Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) KPU Batasi Kerabat Petahana dalam Pilkada

12/12/2018



Larangan terhadap kerabat petahana yang akan maju sebagai calon kepala daerah dapat membangun kesetaraan dalam demokrasi. Dengan larangan itu, Komisi Pemilihan Umum tak hanya memberikan kesempatan siapa pun untuk maju dalam pemilihan, tetapi juga dapat melahirkan sosok pemimpin daerah berkualitas.

Deputi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Masykuruddin Hafidz di Jakarta, Minggu (5/4), mengatakan, selama ini praktik politik kekerabatan yang merebak di sejumlah daerah telah membatasi kesempatan dan peluang wakil masyarakat untuk menjadi pemimpin daerah.

"Calon kepala daerah yang kebetulan kerabat petahana memiliki peluang lebih besar untuk menang. Sebab, para kerabat itu biasanya mendapat dukungan sumber daya apa pun dari kepala daerah yang tengah berkuasa," ujar Hafidz.

Akibatnya, tambah Hafidz, tidak sedikit daerah yang dikuasai keluarga-keluarga tertentu atau dinasti. Bahkan, ditemukan pula satu keluarga di daerah yang anggota keluarganya tidak hanya menjadi bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota, tetapi juga menjadi gubernur/wakil gubernur.

Menurut Hafidz, praktik politik kekerabatan itu sangat menguntungkan calon kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan petahana dibandingkan dengan calon kepala daerah lainnya. Kondisi ini pula yang mengakibatkan tokoh berkualitas sulit terpilih menjadi pemimpin daerah.

"Dengan pelarangan itu, ruang seleksi kepala daerah akan lebih distributif. Generasi-generasi yang berkualitas akan memiliki kesempatan untuk memimpin daerah meskipun mereka tidak dekat dengan lingkar kekuasaan," tutur Hafidz.

Larangan kerabat petahana mencalonkan diri diatur dalam Pasal 7 Huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam undang-undang itu disebutkan, calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Konflik kepentingan yang dimaksud antara lain tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Dengan larangan tersebut, berdasarkan Pasal 4 Ayat 9 Rancangan Peraturan KPU, kerabat petahana dilarang maju dalam pilkada di daerah dalam satu provinsi yang sama.

Terkait hal itu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengingatkan, KPU harus membuat ketentuan yang sesuai dengan UU No 8/2015.

Hal senada disampaikan anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo. Menurut dia, seharusnya KPU tidak membuat norma baru yang tidak sesuai dengan undang-undang.

"Kriteria kerabat petahana yang dilarang mencalonkan diri sudah dijabarkan dalam UU No 8/2015. Larangan kerabat petahana mencalonkan diri sebagai kepala daerah juga seharusnya berlaku di daerah yang sama. Jadi, kerabat bupati tidak boleh mencalonkan diri di kabupaten yang sama. Begitu pula kerabat gubernur tak boleh mencalonkan diri dalam pilkada di provinsi yang sama," jelasnya.

Arif menambahkan, undang-undang juga harus dimaknai bahwa kerabat petahana bupati diperbolehkan menjadi calon bupati/calon wali kota di kabupaten atau kota lain meskipun dalam satu provinsi. Selain itu, kerabat petahana bupati juga seharusnya bisa mencalonkan diri sebagai gubernur meskipun dalam provinsi yang sama.

Peminat bermunculan

Menjelang pilkada serentak yang digelar Desember mendatang, sejumlah tokoh dan warga di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mulai menyatakan minat untuk maju sebagai calon bupati. Mereka mulai tampil di depan publik untuk mencari simpati dan dukungan warga.

Selain petahana Syaiful Illah yang berpasangan dengan Hadi Sutjipto, tercatat dua nama lainnya, yaitu Abdul Kholik dan Sholeh. Dua nama terakhir muncul saat penjaringan bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati yang digelar Partai Nasional Demokrat Sidoarjo, Minggu.

Di kantor Partai Nasdem, keduanya memaparkan visi dan misi membangun Kabupaten Sidoarjo sebagai penyangga Kota Surabaya. Sholeh selama ini dikenal sebagai pengacara di Sidoarjo, sedangkan Abdul Kholik politisi partai.

Ketua KPU Kabupaten Sidoarjo Zaenal Abidin mengatakan, pihaknya terus mematangkan persiapan penyelenggaraan pilkada serentak meskipun pemerintah belum mengesahkan peraturan terbaru KPU. Kematangan persiapan dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. (NTA/NIK)

http://print.kompas.com/baca/2015/04/06/KPU-Batasi-Kerabat-Petahana