Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Serikat Pekerja PLN Menolak Privatisasi Listrik Nasional – Audiensi Komisi 6 dengan Serikat Pekerja PLN

12/12/2018



Pada 21 Mei 2015 pukul 15.03 WIB, Komisi 6 DPR-RI kedatangan Serikat Pekerja (SP) Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk melakukan audiensi di ruang rapat Komisi 6. Rapat dipimpin oleh Achmad Hafisz Tohir. Pemimpin rapat membuka audiensi dengan SP PLN dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum. Agenda rapat kali ini membahas UU Ketenagalistrikan & Privatisasi Listrik Nasional.

Pemaparan Mitra

Berikut pemaparan yang disampaikan oleh SP PLN:

1. Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang ada saat ini sarat akan intervensi & campur tangan asing.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan No. 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang secara tegas memutuskan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan batal demi hukum mengingat adanya pasal-pasal unbundling. Selain itu, hak konstitusi yang juga dilanggar adalah kebebasan berserikat bagi pekerja. SP PLN juga menjelaskan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan diintervensi oleh International Monetary Found (IMF). SP PLN menyerahkan dokumen bukti ke Komisi 6 mengenai adanya intervensi asing.

2. PLN masih menjadi user, pelanggan, yang membeli listrik dari pihak swasta.

3. PLN masih menjadi badan usaha yang memberi pelayanan dari hulu ke hilir.

Serikat Pekerja PLN memberikan penjelasan 2 sistem PLN yang dilakukan selama ini, yakni:

1.  Unbundling Vertikal (Pemisahan secara fungsional)

Berlaku di Jawa-Bali, yaitu pemisahan pengelolaan pembangkit, transmisi, distribusi dan ritel melalui badan usaha yang berbeda-beda.

Kebijakan unbundling vertikal membuat pemisahan secara fungsional dan akan membuat sektor listrik dikuasai swasta. Di sisi lain, unbundling vertikal akan menghilangkan penguasaan negara. UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan ini merupakan kebijakan unbundling vertikal pada daerah kompetisi. Hal ini termuat di dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3) serta Pasal 68 UU tersebut.

2.  Unbundling Horizontal (Pemisahan secara geografis)

Diterapkan di luar Jawa-Bali, yaitu dibuat regionalisasi dengan pengelolaan kelistrikan masih di bawah Pemerintah (baik pusat maupun PEMDA), mengingat luar Jawa-Bali terdiri banyak subsistem dengan banyak pembangkit yang terisolasi dan ratio elektrifikasi yang rendah sehingga memerlukan biaya operasional yang tinggi.

Pada pemaparan yang disampaikan Serikat Pekerja PLN, mengulas juga tentang privatisasi yang akan terjadi, dari hasil pemaparan yang disampaikan, diperoleh beberapa poin :

1. PLN Jawa-Bali akan diliberalisasi.

2. Jika benar PLN diliberalisasi dan diprivatisasi akan menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 50% & hal ini akan menyebabkan PHK besar-besaran.

3. Unbundling akan menyebabkan sektor listrik dikuasai oleh swasta.

4. Dengan adanya unbundling vertikal akan menghilangkan penguasaan oleh negara di sektor kelistrikan.

Pemantauan Rapat

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan SP PLN, berikut tanggapan dan pertanyaan yang diajukan anggota Komisi 6 DPR-RI:

Fraksi PDIP: Oleh Nyoman Dhamantra dari Bali. Nyoman menekankan persoalan kunci yang dihadapi oleh PLN saat ini yaitu inefisiensi. Bila tidak hanya mimpi untuk mewujudkan listrik murah. Melawan mafia seperti ini tidak mudah dan apakah rakyat mampu melawan? Inefesiensi adalah kata kunci persoalan di PLN. Saya tidak ingin berdiri di balik ideologi namun hanya menjadi wacana. Nyoman juga mempertanyakan pula apakah dari pembangkit yang dimiliki PLN mendapat keuntungan atau malah sebaliknya dan juga mempertanyakan apakah PLN saat ini berfokus pada sentralisasi atau listrik murah? Nyoman mengusulkan bagaimana kita memberikan listrik murah dan ketersediaan yang mencukupi tanpa melanggar konstitusi.

Darmadi Durianto dari DKI 3: Menurut Darmadi, SP PLN kurang berani membongkar PLN dan meminta kepada Serikat Pekerja untuk memberikan data yang valid agar dapat menegur PLN yang terkendala inefisiensi.

Fraksi Gerindra: Oleh Heri Gunawan dari Jawa Barat 4: Heri mendukung perubahan UU BUMN No.19 Tahun 2003 terkait privatisasi PLN dan mengharapkan sektor listrik ini dapat dikuasai oleh negara.

Fraksi PKS: Oleh Refrizal dari Sumatera Barat 2. Refrizal memberikan informasi terkait adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PLN sebesar Rp.100 triliun namun tidak dapat digunakan secara efisien karena penggunaan solar. Refrizal saran untuk menghapuskan penggunaan batu bara sebagai bahan baku pembangkit. Selain itu, terkait dengan pemaparan yang diberikan Serikat Pekerja akan dilakukan Rapat Kerja dengan Menteri BUMN dan juga dengan jajaran direksi PLN untuk meminta kejelasan. Refrizal menyatakan darurat jika listrik terus naik. Refrizal pun mendukung kepada efisiensi dan konstitusi dalam listrik dapat berjalan dengan baik.

Respon Mitra

Terkait dengan inefisiensi, Serikat Pekerja menolak untuk memberikan data akan hal tersebut karena inefisiensi ini ditumpangkan untuk privatisasi. Untuk kejelasannya, inefisiensi yang ada di PLN saat ini mencapai Rp.37 triliun, untuk data yang valid, Serikat Pekerja menjelaskan data berada di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Serikat Pekerja juga menceritakan kejadian saat Dahlan Iskan masih menjabat sebagai Dirut PLN yang menyatakan ketidaksetujuan UU Pengelolaan Listrik Nasional. Selain itu, ada seorang menemukan inovasi pembangkit listrik yang efisien tapi tidak dihargai karyanya di PLN.

Perihal UU Ketenagalistrikan yang mendapat intervensi asing, Serikat Pekerja memiliki rekaman akan hal tersebut, dan berencana akan membagikannya dengan Komisi 6. Di sidang MK kami membagikan rekaman bagaimana intervensi asing di UU No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Kuatnya intervensi asing malah menyarankan Undang-undang Dasar (UUD) diubah dulu. Filipina di tahun 2006 di unbundling dan efeknya melonjak harga listrik. Berdasarkan UU No.30 Tahun 2009, membahas pula Tarif Dasar Listrik (TDL), dan memberikan kejelasan kalau TDL memang akan terus naik menyesuaikan dengan tarif keekonomian negara kita. Serikat Pekerja menjelaskan kalau listrik sebagai infrasruktur yang dikelola pemerintah dan harganya haram untuk dimainkan.

Pemimpin rapat Komisi 6, Achmad Hafisz Tohir Fraksi PAN dari Sumatra Selatan 1 menutup dengan mengagendakan untuk bertemu dengan direksi PLN minggu depan, pada akhir Mei. Pemimpin rapat juga menolak kehadiran dari Serikat Pekerja saat mereka meminta untuk ikut menghadiri pertemuan Komisi 6 dengan direksi PLN. Rapat ditutup pada pukul 16.54 WIB.

Untuk melihat livetweet Audiensi Komisi 6 dengan Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara, silakan kunjungi: http://chirpstory.com/li/267567?page=1

Sumber gambar : http://idtesis.com/analisis-yuridis-tentang-privatisasi-sektor-ketenagalistrikan/

 

wikidpr/sbp&alq