Berita Terkait
- (Tempo.co) Kasus Patrialis Akbar, KPPU: UU Peternakan Sarat Kepentingan
- (Rakyat Merdeka) DPR BOLEH INTERVENSI KASUS HUKUM
- (Tempo.co) Kasus E-KTP, Kenapa Peran Setya Novanto Dianggap Penting?
- (TribunNews) KPK Periksa Agun Gunandjar Teguh Juwarno, dan Taufiq Effendi Terkait Korupsi KTP Elektronik
- (Media Indonesia) Rp2,7 M buat Kader Demokrat
- (JawaPos) ICW Berikan Rapor Merah Buat Jaksa Agung, Ini Datanya..
- (Tempo.co) Majelis Kehormatan BPK Dianggap Lindungi Harry Azhar
- (DetikNews) Polisi: Sebar Berita Hoax Bisa Dipidana UU ITE
- (Netral News) Presiden: 35.000 MW Belum Memuaskan, 34 Proyek Mangkrak Akan Di-KPK-kan
- (DetikNews) Begini Modus Penipuan Rp 96 M oleh Anggota DPR Indra Simatupang
- (Tempo.co) Soal SP3, Komisi Hukum DPR Bakal Konfrontasi 3 Kapolda Riau
- (Tempo.co) Suap Infrastruktur, Politikus Golkar Dituntut 9 Tahun Bui
- (Tempo.co) Propam Tangkap 85 Polisi Pungli, Polda Metro Terbanyak
- (DetikNews) Bertemu Putu Sebelum APBN-P 2016 Disahkan, Anggota Banggar: Balikin Jam Palsu
- (Tempo.co) ICW Sarankan Ubah Aturan Justice Collaborator
- (Tempo.co) Ombudsman: Pungli Tertinggi di Kepolisian dan Pemda
- (RiauOne.com) Ketua BPK Harry Azhar Azis Terbukti Langgar Kode Etik Terkait Panama Papers
- (Tempo.co) Ombudsman Temukan Banyak Masalah dalam Proyek E-KTP
- (Tempo.co) Terseret Dugaan Korupsi E-KTP, Ini Reaksi Setya Novanto
- (DetikNews) Kemendagri Berhentikan Pejabatnya yang jadi tersangka di Kasus e-KTP
- (DetikNews) Ahli: Banyaknya Jenis Remisi Merusak Rasa Keadilan Publik
- (DetikNews) KPK Minta Mendagri Dorong Kepala Daerah Segera Setor Dokumen Perizinan Tambang
- (Media Indonesia) Revisi UU ITE Ancaman Kebebasan Berekspresi
- (Tempo.co) Tanggulangi Terorisme, Wiranto: Perbaiki Sistem LP
- (Tempo.co) KPK Tolak Penghapusan Justice Collaborator
Kategori Berita
- News
- RUU Pilkada 2014
- MPR
- FollowDPR
- AirAsia QZ8501
- BBM & ESDM
- Polri-KPK
- APBN
- Freeport
- Prolegnas
- Konflik Golkar Kubu Ical-Agung Laksono
- ISIS
- Rangkuman
- TVRI-RRI
- RUU Tembakau
- PSSI
- Luar Negeri
- Olah Raga
- Keuangan & Perbankan
- Sosial
- Teknologi
- Desa
- Otonomi Daerah
- Paripurna
- Kode Etik & Kehormatan
- Budaya Film Seni
- BUMN
- Pendidikan
- Hukum
- Kesehatan
- RUU Larangan Minuman Beralkohol
- Pilkada Serentak
- Lingkungan Hidup
- Pangan
- Infrastruktur
- Kehutanan
- Pemerintah
- Ekonomi
- Pertanian & Perkebunan
- Transportasi & Perhubungan
- Pariwisata
- Agraria & Tata Ruang
- Reformasi Birokrasi
- RUU Prolegnas Prioritas 2015
- Tenaga Kerja
- Perikanan & Kelautan
- Investasi
- Pertahanan & Ketahanan
- Intelijen
- Komunikasi & Informatika
- Kepemiluan
- Kepolisian & Keamanan
- Kejaksaan & Pengadilan
- Pekerjaan Umum
- Perumahan Rakyat
- Meteorologi
- Perdagangan
- Perindustrian & Standarisasi Nasional
- Koperasi & UKM
- Agama
- Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak
- Kependudukan & Demografi
- Ekonomi Kreatif
- Perpustakaan
- Kinerja DPR
- Infografis
(Tempo) Opini: Matahari Kembar di Polri. oleh Joko Riyanto
Joko Riyanto,
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Komisaris Jenderal Budi Gunawan dilantik menjadi Wakil Kepala Kepolisian RI dalam upacara tertutup di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (22 April 2015). Anehnya, pelantikan itu sangat singkat dan hanya dihadiri sejumlah perwira tinggi Polri serta seorang anggota Komisi Kepolisian Nasional.
Kita layak bertanya: mengapa harus Budi Gunawan? Padahal Presiden Jokowi membatalkan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri dengan alasan sosiologis, yakni untuk "menjaga ketenangan dalam masyarakat". Dulu, salah satu kegaduhan politik yang cukup signifikan adalah pengusulan dan pengangkatan BG sebagai calon Kapolri. Sekarang justru Jokowi merestui BG dan dilantik sebagai Wakil Kepala Polri (Wakapolri). Padahal penolakan masyarakat terhadap BG sebagai Wakapolri sangat kuat. Ini artinya, Presiden mengabaikan alasan "demi ketenangan publik". Ia memilih memenuhi desakan partai-partai politik. Ia pun seolah memberi legitimasi terhadap klaim elite kepolisian bahwa pelantikan kemarin merupakan "rehabilitasi atas nama baik BG" (Koran Tempo, 23 April 2015).
Sejumlah koalisi masyarakat sipil khawatir akan munculnya potensi dualisme kepemimpinan atau "matahari kembar" di Polri. Mereka khawatir Kapolri Badrodin Haiti tidak akan efektif memimpin karena memiliki wakil dengan pengaruh yang sangat besar di tubuh Polri. Saya justru lebih khawatir Badrodin Haiti hanya dijadikan "Kapolri boneka". Bukan tidak mungkin, Badrodin akan "disetir" oleh BG dalam setiap kebijakannya karena BG punya pengalaman, kepandaian, dan pengaruh kuat dalam Polri. Apalagi, anak buah BG menduduki posisi strategis, seperti Budi Waseso yang menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Viktor Edison Simanjuntak sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus, dan Anton Charliyan yang menjadi Kepala Divisi Humas.
Namun Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah menegaskan bahwa tak ada "matahari kembar" di tubuh Polri. Dia memastikan tak ada perpecahan dengan memilih Komjen BG sebagai Wakapolri. "Saya Kapolri. Saya pegang komando. Semua ikut perintah saya," kata Badrodin. Kita belum sepenuhnya percaya atas penegasan Kapolri. Maka adalah tugas kita bersama masyarakat untuk terus mengawasi kinerja pimpinan Polri. Potensi "matahari kembar" di Polri memang harus diwaspadai, tapi satu hal yang terpenting adalah menyangkut status tersangka yang ditetapkan oleh KPK terhadap BG.
Meski status tersangka digugurkan oleh putusan praperadilan kontroversial Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, proses hukum BG sebenarnya belum menyentuh substansi perkaranya. Kasus BG telah dilimpahkan ke kepolisian, ini artinya "jeruk makan jeruk". Publik curiga kasus BG akan dihentikan, apalagi berkas kasus BG akan ditangani anak buah BG. Nah, supaya tidak ada anggapan ada "matahari kembar" di Polri, kepolisian harus independen dan profesional menuntaskan kasus hukum BG.
Sebaiknya Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri agar terbuka menyikapi kasus BG. Sangat baik langkah Polri yang ingin melakukan gelar perkara kasus BG. Dengan demikian, Polri tidak terus-terusan dicurigai melindungi orang-orangnya sendiri dan menghapus stigma polisi korup.
http://koran.tempo.co/konten/2015/04/24/371172/Matahari-Kembar-di-Polri