Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Menteri Hukum dan HAM

Tanggal Rapat: 11 Sep 2024, Ditulis Tanggal: 20 Sep 2024,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Menteri Hukum dan HAM→Supratman Andi Agtas

Pada 11 September 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Pleno dengan Menteri Hukum dan HAM mengenai Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Rapat Pleno dibuka oleh Wihadi Wiyanto dari Fraksi Gerindra dapil Jawa Timur 9 pada pukul 11.19 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Hukum dan HAM → Supratman Andi Agtas

Willy Aditya dari Fraksi Nasdem menyampaikan penjelasan Pengusul mengenai RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

  • Penyelenggaraan sektor kemigrasian yang merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan penegakan kedaulatan atas wilayah negara Indonesia dalam rangka menjaga ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara diatur melalui UU 6/2011 tentang Keimigrasian sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 6/2023 tentang Penetapan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang.
  • UU 6/2011 tentang Keimigrasian merupakan UU yang terdampak atas Putusan MK Nomor 40/PUU-IX/2011 dan Nomor 64/PUU-IX/2011 yang memutuskan bahwa frasa penyelidikan dan serta frasa setiap kali dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf b dan Pasal 97 Ayat (1) UU 6/2011 tentang Keimigrasian adalah bertentangan dengan UU NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
  • Selain itu, perubahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan nyata dan mendesak dalam implementasi fungsi dan pelaksanaan keimigrasian, utamanya untuk segera melakukan perbaikan sumber daya sistem teknologi dan peningkatan sistem pengawasan serta deteksi lalu lintas orang. Hal ini memerlukan anggaran yang relatif sangat besar sehingga tidak lagi dapat hanya bergantung kepada anggaran yang bersumber dari APBN. DPR-RI memandang perlu untuk mencari alternatif sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana telah banyak diterapkan pada berbagai sektor lainnya. Diantaranya misalnya dengan melibatkan peran serta pihak swasta melalui skema kerjasama Pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur penugasan kepada BUMN ataupun alternatif pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana praktik lazim dan banyak berlaku dalam peraturan perundang-undangan.
  • Materi muatan RUU Keimigrasian yang telah diputuskan secara musyawarah mufakat terkait keluar wilayah Indonesia yaitu ketentuan huruf b ayat 1 Pasal 16 terkait izin tinggal tetap yaitu ketentuan Ayat 3 pasal 64 terkait jangka waktu pencegahan, perubahan ketentuan Ayat 1 Pasal 97 terkait jangka waktu pelaksanaan pencegahan, dan penangkalan yaitu Ayat 1 Pasal 102 dan pasal 103; terkait dana pelaksanaan fungsi kemigrasian yaitu pasal 137 dan penambahan 1 angka dalam pasal 2 RUU terkait Pemantauan dan Peninjauan terhadap Pelaksanaan UU Keimigrasian.
  • Demikianlah penjelasan kami mengenai RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Semoga RUU ini dapat segera dibahas dan disahkan untuk disetujui sebagai undang-undang.

Supratman Andi, Menteri Hukum dan HAM menyampaikan pandangan Pemerintah mengenai RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

  • Pada kesempatan ini, perkenankan Perwakilan Pemerintah mewakili bapak Presiden menyampaikan pandangan Presiden atas DIM RUU Keimigrasian yang secara keseluruhan berjumlah 52 DIM terdiri dari 30 DIM yang bersifat tetap, 1 DIM yang bersifat redaksional, 11 DIM yang bersifat substansi, dan 10 DIM yang bersifat substansi baru.
  • Penyelenggaraan sektor keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan penegakan kedaulatan atas wilayah negara Republik Indonesia dalam rangka menjaga ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan optimalisasi pengaturan melalui peraturan perundang-undangan untuk menjamin kepastian hukum yang sejalan dengan penghormatan, perlindungan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Dalam pelaksanaannya, UU 6/2011 tentang Keimigrasian merupakan UU yang terdampak atas Putusan MK Nomor 40/PUU-IX/2011 dan Putusan MK Nomor 64/PUU-IX/2011 terkait pasal 16 ayat 1 huruf b dan pasal 97 ayat 1 yang sampai dengan saat ini belum ditindaklanjuti dengan mengubah kedua pasal tersebut sehingga dalam praktiknya masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan di sektor ke imigrasian.
  • Dalam menciptakan iklim investasi yang berkualitas, negara-negara di dunia saling berpacu untuk menetapkan kebijakan keimigrasian yang dapat menarik investor, talenta berkelas dunia dan wisatawan asing yang berkualitas baik yang berstatus orang asing maupun diaspora. Untuk itu, pemerintah RI terus berupaya menetapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat insentif bagi investor, talenta berkelas dunia dan wisatawan mancanegara tersebut. Akibatnya, upaya-upaya dari pemerintah Republik Indonesia melalui kebijakan-kebijakan tersebut menimbulkan kebutuhan-kebutuhan yang nyata dan mendesak khususnya untuk mengimbangi dengan penerapan prinsip kebijakan selektif dalam penerbitan visa dan izin tinggal dokumen perjalanan keluar dan masuk wilayah Indonesia, pengawasan dan atau kebijakan insentif lainnya yang secara konkret perlu dilakukan dengan melakukan perbaikan dan pemutakhiran sistem teknologi informasi agar relevan dengan perkembangan terkini sehingga mampu meningkatkan sistem pengawasan dan deteksi terhadap lalu lintas orang asing dan dan keluar wilayah negara Republik Indonesia.
  • Dalam kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan kami menyampaikan beberapa hal yang kiranya dapat menjadi pertimbangan dalam proses pembahasan antara lain sebagai berikut:
    • Penguatan sarana dan prasarana untuk melaksanakan fungsi keimigrasian di bidang penegakan hukum dan keamanan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    • Pengaturan mengenai dokumen perjalanan Republik Indonesia yang dapat menjadi bukti kewarganegaraan Indonesia;
    • Penegasan pengaturan keimigrasian untuk menolak orang asing yang akan keluar wilayah Indonesia dengan menyesuaikan Putusan MK Nomor 40/PUU-IX/2011 tentang penegasan fungsi dan keimigrasian di bidang pencegahan dengan penyesuaian Putusan MK Nomor 64/PUU-IX/2011 dan pengaturan mengenai alternatif pendanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi keimigrasian yang selain bersumber dari APBN sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara untuk mendukung fungsi dan pelaksanaan keimigrasian.
    • Berkaitan dengan materi muatan RUU Keimigrasian ini, pada prinsipnya Pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan secara lebih mendalam dan komprehensif bersama dengan DPR-RI sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun tanggapan pemerintah mengenai RUU Keimigrasian secara terperinci akan disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah.
    • Demikianlah pandangan Presiden ini disampaikan, besar harapan agar kiranya RUU ini dapat segera dibahas dan mendapatkan persetujuan bersama dari DPR-RI sesuai dengan tahap pembicaraan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Atas segala perhatian dan kerjasama dari Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi yang terhormat Pemerintah mengucapkan terima kasih.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan