Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Rimanews) Tapera, Solusi atau Masalah Baru?

12/12/2018



Rimanews - Rancangan Undang-Undang RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kemarin resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Meski telah disahkan menjadi undang-undang, pelaksanaan UU Tapera masih memerlukan kelengkapan aturan di bawahnya yang mengatur secara lebih teknis.

Sebelumnya, dalam RUU Tapera, besaran iuran diusulkan sebesar 3% dari Upah Minimum Regional. Iuran sebesar 3% itu dibagi ke perusahaan sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%.

Bagi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), implementasi isi dalam RUU Tapera yang disetujui oleh Panitia Khusus DPR merupakan bentuk duplikasi dari kebijakan yang telah ada. Kebijakan yang dimaksud adalah program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Seperti diketahui, BPJS Ketenagakerjaan menyediakan program bantuan uang muka perumahan dan subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang sumbernya berasal dari pagu 30% portofolio kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT).

Selama ini pelaku usaha sudah dibebankan biaya sebesar 10,24%-11,74% dari penghasilan pekerja untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan yang mencakup JHT, jaminan kematian (JK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan pensiun (JP), dan cadangan pesangon yang berdasarkan pengitungan aktuaria sebesar 8%.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J. Supit mengatakan, Kadin sangat keberatan atas isi dari beleid tentang Tapera itu.

"Bila beban pembayaran iuran Tapera tetap dibebankan kepada pelaku usaha dan pekerja dikhawatirkan akan membuat daya saing usaha dalam negeri tidak kompetitif," kata Antonius, Kamis (25/02/2016).

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus RUU Tapera DPR, Mukhammad Misbakhun menjelaskan Tapera merupakan keinginan Pemerintah dan DPR untuk mewujudkan keinginan konstitusi bahwa negara harus mempunyai sistem tabungan.

"Hal ini untuk memenuhi semua kebutuhan perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah," tuturnya.

Terkait dengan program perumahan BPJS Ketenagakerjaan, Misbakhun kembali menjelaskan bahwa program perumahan BPJS tidak memainkan peran utama untuk menyediakan perumahan.

"Mereka hanya melakukan investasi, sedangkan TAPERA harus mengendalikan supply dan demand kebutuhan perumahaan untuk masyarakat berpenghasilan rendah," terang dia.

Ketua Bidang Jaminan Sosial Apindo, Timoer Soetanto menegaskan pengusaha sebenarnya sangat setuju dengan program TAPERA, namun dirinya menjelaskan bahwa kondisi pengusaha saat ini sudah cukup berat mengingat banyaknya biaya tambahan yang sudah dibebankan ke perusahaan seperti jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jaminan  keselamatan kerja dll.

"Selain itu untuk membebankan ke pekerja sebesar satu persen saja pengusaha butuh negosiasi yang alot dengan pihak pekerja," kata Timoer.

Timoer Soetanto juga menjelaskan kemungkinan akan adanya beban tambahan di APBN untuk pembentukan dan biaya operasional badan yang baru.

"Sebenarnya di BPJS ada dana yang siap digunakan untuk keperluan perumahan," cetusnya.

Hal senada juga diungkapkan Wakil ketua umum bidang kebijakan publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Rachmat Hidayat. Menurut dia, pengusaha minuman skala menengah besar diperkirakan sudah terbebani sekitar 34 persen dari upah pekerjanya, belum ditambah TAPERA.

Selain itu, kata dia, untuk sektor minuman skala kecil kemungkinan akan kesulitan untuk menarik pungutan dari pekerjanya.

"Perbandingan besaran pungutan antara pengusaha dan karyawan pada kenyataannya tidak sesuai dengan aturan, pengusaha biasanya menanggung beban lebih besar," tandasnya.