Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Hasil Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah — Rapat Panja Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI dengan Tim Ahli Baleg DPR-RI

Tanggal Rapat: 9 Feb 2023, Ditulis Tanggal: 22 Feb 2023,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Ahli Badan Legislasi DPR-RI

Pada 9 Februari 2023, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Tim Ahli Baleg DPR-RI mengenai Hasil Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Rapat Panja ini dibuka dan dipimpin oleh Ach. Baidowi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dapil Jawa Timur 11 pada pukul 10.47 WIB. (Ilustrasi: hukumonline.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Ahli Badan Legislasi DPR-RI
  • Pengelolaan sampah merupakan salah satu perwujudan upaya jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik. Sesuai dengan Pasal 28H ayat 1 UUD NRI 1945.
  • Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik/berkualitas sampah harus dikelola secara efektif dan efisien, sehingga secara yuridis pada tahun 2008 lahir UU Nomor 18 yang kita kenal dengan UU tentang Pengelolaan Sampah.
  • Setelah berlaku kurang lebih 15 tahun sampai hari ini, fakta yang terjadi bahwa saat ini pengelolaan sampah di Indonesia 69% masih berakhir di TPA dan kurang lebih dari TPA yang ada masih open dumping.
  • Baru 77% sampah yang didaur ulang, 32% masih illegal dumping. Jadi, masih ditumpuk saja di tempat pembuangan sampah. Padahal, pola pikir di UU tentang Pengelolaan Sampah, TPA itu kepanjangannya adalah Tempat Pemrosesan Akhir.
  • Sampai hari ini, TPA masih diberlakukan sebagai tempat pembuangan sampah, bukan tempat pengolahan sampah. Sebagian besar TPA di Indonesia dikelola masih secara open dumping dan di beberapa kota over capacity terutama di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali.
  • Jadi, dari kapasitas yang ada terutama di Jakarta dan Jawa Barat yang bisa dikelola hanya sekitar 30%, sisanya ditumpuk-tumpuk saja di tempat pembuangan sampah.
  • Masih juga teringat ada beberapa bencana longsor di tahun 2020 dan kemudian sampai hari ini masih ada praktik impor sampah. Meskipun, di dalam UU tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun di UU tentang Pengelolaan Sampah sudah dilarang.
  • Menurut jurnal internasional, Indonesia masih menjadi kontributor sampah kedua setelah Cina sampai hari ini.
  • Melihat fakta-fakta di atas, maka setelah ada UU tersebut perlu dilakukan evaluasi atau dilihat apakah UU yang ada ini sudah efektif atau belum dalam rangka menangani dan mengelola sampah.
  • Dasar hukum dari adanya kegiatan pemantauan dan peninjauan UU, pertama Pasal 20A Ayat 1 di UUD NRI 1945 tentang Hak Anggota DPR dan Hak Lembaga DPR.
  • Di Pasal 105 Ayat 1 huruf a UU tentang MD3 terkait dengan kewenangan Badan Legislasi untuk melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap UU.
  • Perintah melakukan itu juga ada di dalam Pasal 95 UU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • Di Pasal 106 dan Pasal 117 Peraturan DPR tentang Tatib dan tentang Pembentukan UU. Ini terkait dengan mekanisme pemantauan dan peninjauan UU.
  • Hasil pemantauan ini, Baleg sesuai dengan kewenangannya melihatnya dari aspek regulasinya yang terdiri dari pendanaan, kelembagaan, teknologi, dan peran serta masyarakat. Itu adalah perspektif yang komprehensif untuk melihat pengelolaan sampah yang ada di Indonesia.
  • Dari aspek regulasi, di UU 18 Tahun 2008 ini ada mendelegasikan di 12 Peraturan Pemerintah, 4 Peraturan Menteri, dan 11 Peraturan Daerah.
  • Dari 12 Peraturan Pemerintah, 11 sudah dibentuk sampai hari ini. Jadi, hampir Paripurna untuk delegasi kewenangannya. Adapun yang 1 peraturan sampai hari ini belum dibentuk, yaitu terkait dengan pemberian insentif bagi setiap orang.
  • Setiap orang ini didefinisikan apakah itu badan-badan negara seperti pemerintahan daerah, badan2 swasta seperti lembaga2 atau organisasi yg mengelola sampah atau perusahaan2 yang mengolah sampah, maupun terhadap masyarakat.
  • Jadi, insentif dan disinsentif sampai hari ini belum keluar peraturan delegasinya, sehingga ini juga salah satu pemicu bagi daerah yang mengelola dan tidak mengelola tidak adanya reward dan punishment.
  • 4 delegasi kemenangan ke Peraturan Menteri sudah dibentuk dalam bentuk Peraturan Menteri. Kemudian, 11 delegasi kewenangan ke Perda sebagian Peraturan Daerah sudah mendelegasikannya.
  • Adapun lampiran terkait dengan delegasi kemenangan dan tindak lanjutnya sudah diberikan kepada Bapak/Ibu Anggota Baleg.
  • Hampir semua delegasi kewenangan ini memang rata-rata paling cepat keluar setelah 3-4 tahun UU ini dilahirkan. Bahkan, ada yang 10 tahun baru dilahirkan delegasi kewenangannya.
  • Di aspek pendanaan, pengolahan sampah hampir di seluruh daerah terutama di pemerintah daerah bukan merupakan urusan wajib sesuai dengan apa yang diberikan kewenangannya di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jadi, tidak ada lagi kewenangan menjadi urusan wajib terkait dengan pengelolaan sampah di UU tentang Pemerintahan Daerah.
  • Skema pendanaan sampai hari ini hanya mengandalkan pada APBN dan APBD. Meskipun, ada beberapa terobosan baru sebetulnya di dalam UU yang lain seperti UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa dalam kerangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa, maka Desa bisa menggunakan dana desa dan alokasi dana desa untuk kepentingan sarana prasarana lingkungan hidup termasuk persampahan.
  • Di dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, di Pasal 86-87 juga memberikan jalan keluar terhadap pendanaan pengelolaan kebersihan untuk pengolahan sampah melalui retribusi kebersihan.
  • Dari aspek kelembagaan, bahwa persampahan sampai hari ini diurus oleh dua kementerian di tingkat pusat, yaitu Kementerian PUPR dan Kementerian LHK.
  • Di daerah sama, diurus oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Lingkungan. Sampai hari ini tidak ada leading sector yang ditunjuk untuk mengelola itu.
  • Di samping itu, rendahnya kualitas SDM yang di daerah dalam kerangka pengelolaan sampah. Jadi, sampahnya masih dipungut kemudian dikumpulkan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah.
  • Dari aspek teknologi, bahwa sampai hari ini tempat pengelolaan sampah itu masih dimaknai sebagai tempat pembuangan sampah akhir. Padahal, paradigma di dalam UU Pengelolaan Sampah dimaknainya sebagai tempat pengelolaan akhir sampah.
  • Penanganan sampah masih menggunakan teknologi apa adanya. Bahkan, lebih cenderung atau masih banyak yang beroperasi dengan pola open dumping. Sampah hanya dikumpulkan saja di TPA.
  • Amanat UU 18 Tahun 2008 untuk menutup TPA open dumping. Sampai hari ini baru tercapai sekitar 65%. Jadi, 35% masih open dumping.
  • Sampai hari ini, teknologi tepat guna dan ramah lingkungan belum banyak digunakan di TPA, karena keterbatasan dana. Diawali dari masalah kewenangan dari UU 23 maupun di UU tentang Pengelolaan Sampah.
  • Dari aspek peran serta masyarakat, yang pertama yang kami temukan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah. Mulai dari memilih sampah di sumbernya; sampah organik, anorganik, dan sebagainya.
  • Kemudian, penggunaan bungkus kemasan yang masih bisa dipakai berkali-kali juga masih sangat rendah dan masih membuang sampah sembarangan. Inilah fakta yang terjadi di masyarakat.
  • Rendahnya partisipasi masyarakat dalam membayar iuran sampah atau retribusi. Hanya beberapa daerah yang sudah menggunakan dan itu juga sangat kecil kontribusinya.
  • Pola pikir yang keliru bahwa penanganan sampah ini hanya semata-mata urusan Pemerintah. Di beberapa negara, termasuk konsep dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 bahwa siapa yang membuang itu yang berkewajiban membayar.
