Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Koran Tempo) Perangkat Blokir Web Belum Sempurna, Normalisasi Jika Konten Negatif Telah Dihapus Semua

12/12/2018



Pemblokiran puluhan situs yang dianggap menyebarkan paham radikalisme dinilai belum memiliki payung hukum yang sempurna alias prematur. Para pengelola situs mengaku kesulitan menggugat keputusan itu lantaran aturan tersebut belum memiliki mekanisme banding.

Pemimpin Redaksi situs Hidayatullah.com, Mahladi, misalnya, mengaku telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika menormalisasi situs yang mereka kelola. "Mereka mengaku hanya menjalankan tugas pemblokiran, tapi tidak mengevaluasi," ujarnya, kemarin.

Mahladi menjelaskan, permohonan normalisasi mereka ajukan selang sehari setelah pemerintahmemblokir situs Hidayatullah. Menurut dia, pemblokiran itu terkesan gegabah lantaran tidak diawali surat pemberitahuan. "Kami ini situs dakwah, bukan situs porno yang bisa dengan mudah diblokir,"katanya.

Sebanyak 22 situs yang dianggap menyebarkan paham radikalisme diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak Senin pekan lalu. Langkah itu diambil menyusul surat permohonan yang dilayangkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Mcnurut Mahladi,dampak pemblokiran itu juga mempengaruhi persepsi publik terhadap Pondok Pesantren Hidayatullah yang tersebar di 290 kabupaten/kota. "Pemblokiran itu memunculkan stigma negatif. Ratusan pesantren yang kami kelola dianggap) irsan tren teroris. Ini bahaya," ujarnya.

Kepala BNPT, Saud Usman, mengatakan pihaknya tak bisa merekomendasikan normalisasi situs yang dianggap berbahaya. "Kami hanya bertugas memberi penilaian atas situs-situs yang dianggap berbahaya. Tindak lanjutnya ada di Kementerian Kominfo," katanya.

Bagi BNPT, kata Saud, keberadaan situs itu dianggap membahayakan keamanan negara lantaran mengajak masyarakat mendukung dan bergabung dengan gerakan Negara Islam dan Syam (ISIS), menyebarkan kebencian, sciia menghasut orang lain untuk mengkafirkan perbedaan paham.

Dalam kasus Hidayatullah, kata Saud, penilaian BNPT merujuk pada dua berita yang isinya mendukung gerakan ISIS. "Seharusnya Menkominfo yang mengecek, bukan kami yang mengklarifikasi dengan pemilik situs. Nanti kita akan saling adu argumentasi teknis," kata Saud.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014, kata Saud, mekanisme normalisasi bisa dilakukan atas permintaan pengelola situs ataumasyarakat kepada Direktur Jenderal Aplikasi Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Itu pun jika konten situs dianggap tidak melanggar undang-undang.

Anggota Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, menilai peraturan menteri itu tidak sejalan dengan penghargaan prinsip penegakan hak asasi manusia. Menurut dia, semua aturan yang membatasi hak asasi harus diatur lewat undang-undang. "Atau presiden bisa saja mengeluarkan perpu," ujarnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemblokiran terhadap situs yang dituduh radikal akan dibuka jika pengelolanya sudah menghapus semua konten yang dianggap negatif. "Kalau ternyata tidak ada konten itu atau sudah hilang, bisa kita normalisasi," katanya.