Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyusunan RUU Kesehatan - RDPU Baleg dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI), dan Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI)

Tanggal Rapat: 3 Oct 2022, Ditulis Tanggal: 5 Oct 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: PERSAKMI

Pada 3 Oktober 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI), dan Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) tentang penyusunan RUU Kesehatan. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul 13.23 WIB. (Ilustrasi: Gaya Tempo.co)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
  • Amanah konstitusi, di mana negara harus menyediakan pelayanan yang bermutu diejawantahkan dalam beberapa UU, salah satunya adalah UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan, dan UU Rumah Sakit. Ada kata "STANDAR PROFESI" dan "STANDAR PELAYANAN". IDI beserta PDGI merumuskan apa yang disebut dengan standar profesi di awal-awal UU Praktik Kedokteran berdiri. Standar profesi terdiri dari 3 yaitu:
    • Standar etik atau yang disebut dengan Kode Etik;
    • Standar Kompetensi;
    • Standar Pendidikan;
    • Ditambah dengan Standar Pelayanan.
  • IDI hanya berwenang untuk melahirkan standar etik atau kode etik, sedangkan standar pendidikan dan standar kompetensi berdasarkan UU diejawantahkan dalam bentuk keputusan atau peraturan konsil kedokteran, begitu pula dengan standar pelayanan yang diejawantahkan dalam peraturan atau keputusan dari Menteri Kesehatan.
  • Peran yang memang dilaksanakan sepenuhnya oleh organisasi profesi hanya 2 peran yaitu:
    • Penerbitan sertifikat kompetensi melalui kolegium;
    • Penerbitan rekomendasi oleh organisasi profesi cabang dimana dokter itu akan melakukan praktek.
  • Poin A: Definisi tenaga kesehatan dan klasifikasi
    • UU 36/2009 yang mengamanatkan pengaturan tentang tenaga kesehatan dengan UU tersendiri (Pasal 21 ayat 3). Dalam penjelasan pasal ini, disebutkan bahwa pengaturan tenaga medis di luar UU tenaga kesehatan yang akan diterbitkan.
    • Sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mereview UU Tenaga Kesehatan tahun 2015 yang mengeluarkan kalimat tenaga medis dalam UU Tenaga Kesehatan.
  • Poin B: Profesi Dokter/Dokter Gigi sebagai tenaga medis diklasifikasikan dalam tenaga kesehatan
    • Didalam putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 (dasar menimbang 3.16), "Menimbang bahwa oleh karena dokter dan dokter gigi sebagai tenaga medis meskipun merupakan bagian dari tenaga kesehatan …"
    • Jadi tetap menjadi bagian dari tenaga kesehatan namun tidak diatur oleh UU Tenaga Kesehatan dengan pertimbangan yang disebutkan di halaman 218 dan 219, karena ada perbedaan antara pendidikan profesi dokter dengan pendidikan vokasi sebagaimana yang disebutkan di dalam UU tenaga kesehatan.
  • Poin C: Definisi dan peran organisasi profesi, serta urgensi dari setiap jenis tenaga kesehatan untuk membentuk hanya 1 (satu) organisasi profesi
    • Dalam UU Praktik Kedokteran, Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014, Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 dan 2017 menyebutkan beberapa dasar menimbang bahwa, pendidikan dokter atau profesi dokter menjadi istimewa dengan kewenangan medis.
    • Ketentuan yang menegaskan bahwa IDI dan PDGI yang merupakan satu-satunya Organisasi Profesi untuk dokter dan dokter gigi yang diakui oleh Pemerintah melalui UU. Tujuannya untuk memudahkan pemerintah dalam melakukan pembinaan, pengawasan, termasuk juga sanksi etik dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat.
  • Poin D: Tugas, fungsi, dan peran Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia menurut organisasi profesi
    • Secara redaksi, peran dan fungsi konsil kedokteran disebutkan di dalam UU Praktik Kedokteran, namun dalam putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015, alasan konsil kedokteran dibentuk karena perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dirasakan belum memadai karena masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah. Di dalam putusan Mahkamah Konstitusi ditegaskan bahwa konsil sendiri adalah untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak dan tujuannya adalah memberikan kepastian hukum dan dalam pelayanan kepada masyarakat.
