Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Kasus Malpraktek RS Siloam Karawaci - Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi 9 dengan IAI, Perdatin, GP Farmasi dan IPMG

12/12/2018



Pada 31 Maret 2015 Komisi 9 mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (Perdatin), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) terkait evaluasi kasus malpraktek Rumah Sakit Siloam Karawaci (Kasus RS Siloam) dimana dua pasien meninggal dunia setelah diberi obat bius.

Pemaparan Mitra

Berikut adalah beberapa pemaparan dari Ketua Umum IAI, Drs.Nurul Falah, antara lain:

  • Setelah kasus yang terjadi di RS Siloam seluruh apoteker Indonesia ditelusuri lebih lanjut.

  • Setelah penelusuran dilakukan ditemukan bahwa faktanya apoteker telah melakukan sesuai prosedur kerja.

Berikut adalah beberapa pemaparan dari Wakil Ketua Perdatin, dr.Cindy Elfira Boom:

  • Prosedur SOP anastesi adalah cek obat dan standar obat yang ada pada prosedur pelayanan nasional dokter Indonesia.

  • Perdatin telah membuat pedoman prosedur anastesi yang telah disebar ke seluruh dokter Indonesia.

  • Dokter tidak bisa mengetahui komposisi sebenarnya dari sebuah obat atau ampul. Kesalahan terjadi karena kesalahan label pada obat.

Berikut adalah beberapa pemaparan dari perwakilan GP Farmasi:

  • Harus segera dilakukan re-sertifikasi dalam CPOB untuk memastikan kesesuaian persyaratan yang ada.

  • Kasus RS Siloam harus segera dituntaskan agar masyarakat kembali percaya akan keprofesionalismean farmasi Indonesia

Pemantauan Rapat

Berikut adalah respon dari fraksi-fraksi terhadap pemaparan dari perwakilan dari IAI, Perdatin dan GP Farmasi antara lain:

Fraksi PDI Perjuangan: Oleh Alex Indra Lukman dari Sumbar 1. Alex fokus kepada stiker obat. Alex mempertanyakan kemungkinan masyarakat awam untuk merubah-rubah stiker obat. Karena menurut Alex apabila kalau kemasan obat tidak sempurna rapat maka akan merusak ampul dan kandungan obatnya.

Fraksi Gerindra: Oleh Susi Marleny Bachsin dari Bengkulu. Menurut Susi akar masalah dari human error pada Kasus RS Siloam ada pada waktu loading obat dari pabrik ke RS Siloam.

Fraksi Demokrat: Oleh Dede Yusuf Macan Effendi dari Jabar 2 dan sebagai Ketua Komisi 9. Dede membutuhkan opini profesional atas terjadinya Kasus RS Siloam. Dede tanya kepada perwakilan apoteker, anestesiolog, perusahaan farmasi prosedur penyuntikan anastesi kepada pasien. Menurut Dede pembiusan umum dan regional spinal ada prosedur yang disepakati dunia dengan prinsip patient safety. Kepada GP Farmasi, Dede tanya CPOB yang diterapkan oleh GP Farmasi.

Verna Gladies Merry Inkiriwang dari Sulteng. Sehubungan dengan Kasus RS Siloam dan penarikan obat bius Buvanest Spinal oleh Kalbe Farma, menurut Verna dari penarikan obat yang dilakukan hanya ada sanksi administratif terhadap pihak Kalbe Farma tanpa ada sanksi hukum. Verna menilai ini tidak efektif untuk mencegah terjadinya lagi Kasus RS Siloam. Verna menilai terlihat ada yang ditutup-tutup dalam Kasus RS Siloam ini sehingga prosesnya lamban untuk ditangani. Verna saran harus ada introspeksi dalam packaging obat sehingga mengurangi kemungkinan human error dalam penggunaan obat.

Fraksi PAN: Oleh Hang Ali Saputra Syah Pahan dari Kalteng. Hang Ali tanya mengenai tindakan Kalbe Farma dalam melakukan penarikan obat.

Fraksi PKB: Oleh Nihayatul Wafiroh dari Jatim 2. Kepada IAI Ninik tanya apa saja yang dilakukan seorang apoteker dalam pengontrolan obat.

Fraksi PKS: Oleh Hamid Noor Yasin dari Jateng 4. Hamid tanya kepada perwakilan apoteker, anestesiolog dan perusahaan farmasi kenapa obat yang terindikasi berbahaya dengan mudah ditemukan.

Chairul Anwar dari Riau 1. Menurut Chairul banyak keanehan dan spekulasi yang bermunculan pada Kasus RS Siloam.

Fraksi PPP: Oleh Okky Asokawati dari DKI 2. Okky mempertanyakan adakah CPOB dalam peraturan kemasan obat dan apa peranan BPOM dalam keberlakuan CPOB. Kepada IAI Okky tanya klarifikasi apa kontrol yang dilakukan seorang apoteker mengenai resep yang diberikan oleh dokter. Okky menggaris bawahi perlunya gerakan cepat untuk segera menjalankan UU Ketersediaan Farmasi setelah Kasus RS Siloam.

Fraksi Nasdem: Oleh Irma Suryani dari Sumsel 2. Sehubungan dengan Kasus RS Siloam, Irma minta klarifikasi sudah sejauh mana investigasi yang telah dilakukan karena pada dasarnya ini menyangkut nyawa masyarakat.

Respon Mitra

Berikut adalah beberapa respon dari Kalbe Farma menanggapi pertanyaan dan masukan dari Komisi 9:

  • Kami akan benar-benar benahi sirkulasi obat kami ke seluruh mitra rumah sakit kami.

  • Bahwa Buvanest Spinal kalau disuntikkan ke siapapun orangnya pasti akan kejang terlebih dahulu sekitar tiga menitan setelah disuntikkan.

  • Kasus RS Siloam ini membuat kami lebih ketat lagi awasi kadaluarsa obat produksi kami dan juga kerapatan kemasan obat itu sendiri.

Berikut adalah beberapa respon dari GP Farmasi menanggapi pertanyaan dan masukan dari Komisi 9:

  • GP Farmasi siap dihubungi setiap saat untuk menangani kasus ini.

Berikut adalah beberapa respon dari IAI menanggapi pertanyaan dan masukan dari Komisi 9:

  • RUU Ketersedian Farmasi yang masih tertunda harus segera diperdalam lagi bersama-sama.

  • Kini masyarakat membeli obat tanpa keahlian seorang apoteker. Jadi obat menjadi racun karena saleh pengonsumsian.

Berikut adalah beberapa respon dari Perdatin menanggapi pertanyaan dan masukan dari Komisi 9:

  • Kekurangan dokter anestesi di daerah dikarenakan kurangnya kesejahteraan yang didapatkan dokter di daerah.

  • Dokter ada, namun sarana kelengkapan yang dibutuhkan dokter sangatlah minim. Anggaran belanja kesehatan daerah yang diberikan sangat sedikit.

Untuk membaca rangkaian livetweet RDPU dengan IAI, Perdatin, GP Farmasi dan IPMG kunjungi http://bit.ly/kom9farmasi.

 

wikidpr/fr