseluruhan, terkait dengan UU Konsumen, publik memiliki hak untuk mengetahui siapa yang salah. Diungkap saja fasilitas kesehatan mana yang mengedarkan vaksin palsu supaya publik mendapatkan informasi yang terang-benderang supaya kita tidak meraba-raba yang mengedarkan vaksin palsu ini jangan hanya administrasi tapi harus lebih tegas serta menteri ketika memberikan pernyataan harus lebih hati-hati jangan hanya panja dan pansus karena ini perlu ditindaklanjuti secara komprehensif.
Evaluasi Kinerja 2015 dan RAPBN 2016 — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Eselon 1 Kementerian Sosial
Ketut mengatakan jangankan revisi, PPnya saja belum dipegang. Ini menyampaikan sebaiknya rapat ditunda.
Kasus RS Mitra Husada di Pringsewu Lampung - RDP Komisi 9 dengan BPOM, Dinas Kesehatan Lampung dan Ketua Tim Sentinel
Ketut menanyakan Tim Sentinel ini apakah untuk semua kasus atau hanya kasus Lampung ini saja.
Rangkap Jabatan — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Ketenagakerjaan
Ketut S mengatakan rangkap jabatan boleh, asal tidak ada konflik. Ia mengusulkan masa sidang selanjutnya mengundang BPJS Kesehatan.
Keputusan Tingkat 1 Rancangan Undang-Undang Pertembakauan — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Pleno dengan Tim Pemerintah
Ketut mengatakan bahwa Fraksi PDI-P melihat RUU Pertembakauan ini penting karena banyaknya tenaga kerja di dalamnya menghasilkan cukai. Ketut juga menyampaikan beberapa catatan dan berharap intervensi pemerintah tidak mengganggu dan penggunaan konsep harga acuan tembakau lebih cepat.
Panitia Kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Panja BPJS Kes) dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Kadin dan Pakar
Ketut S mengatakan ia setuju dengan persoalan JKN yang harus diperbaiki dalam implementasinya. Ia mendorong prinsip JKN tidak hanya wajib untuk seluruh masyarakat tetapi gotong royong juga. Ia sudah menyampaikan bahwa klinik swasta tarif kapitasinya berbeda dengan puskesmas. Tarif INA CBGs RS swasta dengan RS Pemerintah juga harus dibedakan. Menurutnya fasilitas kelas 2 mayoritas didambakan oleh masyarakat Indonesia. Ia mengatakan persoalan mendasar JKN adalah tidak akuratnya data peserta. Ia menanyakan riset terkait hubungan dana kapitasi dalam mismatch BPJS Prof Budi. Ia menyampaikan kondisi iuran kelas 3 PBI dan mandiri belum ada keadilan. Ia menanyakan kepada Prof Budi mengenai kemungkinan kondisi yang akan terjadi kalau iuran seluruh kelas 3 dijamin oleh negara. Ia mengatakan tarif INA CBGs harus dievaluasi dan tarif kapitasi harus dibayarkan dengan pelayanan. Menurutnya program JKN harus diteruskan dan diharapkan oleh masyarakat. Ia mengatakan Komisi 9 meminta data PBI 86.000.000 jiwa namun tidak dapat. Ia menilai itu sangat salah.
Konflik Ketenagakerjaan di PT Dirgantara Indonesia (DI) — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Dirgantara Indonesia (DI), Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat dan Bandung, Serikat Pekerja PT DI, Tim Mediator PT Dinas Tenaga Kerja Bandung
Ketut S mengatakan PT DI dari dulu demo terus. Dari jaman NKK. Ia berharap PT DI menghasilkan karya-karya nyata. Ia juga berharap demo berhenti dan ada perbaikan manajemen. Ia membahas dari 14 kasus perselisihan, jelas ada yang harus dibenahi oleh manajemen. Ia berharap manajemen PT DI membuka dan yang mau bekerja serius bekerja kembali. Ia berharap manajemen PT DI membuka pintu dan karyawan yang bersangkutan melakukan klarifikasi. Ia menyebutkan mengenai kekeluargaan di sini dan musyawarah yang harus dibuka kembali. Menurutnya beruntung tidak ada permasalahan horizontal dan harus menonjolkan kekeluargaan. Ia mengatakan terlalu sering mendengar PHK. Ia menyampaikan kalau tidak bisa musyawarah, masuk ke pengadilan industrial. Ia mengatakan di sini tidak ada mayoritas dan minoritas karena yang tidak ikut serikat lebih banyak. Ia menyampaikan keinginan agar Kota Bandung pertumbuhannya agar lebih baik.
Evaluasi Kinerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes) — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes)
Ketut S mengatakan meskipun telah ada penurunan kematian ibu melahirkan, targetnya tidak sesuai JKN. Menurutnya persoalan JKN ini bermasalah pada ketidakakuratan data peserta JKN. Ia membahas mengenai hal yang disampaikan dalam roadmap paket kebijakan No. 11 dan memang betul hal tersebut tidak hanya diatur Kemenkes saja. Ia mengatakan roadmap untuk 10 tahun hingga 2025 itu sangat cepat. Ia menyebutkan dengan pajak yang tinggi dapat mengakibatkan beberapa rumah sakit mengeluhkan biaya rumah sakit yang tinggi. Menurutnya perlu pertimbangan untuk memberikan kepemilikan modal asing. Ia menanyakan kemampuan penekanan pajak untuk beberapa alat farmasi tertentu. Ia membahas mengenai kasus yang investigasinya belum selesai namun obatnya sudah sudah ditutup. Ia menyampaikan perlu ada revisi dari hulu mengenai obat-obatan 10-15 tahun mendatang.
Pengembangan Organisasi Sarjana Kesehatan Masyarakat — Komisi 9 DPR-RI Audiensi dengan Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi)
Ketut Sustiawan mengatakan bahwa ia kira dalam program Indonesia Sehat ia ingin mengajak untuk mengawal program ini, kita melihat puskesmas saja masih belum melakukan gagasan awal sebagaimana fungsinya tapi ketika berbicara tentang konsil, mungkin harus didiskusikan bersama sehingga tidak ada masalah. Persakmi dan IAKMI ingin tergabung atau tidak masalah yang penting adalah pelayan kesehatan.
Pembahasan Rancangan Undang - Undang Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri — Komisi 9 DPR-RI Rapat Panja Rancangan Undang - Undang Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri dengan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Tim Ahli Komisi 9 DPR-RI
Ketut mengatakan bahwa dari pembahasan yang sudah ada, ia tidak ingin ada yang terulang. Ketut mengingatkan bahwa jangan sampai kementerian tidak satu suara karena hal ini adalah untuk pekerja migran dan DPR-RI dan juga pemerintah ingin melindungi pekerja yang datang. Menurut Ketut, akan lebih baik jika kementrian melakukan komunikasi dengan Tim Ahli.
Penjelasan tentang Rencana BPJS Kesehatan untuk Mewujudkan Tiga Fokus Utama Tahun 2017 dan lain-lain — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Direktur Utama BPJS Kesehatan
Ketut S. mengatakan Komisi 9 DPR RI menginginkan Puskesmas sebagai preventif. Komisi 9 DPR RI menginginkan juga 1 Puskesmas untuk 80 masyarakat. Selanjutnya, ia menanyakan kasus yang terjadi untuk lansia di Posbindu, mereka tetap harus membayar obat padahal mereka juga peserta BPJS. Apa lansia di Posbindu juga akan dicover.
Tenaga Kerja Asing — Komisi 9 DPR RI Audiensi dengan DPRD dan Perwakilan Buruh Jawa Barat
Ketut mengatakan Komisi 9 tidak hanya memikirkan tenaga kerja dalam negeri, tapi juga yang ada di luar negeri. Pengawasan tidak terlepas dari peran pemerintah di daerah.
Mismatch Anggaran 2017 dan Cakupan Pembiayaan untuk Penyakit Katastropik — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan BPJS Kesehatan
Ketut mengatakan perlu ada penyederhanaan aturan dan kodifikasi sistem jaminan sosial. Lalu juga, ia meminta tidak ada double pembiayaan ketika tenaga kerja sakit (kesehatan dan ketenagakerjaan). Ia menanyakan saran dari dewas untuk atasi defisit serta dana yang dikelola. Ia juga meminta penjelasan terkait pengelolaan anggaran serta kemungkinan kenaikan iuran. Ia menanyakan soal kemungkinan cukai rokok untuk digunakan sebagai talangan defisit BPJS.
Program Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai), Perluasan Kepesertaan, Penegakkan Hukum serta Program Pemutihan Pemerintah Malaysia terhadap Pekerja Migran Indonesia — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan BPJS Ketenagakerjaan
Ketut menanyakan soal kriteria masif dan target kepesertaan. Ia menginginkan adanya perbandingan dengan tahun sebelumnya. Selanjutnya, ia menanyakan latar belakang dan payung hukum dari Perisai sebagai sebuah badan usaha. Terakhir, ia menanyakan penegakan hukum yang telah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pengawasan Peredaran Obat Secara Online — Komisi 9 Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM)
Ketut bertanya terkait Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, bagaimana BPOM mensinergikan kinerjanya bersama dengan pihak lain.
Kanker Serviks, Mutu Pelayanan Kesehatan Gigi di era JKN, dan Kasus Stunting — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), dan Pimpinan Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU)
Ketut mengatakan perlu ada peningkatan sosialisasi terkait program 1000 hari pertama kehidupan. Menurut Ketut, perlu ada penyelesaian persoalan ataupun kendala terkait imunisasi. Selanjutnya, ia menanyakan kemampuan Indonesia untuk menciptakan vaksinasi dan bahan-bahan terkait kesehatan gigi. Terakhir, ia menanyakan biaya untuk vaksin HPV.
Pembiayaan Obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes)
Ketut membahas mengenai masyarakat yang tidak tahu obat yang dikasih dokter bagus atau tidak. Menurutnya, UUnya harus diperbaiki dulu. Ia menyebutkan mengenai pengadaan obat yang berkaitan dengan tender obat yang menghasilkan satu pemenang sehingga terkesan ada persaingan usaha yang tidak sehat dan monopoli. Ia mencurigai DAU digunakan untuk DOKnya juga padahal kendalanya di Pemda yang kekurangan DAU. Ia mengatakan obat menjadi mahal karena mengimpor terlalu banyak bahan baku sampai 97%. Ia menanyakan boleh atau tidaknya Pemda mengadakan obat dan dana untuk obat menjadi berkurang. Ia mengatakan kemungkinan hal tersebut bisa mengurangi masalah ketersediaan obat. Ia juga menanyakan mengenai kebijakan industri obat untuk RS Pemerintah dan swasta. Selain itu, ia menanyakan perlu tidaknya meneruskan kapitasi yang diberikan melalui BPJS. Ia khawatir ada double pembiayaan dan ia meminta dievaluasi mengenai anggaran provinsi dan kabupaten/daerah.
Permasalahan Peredaran Produk Obat, Suplemen Kesehatan dan Makanan yang terindikasi mengandung DNA Babi — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan 15 Industri Farmasi
Ketut mengatakan temuan DNA babi ini adalah unsur penipuan, sudah sejauh mana proses pidananya. Ketut mengatakan apakah BPOM sebagai sarana laboratorium mampu melakukan pengecekan obat dan makanan.
Metode Digital Subtraction Angiogram (DSA) dan Kasus dr. Terawan — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Kesehatan RI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
Ketut menanyakan pandangan MKEK soal konsekuensi hukum dan kode etik yang dilanggar oleh dr. Terawan. Selanjutnya, ia menanyakan posisi antar lembaga kesehatan yang semakin banyak bermunculan. Ia juga menanyakan alasan dr. Terawan baru diberikan penilaian.
Isu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) — Komisi 9 DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Profesor Budi Hidayat, PKFI, IDI, PDGI, Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES), IAI, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI), Gapopin, Cancer Information and Support Center (CISC), Autoimun Indonesia, YLKI, DPK, International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), BPJS Kesehatan serta P2JK Kementerian Kesehatan RI
Ketut mengatakan, berkaitan dengan cakupan kesehatan, targetnya 100 persen namun tidak mencapai target sementara kepesertaannya masih banyak. Menurut Ketut, harus ada rekomendasi untuk mengatasi anggaran yang mengalami defisit. Menurut Ketut, yang menjadi permasalahan adalah cara untuk dapat menyelesaikan tunggakan klaim rumah sakit.
Penyampaian tentang Arah Reformasi Kebijakan Pidana 2019-2024 serta Urgensi Perubahan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya – Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Institute for Criminal Justice (ICJR) dan Pokja Konservasi
Ketut mengatakan bahwa hampir punah karena terlambat keluarnya UU. Indonesia merupakan negara tropis yang hayatinya banyak. Dengan UU ini bisa mencakup perlindungan hayati termasuk ekosistem, ini juga bisa menjaga alam. Padahal RUU ini sudah masuk di 2016 tapi tidak tahu mengapa tidak diundangkan.
Hasil Pembahasan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Rapat Dengar Pendapat Komisi 9 dengan Kemenkes RI
Ketut menanyakan waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan data sehingga ada perubahan data. Ketut menuturkan di Bandung tidak ada perubahan data dan Ketut meminta penjelasan mengenai hal tersebut. Ketut menanyakan pihak yang bertanggungjawab untuk memperbaiki data tidak valid.
Latar Belakang
Ir. Ketut Sustiawan adalah anggota DPR-RI yang juga merupakan anggota MPR-RI dari fraksi partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Ketut Sustiawan secara resmi diangkat menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dilantik oleh Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli di Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta. Beberapa pekan sebelumnya, Ketut juga dilantik sebagai anggota DPR RI. Ketut kala itu dilantik bersama Gitalis Dwinatarina. Kedua wajah baru itu merupakan anggota Pergantian Antar Waktu (PAW) MPR.
Mantan anggota DPRD Kota Bandung dan DPRD Jawa Barat itu juga menaruh harapan kepada Komisi VIII agar komisi tempat dia bergabung itu bisa menjaga kebhinnekaan yang ada di Indonesia baik kebebasan beragama dan persoalan sosial. Mengenai RUU Kerukunan Umat Beragama, Ketut beranggapan bahwa sebelum berbicara soal kerukunan umat beragama, terlebih dahulu mengedepankan jaminan terhadap kebebasan beragama.
Pendidikan
1975, SD NEGERI 17/21 SINGARAJA, BALI
1979, SMP NEGERI 1 SINGARAJA, BALI
1982, SMA NEGERI SINGARAJA, BALI
1988, JURUSAN TEKNIK SIPIL, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Perjalanan Politik
1989-1994, WAKIL KETUA DPC PDI KOTA BANDUNG
1994-2000, SEKERETARIS DPC PDI/PDI PERJUANGAN KOTA BANDUNG
2000-2005, WAKIL SEKRETARIS DPD PDI PERJUANGAN JAWA BARAT
2005-2010, WAKIL SEKRETARIS DPD PDI PERJUANGAN JAWA BARAT
2010-2015, WAKIL KETUA DPD PDI PERJUANGAN JAWA BARAT
2004-2014, KETUA DPP BANTENG MUDA INDONESIA (BMI)
1992-1997, ANGGOTA DPRD KOTA BANDUNG FRAKSI PDI
1999-2004, ANGGOTA DPRD JAWA BARAT FRAKSI PDI PERJUANGAN
2004-2009, ANGGOTA DPRD JAWA BARAT FRAKSI PDI PERJUANGAN
2011-2014, ANGGOTA DPR RI FRAKSI PDI PERJUANGAN
Visi & Misi
Belum Ada
Program Kerja
Belum Ada
Sikap Politik
RUU Kepalangmerahan (2017)
7 Desember 2017 – Komisi 9 rapat kerja dengan pemerintah saat pengambilan keputusan tingkat pertama.Ketut mengemukakan, dirinya sudah mengikuti pembahasan RUU Kepalangmerahan dari awal. Ketut memberi kesimpulan bahwa fungsi palang merah sesuai dengan tujuan PDIP. Berkaitan dengan pembahasan UU yang dimaksud, Ketut menyampaikan Fraksi PDIP menyetujui RUU Kepalangmerahan dilanjutkan pada pembahasan selanjutnya.[sumber]
RUU Konvensi Ketenagakerjaan Maritim
5 September 2016 - Pada Rapat Kerja (Raker) Komisi 9 dengan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Kementrian Hukum dan HAM, Ketut menyampaikan bahwa konvensi tersebut dianggap penting karena terkait dengan perlindungan para tenaga kerja. Dengan adanya konvensi ini dirinya yang mewakili Fraksi PDI-P berharap praktik perbudakan dapat dihentikan. Konvensi tersebut bersifat mendesak karena telah banyak negara yang meratifikasi konvensi ini, tambah Ketut.
Dengan hal-hal tersebut, Ketut menyatakan bahwa partai PDIP setuju jika Konvensi tersebut segera diratifikasi ke dalam Undang-Undang. [sumber]
RUU Pertembakauan-Pengambilan Keputusan Tingkat I
27 Juli 2016 – Dalam Rapat Pleno Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU Pertembakauan, Ketut mengatakan bahwa Fraksi PDI-P melihat RUU Pertembakauan sangat penting sebab banyak SDM terlibat didalamnya dan menghasilkan cukai. Ketut mengharapkan agar intervensi pemerintah tindah mengganggu. Ketut menuturkan, penggunaan konsep harga acuan tembakau lebih tepat dan penggunaan tembakau lokal 80% untuk diperhatikan. Ketut mengatakan, rezim tarik akan membuat lebih transparan dan cukai hasil tembakau digunakan untuk pengendalian. Ketut menyampaikan pemanfaatan dana bagi hasil cukai tembakau dapat pula digunakan untuk asuransi kesehatan. Ketut menyampaikan, tentunya RUU Pertembakauan akan menimbulkan pro dan kontra namun tujuan bersama adalah melindungi peran ekonomi negara. Dengan demikian, Ketut menyatakan Fraksi PDI-P setuju bila RUU Pertembakauan dilanjutkan dalam sidang Paripurna. [sumber]
RUU Pilkada (2014)
Menolak UU Pilkada dengan pasal inti bahwa Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, karena bersikap mendukung pilkada langsung oleh rakyat. [sumber]
UU MD3 (2014)
Menolak revisi UU MD3. [sumber]
Paripurna Voting Paket Pimpinan DPR 2014-2019
Menolak ambil bagian sebagai anggota DPR yang menyetujui paket pimpinan DPR 2014-2019 (dengan Ketua DPR 2014-2019 terpilih Setya Novanto). Bagian dari pelaku walkout atas proses voting paket pimpinan DPR 2014-2019. [sumber]
Tanggapan Terhadap RUU
RUU Kebidanan
5 April 2018 - Pada Raker dengan Menteri Kesehatan, Menteri Ristekdikti, Menteri PAN/RB, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM Ketut mengusulkan agar tetap menyepakati DIM saat Raker ini. [sumber]
Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT), Dokter Layanan Primer (DLP), dan Layanan Kesehatan Jamaah Haji
20 Maret 2017 – Pada Rapat kerja (raker) komisi 9 dengan Menteri Kesehatan, Ketut mengusulkan agar Undang-Undang ASN di optimalkan persyaratannya, karena dengan di revisi akan mempermudah tenaga honorer dan pendidik pula, serta ia pun meminta penjelasan akan jaminan hari tua kepada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). [sumber]
RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri ( PPILN)
29 September 2016 – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK), Ketut menegaskan agar pihak Kementerian sudah memiliki satu suara karena untuk pekerja migran artinya ingin melindungi pekerja yang akan datang, ia pun menyarankan agar pihak Kementerian dapat berkomunikasi dengan Tim Ahli yang intinya akan melindungi pekerja legal dan ilegal. [sumber]
RUU PPILN - Masukan Panja
25 Februari 2016 – Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi 9 dengan Dirjen Kemenaker, Ketut menilai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPILN cukup banyak dan pemeriksaan menanggapinya berbeda karena ada yang dihapus dan ada yang diubah. Selain itu Ketut berpandangan kehadiran negara lebih diutamakan dalam pemberian perlindungan. Ketut berharap Dirjen Perlindungan dapat memberikan gambaran bila dilakukan revisi atas RUU tersebut. Ia juga meminta ada masukan dari Kemenkumham sebaiknya RUU PPILN direvisi atau dibuat baru saja. Kemudian Ketut meminta adanya pengkajian dan proses evaluasi untuk
mengetahui bagaimana harmonisasi UU tersebut selanjutnya dan apakah mungkin RUU tersebut mengurus tenaga kerja di luar negeri. Ketut menyatakan bahwa RUU PPULN adalah regulatornya dengan mengedepankan pelayanan bukan penempatan sehingga esensi dari RUU ini adalah
pelayanan dan peran RUU ini sendiri. [https://chirpstory.com/li/305450]
RUU Kebidanan
2 Februari 2016 - Menurut Ketut, seharusnya tugas Komisi 9 sudah selesai karena proses revisi naskah RUU Kebidanan sudah sampai 45 kali. Ketut meminta IBI untuk memastikan materi mana saja yang sudah diatur dan belum. Jika hak dan kewajiban bidan sudah diatur, maka apabila ada bidan yang melakukan kesalahan dalam praktik di lapangan akan dikenakan sanksi. Hal itu yang menjadi ketakutan Ketut, bila sudah ada tugas dan wewenang bidan maka akan ada sanksi dalam melaksanakan kebidanan.
Ketut menanyakan kepada IBI mengenai strategi untuk menjaga bidan di masa MEA. Selain itu menurut Ketut, kesesuaian draf RUU Kebidanan dengan naskah akademiknya perlu dievaluasi. Ketut berharap semoga RUU Kebidanan segera dibahas secara tuntas karena sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. [sumber]
Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak (Perppu Kebiri)
1 Juni 2016 - Sehubungan dengan laporan Panja BPJS, menurut Ketut terdapat 6 rekomendasi yang perlu tindak lanjut secara cepat oleh Pemerintah. Ketut menuturkan bahwa masalah BPJS yang salah satunya adalah tidak seimbangnya tarif rumah sakit, dan menurutnya Pemerintah perlu melakukan investigasi menyeluruh dalam penyelenggaraannya. Kemudian, Ketut mempertanyakan apa saja target Pemerintahterkait percepatan pembangunan kesehatan. Menurut Ketut, percepatan pembangunan kesehatan yang difokuskan Pemerintah pada daerah terpencil perlu dilakukan juga secara nasional.
Ketut mendukung penuh keputusan Pemerintah yang tercantum dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016 atau Perppu Kebiri. Ketut mengganggap Perppu tersebut diperlukan karena kondisi darurat banyaknya kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Indonesia. Meskipun terdapat pernyataan dari Ikatan Dokter Seluruh Indonesia (IDI) bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan kode etik, tetapi Ketut menilai kode etik tidak berdiri diatas UU. Menurut Ketut, pelaksanaan hukuman kebiri tidak perlu diperdebatkan dan Pemerintah hanya perlu mengkonsolidasikan dengan berbagai pihak terkait Perppu tersebut.
Pada UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Ketut menemukan permasalahan pelayanan kesehatan yang menjadi keluhan peserta BPJS Kesehatan. Tentang peraturan akreditasi rumah sakit yang dilakukan tiga tahun sekali, Ketut meminta Pemerintah mengevaluasi proses akreditasi yang dilakukan tersebut. Menurut Ketut, hal itu paralel dengan sistem rujukan berjenjang yang dianut, pasien perlu rujukan Puskesmas, tetapi pada kenyataannya Puskesmas banyak yang belum berakreditasi sehingga Puskesmas pun harus perlu ada akreditasinya. Permasalahan lain mengenai perlindungan pasien, Ketut menuturkan bahwa belum adanya tindak lanjut dari menkes dalam rangka melakukan perlindungan kepada pasien, salah satu contohnya kasus di Lampung yang belum ada tindak lanjutnya meski sudah dilakukan investigasi. Menurut Ketut, seharusnya Menkes menindak jika terbukti terdapat pelanggaran. Ketut juga menyampaikan kasus lainnya, seperti yang terjadi di RS Mintoharjo. Dalam kasus tersebut, menurutnya pasien mempunyai hak untuk mendapatkan info sejelas-jelasnya. Ketut juga mempertanyakan bagaimana sejauh ini peran pengawas rumah sakit di Indonesia. [sumber]
RUU Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) – Bapertarum dan YKPP
26 Oktober 2015 – Pada Rapat Pansus dengan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Rakyat (Bapertarum) dan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit (YKPP) (https://ykpp.wordpress.com/about/), Ketut mengatakan kunci utama terletak pada iuran. Ketut melihat ke depan RUU Tapera harus berdasarkan upah minimum selain itu pekerja juga sudah buat iuran di BPJS Ketenagakerjaan. Ketut menanyakan tanggapan Bapertarum megenai nilai presentase 3% dari sisi tapera. [http://chirpstory.com/li/290395]
RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
7 Oktober 2015 – Rapat Komisi 9 dengan Serikat Pekerja Karawang, Depok, Bekasi, Subang,Jakarta. Ketut berharap agar sidang gugatan pengadilan hubungan industrial bisa
selesai dalam satu kali sidang sehingga tidak banyak biaya serta berharap agar
eksekusi putusan efektif dan jelas. Ketut menyampaikan peran negara dalam hal
pengawasan memang sangat diperlukan serta perluasan UU terkait perundingan,
negoisasi harus mencakup ke lingkup kabupaten/kota.Menurut Ketut RUU yang
diusulkan tidak banyak perubahan positif yang lebih baik. [sumber]
RUU Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Pada 23 April 2015 - Ketut minta kepada Deputi Perundang-Undangan untuk diberikan poin-poin dari UU No.39 Tahun 2004 yang tidak sesuai, sehingga bisa direvisi dengan yang baru. Ketut menilai masih cukup banyak kewajiban kepada tenaga kerja kita di luar negeri tapi peran negara kita kurang terhadap nasib tenaga kerja. [sumber]
Tanggapan
Perbaikan sistem BPJS
25 Oktober 2018 - Pada RDP Komisi 9 dengan JKN, BPJS, Kemenkes dll, Ketut mengatakan sistem informasi dan kepesertaan ini harus diperbaiki karena persoalannya kita masih menggunakan data tahun 2011. Ini bukan persoalan angka saja, ini persoalan serius. Kalau BPS mengatakan persentasenya mencapai 50%, jangan-jangan benar kalau BPJS banyak menggunakan dana untuk kegiatan yang tidak urgent. [sumber]
Pelaksanaan Undang-Undang PPMI
3 Oktober 2018 – Pada Rapat Dengar Pendapat Komisi Panitia Pengawas TKI dengan Kemendagri, Ditjen Imigrasi, KemendesPDT, Kemenlu, Kemenhub, dan KemenKP, Ketut mengatakan bahwa pembahasan Undang-Undang ini sebenarnya adalah regulasi turunan. Terkait dengan penguatan badan, Ketut menanyakan siapa yang bertanggung jawab agar tidak ada yang tumpang tindih karena yang paling penting adalah struktur badan sehingga Ia berharap jangan sampai menjadi sumber persoalan. Mengenai satu sistem pra, penempatan, dan paska, jika proses perencanaan regulasi tetap seperti sekarang, Ketut khawatir 2 tahun tidak akan selesai. Terkait dengan peraturan turunan, Ketut menyarankan untuk diserahkan saja kepada Kemenaker karena perlu ada percepatan. Terkait pekerja pelaut awak kapal hingga kini belum ada aturan perlindungan PMI awak kapal dan Ketut mengusulkan ada MoU untuk memayungi pelaut awak kapal agar terlindungi saat bekerja. Ia menyatakan jika jaminan sosial hanya diserahkan ke BPJS tidak hanya akomodir 4 jenis. Sebagai penutup, Ketut menyampaikan bahwa jika penerbitan regulasi belum tuntas perlu terobosan untuk memberikan jaminan perlindungan tenaga kerja Indonesia. [https://chirpstory.com/li/405712]