  • Poin E: Mekanisme penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)
    • Tahun 2017, IDI terlibat dalam tim koordinasi antara IDI, KKI dan Kementerian menyusun pola yang terbaik dalam penerbitan STR dan SIP.
    • Persoalan mendasar dalam penerbitan STR dan SIP adalah persoalan data, sehingga mau tidak mau, data terkait dengan penerbitan harus terintegrasi antar stakeholder mulai dari proses lulus dari pendidikan.
    • Tahun 2017, konsep integrasi data dokter sebenarnya sudah disetujui, hanya saja memang dalam hal teknis pembangunan aplikasi cukup panjang.
    • Di tahun 2018, data IDI, PDGI dan konsil kedokteran sudah terintegrasi sehingga dalam penerbitan STR sudah melalui aplikasi online yang terintegrasi di mana dokter yang telah memiliki sertifikat kompetensi bisa langsung diterbitkan STR oleh konsil kedokteran, namun, ketika menerbitkan surat izin praktek di Dinas Kesehatan atau sekarang di PDSP belum terintegrasi. IDI berharap semua data-data bisa terintegrasi sehingga dokter-dokter yang diterbitkan (SIP) di daerah-daerah bisa terpantau semuanya, termasuk kalau misalnya ada dokter asing yang akan melakukan ahli teknologi dan lain-lain,
    • Sejak kurang lebih setahun yang lalu, IDI dilibatkan dalam proses pembangunan aplikasi terintegrasi di Kementerian Pendidikan khususnya untuk lulusan-lulusan luar negeri dan juga pendidikan spesialis. Mudah-mudahan ke depan bisa terwujud aplikasi tersebut.
  • Poin F: Mekanisme adaptasi tenaga kesehatan, lulusan luar negeri hingga dapat berpraktik di wilayah negara Republik Indonesia
    • Pendaftaran adaptasi dokter WNI lulusan luar negeri dilakukan melalui KKI
    • Persyaratan mutlak adalah ijazah yang disetujui oleh Kementerian Pendidikan
    • Birokrasi pendaftaran adaptasi yang panjang, serta terbatasnya RS Pendidikan dan kuota peserta adaptasi menyebabkan daftar tunggu yang lama
    • Kementerian Pendidikan sedang mengembangkan sistem, aplikasi
  • Poin G: Penegakan etik dan disiplin tenaga kesehatan
    • Penegakan etik dilakukan oleh Majelis Kehormatan Etik di dalam setiap organisasi profesi. IDI dan PDGI tentunya sudah memiliki majelis kehormatan etik yang selama ini tugas utamanya adalah melakukan pembinaan tapi juga untuk pelanggaran-pelanggaran etik dijatuhkan sanksi etik.
    • Khusus untuk pelanggaran disiplin ditegakkan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). MKDKI sendiri adalah lembaga otonom di konsil Kedokteran berdasarkan UU Praktek Kedokteran dan komposisi dari MKDKI tidak hanya dokter tapi juga melibatkan unsur lain, salah satunya adalah unsur sarjana hukum.
  • Ini Perkonsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang 28 pelanggaran disiplin yang menjadi acuan dari MKDKI ketika melakukan persidangan disiplin. Kira-kira perbuatan dari dokter itu memenuhi unsur pelanggaran disiplin yang mana. Namun kalau kita melihat 28 pelanggaran disiplin ini ada beberapa pelanggaran disiplin yang berpotensi juga masuk dalam pelanggaran etik dan pelanggaran hukum. Sehingga banyak dokter yang ketika dilaporkan ke MKDKI itu dilaporkan juga ke Majelis Kehormatan Etik dan juga bahkan dilaporkan ke hukum baik itu pidana maupun perdata. Ini memang menarik sebenarnya dalam kajian-kajian terkait dengan etik disiplin dan hukum.
