Berita Terkait
- (DetikNews) Butuh Rp 1-1,2 T agar TI Asian Games 2018 Samai Event di Incheon 2014
- RUU PNBP - Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Anggito Abimanyu
- (Media Indonesia) Revisi UU ITE Ancaman Kebebasan Berekspresi
- (DetikNews) Mendikbud: Kepala Sekolah yang Tak Patuhi Larangan Ospek Bisa Dipecat
- (Tempo.co) Bekraf dan Irama Nusantara Targetkan 1.500 Musik Terdokumentasi
- (Tempo.co) Lomba Siswa SMK, Ribuan Siswa Tinggal di Rumah Warga Malang
- (Tempo.co) 18 Kapal Pesiar Asing Dijadwalkan Sandar di Lombok
- (Tempo.co) Menteri Anies: Pendidikan Perlu Adaptasi dengan Dunia Kerja
- (Tempo.co) Kibar Kreasi Buka Akses Start-Up Indonesia ke Silicon Valley
- (Tempo.co) DPR Siapkan RUU Peredaran Minuman Beralkohol
- (Tempo.co) Menteri Anies Kukuhkan 153 Narasumber Kurikulum 2013
- (Kompas.com) Pemborosan Anggaran Masih Terjadi
- Persiapan SEA GAMES ke-28 & Pembekuan PSSI: Rapat Komisi 10 dengan KONI, KOI dan Satlak PRIMA
- Cost Recovery - Rapat Kerja Komisi 7 dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas
- Capim KPK - Fit and Proper Test Komisi 3 terhadap Capim KPK atas nama Agus Raharjo
- Pariwisata Religi Aceh - Audiensi Komisi 10 dengan DPRD Aceh Utara
- Pariwisata Religi Aceh - Audiensi Komisi 10 dengan DPRD Aceh Utara
- Evaluasi Kinerja – Rapat Dengar Pendapat Komisi 11 dengan Askrindo, Jamkrindo, Jasindo, dan PNM
- Sengketa Lahan Register 1 Way Pisang - Audiensi Komisi 2 dengan Kepala Desa, DPRD, dan Masyarakat Lampung Selatan, serta BPN
- Pilkada Serentak – Rapat Dengar Pendapat Komisi 2 dengan KPU dan Bawaslu
- Program, Kinerja, dan Pengawasan BPOM - Rapat Dengar Pendapat Komisi 9 dengan Kepala BPOM
- Program dan Anggaran LPNK - Rapat Komisi 7 dengan LPNK
- RUU JPSK - Raker Komisi 11 dengan Menkumham, Wamenkeu, BI, OJK, dan LPS
- RUU Kewirausahaan Nasional – Rapat Dengar Pendapat Baleg dengan Pengusul RUU Kewirausahaan Nasional
- Kepegawaian Perangkat Desa – Audiensi Komisi 2 DPR-RI dengan Persatuan Perangkat Desa Indonesia
Kategori Berita
- News
- RUU Pilkada 2014
- MPR
- FollowDPR
- AirAsia QZ8501
- BBM & ESDM
- Polri-KPK
- APBN
- Freeport
- Prolegnas
- Konflik Golkar Kubu Ical-Agung Laksono
- ISIS
- Rangkuman
- TVRI-RRI
- RUU Tembakau
- PSSI
- Luar Negeri
- Olah Raga
- Keuangan & Perbankan
- Sosial
- Teknologi
- Desa
- Otonomi Daerah
- Paripurna
- Kode Etik & Kehormatan
- Budaya Film Seni
- BUMN
- Pendidikan
- Hukum
- Kesehatan
- RUU Larangan Minuman Beralkohol
- Pilkada Serentak
- Lingkungan Hidup
- Pangan
- Infrastruktur
- Kehutanan
- Pemerintah
- Ekonomi
- Pertanian & Perkebunan
- Transportasi & Perhubungan
- Pariwisata
- Agraria & Tata Ruang
- Reformasi Birokrasi
- RUU Prolegnas Prioritas 2015
- Tenaga Kerja
- Perikanan & Kelautan
- Investasi
- Pertahanan & Ketahanan
- Intelijen
- Komunikasi & Informatika
- Kepemiluan
- Kepolisian & Keamanan
- Kejaksaan & Pengadilan
- Pekerjaan Umum
- Perumahan Rakyat
- Meteorologi
- Perdagangan
- Perindustrian & Standarisasi Nasional
- Koperasi & UKM
- Agama
- Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak
- Kependudukan & Demografi
- Ekonomi Kreatif
- Perpustakaan
- Kinerja DPR
- Infografis
Lembaga Sensor Indonesia - Rapat Dengar Pendapat Komisi 1 dan Insan Perfilman
Pada 14 April 2015 Komisi 1 mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), Badan Perfilman Indonesia (BPI), Indonesian Motion Pictures Association (IMPAS), Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) dan Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) terkait pengalihan Lembaga Sensor Indonesia (LSI dulu Lembaga Sensor Film atau LSF) menjadi mitra kerja Komisi 1.
RDP ini adalah bentuk kelanjutan dari kontroversi terpilihnya Anwar Fuadi pada 9 Maret 2015 yang lalu sebagai Ketua LSF menggantikan Mukhlis Paeni. (sumber). Banyak insan perfilman Indonesia merasa pemilihan tersebut tidak sah dan mengancam akan memboikot LSF. (sumber)
Pada RDP ini hadir segenap pemangku kepentingan perfilman Indonesia yaitu Nia Dinata (Indonesian Film Directors Club), Dewi Umaya (APROFI), Gope Samtani (Ketua PPFI), AA Gatot Brajamusti (Ketua PARFI) dan Kemala Atmojo (Ketua BPI)
Para insan perfilman memaparkan beberapa pemikiran mereka antara lain:
Riset menunjukkan bahwa selama 10-20 tahun terakhir tidak ada pembaharuan anggota di LSI
Mengusulkan LSI diubah perannya menjadi lembaga klasifikasi film
Sineas film harus mengeluarkan biaya yang sangat besar setiap kali melakukan pensensoran
Untuk mendapatkan ijin film, sineas bisa diharuskan menyediakan 200 flash disk dan harus dibeli di LSF.
Insan perfilman memohon perhatian khusus mengenai keanggotaan pensensoran film Indonesia
Pemantauan Rapat
Ini respon dari Fraksi-Fraksi terhadap pemaparan dari para insan perfilman Indonesia (BPI, IFDC, IMPAS, PARFI dan PPFI):
Fraksi PDI Perjuangan: Oleh Evita Nursanty dari Jateng 3. Evita menilai peran LSI penting menimbang di UU seharusnya 60% perfilman seharusnya film nasional. Evita berharap film nasional bisa membangun karakter dan memperluas wawasan bangsa. Evita menilai film sukses seperti ‘The Raid’ justru terlalu sadis dan vulgar dan tidak membangun karakter sama sekali. Evita mendukung pemotongan pajak untuk film-film dalam negeri karena menilai import film asing lebih murah daripada bikin film nasional. Oleh karena itu Evita saran agar pemerintah punya peranan khusus dalam pemasaran film di Indonesia dan juga di luar negeri.
Irine Yusiana Roba Putri dari MalUt. Irine meminta IFDC, PARFI dan PPFI untuk menyerahkan white paper usulan perbaikan perfilman nasional.
Fraksi Gerindra: Oleh Elnino M Husein Mohi dari Gorontalo. Elnino menilai film-film luar negeri merusak moral bangsa dan menjajah perfilman Indonesia. Elnino apresiasi banyaknya film-film nasional bertema perjuangan dan tokoh-tokoh nasional. Elnino menjelaskan alasan pindahnya LSI dari Komisi 10 ke Komisi 1 adalah karena DPR menilai film berhubungan dengan kedaulatan bangsa. Elnino saran agar LSI jangan hanya mengatur klasifikasi umur penonton tapi juga mengatur bobot filmnya.
Rachel Maryam Sayidina dari Jabar 2. Rachel menilai industri perfilman sangat strategis dalam membentuk image dari negara Indonesia. Rachel sarankan percepatan pembaharuan anggota-anggota LSI. Rachel juga saran untuk membuat klasifikasi film untuk semua film-film yang disensor LSI.
Fraksi Golkar: Oleh Tantowi Yahya dari DKI 3 dan sebagai Ketua Komisi 1. Tantowi menilai negara maju memfasilitasi industri perfilmannya dengan memberikan fasilitas pajak yang kecil dan kemudahan untuk pendanaan proyek film. Tantowi menilai sineas perfilman adalah makhluk seni dengan kreatifitas yang tak terbatas oleh karena itu perlu dukungan dari DPR. Sehubungan dengan LSI, Tantowi paham bahwa belasan anggota LSF punya catatan rekam jejak buruk. Tantowi janji akan segera membahas dan menyepakati 17 anggota pensensoran baru. Tantowi menjelaskan bahwa LSI dipindahkan dari Komisi 10 ke Komisi 1 karena DPR merasa fungsi muatan film Indonesia sudah bukan kebudayaan saja tapi sudah pencitraan bangsa.
Meutya Hafid dari Sumut 1. Meutya berharap dengan banyaknya asosiasi, perfilman Indonesia bisa lebih teorganisir, mempersatukan berbagai insan perfilman dan memajukan peran ekonomi dari perfilman Indonesia itu sendiri. Tidak hanya mengurusi permasalahan bagaimana memperbanyak produksi film, tapi juga mengurusi perbaikan pendistribusian film, terutama perbanyak layar bioskop. Meutya mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo mencanangkan inisiatif 10,000 layar bioskop baru. Meutya berharap semua insan perfilman membantu inisiatif Presiden Joko Widodo tersebut.
Fraksi Nasdem: Oleh Supiadin Aries Saputra dari Jabar 11. Supiadin menilai Indonesia adalah konsumen dari film-film luar negeri. Supiadin berharap perfilman Indonesia lebih banyak produksi film dengan muatan moral yang mendidik. Supiadin berharap LSI juga menyensor video-video YouTube yang membuat marak.
Untuk membaca rangkaian livetweet Rapat Dengar Pendapat dengan insan perfilman Indonesia kunjungi http://chirpstory.com/li/261366.
wikidpr/fr