Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Status Dana Hibah Pilkada Belum Disepakati

12/12/2018



Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri belum sepakat mengenai status dana hibah yang akan dikucurkan pemerintah daerah. Hal tersebut membuat Komisi Pemilihan Umum harus menunggu anggaran pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak dikucurkan.

Kementerian Dalam Negeri menilai, dana penyelenggaraan pilkada dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada KPU daerah berstatus hibah. Adapun Kementerian Keuangan berpendapat, anggaran pilkada bukan hibah karena disalurkan secara rutin setiap lima tahun sekali.

Direktur Direktorat Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan Rudy Widodo di Jakarta, Rabu (5/4), mengatakan, kepastian dana penyelenggaraan pilkada adalah hibah atau belanja APBD masih menunggu payung hukum.

"Dana yang disalurkan untuk pilkada nanti dilakukan rutin sehingga statusnya bukan dana hibah, melainkan belanja daerah," kata Rudy.

Perbedaan status tersebut akan berdampak kepada pola pertanggungjawaban penggunaan dana. Jika dana pilkada berstatus hibah, maka KPU daerah yang mengelola dan mempertanggungjawabkannya. Sementara jika dana tersebut berstatus belanja rutin, maka pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap penggunaannya.

Secara terpisah, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, proses pencairan dana yang tertunda menyulitkan pihaknya menjalankan sejumlah program terkait persiapan penyelenggaraan pilkada. Idealnya, pemerintah telah menyediakan anggaran begitu undang-undang disahkan.

KPU harus membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) mulai Jumat (17/4). "Idealnya, setelah undang-undang pilkada ditetapkan, anggaran harus sudah ada," kata Husni.

Sementara di Sulawesi Selatan, 11 KPU kabupaten belum bekerja karena masih menunggu peraturan KPU terbit. KPU daerah masih menghadapi sejumlah kendala, misalnya anggaran.

Ketua KPU Sulawesi Selatan Iqbal Latief mengatakan, saat ini KPU provinsi terus berkoordinasi dengan KPU kabupaten untuk mempersiapkan rencana tahapan penyelenggaraan pilkada sambil berkomunikasi dengan pemerintah daerah berkait dengan anggaran.

"Kuncinya adalah segera mengesahkan PKPU. Sebab, sampai saat ini kami dan rekan-rekan KPU di daerah memang belum bisa melakukan apa-apa. Mau merekrut petugas lapangan, aturannya belum ada. Bahkan, sosialisasi juga belum bisa secara luas karena bahan sosialisasi belum disahkan," kata Iqbal.

Komisi Pemilihan Umum sendiri memutuskan untuk menyesuaikan aturan pembatasan kerabat petahana mencalonkan diri sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. ”Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk mengkaji kembali pembatasan keluarga petahana dan mengembalikan ke UU,” kata komisioner KPU Hadar Nafis Gumay seusai rapat konsultasi dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/4).

Pembatasan kerabat petahana itu diatur dalam Pasal 7 huruf r UU 8/2015. Pasal itu menyebutkan, calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Dalam bab penjelasan dijabarkan, calon kepala daerah tidak boleh memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, kecuali melewati jeda satu kali masa jabatan. Dalam rancangan peraturan KPU hal itu justru diperluas sehingga dipersoalkan Komisi II DPR.

 

link asli (locked): http://print.kompas.com/baca/2015/04/09/Status-Dana-Belum-Disepakati