Defisit Anggaran 2017 dan Pembiayaan Penyakit Katastropik BPJS Kesehatan
23 November 2017 – Rapat Komisi 9 dengan Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan. Ketut menyampaikan BPJS Kesehatan yang telah berjalan 3 tahun bisa dirasakan manfaatnya walaupun ada persoalan defisit. Dari berbagai kajian yang disampaikan akar permasalahan yaitu perlu dilakukan penyederhanaan kodifikasi aturan perlu dalam sistem jaminan sosial. Ketut menanyakan ketika ada tenaga kerja sakit maka yang akan bayar apakah BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan yang penting jangan ganda pembayarannya. Dalam UU BPJS pasal 7 ayat 3 yang berhak menaikan iuran itu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Klo iuran tidak dinaikan maka apa saran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan untuk mengendalikan defisit. Jika iuran dinaikkan maka perhitungan aktuarianya seperti apa. Ketut meminta penjelasan direksi terkait pengelolaan keuangan. Direksi katakan sudah bisa kendalikan defisit hingga Rp27 Triliun selama 3 tahun. Ketut bertanya apakah dana cukai rook bisa digunakan untuk defisit BPJS Kesehatan. [sumber]
Pembahasan Kasus RS Mitra Husada dan Pringsewu di Lampung
28 April 2016 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 9 dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Ikatan Dokter Indonesia, dan Dinas Kesehatan Lampung, Ketut beranggapan bahwa kasus yang terjadi di Lampung ini masih merupakan sebagian kecil dari seluruh kasus yang ada. Ketut meminta agar Komisi 9 dapat lebih memberi perhatian terhadap masalah kesehatan di daerah. Ketut meminta agar Polda Lampung dapat segera memberi keterangan atas kasus ini. Ketut juga meminta kepada BPOM agar lebih memperhatkan produksi dan pemakaian obat-obatan di rumah sakit. [sumber]
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengawasan tenaga Kerja Asing
26 April 2018 - Pada Raker Komisi 9 dengan Menaker dan BKPM, Ketut melihat bahwa percepatan pelayanan bukan berarti pelonggaran persyaratan, sebab persoalan kita terkait pengawasan. Ketut menjelaskan di tahun 2016 sudah pernah membuat Panja Tenaga Kerja Asing (TKA), artinya dari dulu sudah berpikir bagaimana mengatasi kerisauan kita terhadap TKA. Ketut menjelaskan saat ada rekomendasi menaikkan anggaran pengawasan, Kemendagrimenolak karena memprioritaskan direktorat lain. Ketut berpendapat, semestinya Kemendagri memberikan pengawasan terhadap otonomi daerah. Ketut beranggapan, mungkin ada pihak pihak yang terganggu dengan adanya percepatan waktu karena terbiasa bekerja dalam ketidakpastian. Ketut juga ingin memperjelas dari Dirjen Imigrasi terhadap pernyataan Ombudsman yang menyatakan bahwa setiap hari terdapat 70 persen penerbangan ke Kendari yang didominasi oleh TKA. Ketut berharap ini diketahui siapa pihak asing tersebut, apakah TKA legal atau memang wisatawan. Jika penerbangan ke Manado, Ketut mengetahui itu merupakan wisatawan yang ingin pergi ke Bunaken. [sumber]
Kasus Dokter Terawan
11 April 2018 – Rapat Komisi 9 dengan IDI, KKI, Kemenkes, dan HTA. Ketut menyampaikan saat ini banyak lembaga di Kemenkes seperti IDI dan HTA, bagaimana posisi antar lembaga tersebut. Ketut meminta penjelasan pada IDI kenapa selama ini tidak pernah dilakuan penilaian dan baru sekarang dilakukan kepada Dokter Terawan. Ketut bertanya apakah praktik Dokter T legal atau tidak. Terkait putusan Dokter Terawan, Ketut menyampaikan bahwa keputusan Majelis Kehormatan Kode Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKKEK IDI) bersifat internal dan rahasia tapi saat ini dapat diketahui publik maka apa konsekuensi hukumnya. Saat ini keputusannya penundaan, Ketut mempertanyakan dasar pertimbangan, dampak penundaan ini apakah Dokter T masih boleh berjalan. Ketut menanyakan bagaimana prosedur dan mekanisme dalam menentukan etik. Ketut berkata jika ia menanyakan pelanggaran Dokter T dimana pasti tidak dijawab.Jika memang diputuskan melanggar etik mohon jelaskan dimana pelanggarannya. Ketut mengartikan penundaan ini berarti Dokter T masih boleh berjalan karena tidak dikatakan tidak boleh membuka praktik. [sumber]
Pembiayaan Obat dalam JKN
29 Maret 2018 – Pada Raker Komisi 9 dengan Menteri Kesehatan (https://id.wikipedia.org/wiki/Nila_Moeloek) Ketut mengatakan yang berkaitan dengan tema rapat pada hari ini harus dibahas hulu dan hilirnya terlebih dahulu. Menurutnya masyarakat tidak pernah tahu obat yang dikasih dokter bagus atau tidak sehingga UU yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Mengenai pengadaan tender yang pada akhirnya akan menghasilkan 1 (satu) pemenang, menurut Ketut justru itu terkesan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dan monopoli. Ketut khawatir jangan-jangan kendalanya justru ada pada Pemda yang kekurangan Dana Alokasi Umum (DAU). Ketut menyatakan bahwa obat menjadi mahal karena kita mengimpor terlalu banyak bahan baku obat yang mencapai 97%. Ketut menanyakan, bolehkah Pemda mengadakan obat dan dana untuk obat karena mungkin dengan begitu dapat mengurangi masalah ketersediaan obat. Selanjutnya Ia menanyakan bagaimana kebijakan industri obat untuk rumah sakit pemerintah dan swasta. Apakah kapitasi yang diberikan melalui BPJS masih perlu diteruskan atau tidak, karena Ketut khawatir ada double pembiayaan dan Ia memohon agar ini menjadi evaluasi sehingga jelas anggarannya untuk provinsi dan kabupaten/kota. [https://chirpstory.com/li/387513]
Kesiapan K/L dalam UU 18/2017 tentang PPMI
21 Maret 2018 - Pada Raker Timwas TKI dengan Menaker, Mendagri, Menlu, MendesPDT, MenkopUKM, Dirjen Imigrasi Kemenkumham dan BNP2TKI, Ketut menanyakan terkait ada 2 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menunggu eksekusi mati, bagaimana respons dari Pemerintah Indonesia. [sumber]
Peredaran Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung DNA Babi
21 Maret 2018 – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 9 dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ketut berpendapat bahwa penipuan terhadap komposisi produk olahan makanan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Ketut meminta agar BPOM benar-benar melakukan pengawasan secara optimal dan juga dapat memberi informasi mengenai sejauh mana penanganan bahan makanan dan minuman yang mengandung DNA babi. Ketut berharap agar BPOM dapat memaksimalkan penggunaan laboratoriumnya untuk melakukan pengecekan bahan makanan. [sumber]
Peningkatan Kepesertaan dan Sosialisasi BPJS-TK
1 Februari 2018 - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen PHI, KemenBUMN, Jaksa Agung Muda dan Direksi BPJS-TK Ketut mengatakan keprihatinannya kepada Kementerian BUMN yang menurutnya kementerian sakti yang susah karena kepesertaan BOD dan dewan komisarisnya rendah. Ketut menanyakan kepada Kemenaker, berapakah perusahaan yang sudah masuk keanggotaan karena Panja membutuhkan data kepesertaan yang valid. Selain itu Ia menanyakan sanksi yang diberikan kepada Jamdatun karena BPJS hanya mampu memberi sanksi administrasi. Ketut menyatakan harapannya agar BPJS-TK lebih terdengar ke masyarakat. [sumber]
Dana Alokasi Khusus Kesehatan
29 Mei 2017 - Ketut menyampaikan bahwa DPR menyambut baik usulan dan keluh kesah terkait berjalannya Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketut mengharapkan kebutuhan Daerah dapat dipenuhi secara maksimal, persoalan DAK menyangkut pelayanan kepada masyarakat, ketersediaan obat dalam e-catalog perlu dibenahi. Oleh karena itu, Ketut mengetahui bahwa pasien di rumah sakit sering mengeluh karena tidak ada obat. Ketut menambahkan bahwa seringkali mendengar pejabat Dinas diundang berkaitan dengan DAK Daerah namun di Komisi 9 tidak pernah diajak diskusi, DAK mana yang akan diberikan pada Daerah, perlu masukan yang lebih detail, sehingga bisa lebih tajam dan direkomendasikan oleh Tim Panja (Panitia Kerja). [sumber]
Peran BPJS sebagai Satgas Indikasi Kecurangan Claim yang dibentuk KPK dan Kemenkes
5 April 2017 - Pada RDP Komisi 9 dengan Direksi dan Dewas BPJS Kesehatan, Ketut berpendapat bahwa indeks kepuasan dalam paparan sudah baik, tetapi di lapangan masih ditemukan banyak yang berbeda. Ketut menyampaikan bahwa BPJS sangat beruntung, karena yang melakukan sosialisasi program BPJS adalah relawan Komisi 9. Ketut menyampaikan bahwa ada perbedaan sekitar 16,7% datanya dengan yang ada di pusat. Ketut menjelaskan kaitannya dengan PP 17/2016 tentang verify, duplikasi yang terlalu banyak berpengaruh pada anggaran, distribusi dan sebagainya. Ketut menyampaikan bahwa surat rekomendasi dari KPK untuk mempercepat aplikasi deteksi fraud, dengan berbagai perilaku rumah sakit yang menolak pasien dan pelayanan yang banyak dikeluhkan, untuk hal ini, Ketut menanyakan bagaimana sistem aplikasinya. Ketut menyampaikan bahwa banyak keluarga yang akhirnya ingin mengeluarkan jenazah dari RSUD, karena coding petugas BPJS yang lama, maka keluarga terpaksa buat surat jaminan pembayaran. Ketut berpendapat, verifikator di rumah sakit harus ditingkatkan, juga Ketut menyampaikan ada kasus pembayaran claim beda dengan yang ditentukan. Ketut menanyakan adakah langkah dari BPJS agar tarif INA-CBGs rumah sakit itu dapat memuaskan, dan yag mengeluh bukan hanya pasen, tetapi juga rumah sakitnya. Ketut mengaku ingin Puskesmas itu sebagai preventif, dan 1 Puskesmas hanya untuk 80 masyarakat. Ketut menyampaikan kasus yang terjadi untuk lansia di Posbindu, mereka harus tetap bayar obat, padahal mereka juga peserta BPJS, untuk itu Ketut menanyakan apa lansia di Posbindu ini dicover. [sumber]
Evaluasi Kerja Pelayanan Kesehatan
30 Januari 2017 - Ketut menuturkan untuk melakukan sinkronisasi data JKN - KIS baik dari Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Sosial RI, dan BPJS Kesehatan sebab belum tentu kartu JKN - KIS dipegang oleh warga yang benar-benar membutuhkan. Menurut Ketut, tidak ada peningkatan yang signifikan dengan adanya pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan. Namun Ketut memberikan apresiasi terhadap rujukan pelayanan kesehatan online. Ketut mengatakan bahwa 2019 harus berjalan dengan baik serta sukses 100% dan terhadap daerah yang belum mampu, Ketut menyampaikan perlu adanya usaha untuk menyukseskan integrasi datanya. Ketut menanyakan mengenai program Nusantara Sehat dan laporan dari tim penanganan vaksin palsu. Selanjutnya, Ketut menanyakan kemungkinan penambahan DAK kepada daerah yang memiliki APBD minim untuk mendukung pelayanan kesehatan yang lebih baik. Ketut menanyakan harus ada usaha nyata berkenaan dengan persoalan administrasi. [sumber]
Perluasan Kepersertaan Sektor Informal
25 Januari 2017 - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 9 Dewan Perwakilan Rakyat-Repulik Indonesia (DPR-RI) dengan Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Ketut menyampaikan terkait kepesertaan di lapangan dan menginginkan paparan dari masing-masing wilayah. Ketut menanyakan apakah BPJS ketenagakerjaan diaudit oleh BPK atau tidak dan bagaimana keberadaan akuntan publiknya. Ketut mengatakan bahwa dalam mencermati angka harus hati-hati agar BPJS TK sesuai motto-nya yaitu menjadi jembatan bagi pekerja. [sumber]
Pengembangan Organisasi Profesi Sarjana Kesehatan Masyarakat
17 Oktober 2016. Rapat Komisi 9 dengan Persakmi. Ketut mengajak Persakmi ikut mengawal program Indonesia Sehat. Ia juga mengajak agar mensukseskan program Persakmi. Terkait Konsil harus didiskusikan bersama sehingga tidak ada masalah. Ketut tidak mempermasalahkan Persakmi atau IAKMI mau bergabung atau tidak yang terpenting tetap memberikan pelayanan kesehatan. [sumber]
Penyempurnaan Alokasi RAPBN 2017
20 Juli 2016 – Pada rapat kerja dengan Menteri Agama, Menteri Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan BNPB, Sodik mempertanyakan berapakah pembahasan alokasi anggaran fungsi dan program kerja yang diperlukan oleh mitra tahun 2017, selain itu ia mempertanyakan target dan capaian tahun anggaran 2017. [sumber]
Kasus Vaksin Palsu
13 Juli 2016 – Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi 8 dengan Nila Djuwita selaku Menteri Kesehatan (Menkes), Ketut meminta agar Menkes dapat segera mengarahlan satgas penanggulangan vaksin palsu untuk menguji seluruh fasilitas kesehatan secara keseluruhan. Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Ketut berpendapat bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui siapa yang dapat disalahkan terkait penyebaran vaksin palsu ini. Ketut beranggapan bahwa publik perlu mendapat informasi yang akurat terkait peredaran vaksin palsu. [sumber]
27 Juni 2016 – Pada rapat kerja Menteri Kesehatan, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan Biofarma, Ketut mempertanyakan mengapa harus masyarakat yang waspada dengan vaksin palsu sebab menurut Ketut kasus vaksin palsu ini merupakan tindak pidana berat dan seharusnya mendapatkan perhatian serius dan tidak normatif. Ketut mempertanyakan pelaporan terhadap pelaksanaan vaksin selama 13 tahun serta pemantauan vaksin palsu dari BPOM sebab anggaran besar, mengapa tetap ada vaksin palsu. Ketut pun mengingatkan agar untuk kehati-hatian memberikan pernyataan kepada publik. [sumber]
Anggaran Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM), Badan Nasional Penempatan & Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
8 Juni 2016 - Ketut meminta pihak BPOM dan BKKBN memberikan rincian seperti yang dilakukan BNP2TKI. Ketut juga meminta diberikan gambaran umum apakah dengan adanya penghematan ini akan mempengaruhi program utama dan menghambat kegiatan lain tidak? Kegiatan apa saja yang lebih diprioritaskan karena harus diketahui dengan jelas bahwa penghematan tidak akan berimplikasi pada program prioritas serta berharap pemotongan tidak mencakup bagian edukasi. [sumber]
Kesejahteraan Pelaut Indonesia
26 Mei 2016 - Dalam Rapat Audiensi dengan Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) Ketut mendukung perwakilan Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) untuk mencapai hidup yang layak dan bekerja secara legal di semua perairan internasional. Ketut mewakili Komisi 9 dengan mengatakan Komisi 9 akan ikut menyampaikan aspirasi dan mengawal untuk ratifikasi internasional, maka perlu ada sertifikasi. Ketut berharap semoga tidak ada Musnaslub di Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Terkait dengan KPI, Ketut berpendapat sama dengan Irma, bahwa Komisi 9 tidak bias terlalu jauh ikut campur. Ketut menilai ratifikasi Maritime Labour Convention (MLC) penting. [sumber]
Masukan terhadap Panja BPJS Kesehatan
21 April 2016 - Ketut mengatakan bahwa dirinya menyetujui bahwa persoalan JKN harus diperbaiki dalam implementasinya. Ketut menyatakan bahwa dirinya mendorong prinsip JKN wajib untuk seluruh masyarakat. Ketut menyampaikan bahwa tarif kapitasi klinik swasta berbeda dengan puskemas dan tarif INACBGs rumah sakit swasta dengan rumah sakit pemerintah harus dibedakan. Ketut mengatakan bahwa fasilitas kelas 3 mayoritas didambakan oleh masyarakat Indonesia dan persoalan mendasar dari JKN adalah tidak akuratnya data peserta. Ketut menanyakan riset terkait hubungan dana kapitasi dan BPJS. Ketut menuturkan bahwa iuran kelas 3 PBI dan Mandiri belum ada keadilan. Ketut menanyakan kondisi yang terjadi di Indonesia bila iuran kelas 3 dijamin oleh negara. Ketut menyampaikan bahwa tarif INACBGs harus dievaluasi dan tarif kapitasi harus dibayarkan dengan pelayanan. Ketut berharap agar program JKN diteruskan dan bermanfaat bagi masyarakat. Terakhir, Ketut meminta data PBI dimana 86 juta jiwa tidak mendapatkannya sebab menurut Ketut, ini hal yang sangat salah. [sumber]
Rangkap Jabatan
27 April 2016 – Pada Rapat Dengar Pnedapat (RDP) dengan Dewan Pengawas Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Ketut mengatakan bahwa rangkap jabatan diperbolehkan selama tidak ada konflik dan Ketut mengusulkan agar BPJS tetap diundang untuk sidang selanjutnya. [http://chirpstory.com/li/313404]
Evaluasi Kinerja - Kemenkes
20 April 2016 – Dalam Rapat Kerja (raker) Komisi 9 dengan Menteri Kesehatan,Ketut menyorot tidak akuratnya data peserta JKN sebagai permasalahan sehingga target belum tercapai meskipun telah ada penururan kematian ibu melahirkan. Menurut Ketut road map untuk 10 tahun yakni hingga 2025 sangatlah cepat dan Ia memandang perlu ada pertimbangan untuk memberikan kepemilikan modal asing. Ketut juga menyampaikan bahwa apa yang disampaikan dalam roadmap terutama paket kebijakan nomor 11 memang betul tidak hanya diatur oleh Kemenkes saja. Mengenai biaya rumah sakit yang tinggi, Ketut menyampaikan itu diakibatkan oleh pajak yang tinggi, untuk itu Ia menanyakan apakah bisa ditekan pajak untuk beberapa alat farmasi tertentu. Ketut merasa perlunya revisi peraturan dari hulu mengenai obat-obatan dari 10 hingga 15 tahun mendatang karena terdapat kejadian belum selesai investigasi obat tapi sudah ditutup produsen obatnya. [https://chirpstory.com/li/312509]
Evaluasi Kinerja Kementerian Kesehatan
19 April 2016 - Ketut berpesan jangan sampai hanya fisik dari rumah sakit yang bagus tetapi pelayanannya juga harus bagsus. Dari sisi pelayanan peralatan dokter memang tidak sebanding dan belum efektif dalam pelayanannya. Menurut Ketut, pengembangan Rumah Sakit Vertikal sudah bagus sesuai dengan keinginan dan berkeinginan adanya puskesmas di kecamatan. dan upaya perbaikan permasalahan manajemen operasional juga perlu sebelum pengembangan. Ketut menyatakan kalau pelayanan efektif, keluhan juga akan berkurang. Ketut ingin evaluasiatas regulasi rumah sakit. [sumber]
Evaluasi Kenaikan Premi BPJS Kesehatan Kaitannya dengan Cukai Rokok dan Minuman Beralkohol
16 Maret 2016 – Pada Rapat Kerja (Raker) Komisi 9 dengan Menteri Kesehatan, Kementerian Keuangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan, Ketut mengatakan bahwa pada rapat ini tidak berbicara tentang pasar. Ia menyatakan bahwa BPJS Kesehatan harus dilaksanakan untuk mengamalkan konstitusi Indonesia. Ketut berpandangan bahwa kenaikan iuran sangat tidak perlu saat ini karena secara sosiologis dan psikologis tidak tepat. Ketut mengira cita-cita ingin menaikan iuran itu sudah lama. Seharusnya, Komisi 9 dapat duduk bersama merumuskan ini. Ketut mempertanyakan kenapa besaran kapitasi dan tarif INACBG’S tidak juga dievaluasi seperti besaran iuran. Ia menegaskan bahwa kenaikan iuran ini tidak tepat karena tidak mengondisikan situasi di lapangan. Untuk itu Ketut ingin meminta penjelasan dan hitungan riil posisi keuangan dari 4 segmen peserta BPJS. Ketut mengusulkan Pemerintah dan BPJS Kesehatan menunda Perpres
19 Tahun 2016 (https://djsn.go.id/storage/app/uploads/public/58c/934/a2d/58c934a2d1d9d579396786.pdf). Oleh karena itu Ia memandang perlu juga dilakukan audit khusus kepada keuangan BPJS Kesehatan sebelum kenaikan. Ketut memohon agar BPJS Kesehatan dapat menjelaskan sistem pengendalian mutu dan biaya yang dilakukan. Ketut juga menanyakan kenapa Kemenkeu tidak berpikir untuk
memenuhi undang-undang jadi kenaikan iuran, karena pertanggung jawabannya ada di Kemenkes. Ketut mengira lebih penting mengevaluasi pembayaran sistem kapitasi. Ia juga berpesan Kemenkes harus memperbaiki gap tarif antar rumah sakit Pemerintah. Menurut Ketut kenaikan iuran peserta
BPJS Kesehatan dilakukan mendadak tanpa komunikasi dengan DPR. Lebih baik, yang harus ditingkatkan itu pelayanan kesehatan yang sesuai amanat Undang-Undang. Terakhir, Ketut memberikan penegasan bahwa cukai rokok dan minuman alkohol mampu menutupi persoalan kesehatan BPJS. [http://chirpstory.com/li/308355]
Penerima Bantuan Iuran (PBI)
29 Februari 2016 – Rapat Komisi 9 dengan BPJS Kesehatan dan Kemenkes. Ketut menanyakan kriteria menetapkan PBI serta berapa data verifikasi dan validitas yang telah masuk. Ketut meminta kepada kepala kantor cabang BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dengan kemensos terkait data PBI. Data kepesertaan dari 8,64 juta menjadi 9,2 juta ini perlu penjelasan. [sumber]
Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan 2016
Pada 8 Juni 2015 - Ketut meminta BPOM bertindak lebih cepat terkait klarifikasi hal-hal yang meresahkan masyarakat, seperti beras plastik, merica oplosan, bakso formalin, dll.Dia juga bertanya bagaimana upaya strategis mampu menguatkan BPOM. Anggaran yang diajukan BPOM kemudian dipertanyakan oleh Ketut. Anggaran itu untuk apa saja, apakah itu mampu meningkatkan koordinasi BPOM sampai pada daerah kabupaten/kota. Harapannya BPOM mampu menjangkau sampai dengan kabupaten/kota. Terakhir dia menanyakan apakah sudah ada langkah-langkah untuk memperkuat laboratorium maupun sumber daya manusia BPOM yang masih sangat terbatas. [sumber]
BPJS Kesehatan
27 Mei 2015 – Rapat Komisi 9 dengan BPJS Kesehatan. Ketut mengatakan harapan
masyarakat terhadap BPJS Kesehatan sangat tinggi oleh karena itu ia mengharapkan
BPJS Kesehatan ke depannya lebih pro aktif untuk melayani masyarakat dan
sosialisasi ke masyarakat juga penting .
Menurut Ketut perlu
dilakukan evaluasi terhadap BPJS Kesehatan karena sudah berjalan 1,5 tahun
serta ia menilai aturan BPJS Kesehatan terkait rujukan ke rumah sakit lain
merepotka oleh karena itu Jika
ingin meningkatkan pelayanan di tiap daerah bisa dibuka bagian pelayanan
pengaduan BPJS.
Ketut menyampaikan di dapinya terdapat peserta jamkesmas yang belum
mendapatkan kartu BPJS Kesehatan dengan
alasan kartu belum dicetak selain itu Anak-anak di panti asuhan belum bisa mendapatkan
pelayanan BPJS Kesehatan karena tidak memiliki kartu keluarga. [sumber]
Kasus Malpraktik RS Siloam Karawaci dan Obat Buvanest (Panja Anestesi)
Pada 7 April 2015 - Ketut minta konfirmasi apakah Kalbe yakin produk Buvanest adalah milik Kalbe. Ketut minta klarifikasi kepada bagian Quality Control dari Kalbe apakah mungkin ada produk yang tercecer saat produksi. Menurut Ketut pihak RS.Siloam Karawaci mengatakan pihak Kalbe telah mengakui secara tertulis. Ketut minta konfirmasi apa yang diakui oleh pihak Kalbe karena ini klarifikasi pernyataan bahwa Kalbe yang salah atau tidak. [sumber]
Program JKM Usulan Baru
2 April 2015 - Pada RDP Komisi 9 dengan BPJS Ketenagakerjaan, Ketut menanyakan bagaimana pengalihan aset dan bagaimana proses harmonisasi penerbitan peraturan pelaksanaan. Ketut berpendapat perlu adanya sosialisasi usaha kecil dan mikro. Ketut menanyakan investasi apa saja, karena
investasi sepertinya terus berkembang. [sumber]
Evaluasi Kesiapan BPJS Ketenagakerjaan untuk Launching per 1 Juli 2015
Pada 2 April 2015 - Ketut minta klarifikasi ke Direktur Utama BPJSTK status dari pengalihan asetnya. Ketut juga minta penjelasan proses harmonisasi penerbitan peraturan pelaksanaannya. Ketut menilai BPJSTK perlu ada sosialisasi lebih untuk usaha kecil dan mikro. Sehubungan dengan investasi BPJSTK, Ketut minta verifikasi apa saja investasinya. [sumber]
Evaluasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
1 April 2015 - Ketut minta klarifikasi kepada Menteri Kesehatan berapa iuran dari Kementerian Kesehatan untuk PBI. Ketut menggaris bawahi bahwa pendaftaran BPJS Kesehatan di daerah masih bermasalah. Menurut Ketut di Bandung hampir semua pasien dengan BPJS Kesehatan dirujuk ke RS.Hasan Sadikin. Perawatan gigi sekarang ini tidak termasuk dalam coverage dari BPJS Kesehatan.
Sehubungan dengan Puskesmas, menurut Ketut di Kota Bandung tidak ada Puskesmas yang terakreditasi. Bahkan menurut Ke20 tut sebagian besar Puskesmas di Kota Bandung tidak mempunyai izin operasional. Tenaga kesehatan dan non-kesehatan juga kurang, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Dan dokter-dokter di Puskesmas merasa dana kapitasi sebagai beban karena sebagian besar waktu mereka habis hanya untuk mengelola dana. Ketut berharap untuk segera dilakukan audit untuk dana BPJS Kesehatan. [sumber]
Evaluasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
1 April 2015 - sehubungan dengan BKKBN, Ketut mohon proses yang menekankan transparansi di BKKBN. [sumber]