  • Kesimpulan dari kegiatan pemantauan dan peninjauan UU Nomor 18 Tahun 2008;
    • 27 delegasi kewenangan yang diatur lebih lanjut dalam PP, Permen, dan Perda, 26 sudah terbentuk dan 1 peraturan terkait dengan insentif dan disinsentif bagi pengelola sampah yang belum terbentuk;
    • Peraturan pengelolaan sampah dalam kajian kami sudah sangat lengkap. Bahkan, ada 3 Perpres yang tidak berdasar dari UU ini namun dibentuk juga dalam rangka percepatan dan penanganan sampah yang betul. Peraturan pengelolaan sampah sudah sangat lengkap yang bermasalah hanya pada implementasi dalam bentuk kebijakan dan penegakan hukum;
    • Pendanaan dalam pengelolaan sampah masih sangat kecil dan jarang diprioritaskan dalam APBD maupun APBN. UU Desa dan UU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah memberikan jalan pendanaan untuk pengelolaan sampah;
    • Kelembagaan pengelolaan sampah masih tumpang tindih dan tidak ada leading sector yang diberi tugas dlm rangka pengelolaan sampah. Kualitas SDM yang menangani sampah masih tidak memadai dan rendah kualitasnya;
    • Teknologi pengelolaan sampah blm menggunakan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan, karena terbatasnya pendanaan. Akibatnya, sampah tidak diolah dan hanya dikumpulkan kemudian diangkut dan ditimbun ke TPA. TPA open dumping masih beroperasi meskipun sudah dilarang sejak tahun 2008; dan
    • Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih rendah dari membuang sampah sembarangan kemudian tidak memilah-memilah sampah dari sumbernya sampai enggan membayar iuran atau retribusi sampah.
  • Terkait rekomendasi yang kami tawarkan;
    • Pemerintah segera menyelesaikan Peraturan Pemerintah terkait dengan insentif dan disinsentif bagi pengelola sampah, sehingga ada reward dan punishment bagi siapapun yang mengelola sampah secara lebih baik;
    • Penegakan hukum merupakan langkah yang harus dilaksanakan agar pengelolaan sampah dapat berjalan efektif. Jadi, membuang sampah sembarangan di antara masyarakat sampai hari ini belum pernah ada yang diberi hukuman, sementara kalau di beberapa negara sudah ada punishment-nya;
    • Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mengalokasikan dana yang cukup untuk pengelolaan sampah terutama mengaktifkan kembali mekanisme iuran sampah melalui retribusi;
    • Kelembagaan pengelolaan sampah perlu ditata ulang dengan menunjuk leading sector nya;
    • Pengolahan sampah harus menggunakan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan. TPA open dumping sebagaimana amanat dari UU ini harus segera ditutup yang tentunya memerlukan bantuan pendanaan Pemerintah Pusat untuk menutup TPA open dumping; dan
    • Partisipasi dalam pengolahan sampah perlu ditingkatkan melalui sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan sampah.
  • Sistematika Laporan
    • BAB I Pendahuluan
      • Latar Belakang
      • Dasar Hukum
      • Rumusan Masalah
      • Tujuan
      • Ruang Lingkup
      • Metode
    • BAB II Kajian Teoritis
      • Konsep Pengawasan Lembaga Perwakilan Terhadap Pemerintah
      • Konsep Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang
      • Tindak Lanjut atas Hasil Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang
      • Teori Efektivitas Hukum
      • Konsep Pengelolaan Sampah Terpadu
    • BAB III Kegiatan Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang
      • Kunjungan Kerja
      • Rapat Kerja
      • Rapat Dengar Pendapat
      • Rapat Dengar Pendapat Umum
    • BAB IV Hasil Pengumpulan Data dan Informasi
      • Kunjungan Kerja
      • Rapat-Rapat Kerja
      • Rapat Dengar Pendapat
      • Dengar Pendapat Umum
    • BAB V Analisis
      • Gambaran Umum Implementasi Undang-Undang Nomor
      • 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
      • Delegasi kewenangan
      • Jenis delegasi kewenangan yyang sudah dibentuk
      • Keterkaitan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dengan undang-undang lainnya
      • Kesesuaian antara Pertauran Pelaksanaan dengan Undang-Undang
      • Norma kewajiban dan larangan yang dibebankan kepada Pemerintah daerah dan Impelementasinya
      • Implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan Sampah dan Permasalahan yang dihadapi
    • BAB VI Penutup
      • Simpulan
      • Rekomendasi
    • DAFTAR PUSTAKA

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan