Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) UU Sumber Daya Air dibatalkan, Segera Renegosiasi Kontrak Air

12/12/2018



  Pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi diharapkan diikuti negosiasi ulang kontrak swasta yang selama ini menguasai sumber air. Pembatalan undang-undang ini dinilai membuat penguasaan air oleh swasta kehilangan landasan hukum.

”Masyarakat patut bersyukur permohonan peninjauan kembali yang kami ajukan bersama sejumlah organisasi dan perorangan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dikabulkan keseluruhan,” kata Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin usai jumpa pers di Jakarta, Senin (23/2).

Konsekuensinya, kata Din, pemerintah harus membatalkan semua kontrak pengelolaan air oleh perusahaan swasta, yang selama ini merugikan rakyat. ”Landasan hukum mereka untuk menguasai air tidak ada lagi,” katanya.

Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakhri menambahkan, pemerintah dan swasta harus menaati putusan MK itu. ”Jika tetap beroperasi, sementara landasan hukumnya tidak ada, artinya ilegal.”

Pembatalan kontrak itu, kata Syaiful, tidak hanya berlaku pada perusahaan air dalam kemasan, tetapi juga pada perusahaan asing yang menguasai perusahaan daerah air minum.

Pada Rabu (18/2), MK mengabulkan gugatan masyarakat untuk membatalkan UU SDA. Perkara itu diajukan PP Muhammadiyah; Al Jami’yatul Wasliyah; Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan; Perkumpulan Vanaprastha; dan pemohon perseorangan, seperti Rachmawati Soekarnoputri, Fahmi Idris, Adhyaksa Dault, La Ode Ida, Amidhan, dan Marwan Batubara. Sidang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.

Hambat kesejahteraan

Menurut Din, kemenangan gugatan itu hal penting bagi bangsa Indonesia, karena UU itu dinilai bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan sumber daya alam dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-sebesarnya bagi kemakmuran rakyat.

Gugatan itu, tambah Din, amanat Muktamar Muhammadiyah di Bandung tahun 2012. ”Ini bagian tanggung jawab kami mengawal negara tercinta yang kaya. Namun, ternyata belum menyejahterakan rakyatnya,” katanya.

Menurut Din, UU SDA hanya satu dari sekian produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945. ”Kami mengajukan gugatan terhadap sejumlah UU lain, terutama yang terkait pengelolaan sumber daya alam dan energi. Kami melihat, regulasi-regulasi inilah yang selama ini menghambat kemakmuran rakyat,” katanya. ”Minggu depan kami ajukan gugatan UU Penanaman Modal Asing.”

Dihubungi terpisah, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) Meyritha Maryanie mengatakan, saat ini pihaknya sedang membahas secara internal dampak pembatalan semua pasal UU SDA terhadap beroperasinya Palyja. ”Pendapat kami akan kami sampaikan setelah pembahasan internal,” ujarnya.

Palyja merupakan bagian dari Suez Environnement, lini usaha Grup GDF Suez yang berbasis di Perancis, serta bagian PT Astratel Nusantara, unit usaha Grup Astra-Indonesia. Melalui perjanjian kerja sama dengan PAM Jaya, Palyja melayani kebutuhan air bersih di barat DKI Jakarta.

Jumlah pelanggan Palyja 405.000, bertambah dua kali lipat sejak beroperasi 1998, yang saat itu berjumlah 200.000 pelanggan.