Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) UU Pilkada Harus Diundangkan di Lembaran Negara baru Direvisi

12/12/2018



Undang-undang mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tak bisa direvisi jika tak segera diundangkan di Lembaran Negara RI. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo didesak mengundangkannya.

Anggota Komisi II DPR, M Arwani Thomafi, saat ditanya di sela-sela rapat pembahasan revisi UU Pilkada, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (30/1), mengatakan, revisi terbatas yang akan dilakukan DPR terhadap beberapa pasal dalam UU Pilkada hanya bisa dilakukan jika sudah diundangkan menjadi UU.

”Revisi itu, kan, harus menunggu UU-nya diundangkan, ditandatangani, dan diberi nomor,” ujar Arwani.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi II DPR lainnya, Saan Mustopa. ”Kalau sekarang, ya, jadi pertanyaan jika UU itu ingin direvisi. Sebab, jika tak diundangkan lebih dulu, UU nomor berapa yang mau direvisi?” tanyanya.

Saan mengingatkan, pembahasan UU Pilkada yang direncanakan oleh panitia kerja (panja) nantinya akan sia-sia jika UU tersebut tak kunjung diundangkan dalam Lembaran Negara RI. Badan Legislasi tak bisa mengharmonisasi rancangan revisi UU Pilkada yang belum diberi nomor oleh Sekretariat Negara.

”Jika pemerintah tak juga mengundangkan UU Pilkada, revisi pun terancam gagal diselesaikan pada masa persidangan kali ini. Sebab, waktu yang tersisa hingga sebelum reses DPR II tinggal 11 hari kerja saja,” tutur Saan.

Hingga kemarin, UU tentang Penetapan Perppu No 1/2014 tentang Pilkada memang belum ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI. Padahal, sejak disahkan di Sidang Paripurna DPR, Selasa (20/1), UU tersebut sudah diajukan ke Presiden untuk dimohonkan pengundangannya lewat Lembaran Negara RI.

Untuk melakukan revisi terbatas UU Pilkada itu, Komisi II DPR sudah membentuk panja guna membahas rancangan revisi UU Pilkada. Bahkan, panja juga sudah mulai membahas materi-materi krusial yang akan diubah atau diperbaiki.

Kamis (29/1), misalnya, fraksi-fraksi menyepakati untuk mempertahankan uji publik yang digelar Komisi Pemilihan Umum. Panja juga sudah membahas mekanisme pencalonan dan pemilihan kepala daerah. Namun, sejauh ini belum ada kesepakatan kepala daerah dicalonkan satu paket dengan wakil kepala daerahnya atau tidak.

Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Refly Harun, dihubungi terpisah, mengaku tak tahu apakah UU Pilkada itu sudah ditandatangani oleh Presiden Jokowi atau belum. Alasannya, dalam beberapa hari ini Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah untuk memastikan program pembangunan dijalankan.

Dua tahap

Sementara itu, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto, saat diskusi di kantor Komisi Pemilihan Umum, mengatakan, setelah UU Pilkada disetujui DPR sebaiknya direvisi dua tahap. Pertimbangannya, saat ini di DPR berkembang perlunya merevisi banyak hal prinsip yang dipastikan tak akan terkejar hingga masa persidangan DPR.

Menurut Didik, tahap pertama adalah revisi terbatas pada jadwal pilkada. ”Pilkada serentak 2015 diundur ke 2016, tak usah lama-lama, diundur enam bulan saja jadi Juni 2016,” kata Didik.

Dengan membahas perubahan dasar itu, revisi bisa selesai dan ditetapkan pada 18 Februari mendatang. Setelah itu baru dilakukan perubahan tahap kedua yang lebih komprehensif pada masa sidang ketiga dan keempat.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah melihat tak ada yang perlu diubah dari UU Pilkada. Karena itu, pemerintah tak akan mengajukan perubahan UU. Meski demikian, pemerintah tetap terbuka jika DPR ingin merevisi sejumlah pasal.