Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Ratifikasi Protokol Perdagangan – Komisi 1 RDP dengan Dirjen Kemenlu, Dirjen Kemendag, dan Dirjen Hukum Perjanjian Internasional

12/12/2018



Komisi 1 mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri (Dirjen Kemenlu), Direktur Jenderal Kementerian Perdagangan (Dirjen Kemendag), dan Direktur Jenderal Hukum Perjanjian Internasional (Dirjen HPI) terkait Penyelesaian Prosedur Ratifikasi First Protocol to Amend the Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan Rencana Ratifikasi Agreement on Trade in Service under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and the Republic of India (AIFTA).

RDP dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2015 pukul 10.54 dan dipimpin oleh Ahmad Hanafi Rais dari Yogyakarta. Ahmad membuka rapat dengan memberi konteks pemaparan terkait RDP bahwa Presiden telah mengirim surat ratifikasi kepada DPR-RI. Surat tersebut digunakan sebagai agreement dari DPR. 

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan beberapa pemaparan Dirjen Kemenlu:

  1. Kerjasama kemitraaan dengan ASEAN dan Australia sudah dilakukan sejak tahun 1974 sehingga Australia memiliki 2 Kedutaan Besar Khusus di Jakarta untuk bilateral dan ASEAN.
  2. ASEAN, Australia, dan Jepang merupakan mitra pertama pada tahun 1977 dengan fokus kerja sama pada program beasiswa, diplomasi pertanian, prakarsa pemimpin muda bisnis, dan penanganan bencana alam.
  3. Road map terkait kerja sama, telah ditandatangani pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-3 tahun 2010.
  4. Road map tersebut perlu diperbaharui lagi karena pada tahun 2012 terdapat strategy partnership dengan ASEAN sebagai prioritas utama.

Berikut beberapa pemaparan Dirjen Kemendag:

  1. CO Form terdiri dari:
  2. Indonesia menyepakati penghapusan Free On Board (FOB) pada CO Form dalam pertemuan Asean Economic Ministers (AEM) di Manado.
  3. Implikasi AANZFTA dan AIFTA:
    • Ratifikasi dengan UU membutuhkan waktu 1 tahun, sedangkan ratifikasi dengan Perpres hanya 3 bulan.
    • Protokol Perubahan AANZFTA akan diberlakukan mulai 1 Oktober 2015, sedangkan Perjanjian Jasa AIFTA telah diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2015.
    • Indonesia akan mengalami kerugian jika tidak dapat memberlakukan AANZFTA-AIFTA bersama dengan negara ASEAN dan Negara Mitra sebab Indonesia tidak dapat memanfaatkan pangsa pasar yang telah disepakati dalam perjanjian.
  4. ASEAN dan India akan menghapus segala bentuk substansi yang menghambat.
  5. Payung Hukum AIFTA berdasarkan KTT ASEAN India ke-2 pada tanggal 8 Oktober 2003 di Kamboja.
  6. AIFTA bidang jasa ditandatangani pada tanggal 13 November 2014. Dan AIFTA bidang investasi ditandatangani pada tanggal 12 November 2014.
  7. AIFTA bidang barang diratifikasi dengan Perpres Nomor 40 Tahun 2010 yang ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 2009.
  8. AIFTA menyepakati kerangka waktu penyelesaian perundingan di bidang barang, jasa, dan investasi.
  9. Indonesia meratifikasi AIFTA dengan Perpres Nomor 69 Tahun 2004 yang ditandatangani pada tanggal 8 Oktober 2003.
  10. AANZFTA berperan sebagai single-under-taking yang memuat perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Sedangkan perjanjian yang diratifikasi adalah perubahan pada perjanjian bidang barang.
  11. Indonesia meratifikasi AANZFTA dengan Perpres Nomor 26 Tahun 2011 yang telah disahkan dan ditandatangani pada tanggal 27 Februari 2009.
  12. Proses ratifikasi AANZFTA dan AIFTA diselesaikan melalui Peraturan Presiden (Perpres).
  13. Kedua perjanjian tersebut merupakan bagian dari perjanjian ASEAN.
  14. Perjanjian Indonesia dengan Australia-New Zealand disebut AANZFTA, sedangkan Perjanjian Indonesia dengan India disebut AIFTA.
  15. Pertemuan pada tanggal 26 Agustus di Myanmar menyatakan persetujuan Menteri Luar Negeri terkait perubahan first protocol AANZFTA dengan substance leading sector dari Dirjen Kemenlu.
    • Transposition of Schedules of Tariff Commitments
    • Product Specific Rules (PSR)
    • Consultations, Review, and Modification
    • Pre-Exportation Examination
    • Issuance of Certificate of Origin
    • Operational Certification Procedures (OCP)
  16. Protokol Perubahan AANZFTA sesuai dengan Bab 16 Pasal 6 AANZFTA.
  17. Setiap perjanjian perdagangan dilaporkan paling lambat 90 hari setelah masa kerja.
  18. Australia dan New Zealand (ANZ) merupakan mitra yang berpotensi. Dengan adanya Protokol Perubahan AANZFTA akan memberi manfaat bagi Indonesia, seperti:
    • Memberi akses pasar dengan peluang kerja lebih luas
    • Meningkatan nilai ekspor Indonesia ke ANZ
    • Mendapat produk impor dari ANZ untuk kebutuhan industri Indonesia
    • Adanya kepastian dan jaminan hukum pada CO Form
  19. Ke depannya akan tercipta transparansi dan kepastian hukum bersamaan dengan keterbukaan di bidang jasa, bisnis, komunikasi, budaya dari pasar luar dan dalam.
  20. Jasa IT akan berperan sebagai jasa komplementari pada local manufacturing.

 Berikut beberapa pemaparan Dirjen HPI:

  1. Perlu adanya ratifikasi sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2000 dan UU Nomor 7 Tahun 2014 yang juga mensyaratkan ratifikasi.
  2. Brunei, Filipina, Singapura, Myanmar, Thailand, India, dan New Zealand telah meratifikasi agreement tersebut.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan masukan dan pertanyaan anggota Komisi 1 terkait pemaparan mitra:

Fraksi PDI-P. Oleh TB Hasanuddin dari Jawa Barat 9. TB Hasanuddin sependapat dengan hal yang dipaparkan oleh Evita. Ratifikasi jika diganti dengan UU membutuhkan waktu yang lama sesuai dengan pemaparan Dirjen Kemendag. Di sisi lain, ratifikasi harus segera direalisasikan dan disepakati terkait grand design dari perjanjian sebelumnya.

Evita Nursanty dari Jawa Tengah 3. Dalam RDP kali ini Evita konsen pada sosialisai skateholder dan masyarakat dengan memberi masukan yang cukup detail, di antara sebagai berikut:

  1. Perjanjian induk sudah diratifikasi berdasarkan Perpres maka selanjutnya protokol agreement menggunakan Perpres saja.
  2. Sisi negatif daripada sisi positif beserta solusinya sebab ratifikasi akan selalu ada notifikasi.
  3. Sosialisasi Perjanjian Ekonomi ASEAN sangat buruk sehingga kasus ASEAN Community tersangkut-sangkut pula di Komisi 6.
  4. Supaya lebih mandiri, Indonesia sebaiknya tidak membuat patokan dan mengandalkan impor saja.
  5. Kuba merupakan wilayah di daerah sekitar laut. Akan tetapi, harga seafood mahal hanya karena Kuba fokus pada ekspor hingga melupakan kebutuhan warganya. Menurut Evita, seharusnya Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Kuba.
  6. New Zealand telah lama menawarkan sapi yang bisa dikembangbiakkan kepada Indonesia. Bukan sapi yang dikebiri layaknya sapi impor Australia. Evita menyayangkan keputusan menteri yang masih tidak mau menerima tawaran baik tersebut. Tawaran yang memberi keuntungan cukup besar bagi Indonesia.

Fraksi Golkar. Oleh Bobby Adhityo Rizaldi dari Sumatera Selatan 2. Terkait landasan yuridis formal, Bobby juga menyetujui pendapat Evita. Bobby menambahkan bahwa 0% yang diminta Australia tetap mematikan Indonesia. Bobby juga mengingatkan harus ada jaminan koordinasi yang berjalan ketika perjanjian tersebut ditandatangani supaya tidak mematikan Indonesia di kemudian hari. Tidak jauh berbeda dengan Evita, Bobby juga memberi beberapa masukan sbagai berikut:

  1. Kurangnya koordinasi membuat wakil rakyat mendapat cemooh dari LSM, bahkan masyarakat.
  2. Perihal tarif nontarif dalam perjanjian harus lebih diperjelas.
  3. Adanya dwelling time membuat masalah baru maka antara statistik dan koordinasi juga harus diperjelas lagi.
  4. Manufakturing Indonesia kalah dengan China. Terbukti dengan 700 bahan manufaktur hilang hanya karena Indonesia telah ‘kecemplung’ dengan China.
  5. Bobby menyarankan untuk melakukan recheck anti-dumping.

Terakhir Bobby memaparkan bahwa ini bukan sekedar masalah ekspor impor. Ini adalah masalah politik luar negeri yang menuntut Indonesia harus memegang hak cipta terkait batik. Hal itu dilakukan agar ketika Australia impor batik, namanya adalah Indonesia, bukan Malaysia.

Fraksi PAN. Oleh Ahmad Hanafi Rais dari Jogja. Selaku pimpinan rapat, Ahmad memberi apresiasi terkait pemaparan dari Dirjen Kemendag dan Bobby yang dinilai cukup lengkap dan komprehensif. Ahmad menambahkan bahwa memang ada beberapa hal yang perlu di-follow-up oleh Kemenlu terkait beberapa hal yang telah disampaikan oleh Evita dan Bobby demi terwujudnya regulasi yang lebih jelas.

Ratifikasi harus benar-benar bersifat meyakinkan mengingat kaitannya tidak hanya terhadap ekonomi, tetapi juga masyarakat yang nantinya akan merasakan dampaknya secara langsung. Oleh karena itu, Ahmad menyarankan untuk diadakan rapat kerja antara Kemenlu dengan seluruh Fraksi DPR-RI.

Di akhir kalimat Ahmad berharap ekonomi Indonesia yang tidak stabil bisa disiasati dengan adanya perdagangan bebas dari AANZFTA dan AIFTA.

Budi Youyastri dari Jawa Barat 10. Berbeda dengan lainnya, Budi justru menegaskan bahwa seharusnya pembahasan terkait AANZFTA dan AIFTA dibahas di Komisi 6 dan Komisi 11, bukan di Komisi 1. Namun di sisi lain, Budi juga meminta mitra supaya memberi penjelasan terkait benefit yang diperoleh Indonesia dari sistem perdagangan bebas ini.

Respon Mitra

Berikut merupakan respon Dirjen Kemenlu terhadap masukan dan pertanyaan dari para anggota Komisi 1:

  1. Ini merupakan tantangan besar. Oleh karena itu, jangan sampai Indonesia dirugikan.
  2. Kita sebagai WNI sekaligus wakil rakyat harus menjaga kedaulatan politik dan ekonomi sebab akan ada timbal balik berupa opportunities challenges yang benefitnya untuk rakyat agar rakyat tidak dirugikan.
  3. Saat ini Indonesia memiliki 55 juta UMKM.

Berikut merupakan respon Dirjen Kemendag terhadap masukan dan pertanyaan dari para anggota Komisi 1:

  1. Menurut UU, Kemendag adalah supir dengan penumpang seluruh menterinya. Dalam artian Kemendag sebagai pemegang protokol. Dirjen Kemendag hanya mengkonsolidasikan.
  2. Peninjauan kembali bias dilakukan setelah 5 tahun jika ada tindakan kecurangan dari mitra, sedangkan 4 tahun diberikan ke industri untuk revitalisasi.
  3. Indonesia mempunyai tim untuk daya saing. Bisa membuat ketentuan untuk melindungi industri dalam negeri berupa labelling dan SNI wajib.
  4. Di Indonesia, sapi breeding baru menghasilkan setelah 2 s.d. 3 tahun dengan harga satuannya 300 juta per ekor. Sedangkan penggemukan ada di Australia. Tujuan pengebirian supaya tidak mengganas dan melukai sapi lainnya.
  5. Sosialisasi sudah dilakukan. ASEAN Economic Center (AEC) akan diresmikan.
  6. Grand design Indonesia seperti Vietnam, mempunyai perjanjian khusus dengan Eropa dan Amerika.
  7. Harus segera melaksanakan isi perjanjian tersebut supaya cepat mendapat Free Trade Area (FTA) seperti negara-negara lainnya. Contoh, Indonesia penghasil tuna. Jika Indonesia ekspor ke negara seperti Filipina dan Thailand maka mereka mendapat 0% dan Indonesia mendapat 22%.

Berikut merupakan respon Dirjen HPI terhadap masukan dan pertanyaan dari para anggota Komisi 1:

  1. Indonesia bisa terlibat jika sudah meratifikasi.
  2. Dengan catatan, sebanyak mana Indonesia terlibat tergantung negoisasi.

Penutup Rapat

RDP kali ini tidak menghasilkan kesimpulan. Namun, para Anggota Komisi 1 dan Mitra sepakat untuk mengadakan Rapat Kerja dengan Kemenlu terkait AANZFTA dan AIFTA. RDP selesai pukul 12.43.

Untuk membaca rangkaian livetweet RDP Komisi 1 dengan Dirjen Kemenlu, Dirjen Kemendag, dan Dirjen HPI terkait Ratifikasi Protokol Perdagangan, kunjungi http://chirpstory.com/li/282717.

 

wikidpr/mey

Ilustrasi Gambar : krisbandi.blogspot.com