Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(OkeZone.com) Jalan Keluar Polemik Calon Tunggal Tak Punya Payung Hukum

12/12/2018



JAKARTA - Pengamat politik Said Salahuddin mengatakan dalam Undang-undang pemilu, calon tunggal pada gelaran Pilkada serentak bisa muncul karena dua keadaan.

"Pertama manakala pendaftaran hanya satu yang mendaftar. Atau kedua, berdasarkan hasil penelitian atau verifikasi, hanya menyisakan satu pasangan calon yang memenuhi syarat," ujar Said kepada Okezone, Jumat (7/8/2015) malam.

Karena itu, dia pun menuding KPU memiliki andil lantaran adanya calon tunggal di tujuh daerah yang membuat Presiden Joko Widodo menyerahkan pada Bawaslu untuk menangani kasus tersebut yang berujung pada rekomendasi perpanjangan waktu pendaftaran selama tujuh hari.

Tudingan itu ada lantaran ia menilai bahwa KPU melakukan campur aduk dua peratuan yang disusun secara terpisah, yakni pendaftaran yang ada di BAB VII dan penelitian di BAB VIII.

"Peraturan KPU (PKPU) mencampur adukkan pendaftaran dan penelitian. Kalau di UU itu Anda mendaftar, saya KPUD, saya terima. Nah, kalau sudah diteliti tidak memenuhi syarat baru saya gagalkan. Dan kalau PKPU saya periksa dulu lolos atau tidak, artinya melakukan verifikasi di masa pendaftaran." terangnya.

Sebab itu, Said mengatakan adanya calon tunggal di tujuh daerah bukan sepenuhnya salah parptai politik. "Kesimpulannya adalah, kondisi yang terjadi di tujuh daerah bukan sepenuhnya salah partai atau paslon, tapi turut kontribusi kesalahan kpu dalam membuat calon tunggal. Jadi KPU sudah melakukan verifikasi prematur," tandasnya.

Lebih lanjut, terkait rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu, pun dinilainya tidak beradasar hukum dan tidak mempunyai solusi pasti jika tenggat waktu masa pendaftaran habis, suatu daerah tetap memiliki calon tunggal.

"Tunjukkan ke saya satu pasal saja soal rekomendasi Bawaslu untuk memperpanjang masa pendaftaran. Tidak ada kewenangan Bawaslu menegelurakan rekomendasi kecuali adanya pelanggaran dan sengketa. kalau tidak ada dua itu tidak boleh itu. Nah, kecuali kemarin Bawaslu bilang bahwa KPU telah melakukan pelanggaran karena manggabungkan pendaftaran dengan verifikasi data paslon, tapi kan tidak ada pernyataan itu," ujarnya.

Dan saat jalan keluar yang dipilih dengan mengundur waktu Pilkada ke 2017 seperti yang direncanakan hingga saat ini, menurtnya tidak memiliki payung hukum. Undang-undang, kata Said, hanya mengatur soal masa jabatan kepala daerah, dan tidak mengatur soal mundurnya gelaran pilkada.

"Pasal 201 hanya terkait dengan masa jabatan. Untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun 2015 sampai Juni 2016., itu Pilkadanya tahun 2015. Dan Pilkada 2017 di kepala daerahnya berakir masa jabatan pada bulan Juli 2016 sampai akhir 2017. Jadi mengatur soal masa jabatan bukan soal calon tunggal," bebernya.

Atas dasar pernyataannya itu, jalan keluar yang bisa diambil pemerintah adalah menerbitkan Perppu, kedua merevisi Undang-undang bersama DPR, atau ketiga melalui putusan MK. Karena menurutnya, MK pun punya andil adanya calon tunggal karena memutuskan wakil rakyat harus mundur jika maju dalam Pilkada.

"Dan saya lebih menyarankan agar presiden dan DPR untuk melakukan revisi Undang-undang. Merevisi secara normal dan terbatas yang dilakukan secara singkat seperti saat MD3. Dalam hitungan hari, itu selesai," tandasnya.