Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan Pengusul terkait Harmonisasi RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT)

Tanggal Rapat: 13 Sep 2021, Ditulis Tanggal: 13 Sep 2021,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Pengusul, Komisi 7 DPR-RI

Pada 13 September 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Pleno dengan Pengusul RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mengenai Penjelasan Pengusul terkait Harmonisasi RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Rapat Pleno ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Sulawesi Tengah pada pukul 10.20 WIB. (ilustrasi: portonews.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pengusul, Komisi 7 DPR-RI

Sugeng Suparwoto, Pimpinan Komisi 7 DPR-RI (Pengusul)

  • Latar belakang disusunnya RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) adalah Indonesia memiliki potensi sumber energi fosil dan non fosil yang melimpah, namun belum tertata dengan baik.
  • Hari ini ketergantungan terhadap energi fosil secara terus-menerus akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dalam bentuk pencemaran lingkungan, perubahan iklim, dan pemanasan global dan sebetulnya Indonesia juga sudah menghadapi problem kuantitatif dan kualitatif secara sekaligus terkait dengan energi fosil.
  • Pemerintah dengan persetujuan DPR-RI telah menetapkan bahwa visi pengoptimalan penggunaan EBT melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Pemerintah telah menetapkan peran EBT paling sedikit mencapai 23% dalam bauran energi nasional pada tahun 2025.
  • Landasan filosofi RUU tentang EBT, yaitu pembentukan UU tentang EBT merupakan jawaban terhadap tujuan negara dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan sebagai upaya negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Diamanatkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  • Landasan sosiologis RUU tentang EBT, yaitu saat ini Indonesia belum optimal memanfaatkan EBT meskipun Indonesia memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah, namun pengembangannya masih berskala kecil. Padahal, pengembangan energi untuk jangka panjang perlu mengoptimalkan pemanfaatan EBT untuk mengurangi pangsa penggunaan energi fosil.
  • Landasan yuridis RUU tentang EBT, yaitu EBT saat ini sudah diatur dalam undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik, Pemanfaatan EBT, serta Konservasi Energi.
  • RUU tentang EBT yang diajukan terdiri dari 14 Bab dan 61 Pasal dengan sistematika sebagai berikut: 
    • Bab 1 tentang Ketentuan Umum;
    • Bab 2 tentang Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup;
    • Bab 3 tentang Penguasaan;
    • Bab 4 tentang Transisi dan Peta Jalan;
    • Bab 5 tentang Energi Baru;
    • Bab 6 tentang Energi Terbarukan;
    • Bab 7 tentang Pengelolaan Lingkungan serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
    • Bab 8 tentang Penelitian dan Pengembangan;
    • Bab 9 tentang Harga EBT;
    • Bab 10 tentang Insentif;
    • Bab 11 tentang Dana EBT;
    • Bab 12 tentang Pembinaan dan Pengawasan;
    • Bab 13 tentang Partisipasi Masyarakat; dan
    • Bab 14 tentang Ketentuan Penutup.
  • Dalam RUU tentang EBT, Pengusul menekankan perlunya adanya masa transisi yang baik. Oleh karena itu, terdapat bab tersendiri yang mengaturnya yaitu Transisi dan Peta Jalan, yang meliputi:
    • Pengembangan EBT untuk menggantikan energi tak terbarukan dilakukan dengan transisi energi dalam masa tertentu secara bertahap, terukur, rasional dan berkelanjutan;
    • Tujuan transisi EBT dapat menjadi sumber energi pembangkit yang andal, ekonomis, dan beroperasi secara berkesinambungan guna mencapai target karbon netral;
    • Transisi pengembangan EBT dilakukan dengan mengoptimalkan pasokan dan kebutuhan tenaga listrik serta kesiapan sistem ketenagalistrikan nasional;
    • Terkait peta jalan, Pemerintah Pusat menetapkan peta jalan pengembangan EBT untuk menjamin keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik dalam sistem ketenagalistrikan nasional yang mengacu pada kebijakan energi nasional. Peta jalan energi baru dan terbarukan dilakukan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang; dan
    • Peta jalan pengembangan EBT bertujuan untuk mendorong sektor transportasi, industri, dan peralatan rumah tangga yang masih berbasis pada bahan bakar fosil agar beralih secara bertahap ke peralatan berbasis listrik sebagaimana upaya penurunan emisi karbon.
  • Energi Baru terdapat dalam Bab 5 yang mengatur tentang Nuklir dan Sumber Energi Baru lainnya. Dalam bab ini juga mengatur terkait dengan pemanfaatan tenaga nuklir, pengawasan tenaga nuklir, perizinan usaha pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir, dan kewenangan Pemerintah Pusat. Pengusul mengusulkan ketentuan lebih lanjut terkait hal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
  • Energi terbarukan terdapat dalam Bab 6 yang mengatur terkait:
    • Sumber Energi Terbarukan yang terdiri dari panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah pertanian, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu, lapisan laut, dan sumber energi terbarukan lainnya;
    • Perizinan dan pengusahaan; 
    • Penyediaan dan pemanfaatan;
    • Kewenangan Pemerintah; dan
    • Standar portofolio energi terbarukan.
  • Dalam RUU tentang EBT juga memuat terkait pengelolaan lingkungan serta keselamatan kesehatan kerja yang termuat dalam Bab 7. 
  • Badan usaha yang menyelenggarakan EBT wajib menjamin standar dan mutu pengelolaan lingkungan hidup serta keselamatan kesehatan kerja.
  • Terkait penelitian dan pengembangan, Pengusul menyampaikan dalam Bab 8, yaitu kegiatan penelitian dan pengembangan EBT diarahkan untuk mendukung dan menciptakan industri energi nasional yang mandiri dan berkelanjutan. 
  • Untuk harga EBT, termuat dalam Bab 9, yaitu:
    • Harga EBT ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mempertimbangkan nilai keekonomian. Penetapan Pemerintah dalam rangka penugasan Pemerintah dan juga menyangkut tarif masukan berdasarkan jenis dan kapasitas tertentu;
    • Penetapan harga jual listrik yang bersumber dari energi terbarukan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 berupa harga kesepakatan para pihak berdasarkan jenis karakteristik, teknologi, lokasi, dan/atau kapasitas terpasang pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan; dan
    • Menyangkut harga indeks pasar bahan bakar nabati juga diatur, yaitu tentang mekanisme lelang terbalik dan/atau penetapan Pemerintah untuk penugasan khusus.
  • Di Bab 10, akan disajikan tentang insentif, yaitu:
    • Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan dukungan dalam bentuk insentif untuk kemudahan berusaha;
    • Insentif berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal untuk jangka waktu tertentu; dan
    • Insentif fiskal dapat berupa fasilitas pajak atau impor yang diberikan Pemerintah.
  • Dalam Bab 11 memuat terkait dana EBT, yaitu:
    • Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan yang berkewajiban mengusahakan dana EBT untuk mencapai target kebijakan energi nasional dengan tetap mempertimbangkan kemampuan APBN dan APBD, masa transisi, dan peta jalan pengembangan EBT;
    • Sumber dana EBT berasal dari APBN, APBD, pungutan ekspor energi tak terbarukan, dana perdagangan karbon dan sertifikat energi terbarukan, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan
    • Penggunaan dana EBT untuk pembiayaan infrastruktur EBT, pembiayaan insentif konpensasi badan usaha, penelitian dan pengembangan, dan peningkatan kapasitas dan kualitas SDM, serta subsidi harga energi terbarukan yang harganya belum dapat bersaing dengan energi tak terbarukan.
  • Dalam Bab 12 memuat pembinaan dan pengawasan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan EBT.
  • RUU tentang EBT juga mengatur tentang Partisipasi Masyarakat, yaitu dalam Bab 13 dimana masyarakat berhak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan EBT yang berbentuk:
    • Memberikan masukan dalam penentuan arah kebijakan EBT;
    • Insentif perorangan atau kerjasama dalam penyediaan penelitian pengembangan dan pemanfaatan EBT; dan
    • Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan menyangkut tentang peraturan atau kebijakan EBT.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan