Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Fasilitas Tak Sebanding Kinerja

12/12/2018



 JAKARTA, KOMPAS — Wacana DPR untuk mengembangkan Kompleks Parlemen dengan tujuh tahapan pembangunan yang targetnya diselesaikan pada masa jabatan DPR periode ini mengundang sejumlah kritik. Penambahan fasilitas tersebut dinilai tak sebanding dengan kinerja DPR yang baru mengesahkan dua dari 37 rancangan undang-undang dalam Prolegnas 2015.

Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Tommy Legowo, Senin (25/5), mengatakan, sejak dilantik Oktober 2014 hingga berakhirnya masa sidang DPR III atau 17 Mei 2015, DPR sudah menyerap anggaran Rp 3,02 triliun. "Apabila dibandingkan dengan kinerjanya selama ini, artinya DPR sangat tidak efisien," ujar Tommy.

Menurut Tommy, dari 37 RUU yang ditetapkan DPR dalam Program Legislasi Nasional prioritas 2015, tercatat hanya dua UU yang sudah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR. "Ini berarti, dalam waktu enam bulan DPR harus mengesahkan 35 RUU lagi. Padahal, di tengah buruknya kinerja capaian target legislasi, DPR berulang kali mengajukan usulan penambahan fasilitas," kata Tommy.

Sejauh ini, DPR mewacanakan pengembangan Kompleks Parlemen dalam tujuh tahap pembangunan. Tahap pertama pembangunan alun-alun demonstrasi di lahan kosong DPR seluas 20 hektar, disusul tahapan berikutnya pembangunan akses bagi demonstran menuju Kompleks Parlemen. Selanjutnya adalah tahap pembangunan museum dan perpustakaan baru, ruang pusat pengkajian, pusat pengunjung parlemen, ruang kerja tambahan bagi anggota DPR dan tenaga ahli, serta pengintegrasian kawasan legislatif sebagai satu kawasan parlemen. Semua tahapan pengembangan tersebut akan diselesaikan dalam kurun waktu lima tahun masa jabatan DPR periode 2014-2019. 

Meski pengembangan Kompleks Parlemen sejauh ini masih wacana dan dikaji oleh Tim Implementasi Reformasi DPR yang diketuai Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia Ronald Rofiandri mengatakan, tim itu tak terlihat menyusun program-program yang dapat diimplementasikan dengan cepat.

"Semua program yang tersedia memiliki manfaat jangka panjang, tetapi pengaruhnya diragukan terhadap perubahan kinerja parlemen. Pengaruh dari integrasi tempat tinggal anggota DPR dengan gedung DPR serta pembangunan alun-alun demonstrasi belum bisa diprediksi," tutur Ronald.

Baleg setuju

Sementara itu, untuk mempercepat target pembahasan RUU dalam Prolegnas prioritas 2015, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengusulkan pengurangan waktu masa reses. Masa reses yang terlalu lama dinilai dapat mengganggu kinerja DPR dalam menuntaskan tugas legislasinya.

"Baleg DPR sepakat mengusulkan pengurangan masa reses sebanyak satu minggu. Masa reses yang awalnya satu bulan berkurang menjadi tiga minggu. Tiga minggu menjadi dua minggu. Satu minggu yang dikurangi itu bisa dimaksimalkan untuk pembahasan RUU," kata Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo seusai rapat penentuan jadwal Baleg.

Untuk itu, menurut Firman, pimpinan DPR meminta Baleg mengkaji cara terbaik mencapai target legislasi 2015. "Usulan yang disepakati Baleg ini akan dibawa dalam rapat paripurna untuk disepakati bersama anggota Dewan lainnya," ujarnya.

Jumlah masa reses DPR periode 2014-2019 memang bertambah dari periode sebelumnya, yaitu dari empat kali menjadi lima kali dalam satu tahun persidangan. Satu kali masa reses bisa menghabiskan waktu sampai satu bulan. Padahal, masa sidang DPR III, misalnya, hanya memakan waktu 28 hari.

"Masa reses tak usah lama-lama. Lebih baik dikurangi agar kita bisa bersidang lebih lama dan target legislasi bisa tercapai. Hal ini penting karena kinerja DPR sangat dinilai dari capaian legislasinya," kata anggota Baleg DPR dari Fraksi PDI-P, Abidin Fikri.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto, mendukung terobosan baru DPR mengurangi masa reses.

(AGE/RYO)