Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Rencana Strategis & Anggaran BPOM - Rapat Komisi 9 dengan BPOM

12/12/2018



Agenda Komisi 9 DPR-RI tanggal 8 Juni 2015 melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) terkait dengan anggaran dan Rencana Strategis (Renstra) BPOM tahun 2015. Rapat dipimpin Dede Yusuf dari Jabar 2 Fraksi Partai Demokrat, sebelumnya Dede Yusuf berpesan agar BPOM menjelaskan permasalahan beras plastik yang beredar di masyarakat.

Pemaparan Mitra

BPOM menjelaskan bahwa untuk menghadapi tantangan di bidang makanan dan obat-obatan perlu diadakan pengawasan oleh subsistem produsen, subsistem konsumen dan subsistem pemerintah, dalam hal ini BPOM. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh produsen akan diberikan sanksi baik secara administratif maupun secara pidana. Untuk menunjang keamanan obat-obatan dan makanan yang beredar di masyarakat BPOM telah melakukan inspeksi berkala dan pengujian dengan pengambilan sampel bagi produk-produk yang sudah beredar di masyarakat. Dengan demikian diharapkan keamanan obat dan makanan yang beredar meningkat sehingga kesehatan masyarakat juga meningkat.

Tantangan BPOM semakin meningkat dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan pasar bebas, kami telah menyusun rencana strategis untuk menjawab tantangan ini. Strategi dilakukan melalui pengawasan, pemandirian produsen serta mempererat kemitraan dengan pemangku kepentingan dan pelembagaan BPOM sendiri.

Terkait anggaran indikatif, perkiraan anggaran yang diperlukan BPOM sebanyak Rp1.547.444.586.000 yang meningkat sebanyak Rp325.850 milyar dibanding tahun lalu. Peningkatan tersebut digunakan untuk kenaikan belanja pegawai, belanja barang operasional, kegiatan yang dibiayai BNPB dan lain-lain. Dari rencana anggaran yang diajukan, komposisinya terdiri dari Rp917.6 milyar digunakan untuk pusat dan Rp629.9 milyar digunakan untuk daerah. Program pengawasan obat dan makanan memerlukan alokasi dana sekitar Rp810.7 milyar dan untuk peningkatan kapasitas kelembagaan memerlukan alokasi sekitar Rp151.27 milyar dan layanan perkantoran sebanyak Rp505.17 milyar.

Sebagai kesimpulan BPOM menambahkan bahwa mereka memiliki peran sangat strategis terkait pengawasan obat-obatan dan makanan.

Pemantauan Rapat

Fraksi PDI Perjuangan: Oleh Elva Hartati dari Bengkulu. Elva menanyakan terkait dengan obat-obatan palsu, sosialisasi BPOM sudah sejauh apa kepada masyarakat. Anggaran tidak akan berguna tanpa sosialisasi dikarenakan masyarakat tidak tahu. Elva pernah mendengar tentang krupuk plastik, sejauh mana BPOM telah menangani masalah krupuk plastik ini. Ia juga mendengar bahwa beberapa anak sekolah telah berhasil menemukan cara pengujian bakso yang berformalin dengan tusuk gigi, akan lebih baik jika di sosialisasikan kepada masyarakat luas.

Imam Suroso dari Jateng 3. Imam meminta agar anggaran dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kemudian ketika dia turun ke dapil, dia mendengar ada merica yang dioplos dengan semen, hal ini tentu sangat berbahaya. Kemudian sejauh mana BPOM menyelidiki hal ini. Imam menangkap bahwa sosialisasi BPOM ini kurang, dia bertanya apakah dari anggaran yang diajukan tadi sudah termasuk anggaran untuk sosialisasi.

Ketut Sustiawan dari Jabar 1. Ketut meminta BPOM bertindak lebih cepat terkait klarifikasi hal-hal yang meresahkan masyarakat, seperti beras plastik, merica oplosan, bakso formalin, dll.Dia juga bertanya bagaimana upaya strategis mampu menguatkan BPOM. Anggaran yang diajukan BPOM kemudian dipertanyakan oleh Ketut. Apakah anggaranitu untuk apa saja, apakah itu mampu meningkatkan koordinasi BPOM sampai pada daerah kabupaten/kota. Harapannya BPOM mampu menjangkau sampai dengan kabupaten/kota. Terakhir dia menanyakan apakah sudah ada langkah-langkah untuk memperkuat laboraturium maupun sumber daya manusia BPOM yang masih sangat terbatas.

Fraksi Golkar: Oleh Sarmuji dari Jatim 6. Sarmuji mengatakan bahwa kondisi makanan saat ini sangat membahayakan apalagi bahan makanan yang dibeli di pasar tradisional. Apakah tidak memungkinkan bagi zat-zat berbahaya tersebut untuk diberi rasa yang tidak memungkinkan untuk dimakan. Misalnya formalin diberi rasa pahit sehingga orang tidak bisa menggunakannya. Terakhir dari penganggaran, menurut Sarmuji belum mencerminkan visi BPOM sendiri.

Gatot Soedjito dari Jatim 7. Menurut Gatot, lembaga kesehatan seharusnya efektif dan efisien dalam pengawasan, namun Gatot masih melihat BPOM remang-remang kinerjanya, belum benar-benar melindungi masyarakat padahal MEA sudah berjalan. Persoalan makanan merupakan masalah inti, seharusnya tidak main-main. Ketika ada kehendak asing yang ingin melemahkan masyarakat melalui obat-obatan atau makanan maka semuanya akan hancur. Ketika BPOM hanya ada di tingkat provinsi ini tidak melindungi masyarakat, maka lebih baik tidak usah diadakan saja menurut Gatot. Dia khawatir ada infiltrasi yang disengaja oleh pemerintah. Secara substansi BPOM ada untuk apa. Kalau hanya menjalankan tugas menteri ya hanya akan begini-begini saja. Kuncinya ada di Menteri Kesehatan Gatot menegaskan.

Fraksi Gerindra: Oleh Suir Syam dari Sumbar 1: Suir melihat selama ini razia dilakukan oleh dinas kesehatan, dinas perdagangan, dinas perindustrian, dan kepolisian lalu posisi BPOM di mana. Di daerah, Suir dulu banyak toko-toko yang menjual obat kemudian terkena razia. Setelah itu toko itu berubah menjadi apotek sehingga mudah sekali obat-obatan diperjualbelikan. Kemudian bagaimana agar obat-obatan tersebut bisa diawasi. Akhir-akhir ini banyak pula obat herbal yang dijual di masyarakat, anggota Komisi 9 mendukung obat herbal, sayangnya mereka tidak memiliki izin BPOM dikarenakan tidak tahu caranya. Suir bertanya bagaimana prosedur yang harus dilakukan untuk dapat memperoleh izin BPOM sehingga bisa disampaikan kepada produsen. Di daerah pemilihan Suir laboraturium untuk pengujian sangat terbatas sekali, seiring dengan banyaknya obat-obatan yang masuk sekiranya perlu diperbanyak.

Fraksi Demokrat: Oleh Zulfikar Ahmad dari Jambi. Zulfikar menanyakan bagaimana sistem BPOM dalam menangani obat-obatan yang sudah beredar di masyarakat. Zulfikar juga menyoroti masalah Sumber Daya Manusia (SDM) BPOM, apabila SDM di pusat terlalu banyak mungkin akan lebih baik mengirim mereka ke daerah-daerah untuk pengawasan karena pengawasan sangat penting.

Dede Yusuf dari Jabar 2. Selaku pemimpin Komisi 9, Dede Yusuf juga mengutarakan bahwa selama ini BPOM belum cukup terlihat melakukan penguatan edukasi dan pengawasan melalui media, padahal edukasi melalui media bekerja sekali. Seperti melalui social media dan citizen journalism akan sangat membantu BPOM.

Fraksi PKB: Oleh Marwan Dasopang dari Sumut 2. Marwan mengatakan sebenarnya, walaupun BPOM menyatakan beras plastik itu tidak ada tetapi masyarakat resah, itu merupakan masalah dan harus dipidanakan. Apa yang ada di lapangan harus dilaporkan, tetapi masyarakat tidak melapor karena ada ketakutan-ketakutan. Hal seperti ini harus ditangani, peran serta masyarakat cukup membantu untuk melaporkan apa yang terjadi. Kemudian apakah dukungan manajemen merupakan peningkatan kapasitas kelembagaan. Marwan mengkhawatirkan ini merupakan penggandaan anggaran.

Handayani dari Jambi. Handayani menilai ada banyak kegaduhan yang bersumber dari televisi swasta seperti beras plastik dan merica oplosan. Apakah tidak memungkinkan melakukan pendekatan dengan TV swasta agar tidak menyiarkan berita yang belum pasti. Barang-barang yang dijual secara online juga sudah banyak sekali, mungkin BPOM bisa bekerja sama dengan Menkominfo terkait registrasi. Sebagai tambahan, Handayani menyebutkan bahwa tidak ada yang dilakukan oleh dinas kesehatan di kabupaten/kota.

Fraksi PKS: Oleh Adang Sudrajad dari Jabar 2. Adang  melaporkan bahwa dia sering menemukan obat-obat aneh di pasaran, terutama obat kuat. Suatu saat obat tersebut ditarik dari pasaran, namun kemudian muncul dengan merek baru dengan isi yang tidak berbeda dari awal. Sebagai saran, Adang merekomendasikan BPOM agar membuat kriteria bagi produsen-produsen yang ingin mendaftarkan produknya.

Fraksi PPP: Oleh Okky Asokawati dari DKI 2. Sesuai dengan Undang-Undang MPR,DPR,DPD,DPRD (UU MD3) Okky meminta agar mitra memberikan bahan maksimal H-3 rapat sehingga anggota komisi bisa melakukan pendalaman, kalaupun terjadi halangan bisa memberi softcopy nya melalui email. Selanjutnya, Okky mengapresiasi BPOM yang menganggarkan terkait pengawasan dan manajemen sebanyak 70%, namun kemudian dia meminta klarifikasi kenapa alokasi dana di daerah lebih banyak dibanding dengan di pusat. Terakhir seiring dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean, Okky menanyakan apakah bahan makanan dan obat memiliki recognition arrangement / mutual recognition oleh anggota ASEAN.

Fraksi Nasdem: Oleh Ali Mahir dari Jateng 2. Ali menilaiperlu dilakukan peningkatan pengawasan pada jajanan anak-anak sekolahdikarenakan anak-anak bisa memakan apa saja tanpa selektif. Ali kemudian menanyakan terkait SDM BPOM apakah memang benar-benar kurang. Dia mendengar bahwa jumlah tenaga sekarang masih kurang dan akhir tahun ini akan berkurang karena pensiun. Lalu apakah benar bahwa BPOM tidak akan melakukan penambahan pegawai.

Fraksi Hanura: Oleh Djoni Rolindrawan dari Jabar 3. Djoni meminta diberikan pemahaman terkait dengan pengelolaan hulu karena hal ini dianggap penting.

Tanggapan Mitra

BPOM menyampaikan bahwa sampel beras plastik yang diperoleh dari pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) hasilnya negatif dan itu telah diklarifikasi kepada rakyat. Berkaitan dengan pertanyaan alokasi dana daerah yang lebih banyak daripada pusat dikarenakan daerah sebagai garda paling depan yang berperan dalam pengawasan masyarakat. BPOM juga punya satgas pemberantasan obat palsu sejak tahun 2011 untuk membantu mengatasi obat-obat palsu yang beredar di masyarakat. Laboraturium juga akan terus diperkuat.

BPOM juga menjelaskan bahwa pengaturan obat dan makanan di Indonesia sudah sama dengan masyarakat ASEAN. Selama ini memang banyak produsen yang tidak melaporkan produk-produk mereka. Mereka demikian karena takut setelah melapor kemudian produknya tidak laku dijual dipasaran karena tidak memenuhi standar.

Terkait pengujian bakso berformalin dengan tusuk gigi sudah dilakukan dan sudah direkomendasikan kepada pemerintah daerah juga. BPOM berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi dan melakukan razia baik sendiri-sendiri maupun bersama POLRI bahkan pada super market hingga lintas daerah. Apabila dalam razia itu ditemukan pelanggaran maka akan diberikan sanksi administratif berupa penarikan sampai pemusnahan produk. Walaupun demikian masih banyak sekali pelanggaran, terutama obat-obatan herbal. BPOM mengakui bahwa sumber daya dan penyidik jumlahnya memang kurang, terutama di daerah. BPOM akan memperjuangkan hal ini.

Toko-toko obat di daerah yang sekarang menjadi apotik disebut apotik rakyat, hal itu berdasarkan aturan Menteri Kesehatan. Perbedaan apotek ini dengan apotek biasa adalah bahwa mereka tidak diizinkan untuk meracik obat sendiri. Tapi BPOM tidak bisa mengawasi apotek dikarenakan peraturan menteri yang tidak mengizinkan BPOM untuk melakukan pengawasan pada apotek.

Pemberian rasa terhadap zat-zat berbahaya diakui sudah pernah dipikirkan oleh BPOM namun sampai sekarang hasil kajiannya belum keluar sehingga belum ada keputusan.Sebagai penutup, usulan Dede Yusuf terkait dengan sosialisasi melalui media terutama televisi akan dilakukan oleh BPOM.

Kesimpulan Rapat

1. Komisi 9 DPR-RI telah menerima penjelasan sementara terkait rencana program kerja BPOM sebesar Rp1.547.444.586.000 untuk selanjutnya dilakukan pendalaman.

2. Komisi 9 DPR-RI meminta BPOM meningkatkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sehingga terlihat peningkatan anggaran dan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat.

3. Komisi 9 DPR-RI meminta jawaban tertulis BPOM atas pertanyaan anggota pada rapat hari ini selambat-lambatnya tanggal 10 Juni 2015.

Untuk melihat rangkaian livetweet Rapat Komisi 9 dengan BPOM. Silakan klik: http://chirpstory.com/li/271563

Sumber gambar: http://ipqi.org/pendaftaran-produk-makanan-dan-minuman-ke-bpom/

wikidpr/nrm