Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Konsultasi ke Presiden

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo di- harapkan turun tangan untuk memastikan tahapan pemilu kepala daerah serentak gelombang pertama tidak terganggu urusan partai politik yang bersengketa. Presiden, misalnya, bisa meminta Mahkamah Agung mempercepat proses sidang sengketa Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (Fraksi PAN), Jumat (8/5), di Kompleks Parlemen, Senayan, mengatakan, dalam waktu dekat perlu ada rapat konsultasi antara Presiden, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Komisi II DPR, pimpinan DPR, Mahkamah Agung, serta Komisi Pemilihan Umum.

"Pertemuan itu untuk membicarakan jalan keluar terbaik. Masalah tidak bisa selesai di pemerintah, Komisi Pemilihan Umum, dan DPR saja. Harus ada pembicaraan yang melibatkan semua pemangku kepentingan," kata Taufik.

Salah satu hal yang bisa dilakukan Presiden, ujar Taufik, adalah meminta MA mempercepat proses persidangan terkait sengketa Partai Golkar dan PPP sebelum batas waktu pendaftaran yang ditentukan KPU, yakni 26-28 Juli 2015.

Ia menambahkan, apa yang dilakukan Presiden itu bukan intervensi, mengingat situasi sudah genting dan mendesak. Pasalnya, kalau sampai konflik parpol ini mengganggu tahapan pilkada, hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama semua lembaga tinggi negara kepada rakyat.

Terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, Taufik berpendapat hal tersebut relatif sulit. Sebab, setiap pembahasan UU harus melibatkan persetujuan pemerintah dan DPR.

"Untuk revisi, DPR juga bergantung pada sikap politik pemerintah. Meski DPR punya hak inisiatif, kalau pemerintah menolak, tentu ini tak bisa berjalan," kata Taufik. Ia menambahkan, DPR sebaiknya tetap arif dan menghormati independensi KPU.

Menurut pengamat hukum tata negara Refly Harun, peran lain Presiden bisa berupa penolakan terhadap revisi UU Pilkada dan UU Parpol. Presiden dapat menolak mengirim menterinya untuk pembahasan revisi di DPR atau menolak sebelum RUU disetujui dan disahkan dalam sidang paripurna.

"Kartu truf terakhir ada pada Presiden. Tidak mungkin ada undang-undang yang bisa lolos dari DPR kalau Presiden menggunakan kewenangannya dan menyatakan tidak setuju. Namun, hal ini memang belum pernah dilakukan Presiden karena banyak pertimbangan," kata Refly.

Pembahasan UU tak boleh ditujukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Di sisi lain, UU harus dibuat terlebih dahulu sebelum kompetisi pilkada. "Kalau tahapan kompetisi sudah berjalan, lalu aturan baru mau dibuat, bisa kacau. Pelaksanaan pilkada akan dibayangi banyak gugat-menggugat," kata Refly.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Veri Junaidi, mengatakan, kalau revisi tetap dijalankan, akibatnya adalah ketidakpastian hukum terkait pelaksanaan pilkada. "Bayangkan kalau revisi dilakukan dan KPU berpegang pada putusan yang belum final dan mengikat, itu dapat berpotensi diuji materi lagi," kata Veri.

Veri menambahkan, larangan bagi parpol yang berkonflik bukan berarti penyelenggara pemilu semata-mata melarang parpol berpartisipasi dalam pilkada. Namun, karena parpol bersangkutan tak mampu memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu.

Jika ada parpol yang tak bisa mengikuti pilkada, DPR mengkhawatirkan timbul konflik horizontal. DPR pun akan mencari jalan keluar untuk menjamin pilkada diikuti semua parpol.

"Tahap pertama ini akan ada 269 daerah yang menggelar pilkada. Potensi konflik sosial itu ada, apalagi kalau ada parpol yang tak bisa mengikuti pilkada," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Fraksi PKS). DPR menginginkan pilkada berjalan aman dan damai.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Fraksi Partai Gerindra) menambahkan, verifikasi kepengurusan parpol hanya persoalan administrasi. (AGE/NTA)