Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Pengawasan Dana Bantuan Sosial - Rapat Komisi 8 dengan Dirjen Bimas Islam dan Dirjen Pendis Kementrian Agama

12/12/2018



Komisi 8 DPR-RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama pada 3 Juni 2015 pukul 10.59 WIB.

RDP dibuka oleh Saleh Partaonan Daulay fraksi PAN dari Sumut 2. RDP dihadiri 8 fraksi dan dinyatakan terbuka untuk umum. Agenda rapat pengawasan dana Bantuan Sosial (Bansos) di Dirjen Bimas Islam & Dirjen Pendis.

Pemaparan Mitra

Dirjen Bimas Islam menyebutkan daftar dan jenis bantuan yang terdapat di bawah kewenangannya, diantaranya:

  1. Bantuan operasional Badan Wakaf Indonesia.
  2. Bantuan operasional Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
  3. Bantuan operasionnal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam lainnya.
  4. Bantuan operasional majelis ta’lim.
  5. Bantuan operasional guru ngaji tradisional.
  6. Bantuan operasional Masjid Istiqlal.
  7. Bantuan operasional rehabilitasi mushola dan masjid di daerah.
  8. Bantuan operasional biaya sertifikasi tanah wakaf, bantuan wakaf produktif, bantuan penyuluhan wakaf bagi Ormas Islam, bantuan lembaga wakaf, bantuan pemberdayaan lembaga usaha produktif, bantuan operasional wakaf produktif, tunjangan imam masjid besar.
  9. Bantuan operasional sertifikasi halal.
  10. Bantuan operasional penyelenggaraan kursus pra nikah.
  11. Bantuan operasional kelompok usaha keluarga sakinah.
  12. Bantuan operasional pangan halal dan sehat bagi masyarakat.

Total bantuan yang ada di pusat sebesar Rp.51,9 milyar sedangkan di daerah Rp.66 milyar. Kendala dan hambatan terjadi pada penyerapan dana bantuan baik di pusat maupun daerah disebabkan adanya perubahan akun. Perubahan pada bantuan sosial bidang keagamaan yang awalnya berada pada akun 57 dalam bentuk uang berubah menjadi 52 bantuan dalam bentuk barang.

Dirjen Pendis menjelaskan anggaran Dirjen Pendidikan Islam sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp45 triliun kemudian mendapatkan tambahan dana sebesar Rp.1,2 triliun menjadi Rp.46,2 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk:

  1. Belanja pegawai sebesar 51%.
  2. Madrasah sebesar 35%.
  3. Pondok pesantren sebesar 2,4%.
  4. Perguruan tinggi sebesar 8,7%.
  5. Belanja bantuan sosial 5,2%.

Terjadinya perubahan akun di Kementrian Agama (Kemenag) yang menimbulkan berbagai program Pendidikan Islam (Pendis) menjadi terlambat. Akun 57 merupakan pencairan bantuan berupa uang sedangkan akun 52 merupakan bantuan yang diberikan dalam bentuk barang sehingga permohonan bantuan harus menyesuaikan dengan adanya perubahan bantuan yang tadinya berupa uang menjadi berupa barang. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam beberapa program di Dirjen Pendis, seperti di bawah ini:

  1. Bantuan Operasional Siswa (BOS) pondok pesantren yang awalnya berada pada akun 57 berubah menjadi akun 52.
  2. Beasiswa guru, dosen dan santri berubah dari akun 57 ke 52.
  3. Tunjangan guru juga berubah dari akun 57 menjadi 52.

Pemberian bantuan juga tidak boleh diberikan secara langsung, melainkan harus bertahap. Mekanisme permohonan Bansos ke Dirjen Pendis adalah dengan mengajukan proposal & memiliki nomor statistik madrasah. Madrasah yang sudah memiliki izin operasional akan mendapatkan izin dari Kemenag dan Pemerintah Kabupaten/Kota karena Pusat tidak bisa mengawasi semua pembangunan yang ada di daerah secara bersamaan. Madrasah-madrasah yang akan diberikan bantuan merupakan rekomendasi dari seleksi ketat sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap penggunaan anggaran. Bantuan terhadap perguruan tinggi diberikan sebesar Rp200 juta untuk semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

Kendala pelaksanaan bantuan yang dialami Dirjen Pendis adalah calon siswa pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus disinkronkan dengan data yang ada. Data yang ada di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) harus sesuai dengan data yang dimiliki Dirjen Pendis di lapangan. Prosedur penerimaan dana KIP melalui rekening siswa di beberpa wilayah sulit untuk terlaksana terutama di daerah terpencil yang jauh dari fasilitas mesin atm.

Pemantauan Rapat

Berikut tanggapan dari fraksi-fraksi terhadap pemaparan yang disampaikan Dirjen Bimas Islam dan Dirjen Pendis:

Fraksi PAN: Saleh Partaonan Daulay dari Sumut 2. Saleh membacakan surat dari Persatuan Guru-guru Pendidikan Islam di Sibolga. Guru-guru tersebut merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dibawah Kemenag Kota Sibolga yang sejak Januari 2014 hingga April 2015 belum menerima tunjangan sertifikasi. Guru-guru tersebut berharap Komisi 8 DPR-RI dapat memperjuangkan hak mereka kepada Kemenag pusat karena mereka menganggap Kemenag Kota tidak menindaklanjuti keinginan mereka.

Kuswiyanto dari Jatim 9. Kuswiyanto meminta rencana kerja Bimas Islam dan Pendis agar dapat mengetahui arah tersalurkannya anggaran. Persoalan Bantuan Opersional Siswa (BOS) miskin seharusnya segera direalisasikan agar dapat terlihat hasilnya.

Fraksi Gerindra: Sodik Mudjahid dari Jabar 1. Banyak program dan kegiatan yang dilakukan oleh Dirjen Pendis namun Sodik menyampaikan bahwa Komisi 8 belum menerima laporan perkembangannya. Banyak pesantren yang tidak terurus dan masyarakat menyalahkan anggota dewan karena dianggap tidak bisa bekerja dengan baik. Menurut Sodik masalah yang terjadi tidak di Komisi 8 melainkan pada Kemenag itu sendiri. Program 5.000 doktor merupakan program yang memaksa. Banyak program yang belum bisa tercapai karena tidak ada anggaran, sebaiknya dikurangi kuota 5.000 menjadi 500 atau 1.000 agar tidak merugikan negara, karena untuk membiayai program tersebut negara sudah berhutang. Banyak dosen yang sudah dibiayai beasiswa keluar negeri, namun kemudian tidak kembali dan lebih memilih mengajar di luar negeri. Dosen-dosen tersebut masih menerima tunjangan dari pemerintah dan keberadaan mereka di luar negeri hanya akan membuat Indonesia semakin berhutang.

Andi Ruskati dari Sulbar. Andi meminta dalam penyaluran bantuan Dirjen Pendis mampu bertindak adil agar dapat merata hingga 33 provinsi. Sulawesi Barat sebagai Provinsi baru sudah sering melayangkan surat kepada Kemenag untuk pembangunan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Insan Cendekia namun sampai saat ini belum ada follow up dari Kemenag. Terhadap Dirjen Bimas Andi merasa bantuan terhadap majelis ta’lim harus ditambah Karena untuk saat ini dengan anggaran yang ada dipastikan tidak dapat merata keseluruh majelis ta’lim yang ada di Indonesia. Andi menyatakan majelis ta’lim juga memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat dan sosial, seperti pengajian yang diselingi dengan penyuluhan kesehatan atau bahaya narkoba untuk anak-anaknya merupakan proteksi dasar yang sangat penting.  

Fraksi PKS: Hidayat Nur Wahid dari DKI 2. Hidayat mempertanyakan sejauh mana Kemenag dapat memperjuangkan keadilan anggaran. Ada keluhan yang disampaikan pihak Masjid Istiqlal yang merasa belum menerima kejelasan anggaran yang sebenarnya bagaimana hal tersebut bisa terjadi padahal bantuan sosial salah satunya diperuntukkan untuk pemeliharaan Masjid Istiqlal sebagai kebanggaan Indonesia. Imam masjid di Indonesia dibagi menjadi Imam Masjid Negara, Masjid Raya dan Masjid Agung apa yang menjadi dasar pertimbangan bantuan hanya diberikan oleh Imam Masjid Negara dan bagaimana dengan Imam Masjid lainnya.

Fraksi Nasdem: Choril Muna dari Jateng 6. Banyak program-program yang berada dibawah kewenangan Kemenag terutama mengenai pendidikan islam yang memiliki banyak masalah justru karena tidak mendapat rekomendasi dari Kemenag. Muna menyesalkan Kemenag yang tunduk menjadi kelinci percobaan terhadap perubahan akun, sementara Kemendiknas berjalan lancar dengan tetap berada pada akun 57. Banyak pondok pesantren dan madrasah yang dalam keadaan tidak layak, tetapi Kemenag belum melakukan tugasnya dalam memberikan bantuan sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU).

Tri Murny dari Banten 1. Tri meminta laporan persebaran Bansos yang diserahkan kepada siswa miskin.

Fraksi PPP: Achmad Fauzan Harun dari DKI 1. Achmad mengatakan Komisi 8 kecewa karena ketidakhadiran Dirjen Pendis dalam dua kali jadwal rapat karena alasan keluar negeri. Achmad menyarankan Dirjen Pendis untuk meminta maaf kepada para anggota dewan Komisi 8. Achmad menjelaskan madrasah dan sekolah umum memiliki fasilitas yang jauh berbeda oleh karena itu Komisi 8 memiliki wacana untuk membuat Panitia Kerja (Panja) Panja mengenai madrasah agar madrasah dapat unggul sama seperti sekolah umum. Madrasah dianggap perlu memiliki payung perlindungan agar bantuan yang seharusnya diterima benar-benar dapat tersampaikan. Adanya perubahan akun yang terjadi dan memberikan dampak merugikan terhadap madrasah dan pondok pesantren, mungkin disebabkan kurangnya sosialisasi kebawah mengenai perubahan bantuan yang tadinya berupa uang menjadi berupa barang. Disinilah Dirjen Pendis harus memiliki perhatian yang besar agar madrasah dan pondok pesantren tersebut nyaman untuk digunakan. Achmad meminta penjelasan mengenai program 5.000 beasiswa ke luar negeri yang dikelola oleh Dirjen Pendis dan adakah kemungkinan lulusan pesantren berdasarkan rekomendasi Komisi 8 dapat diprioritaskan. Achmad meminta penjelasan mengenai bantuan Ruang Kelas Baru (RKB) dan mekanisme rehabilitasi madrasah. Terhadap Bimas Islam Achmad menanyakan permasalahan yang terjadi pada MUI tahun 2014 hingga menimbulkan polemik di media. Sejauh mana Bimas Islam berusaha membangun Kantor Urusan Agama (KUA) sendiri agar terpisah dengan kantor kelurahan atau kecamatan. Achmad meminta penjelasan mengapa Bimas Islam masih memeberikan bantuan terhadap BAZNAS mengingat BAZNAS sendiri merupakan lembaga yang sudah memiliki dana dari amal zakat itu sendiri. Achmad mempertanyakan bantuan yang diberikan kepada guru ngaji tradisional berbentuk apa dan bisakah Komisi 8 merekomendasikan guru ngaji yang menjadi tim sukses untuk anggota Komisi 8 untuk mendapatkan bantuan tersebut.

Tanggapan Mitra

Dirjen Bimas Islam menjawab pertanyaan pertama berkaitan masalah Bansos yang dialami Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga masuk ke ranah media. Permasalahan tersebut dipicu keterlambatan pencairan dana Bansos yang seharusnya diterima MUI. Permasalahan tersebut mengenai data yang tidak sesuai di Kemenkeu. Masuknya masalah tersebut ke media bukan menjadi tanggung jawab Dirjen Bimas Islam karena pihak Kemenag sendiri tidak berkomentar secara resmi di media. Tersendatnya pencairan dana Bansos murni memang akibat perubahan akun, namun saat ini sudah dapat dikondisikan termasuk bantuan untuk Masjid Istiqlal dan tunjangan guru yang mulai disalurkan secara bertahap. Mengenai bantuan terhadap imam masjid besar bantuan baru dapat tersalurkan terhadap 5.340 imam masjid dengan insentif Rp.200 ribu/bulan. Keterbatasan anggaran yang menjadi kendala tidak semua imam masjid mendapatkan bantuan. Terhadap rekomendasi-rekomendasi yang ingin diberikan Komisi 8 terhadap guru ngaji tradisional bisa ditampung ke Direktorat Bimas namun tetap harus menunggu klarifikasi yang jelas sesuai dengan prosedur. Selanjutnya permasalahan pembangunan KUA yang sebagian besar berada di atas tanah wakaf bahkan 600 diantaranya bermasalah, akan coba diselesaikan dengan terobosan pemangkasan dana perjalanan dinas. Untuk BAZNAS yang masih mendapat alokasi bantuan dikarenakan perintah tersebut sesuai dengan perintah UU.

Dirjen Pendis meminta maaf atas ketidakhhadirannya dalam rapat-rapat sebelumnya. Dirjen mengklarifikasi penyebab ketidakhadirannya untuk menandatangani kerjasama dengan 4 perguruan tinggi di Kanada. Rapat dengan Komisi 8 baru diketahui Dirjen Pendis beberapa jam sebelum kepergian Dirjen ke Kanada. Rapat berikutnya tidak dapat dihadiri Dirjen karena harus menandatangani perjanjian dengan 6 Universitas ternama di Brusell dalam rangka program 5.000 doktor yang dicanangkan Pendis. Mengenai surat dari guru Sibolga memang Kemenag Kotanya tidak menindaklanjuti secara aktif namun sekarang sudah mengusulkan dan sedang menunggu relokasi anggaran dari pusat ke Sibolga. Berbicara masalah anggaran pada tahun 2015, anggaran keseluruhan pendidikan sebesar Rp408 triliun dan Pendis mendapatkan Rp46 triliun dari total anggaran yang ada atau sekitar 11%. Dirjen Pendis selalu berusaha agar anggaran bisa dinaikkan hingga menjadi 20% atau sekitar Rp85 triliun. Hal tersebut yang menyebabkan Pendis hanya bisa cover 6% permasalahan sarana dan prasarana yang ada di madrasah, pondok pesantren dan perguruan tinggi. Permasalahan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) juga terkendala biaya, oleh karena itu dipastikan masih banyak yang akan mengeluhkan permasalahan sekolah roboh dll. Pendis sudah berusaha membangun ribuan RKB ataupun memperbaiki ratusan sekolah, namun hal tersebut tidak akan menutupi permasalahan lain yang tidak dapat tercover oleh anggaran. Masalah struktur juga menjadi masalah di Pendis. Kemendikbud memiliki 2 Kementrian dan beberapa Dirjen, sedangkan Pendis hanya memiliki 1 Dirjen dan mengurusi permasalahan yang ada di madrasah, pondok pesantren dan perguruan tinggi. Banyak madrasah yang terakreditasi C terkait masalah sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Salah satu poin akreditasi dikatakan baik adalah kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah tersebut. Anggaran dan strukturlah yang menjadi kendala masalah-masalah di Pendis.

Mengenai pertanyaan Andi Ruskati, Dirjen Pendis mengatakan bahwa wacana pembangunan Insan Cendekia di Sulawesi Barat sudah ada, namun dalam kesempatan yang lalu masih ada persyaratan yang belum dapat terpenuhi dari pemerintah daerah seperti ketersediaan tanah yang strategis. Mengenai perubahan akun Kemenag pada awalnya menentang dan menolak, namun Kemenkeu menjelaskan Kemenag sudah berada pada jalur yang benar sementara Kemendikbud dengan akun 57 pasti akan mengalami kendala nantinya. Penggunaan akun 52 merupakan rekomendasi yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga Kemenag mengikuti aturan yang memang baik.

Mengenai program 5.000 doktor memang diberikan kepada dosen-dosen baik negeri mapun swasta, meskipun dikhususkan negeri. Rencana tersebut dipilih melihat di Indonesia ada 32.000 dosen baik negeri mapun swasta dan baru sekitar 12% yang bergelar doktor. Beasiswa direncanakan diterima oleh 1.000 dosen setiap tahun, 750 beasiswa di dalam negeri dan 250 beasiswa keluar negeri. Program 5.000 doktor ini memang suatu program yang berani namun Dirjen Pendis harus mencoba karena memang kualifikasi doktor di Indonesia masih rendah.

Kesimpulan Rapat

  1. Komisi 8 mendesak Dirjen Bimas Islam dan Dirjen Pendis dengan sungguh-sungguh menindaklanjuti pendistribusian alokasi bantuan, menyampaikan data sebaran dan data realisasi, dan menyampaikan data tentang pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi menyangkut kondisi siswa, guru, ustadz, sarana dan prasarana termasuk data yang mendapatkan beasiswa dari Dirjen Pendis.
  2. Komisi 8 mendesak Dirjen Bimas Islam agar semua KUA memiliki kantor sendiri.
  3. Seiring dengan cakupan penanganan Dirjen Bimas Islam maka diperlukan tambahan anggaran di tahun berikutnya.
  4. Komisi 8 mendesak Dirjen Pendis untuk melakukan pengawasan terhadap dosen-dosen yang berada di bawah kewenangan Dirjen Pendis.
  5. Dalam penyusunan APBN 2016 Komisi 8 mengharapkan Dirjen Bimas Islam untuk fokus terhadap program-program prioritas.
  6. Sehubungan dengan masih terdapatnya masalah di dalam pengelolaan Dirjen Pendis, Komisi 8 sepakat untuk melaksanakan rapat kembali dengan Dirjen Pendis sebelum melaksanakan rapat-rapat mengenai tata kelola dan anggaran pendidikan islam.

Untuk dapat membaca rangkaian livetweet Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Pendidikan Islam dan Dirjen Bimas Islam Kemenag terkait pengawasan Bansos silakan kunjungi: http://chirpstory.com/li/269786 

Sumber gambar: http://fajar.co.id/headline/2015/01/09/tidak-ada-dana-bansos.html

wikidpr/drp