Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Lanjutan Pemaparan Panja Pemerintah mengenai Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2020 — Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panja Pemerintah

Tanggal Rapat: 25 Jun 2019, Ditulis Tanggal: 8 Jun 2020,
Komisi/AKD: Badan Anggaran , Mitra Kerja: Panja Pemerintah

Pada 25 Juni 2019, Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panja Pemerintah mengenai Lanjutan Pemaparan tentang Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2020. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Said Abdullah dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dapil Jawa Timur 11 pada pukul 13:41 WIB.

(ilustrasi: JejakParlemen)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Panja Pemerintah
  • Konsep Tinjauan: Sumber Daya Alam (SDA) dan Pelayanan
    • Pemanfaatan SDA
      • Sifat SDA: Tangible, Movable, Measurable, Finite, Renewable/Non-Renewable. Pengelolaan bermanfaat antar generasi dengan mempertimbangkan nilai ekonomi serta minimum kerusakan lingkungan (sustainable); optimum exploitation (volume).
      • Kepemilikan SDA: Negara/Publik
      • Instrumen pengendalian/pengawasan: izin
      • Memiliki Hak Bagian Negara: royalti
      • Basis penguatan: pengembalian/ekstradisi SDA (migas, tambang, panas bumi, kayu, ikan tangkap laut)
      • Perhitungan: harga komoditas SDA dan jumlah yang dieksploitasi
      • Fungsi: penyedia barang/bahan untuk proses lebih lanjut dengan tetap mempertimbangkan keberlangsungan yang memberikan royalti bagi negara
    • Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pelayanan
      • Kewajiban Pemerintah: penyediaan pelayanan publik bagi masyarakat, yang dilakukan oleh satuan kerja K/L atau Badan Layanan Umum (BLU)
      • Skema pendanaan penyediaan layanan: Perpajakan (tax financing), PNBP (user charges), atau keduanya
      • Tujuan: memastikan kelancaran penyediaan layanan dan sebagai instrumen pengendalian/pengawasan (over consumption)
      • Dari sisi demand (masyarakat yang membutuhkan), pengenaan tarif harus memperhitungkan ability dan willingness to pay; menghindari penurunan daya beli dan penambahan beban dunia usaha
  • Tantangan menuju PNBP yang berkelanjutan 
      • Sumber utama PNBP SDA adalah migas dan batubara yang sangat bergantung harga komoditas yang fluktuatif. Di sisi lain, pemanfaatan SDA harus tetap menjaga kelestarian lingkungan
      • PNBP Layanan terdiri dari PNBP lainnya dan Pendapatan BLU Layanan. PNBP ini diperoleh dari layanan Pemerintah oleh K/L
      • Upaya peningkatan PNBP Layanan ini harus mempertimbangkan peningkatan kualitas layanan, serta dampaknya kepada daya saing dan daya beli masyarakat
      • Optimalisasi PNBP Layanan termasuk yang berasal dari pengelolaan dan pemanfaatan aset BMN.
      • Diperlukan perbaikan kinerja BUMN secara konsisten
      • Penetapan dividen bagian Pemerintah atas laba BUMN memperhatikan kemampuan BUMN dalam mendanai investasi yang menguntungkan untuk menjaga keberlangsungan usaha
  • PNBP SDA Kehutanan
    • Tantangan
      • Hutan harus memiliki multifungsi (ekonomi, sosial, dan lingkungan)
      • Kelestarian hutan perlu terus dijaga
      • Aspek administrasi seperti pengawasan dan kepatuhan serta penegakan hukum dan sistem informasi masih perlu harus ditingkatkan
      • Publikasi pasar komoditas sektor kehutanan (utamanya hasil olahan kayu) tidak kunjung membaik
    • Kebijakan Tahun 2020
      • Penyempurnaan Regulasi
        • Revisi/penggabungan peraturan tarif PNBP dan revisi petunjuk teknis tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran PNBP SDA Kehutanan berbasis online, peraturan percepatan perizinan online
      • Optimalisasi Produksi dan Perbaikan Harga
        • Peningkatan pencadangan areal untuk hutan tanaman (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HTI), dan peningkatan produktivitas hutan alami dan pengurangan emisi, optimalisasi pemanfaatan hasil hutan melalui ekstensifikasi (hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan), dan penyesuaian harga patokan kayu
  • PNBP SDA Perikanan
    • Tantangan
      • Penangkapan ikan secara ilegal (Illegal, Unreported, and Unregulated/IUU Fishing) masih terjadi
      • Kepatuhan pelaku usaha dalam menyampaikan laporan hasil tangkapan masih relatif rendah
      • Sistem pengawasan dan monitoring masih perlu ditingkatkan
      • Kelemahan penghitungan PNBP dan penetapan Harga Patokan Ikan (HPI)
    • Kebijakan Tahun 2020
      • Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan yang lebih optimal dan bebas IUU Fishing
      • Melakukan ekstensifikasi tempat pemasukan dan pengeluaran ikan dengan pembukaan satuan kerja/wilayah kerja yang potensial sebagai sumber PNBP
      • Meningkatkan jumlah fasilitas dan sarana produksi perikanan
      • Mengoptimalkan penerimaan SDA Perikanan dengan mendorong pengalihan kewenangan penetapan Harga Patokan Ikan (HPI)
  • Kebijakan Umum PNBP SDA Tahun 2020
    • Mendorong optimalisasi produksi SDA antara lain dengan pengembangan lapangan onstream baru (migas), kemudahan perizinan dan percepatan produksi, dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan keberlangsungan dunia usaha
    • Mendorong efisiensi kegiatan usaha hulu dalam mendukung peningkatan PNBP bagian Pemerintah
    • Memperbaiki dan menyempurnakan pengelolaan PNBP SDA antara lain melalui perbaikan/percepatan dan penyempurnaan regulasi sebagai dasar pengenaan PNBP baik berupa peraturan atau kontrak perjanjian pengusahaan, peningkatan pengawaspadaan dan verifikasi, serta perbaikan administrasi dan pemanfaatan teknologi informasi
  • BUMN dan Kinerjanya
    • Kontribusi BUMN terhadap APBN dalam penerimaan negara adalah melalui dividen dan pajak, yang cenderung meningkat dalam periode 2014-2018, dengan pertumbuhan dividen sebesar 6,14% dan pajak sebesar 2,84%
    • Jumlah BUMN mengalami kecenderungan penurunan akibat kebijakan konsolidasi BUMN. Tahun 2018 dengan adanya konsolidasi terhadap BUMN sektor migas, jumlah BUMN menjadi 115
    • Dividen bagian Pemerintah tahun 2019 ditargetkan sebesar Rp45,59 Triliun. Kontributor dividen utamanya berasal dari 14 BUMN dengan kontribusi sekitar 80-85% dari total dividen bagian Pemerintah
  • Arah Kebijakan PNBP K/L tahun 2020: optimalisasi peningkatan PNBP K/L tanpa mengurangi kapasitas dan kualitas layanan masyarakat
    • Tantangan
      • Meningkatkan kualitas pelayanan
      • Menjaga daya beli masyarakat
      • Mempertahankan keberlangsungan dunia usaha
      • Menjaga kelestarian lingkungan
      • Menjaga aset negara
    • Arah Kebijakan PNBP Lainnya K/L tahun 2020
      • Perbaikan Regulasi
        • Menyempurnakan tata kelola PNBP pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP
        • Menyesuaikan tarif PNBP
      • Peningkatan Pelayanan
        • Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan
        • Meningkatkan penggunaan informasi teknologi (layanan berbasis online)
      • Peningkatan Kinerja dan Tata Kelola
        • Meningkatkan kualitas SDM
        • Mengoptimalkan pengelolaan BMN
        • Pengawasan dan penagihan PNBP secara lebih intensif
    • Arah Kebijakan Badan Layanan Umum (BLU) Tahun 2020
      • Mendorong peningkatan kinerja pendapatan BLU dan investasi kas BLU
        • Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2018 tentang Pengelolaan Kas dan Investasi BLU, yang mendorong BLU untuk mengelola kas yang dimiliki berupa investasi jangka pendek pada instrumen investasi dengan risiko rendah sehingga hasil pengelolaannya dapat menambah pendapatan bagi BLU
      • Memperkuat tata kelola untuk mengawal peningkatan kinerja BLU
        • Melalui penerapan tata kelola BLU yang lebih baik/Good BLU Governance (GBG)
      • Memodernisasi pengelolaan BLU
        • Melalui pemanfaatan informasi teknologi untuk meningkatkan kinerja layanan BLU
  • Perkembangan Konsumsi BBM dan LPG Bersubsidi
    • Konsumsi BBM bersubsidi tahun 2015-2018 cenderung di bawah kuota. Sementara itu, konsumsi LPG Tabung 3 Kg bersubsidi terus meningkat yang disebabkan oleh distribusi yang masih terbuka
    • Realisasi konsumsi solar 2015-2018 di bawah kuota, antara lain dipengaruhi oleh keberhasilan pengawasan dan preferensi konsumen menggunakan pertamina dex dan dexlite atau merek lain yang non-subsidi
    • Realisasi konsumsi solar sampai dengan April 2019 sebesar 5,07 juta Kl (35% APBN); sampai akhir tahun diperkirakan melebihi kuota APBN 2019
    • Realisasi konsumsi LPG Tabung 3 Kg 2015-2018 cenderung mendekati kuota, namun 2 (dua) tahun terakhir sedikit melampaui kuota:
      • Konsumsi terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 5.5% per tahun
      • Distribusi masih terbuka, diiringi dengan upaya pengawasan dan pengendalian konsumsi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
    • Realisasi 2018 Rp97,01 Triliun, lebih tinggi dibandingkan Pagu APBN 2018 Rp46,87 Triliun:
      • Kenaikan subsidi tetap solar dari Rp500/liter menjadi Rp2.000/liter
      • Realisasi ICP US$67,5/barel, lebih tinggi dibandingkan asumsi dalam APBN US$48/barel
      • Depresiasi nilai tukar Rupiah (Rp) terhadap US Dollar (US$) menjadi Rp14.260, dibandingkan asumsi dalam APBN Rp13.400/US$
      • Konsumsi LPG Tabung 3 Kg 6,53 Miliar Kg, lebih tinggi dibandingkan kuota APBN 6,45 Miliar Kg
      • Pembayaran kewajiban Pemerintah (kurang bayar) Rp12,3 Triliun
    • Tantangan Subsidi Energi 2020
      • Volatilitas ICP dan kurs
      • Penyesuaian harga BBM JBKP (premium non subsidi) mengikuti ICP dan kurs
      • Transformasi subsidi LPG 3 Kg tepat sasaran
  • Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Subsidi LPG Tabung 3 Kg
    • Kondisi Terkini
      • Realisasi subsidi LPG Tabung 3 Kg dipengaruhi ICP, kurs, dan perubahan parameter perhitungan subsidi, termasuk volume yang sejak 2008 terus meningkat; meningkatkan risiko keuangan negara
      • Harga Jual Eceran (HJE) tetap Rp4.250/Kg sejak 2008; meningkatkan risiko keuangan negara karena melebarnya selisih harga patokan (keekonomian) dan HJE sebagai subsidi yang ditanggung Pemerintah
      • Distribusi LPG Tabung 3 Kg masih terbuka menyebabkan masyarakat cenderung membeli LPG bersubsidi sehingga berpotensi terjadinya arbitrase, antara lain pengoplosan dan penimbunan
      • Subsidi LPG Tabung 3 Kg dinikmati oleh semua golongan masyarakat yang sebagian besar adalah golongan masyarakat kaya, mendorong terjadinya ketimpangan; meningkatkan risiko ketidaktepatan sasaran
      • 73% LPG dipasok dari impor; meningkatkan risiko defisit neraca perdagangan
  • Kebijakan Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg tahun 2020
    • Melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk solar
    • Subsidi selisih harga untuk minyak tanah dan LPG Tabung 3 Kg
    • Mengupayakan penyaluran LPG Tabung 3 Kg yang lebih tepat sasaran guna meningkatkan efektivitas anggaran subsidi LPG Tabung 3 Kg dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan (Revisi Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas/LPG Tabung 3 Kilogram)
      • Mekanisme penyaluran subsidi LPG Tabung 3 Kg melalui Sistem Biometrik dan e-voucher yang telah diujicobakan di 7 kab/kota oleh Tim Nasional Penanggulangan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, dan Pemerintah Daerah
      • Hasil uji coba, antara lain:
        • Mekanisme yang diujicobakan serta teknologi yang digunakan dapat berjalan dengan baik
        • Masyarakat baik penerima manfaat maupun agen/penjual cukup mudah dan lancar dalam melakukan transaksi
    • Meningkatkan sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengendalian dan pengawasan konsumsi BBM dan LPG bersubsidi agar tepat volume dan tepat sasaran
  • Perkembangan Kebijakan dan Realisasi Subsidi Listrik
    • Sejak tahun 2016, realisasi subsidi listrik selalu melampaui Pagu dalam APBN; terdapat risiko terhadap APBN
    • Realisasi subsidi listrik dalam LKPP 2018 (Audited) Rp56,5 Triliun, meliputi:
      • Subsidi tahun berjalan Rp51,2 Triliun, dengan rincian;
        • Kebutuhan subsidi 2018 Rp48,1 Triliun
        • Lebih bayar Rp3,1 Triliun
      • Pembayaran kurang bayar Rp5,3 Triliun
    • Lebih bayar subsidi listrik Rp3,1 Triliun diperhitungkan dengan seluruh utang subsidi listrik Rp2,3 Triliun sehingga masih terdapat piutang kepada PT PLN Rp0,8 Triliun
  • Kondisi Terkini dan Tantangan Kebijakan Subsidi Listrik
    • Kondisi terkini
      • Subsidi listrik tepat sasaran untuk golongan rumah tangga bagi seluruh pelanggan 450 VA dan 900 VA miskin dan rentan (Data Terpadu untuk Program Penanganan Fakir Miskin/DTPPFM) belum berjalan optimal; risiko keuangan negara
      • Tarif tenaga listrik tetap sejak 2017 membuat adanya selisih dengan tarif keekonomian; risiko keuangan pada BUMN
      • Perbedaan dengan tarif keekonomian ditanggung oleh Pemerintah dalam bentuk “kompensasi” kepada PLN; risiko keuangan negara, transparansi fiskal, dan risiko pada laporan operasional Pemerintah
    • Tantangan 2020
      • Peningkatan ketepatan subsidi listrik
      • Volatilitas ICP dan kurs
      • Subsidi listrik masih dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat golongan miskin dan rentan
      • Mengurangi risiko subsidi listrik terhadap APBN
  • Kebijakan Subsidi Listrik Tahun 2020
    • Subsidi listrik diberikan pada golongan tarif tertentu
    • Subsidi listrik diberikan secara tepat sasaran bagi seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 VA dan rumah tangga miskin serta tidak mampu daya 900 VA dengan mengacu pada Data Terpadu untuk Program Penanganan Fakir Miskin (DTPPFM)
    • Meningkatkan rasio elektrifikasi dan mengurangi disparitas antar-wilayah
    • Untuk peningkatan efisiensi subsidi listrik, Pemerintah mendorong optimalisasi pembangkit listrik berbahan gas dan batubara dan menurunkan komposisi pemakaian BBM dalam pembangkit tenaga listrik
    • Mengembangkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang lebih efisien khususnya di pulau-pulau terdepan yang berbatasan dengan negara lain dan daerah terpencil namun memiliki potensi energi baru dan terbarukan, serta mensubtitusi PLTD di daerah-daerah terisolasi
  • Kebijakan Ekspansif terarah dan terukur
    • Kebijakan ekspansif yang didukung pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan
      • Defisit dikendalikan dalam batas aman pada kisaran 1,52% sampai dengan 1,75% PDB
      • Rasio utang dijaga pada batas manageable di kisaran 30% PDB
      • Mendorong kesimbangan primer positif pada kisaran 0,0% sampai dengan 0,23% PDB
    • Kebijakan fiskal ekspansif untuk memelihara momentum agar perekonomian tetap tumbuh dan menghindari opportunity loss untuk mewujudkan kesejahteraan
    • Utang merupakan salah satu instrumen fiskal untuk menutup financing gap dan menjaga keseimbangan makro ekonomi
    • Mendorong pembiayaan yang inovatif dengan penguatan peran kuasi fiskal untuk akselerasi pencapaian target pembangunan
  • Perkembangan Pembiayaan 2014-2020
    • Pembiayaan utang periode 2014-2017 meningkat sebagai konsekuensi dari kebijakan stimulus fiskal dalam mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global dan upaya menjaga momentum untuk menghindari opportunity loss
    • Pembiayaan utang menurun sejak 2018 dipengaruhi kebijakan antara lain:
      • Defisit dikendalikan dan primary balance menuju positif
      • Penghematan belanja non prioritas
      • Penguatan ketahan fiskal melalui fiscal buffer
    • Penguatan peran kuasi fiskal: pembiayaan non utang meningkat utamanya dipengaruhi peningkatan pembiayaan investasi yang signifikan untuk akselerasi pembangunan infrastruktur, peningkatan akses pembiayaan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) serta penguatan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF)

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan