Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Koran Tempo) Revisi UU Pilkada, Ketiadaan Wakil Kepala Daerah Dipersoalkan DPR

12/12/2018



Sejumlah fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh kepala daerah terpilih. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera akan mengusulkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih dalam satu paket dengan wakilnya. "Kami mengusulkan sistem paket," kata Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, kemarin.

Menurut dia, sistem paket seperti selama ini layak dipertahankan untuk mengurangi potensi masalah jika kepala daerah berhalangan tetap. PKS, kata dia, akan memperjelas pembagian peran kepala daerah dan wakilnya untuk mencegah konflik di antara keduanya. Pecah kongsi kepala daerah dan wakilnya inilah yang dijadikan alasan pemerintah menghapus sistem paket. Akibat pecah kongsi, pemerintahan daerah bisa berjalan tak efektif.

Sistem paket ini dihapus dari Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota-dikenal sebagai UU Pilkada-yang disahkan parlemen pekan lalu. Undang-undang ini merupakan penjelmaan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Perpu membatalkan pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kini, parlemen sedang berkejaran dengan waktu untuk merevisi undang-undang itu karena pada tahun ini pemilihan kepala daerah akan digelar serentak di 204 daerah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraeni, mengatakan salah satu masalah dari beleid itu adalah pencalonan kepala daerah secara tunggal atau tidak berpasangan dengan wakilnya justru berpotensi menimbulkan konflik. Kasus ini berpotensi terjadi di daerah yang masyarakatnya terbelah secara agama atau etnis. "Masalah ini berpotensi terjadi di Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua," kata dia.

Menurut Titi, konflik muncul karena keterwakilan calon ditiadakan. Padahal, kata dia, elite politik lokal sudah tahu pentingnya representasi dalam menjaga harmoni masyarakat. Dia mencontohkan, di Maluku, partai politik selalu mengajukan kombinasi pasangan calon muslim-Kristen atau Kristen-muslim untuk menghindari konflik. "Ini dilakukan baik dalam proses pelaksanaan pilkada maupun dalam pemerintahan hasil pilkada," kata dia.

Mekanisme paket pasangan, kata Anggraeni, bisa dipertahankan dengan mengubah cara pengajuannya. Setelah partai politik menetapkan bakal calon kepala daerah, menurut dia, bakal calon kepala daerah memilih bakal wakilnya. "Pasangan ini kemudian mendaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum," kata dia. Langkah serupa bisa dilakukan calon kepala daerah dari independen. Dalam undang-undang, wakil kepala daerah baru diusulkan setelah calon kepala daerah terpilih dilantik.

Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR, Ahmad Riza Patria, tak sepakat dengan usulan Perludem. Sebab, kata dia, bakal calon dari partai politik yang ditetapkan berpotensi semena-mena atau memilih wakil yang mudah diatur. "Akhirnya, si gubernur berkuasa sendiri dan bebas melenggang di periode berikutnya," ujar politikus Partai Gerindra itu. Dia setuju dengan model pemilihan sistem paket yang diperjelas pembagian tugas dan wewenangnya.

Sistem paket seperti diusung PKS juga didukung oleh Fraksi Partai NasDem. "Kepala daerah dan wakilnya dipilih secara bersamaan," kata Ketua Fraksi NasDem, Victor Laiskodat. Fraksi Golkar, menurut Ketua Komisi Pemerintahan dari partai beringin, Rambe Kamaruzaman, juga mengusulkan agar kepala daerah dan wakilnya diajukan dalam satu paket.