Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pandangan dan Masukan terhadap Penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law) - RDPU Baleg dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI)

Tanggal Rapat: 14 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 17 Nov 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI)

Pada 14 November 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) tentang pandangan dan masukan terhadap penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law). Rapat dipimpin dan dibuka oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul 10.22 WIB. (Ilustrasi: UNICEF)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
  • IAKMI sudah berdiri sejak tahun 1971 dengan keanggotaan saat ini yang sudah memiliki STR sebanyak 75.000.
  • IAKMI menjadi anggota dari World Federation of Public Health Association (WFPHA) dan dulu pernah melaksanakan kongres di Bali yang dibuka langsung oleh Presiden Soeharto pada saat itu.
  • IAKMI juga sudah menjadi Anggota Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Anggota KTKI.
  • Amanat UUD 1945 mengatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Jadi, seharusnya ini adalah sebuah kewajiban negara (state obligation) untuk bisa memberikan perlindungan dan menyediakan pelayanan kesehatan yang baik, tetapi sisi lain juga yang harus kita lihat adalah bukan menunggu.
  • Yang menjadi persoalan kita adalah pendekatan selama ini itu kurang komprehensif. Padahal, kesehatan masyarakat (kesmas) harusnya komprehensif mencakup semua aspek yang menuntut pengorganisasian yang utuh sehingga seharusnya UU yang dibahas adalah UU Kesehatan Masyarakat atau Public Health Law.
  • Mengingat filosofi dan pemberian pelayanan kesehatan sebagai bagian dari hak warga negara adalah kewajiban negara, oleh karena itu, pemberian pelayanan kepada masyarakat harus berbasis pada pendekatan masyarakat secara utuh. Artinya, apapun program yang diberikan itu seharusnya memperhatikan kesehatan, karena dampaknya sudah kita rasakan semua.
  • Kita memandang Kementerian Kesehatan Masyarakat seperti di Thailand dan Qatar telah menunjukkan keberhasilan kerja dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat secara lebih optimal.
  • Seharusnya pendekatan kesmas itu komprehensif. Fokus dengan pencegahan dan terpadu. Pendekatan prioritas pembangunan kesmas yang selama ini cenderung reaktif. Artinya, kita menunggu dan tidak ke arah proaktif promotif yang komprehensif serta integratif disamping penguatan pelayanan kuratif rehabilitatif.
  • Pelaksanaan JKN 8 tahun itu menunjukkan bahwa seberapa besar uang yang disediakan pun akan habis, karena cenderung kita menunggu orang sakit, bukan aktif mencegah dari awal. Dengan demikian, tenaga kesmas harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dengan kemampuan profesional yang berkelanjutan, sehingga mampu menyelesaikan persoalan kesehatan yang dinamis. Oleh karena itu, kita memerlukan transformasi fundamental yang memfokuskan pada upaya pencegahan komprehensif termasuk dalam pendanaan, SDM, diklat profesional yang berkelanjutan, dan pengorganisasian hingga sistem kesehatan yang akan dibangun ke depan.
  • Kebijakan tenaga kesehatan yang ada saat ini, berdasarkan UU Nomor 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesmas itu langsung dibagi-bagi menjadi 6 dan ini sangat merepotkan.
  • Kemudian, yang versi baru mengakibatkan bahwa terjadi ego sektoral di dalam naskah yang tadi dikatakan Pimpinan Rapat tidak jelas dari mana asalnya, tetapi kami sama-sama membacanya yaitu ada 7 dan kalau masih seperti ini akan sangat mengakibatkan ego sektoral, sementara kemampuan daerah itu berbeda-beda.
  • Seharusnya ke depan, Ilmu Kesmas dan Tenaga Kesmas itu satu saja sebagaimana misalnya perawat yang disebutkan perawat terdiri jenis-jenis perawat, begitu juga bidan terdiri dari jenis-jenis bidang. Semuanya seperti itu, bukan kemudian dipecah-pecah yang merepotkan pada saat pelaksanaan pendekatan kesmas di lapangan.
  • Terkait upaya kesehatan dalam RUU Kesehatan bahwa selama ini upaya kesehatan itu ada UKP dan UKM di mana pendekatan lebih mendapatkan paradigma sakit. Artinya, menunggu sakit baru kemudian kita memberikan pelayanan.
  • Di dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) ini ada 3 upaya, yaitu UKP, UKM, dan UKBM. Harapannya lebih memperjelas peran negara dalam UKM untuk mewujudkan hak hidup sehat dan berumur panjang.
  • Kadang-kadang UKM itu isinya UKBM saja. Padahal, seharusnya UKM itu mencakup seluruh aktivitas negara untuk memberikan jaminan.
  • Dengan demikian, maka ke depan seharusnya rujukan itu untuk UKP dan UKM jelas sebagaimana ada di dalam UU Kesehatan, UU Pemda, dan Perpres SKN. Oleh karena itu, IAKMI mengusulkan agar rujukan UKM (primer, sekunder dan tersier) diatur dengan baik dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law).
  • IAKMI juga mengusulkan tentang Organisasi Profesi (OP). Di dalam UU Tenaga Kesehatan disebutkan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) OP.
  • IAKMI sangat mendukung OP Kesmas satu saja sebagaimana IDI, PDGI, dan PPNI. Saat ini, di dalam IAKMI sudah ada OP sebagai anggota kelembagaan. IAKMI sudah mengakomodir misalnya Promosi Kesehatan, Ahli Kesehatan K3, dan dari Ahli Gizi Kesehatan Masyarakat.
  • Terkait dengan STR yang seumur hidup. Pada dasarnya ini perlu dikaji. Mengingat, bisa menghilangkan nilai Continuing Professional Development. Para nakes berpotensi tidak akan mau lagi mengikuti pertemuan ilmiah, riset, maupun pengabdian masyarakat yang selama ini berjalan. Padahal, dinamika perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan kesmas itu berkembang begitu cepat. Apalagi di G20, Indonesia mengusulkan perbaikan arsitektur sistem kesehatan global.
  • Terkait konsil tenaga kesehatan, baik itu KKI maupun KTKI bahwa pada dasarnya kalau kita lihat undang-undangnya bahwa konsil tenaga kesehatan adalah untuk meningkatkan mutu praktik tenaga kesehatan serta memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan kepada masyarakat.
  • Oleh karena itu, IAKMI mendukung agar KKI dan KTKI tetap menjadi lembaga non struktural dan dapat menunjang pelaksanaan fungsi negara dan pemerintah dalam pemenuhan hak warga negara (state obligation) secara jelas dan berkesinambungan atas kesehatan.
  • Jika semuanya di bawah Kemenkes, yang kita khawatirkan adalah ada semacam pengecilan peran dari konsil dan akan merepotkan ketika kita memberikan pengawasan dan kemampuan yang meningkat bagi para anggotanya.
  • Terkait BPJS Kesehatan dikatakan bahwa BPJS Kesehatan di dalam UU 24/2011 tentang BPJS menyebutkan bahwa BPJS bertanggungjawab kepada Presiden, tetapi di dalam draft yang kami terima dikatakan bahwa ada wacana BPJS bertanggungjawab pada Presiden melalui Menkes.
  • Hal ini harus ditinjau kembali, karena kami khawatir nanti akan cenderung membuat Kemenkes semakin menguatkan peranannya, yaitu mengurus orang-orang sakit, karena sampai hari ini pun banyak yang mengatakan bahkan menteri yang lama pernah mengatakan bahwa ini Kementerian Kesakitan, bukan Kementerian Kesehatan. Bukan fokus menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
  • Terkait Dirut RS adalah Jabatan Manajerial barangkali ini perlu dikaji bahwa sebenarnya pertimbangan ke depan dalam memenuhi aspek keadilan, Kepala RS seharusnya memberikan kesempatan kepada semua tenaga kesehatan dengan tambahan memiliki kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
  • Dirut RS adalah Jabatan Administrasi dan Manajerial, sehingga semua tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi administrasi dan manajerial rumah sakit berhak untuk menjadi Dirut RS. Adapun untuk Direktur Pelayanan Medik itu tidak bisa ditawar, harus seorang dokter.
  • Untuk Omnibus Law ini akan mencabut undang-undang yang ada, tetapi prinsipnya barangkali yang masih baik dan sesuai dengan perkembangan praktik ke depan harus dipertahankan dan dilanjutkan. Jadi, bukan kemudian kesannya menghapuskan hanya untuk mendapatkan pembaruan yang bisa jadi praktiknya nanti tidak lebih baik dari yang sudah ada.










Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI)
  • MKKI adalah salah satu unsur pimpinan dalam struktur kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia di tingkat pusat yang bersifat otonom yang bertanggung jawab mengkoordinasi dan mengatur kolegium-kolegium dalam melaksanakan pendidikan kedokteran.
  • MKKI bertugas untuk pembinaan dan pengaturan pelaksanaan sistem pendidikan profesi kedokteran secara otonom dan bertanggung jawab kepada Sidang Khusus Muktamar.
  • Tugas dan wewenangnya diantaranya: 1) mengusulkan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran; 2) membina, mengatur, dan mengevaluasi kolegium; 3) mengkoordinasikan kegiatan kolegium; 4) mengusulkan kebijakan pengendalian ujian nasional tentang pendidikan profesi kedokteran; 5) mengusulkan dan merekomendasi pengakuan keahlian; dan 5) mengusulkan dan merekomendasikan cabang keilmuan baru.
  • Terkait struktur kepengurusan utama MKKI terdiri dari Dewan Penasehat, Ketua, Wakil Ketua, dan lain-lain.
  • Kami mempunyai satu pedoman dalam bekerja yang disebut dengan Kompendium atau Tata Kelola. Tata Kelola ini isinya adalah berbagai hal terkait tugas kami sebagai mitra pemerintah atau mitra negara.
  • Semua aturan di sini adalah dalam rangka menjaga mutu, menjaga kualitas, dan menjaga produksi untuk bermitra dengan pemerintah dalam pengadaan dan menjaga kualitas dokter Indonesia.
  • Anggota Kolegium terdiri dari 55 unsur, yaitu Guru Besar, Kepala Departemen/Kepala Bagian Ilmu yang bersangkutan pada institusi pendidikan, dan Ketua Program Studi yang merupakan struktur bagian dari negara kita. Lalu, ada Ketua Perhimpunan Ilmu yang bersangkutan dan Anggota yang diangkat oleh Ketua Kolegium.
  • Pada hakikatnya, Kolegium adalah mengampu seluruh orang-orang yang paling kompeten di dalam keilmuan kedokteran. Sebagai struktur negara, kami menganggap selama sekian puluh tahun bahwa 3 struktur yang pertama merupakan struktur negara yang paling kompeten dalam keilmuan kedokteran, tapi tentunya di dalam kolegium kami juga harus melibatkan struktur profesi, yaitu diwakili oleh Ketua Perhimpunan dan Anggota yang diangkat oleh Ketua Kolegium. Pemahaman inilah yang paling penting sehingga Kolegium merupakan badan yang dianggap paling memahami bagaimana kualitas standar itu diterbitkan. Jadi, merupakan gabungan dari berbagai macam program studi di seluruh Indonesia untuk menjadikan berbagai produknya adalah yang paling eligible.
  • Kita ketahui bahwa Kolegium dibentuk berdasarkan landasan hukum yaitu UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dimana Kolegium Kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi. Tentunya, tugas utama kami adalah menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan medis. Organnya adalah orang-orang yang memang kami anggap kompeten untuk ada di dalamnya.
  • Kami mendukung tugas yang ada pada tugas dari konsil kedokteran Indonesia. Seperti kita ketahui bahwa dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) yang baru terjadi reduksi dari peran konsil kedokteran Indonesia.
  • Kami menjaga mutu sesuai dengan UU Praktik Kedokteran adalah dengan tugas kami membuat standar pendidikan. Bertahun-tahun kami membuat, memproduksi, dan memperbaiki standar pendidikan yang ujungnya adalah dibuat dalam bentuk standar pendidikan berbagai bidang ilmu yang disahkan oleh per konsil melalui lembaran negara.
  • Sesuai dengan pasal yang ada pada UU Praktik Kedokteran adalah diproduksi atau dibuat oleh Kolegium Kedokteran bersama-sama dengan stakeholder yang lain. Diantaranya adalah institusi rumah sakit pendidikan bahkan melibatkan Kemenkes dan Kemendikbud.
  • Terkait dengan standar pendidikan pada Pasal 26 baik pendidikan kedokteran maupun standar pendidikan spesialis maupun sub spesialis.
  • Konsil kedokteran bertugas untuk melakukan registrasi para dokter yang berpraktik di Indonesia yang tadi sudah disinggung yang seharusnya dilakukan 5 tahun di dalam RUU Kedokteran (Omnibus Law) akan dilakukan satu kali seumur hidup. Padahal, kita tahu bahwa dokter itu harus selalu di-update dan selalu dievaluasi kompetensinya setiap 5 tahun. Di negara kita 5 tahun, di negara lain ada yang 2 tahun, ada yang 3 tahun, dan ada yang 1 tahun. Ini harus selalu di-update karena keilmuan dokter selalu berkembang dengan sangat cepat. Di dalam pasalnya kita tahu bahwa untuk melakukan registrasi, maka seorang dokter harus memiliki sertifikat kompetensi dan sertifikat kompetensi dalam penjelasannya dikeluarkan oleh Kolegium Kedokteran yang bersangkutan.
  • Inilah pemahaman urutan yang harus kita ketahui bersama bagaimana kita menjaga mutu dan kualitas pelayanan maupun mutu dan kualitas dokter yang ujungnya adalah untuk melindungi masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya dan seaman-amannya dalam rangka pelayanan kesehatan.
  • Terkait dengan tenaga kesehatan, kita mengacu pada UU Praktik Kedokteran dan UU Tenaga Kesehatan. Itu sudah inkrah atau putusan final yang diputuskan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82 PPU 13 Tahun 2015 tentang Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan adalah tenaga profesional yang langsung bersentuhan dengan tubuh manusia.
  • Sejak tahun 2004-2022, berbagai regulasi ini mendukung kami di organisasi profesi MKKI maupun kolegium bersama stakeholder yang lain. Kami membuat standar pendidikan dan standar kompetensi terkait dengan kualitas pelayanan.
  • Pada dasarnya, pendidikan dokter, pendidikan dokter spesialis, maupun dokter sub spesialis dasarnya adalah hospital based. Tidak ada pendidikan yang akademik murni maupun profesional murni. Kita melaksanakan pendidikan semuanya di RS pendidikan.
  • Rumah sakit pendidikan itu bisa berupa rumah sakit universitas yang dikerjakan di bawah Kemendikbud maupun rumah sakit pendidikan di bawah Kemenkes. Tentunya dengan penjagaan kualitas oleh konsil kedokteran dan organisasi profesi maka dilaksanakan pendidikan dokter spesialis dan sub spesialis dalam organisasi yang sesuai dengan namanya disebut program studi.
  • Program studi tadi tentunya berada di dalam Fakultas Kedokteran. Orang menyebutnya itu University Based, tapi pada dasarnya pelaksanaannya adalah Hospital Based.
  • Kita tahu bahwa di dalam proses pendidikan dokter berbasis program studi melaksanakan tempat pendidikan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan UU Pendidikan Kedokteran yang sekarang sudah masuk Baleg untuk dilakukan berbagai perbaikan dasar penetapan nomenklatur dan sistem penjaminan mutu pendidikan. Ini sangat penting. Semua regulasi ini berjalan secara sinergi, komplementer saling melengkapi, bukan saling meniadakan.
  • Terkait dengan masalah produksi dan distribusi. Kita tahu bahwa acuannya adalah UUD NRI Tahun 1945, UU 36/2009 tentang Kesehatan, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, dan UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
  • Di dalam UU 36/2009 disebutkan pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud adalah jenis kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Jumlah tenaga kesehatan itu diatur oleh Peraturan Pemerintah.
  • Pengadaan peningkatan mutu kesehatan diatur oleh Pemerintah. Jumlah distribusinya juga melibatkan Pemda. Pemerintah mengatur penempatan terhadap kesehatan, Pemda dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerah.
  • Inilah yang selama ini menjadi masalah, karena perencanaan, jumlah, dan pemetaan sampai saat ini masih menjadi masalah di negara kita.
  • Seharusnya, dgn adanya UUD 1955 dan UU Kesehatan, maka kementerian yang bidang pengadaan, perencanaan, dan distribusi itu harus mempunyai peta yang sangat jelas, sehingga bisa meminta kepada kementerian yang memproduksi dokter di Indonesia adalah milik Kemendikbud bersama organisasi profesi maupun Kementerian Kesehatan untuk bisa menentukan jumlah produksi sesuai kebutuhan minimum di negara kita. Kita ingin meningkatkan kebutuhan sesuai dengan kualitas tertinggi dalam pelayanan mutu kesehatan. Data kebutuhan minimum saat ini tidak valid. Data kesehatan ada di Kemenkes, Dinkes, Konsil Kedokteran Indonesia, bahkan ada juga di organisasi profesi. Sedangkan, data tenaga medis dalam pendidikan ada di Kemendikbud dan di MKKI.
  • Tata kelola sistem informasi kesehatan dan satu data kesehatan itu harus segera dibuat agar kita bisa bersama-sama memenuhi kebutuhan yang sudah saya sampaikan sebelumnya.
  • Kenyataan yang ada di Indonesia saat ini adalah masalah maldistribusi. Hanya di daerah Bali, Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara yang sudah tercukupi.
  • Kami sekarang sudah mulai bersama-sama dengan stakeholder melalui suatu suatu komite yang disebut dengan Komite Bersama memikirkan agar kita bisa memenuhi itu.
  • Strategi yang ada saat ini yang kami pikirkan bersama adalah Academic Health System yang SK-nya sudah keluar dikerjakan bersama Kemenkes dan Kemendikbud. Seharusnya, Kemendagri juga bisa diikutsertakan untuk menginstruksikan jajaran di bawahnya untuk mendapatkan data terbaik dan mengatur distribusi.
  • 2 hari ke depan kami akan menandatangani organisasi profesi bersama Kemenkes tentang proporsi jumlah penduduk dan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang diperlukan.
  • Strategi yang kedua adalah melakukan pembukaan program studi spesialis baru. Hal ini harus digodok dengan cepat baik negeri maupun swasta.
  • Strategi yang ketiga adalah melakukan peraturan yang lebih baik terhadap adaptasi dokter Warga Negara Indonesia dan dokter Warga Negara Asing yang akan kita buat aturannya.
  • MKKI memandang tidak ada urgensi RUU Kesehatan (Omnibus Law). Urgensi saat ini adalah penguatan sistem produksi dan distribusi tenaga medis.







Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan