Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) DPR Akan Revisi Aturan

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — DPR berkukuh Komisi Pemilihan Umum menerapkan rekomendasi agar Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan bisa ikut pemilu kepala daerah serentak. Bahkan, DPR akan merevisi dua undang-undang untuk memuluskan niat tersebut.

Demi memastikan hal itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menggelar rapat konsultasi yang dihadiri, antara lain, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman; komisioner KPU, Hadar N Gumay; dan Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/5).

Rapat tertutup sekitar empat jam itu menghasilkan tiga keputusan yang salah satunya adalah KPU harus memasukkan rekomendasi Komisi II DPR dalam peraturan KPU. "Tiga poin rekomendasi diterima dan dimasukkan dalam peraturan KPU," kata Rambe seusai rapat.

Komisi II DPR berniat merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. "Revisi terbatas dalam rangka memberikan payung hukum pelaksanaan tiga opsi rekomendasi Komisi II," ujar Rambe.

Namun, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR Arif Wibowo menolak klaim Rambe. Menurut Arif, revisi tidak dapat dilakukan tanpa alasan jelas dan harus melalui kajian mendalam.

Hadar mengatakan, selama UU Pilkada dan UU Parpol belum direvisi, KPU tetap mempertahankan pasal pedoman verifikasi parpol dalam PKPU. "Sepanjang undang-undang belum direvisi, PKPU tetap. Partai yang bisa ikut adalah yang punya SK Menkumham," ujar Hadar.

Terkait gugatan terhadap SK Menkumham, kedua kubu pengurus parpol harus menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). KPU menyarankan kedua kubu islah dan membentuk pengurus baru yang segera didaftarkan ke Kemenkumham untuk disahkan.

Keputusan ketiga adalah DPR akan meminta Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan fatwa soal sengketa parpol dalam pilkada.

Masalah kepengurusan ganda Partai Golkar dan PPP juga dibahas dalam Rapat Koordinasi Pilkada Serentak 2015 yang diselenggarakan Kemendagri serta diikuti kepala daerah dan ketua DPRD di Jakarta, Senin. Rapat dihadiri, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly.

Bupati Banggai, Sulawesi Tengah, Sofian Mile berharap masalah kepengurusan ganda segera selesai agar tak memicu konflik. "Saat ini konfliknya memang masih tingkat elite. Bukan tidak mungkin nanti menjalar ke masyarakat," kata Sofian.

Yasonna mengatakan, kepengurusan partai pengusung calon adalah yanginkracht. "Jika hanya putusan pengadilan tingkat pertama dan kedua yang jadi dasar, konsekuensinya bisa fatal," kata Yasonna.

Masalah anggaran

Dalam rapat koordinasi juga terungkap, 223 KPU daerah belum menerima anggaran pilkada. Demikian pula dana pengamanan pilkada untuk kepolisian.

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, dari 269 provinsi dan kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada, baru 46 KPU yang menandatangani nota perjanjian hibah daerah (NPHD) dengan pemda. NPHD menjadi syarat KPU bisa menggunakan anggaran yang bersumber dari APBD. Komisioner KPU Papua, Tarwinto, di Jayapura, mengatakan, dua dari 11 kabupaten belum mengalokasikan anggaran pilkada. Saat dikonfirmasi, Asisten Bidang Pemerintahan Papua Doren Wakerkwa mengatakan, Gubernur Papua Lukas Enembe memutuskan, pemda merevisi APBD untuk anggaran pilkada.

Hal serupa terjadi di Kalimantan Tengah. Ketua KPU Kalteng Ahmad Syar'i, di Palangkaraya, mengatakan, anggaran Pilkada Kalteng baru ada Rp 162 miliar dari usulan KPU Rp 179 miliar.

Meski demikian, semua KPU daerah tetap menjalankan tahapan pilkada. Saat ini tahapan yang sedang berjalan adalah pembentukan Panitia Pemungutan Suara dan Panitia Pemilihan Kecamatan pada 19 April-18 Mei 2015.

Badrodin mengatakan, 25 persen daerah belum mengalokasikan anggaran pengamanan. "Setiap pilkada, anggaran pengamanan selalu dari APBD. Atas dasar itu, kami tidak anggarkan di APBN," kata Badrodin.

Tjahjo mengatakan, salah satu yang memengaruhi alokasi anggaran pilkada adalah karena usulan KPU di 269 daerah mencapai Rp 6,7 triliun. "Pilkada serentak seharusnya lebih efisien. Tetapi, anggaran, kok, bisa naik tiga kali lipat dari pilkada sebelumnya? Ini yang membuat pemda juga hati-hati membahas usulan dana dari KPU," kata Tjahjo.

Terkait NPHD, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, hal itu seharusnya tak menjadi masalah lagi karena Menteri Keuangan sudah memberikan kelonggaran.

"Mengingat waktu yang kian mendesak, untuk mencairkan dana hibah pilkada tidak harus NPHD dulu dan diregister di Kementerian Keuangan. Dana hibah bisa langsung dimasukkan ke rekening KPU di daerah untuk mereka gunakan, tetapi NPHD dan proses register dilakukan secara paralel," kata Mardiasmo.

(NTA/APA/FLO/DKA)