Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Perppu Anti Teror: Pentingnya Dasar Hukum Pencegahan

12/12/2018



Kehadiran simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah di Indonesia menjadi babak baru dalam upaya pemberantasan terorisme. Hingga kini, seakan tidak memiliki taji, lembaga penegak hukum masih men-cari cara untuk mencegah penyebaran paham radikal yang disebarkan oleh organisasi radikal pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi.

Pangkal penyebabnya belum ada regulasi jelas yang dapat menghukum simpatisan yang secara terang-terangan mendukung NIIS dan berniat bergabung dengan milisi itu atau bahkan menggunakan berbagai atribut NIIS. Menurut Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, upaya pencegahan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak menyebutkan tindakan seseorang yang mendukung dan mengajak orang lain untuk bergabung dengan gerakan radikal seperti NIIS, termasuk tindakan pidana.

Upaya pencegahan seperti itu merupakan hal terpenting sebagai langkah pencegahan menjamurnya paham radikal NIIS di Tanah Air. Sebab, tidak dapat dimungkiri, keberadaan NIIS di Indonesia layaknya membangunkan virus-virus tidur gerakan radikal. Di sisi lain, NIIS juga menyebar melalui lingkungan dan keluarga.

Sebanyak 12 warga negara Indonesia yang ditangkap polisi Turki pada Januari lalu dan dipulangkan pada medio Maret bisa menjadi contoh nyata, bagaimana hukum di negeri ini tidak bisa menjatuhkan hukuman pidana bagi mereka yang telah berniat bergabung dengan NIIS. Alasan sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita dewasa, bisa menjadi dasar mereka dikatakan cukup menerima bimbingan sosial sebagai upaya deradikalisasi. Namun, siapa yang dapat menjamin upaya itu dapat menghapus pemikiran radikal mereka? Atau bahkan perlakuan terhadap mereka bisa saja menginspirasi WNI lain yang berniat menuju Timur Tengah karena mereka menganggap penangkapan tidak akan berujung pidana.

Bimbingan sosial yang dilakukan Kementerian Sosial di Rumah Perlindungan Trauma Center, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, pun berlangsung kurang dari satu pekan. Mereka dimasukkan ke panti sosial tersebut pada Sabtu (28/3) dan dikembalikan ke kampung halaman masing-masing pada Kamis (2/4). Apakah itu cukup ampuh menyadarkan mereka dan menjamin mereka tidak memengaruhi sanak keluarga atau lingkungannya dengan paham ekstrem yang telah tertanam di pikiran mereka?

Selain itu, sesuai pengakuan Ahmad Junaedi, mantan anggota NIIS yang ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di Malang, sekelompok WNI telah memulai perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan NIIS sejak awal 2014. Junaedi merupakan kelompok kedua yang diberangkatkan pemimpin NIIS di Indonesia, Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal. Dalam kelompoknya tersebut terdapat 19 orang. Sebelumnya, sembilan orang telah diberangkatkan oleh Abu Jandal.

Diperkirakan sudah ratusan WNI yang menuju Suriah. Di dalam negeri, sesuai penelitian Rohan Gunaratna, Kepala Pusat Internasional Kekerasan Politik dan Riset Terorisme Singapura, yang disampaikan dalam Seminar Internasional Terorisme dan ISIS di Jakarta, akhir Maret lalu, 19 kelompok radikal di Indonesia telah mendukung NIIS. Tiga di antaranya, yaitu Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dan Ring Banten, telah meminta anggotanya untuk bergabung dengan NIIS di Suriah dan Irak.

Revisi hukum

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto menilai, UU Nomor 15 Tahun 2003 hanya dapat menindak pelaku yang telah terbukti melakukan tindakan terorisme. Atau dalam kasus NIIS, mereka telah atau sempat bergabung dengan gerakan itu di Timur Tengah.

Karena itu, Rikwanto menyatakan, penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atau revisi UU Terorisme mendesak diperlukan untuk menghukum WNI yang berniat eksodus ke Suriah bergabung dengan NIIS.

"Kita perlu dasar hukum untuk mencegah eksodus mereka ke Timur Tengah. Kalau itu dibiarkan, akan berbahaya, sebab mereka leluasa menyebarkan nilai-nilai radikal tersebut kepada keluarga. Dampaknya bukan saat ini, melainkan di masa depan," tuturnya.

Dasar hukum yang masih lemah untuk mencegah niat bergabung dengan gerakan radikal juga diakui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Saud Usman. Ia menekankan perlu ada penguatan dalam berbagai dasar hukum, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat, dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat.

Menurut Saud, ketentuan makar dalam Pasal 139 KUHP belum bisa menjerat pengikut NIIS dengan hukuman pidana sehingga perlu ada perluasan pemahaman tentang makar. Selain itu, UU Organisasi Masyarakat hanya mengatur organisasi yang terdaftar. Padahal, perlu ada kejelasan hukum bagi organisasi yang tidak terdaftar di Indonesia seperti NIIS.

Ketika semua pengguna (user) undang-undang sepakat diperlukan ada penguatan dan perluasan makna, pemerintah justru belum satu suara. Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap, untuk mencegah penyebaran paham radikal, terutama NIIS, penegak hukum dapat menggunakan UU Terorisme. "Tidak perlu pakai perppu lagi, tetapi sebenarnya Undang-Undang Anti Terorisme kita sudah cukup kuat," tambahnya (Kompas, 1/4).

Di sisi lain, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengungkapkan, pemerintah tengah menyiapkan perppu. Perppu tersebut akan bersinergi dengan UU Terorisme untuk menangkal penyebaran paham radikal dengan hukuman pidana. Tujuan perppu itu untuk menangkap WNI yang hendak keluar bergabung dengan NIIS dan yang telah kembali ke Tanah Air.

Dalam sebuah jurnal ilmiah berjudul Rehabilitasi Teroris: Pengalaman Singapura, Gunaratna dan Mohammed Feisal bin Mohamed Hassan mengungkapkan, kejadian bom Bali disebabkan lambatnya pelaksanaan UU Terorisme di Indonesia. Karena itu, sebelum terlambat lagi dan sebelum aksi terorisme kembali mengancam keamanan negeri, sudah seharusnya pemerintah dan penegak hukum duduk bersama meramu dan menyepakati dasar hukum untuk menangkal serta menghukum WNI yang berniat dan menyebarkan paham NIIS dan ekstremisme di Tanah Air.

http://print.kompas.com/baca/2015/04/17/Pentingnya-Dasar-Hukum-Pencegahan