  • Peran Pemerintah di dalam Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran peran Pemerintah baik untuk Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah sudah sangat jelas terkait dengan pembinaan dan pengawasan bahkan di beberapa daerah IDI dilibatkan oleh Pemerintah Daerah dalam pengawasan dokter asing khususnya di DKI yang paling sering kejadian mungkin dokter-dokter asing yang asal masuk saja ke Jakarta memberikan pelayanan kepada pasien tapi dengan dalih pelatihan atau seminar. Tapi dia mempraktikkan hal itu ke pasien dan itu dilakukan penindakan oleh Tim Pora yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dan IDI bagian dari Tim Pora.
  • Poin terakhir yang disampaikan kepada IDI mengenai hal-hal yang menjadikan perhatian bagi tenaga kesehatan, IDI melihat ada hak-hak konstitusi yang memang perlu sama-sama dapat memperjuangkan antara lain adalah perlindungan hukum, perlindungan diri. Banyak kasus-kasus kekerasan fisik maupun verbal yang dialami oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang lain di fasilitas pelayanan kesehatan juga terkait dengan hak dan martabat tenaga kesehatan memperoleh pekerjaan yang kesejahteraan diri terutama di daerah-daerah yang masih minim insentifnya. Kemudian biaya pendidikan yang cukup tinggi menyebabkan tidak semua siswa berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran dan ini merupakan fakta yang nyata terkait dengan biaya-biaya pemikiran kedokteran. Adanya adanya pajak alat kesehatan yang masih tinggi sehingga banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang belum mampu untuk menyediakan alat-alat kesehatan sehingga pemerataan dan penguasaan oleh tenaga kesehatan itu juga menjadi sangat-sangat terbatas dan sejak beberapa tahun ini didorong adanya konsep remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis terutama di daerah 3T.
  • Sebagaimana amanah konstitusi melindungi segenap tumpah darah Indonesia ini sejalan dengan prinsip Solus Populi Suprema Lex Esto yang sering disampaikan oleh Presiden dan ini diejawantahkan dalam pengabdian seluruh dokter Indonesia di seluruh penjuru tanah air karena ada sumpah dokter di dalam lafaz sumpah dokter Indonesia saya mengambilkan diri saya bagi perikemanusiaan.
  • Dalam masa pandemi komitmen ini kami perlihatkan bagaimana IDI serta Pemerintah menjalin kolaborasi untuk sama-sama menanggulangi Covid-19 bahkan Ketua Umum IDI sempat diundang oleh Menteri Kesehatan hadir dalam pertemuan WHO, dan komitmen IDI untuk berkolaborasi untuk mendukung pemulihan kesehatan dunia ini disampaikan dalam forum tersebut.
  • Selain pandemi komitmen-komitmen komunikasi untuk hal-hal lain demi kepentingan kesehatan masyarakat juga kami lakukan dengan stakeholder yang lain salah satunya adalah terkait dengan tembakau kemudian ini ketika momen suntikan pertama vaksin Presiden di Istana disebutkan setelah bapak presiden beliau memperkenankan Ketua Umum IDI sebagai orang kedua yang disuntik.
  • IDI cukup berduka dengan banyak 700 lebih dokter yang gugur dan upaya organisasi profesi untuk terus melindungi dokter-dokter dan juga tenaga kesehatan di dalam situasi wabah ini harus terus dilakukan. Semoga pandemi cepat berlalu dan tidak ada lagi korban yang berjatuhan.
  • Hal lain yang mungkin paling urgensi yang perlu disampaikan di forum ini adalah terkait dengan memperbaiki sistem kesehatan yang komprehensif berawal dari pendidikan hingga pelayanan sekian banyak tantangan yang hari ini kita hadapi mulai dari penyakit-penyakit yang belum tuntas TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar pusat maupun di daerah. Saya kemarin ke Kalimantan barat masih ada kabupaten yang anggarannya belum mencukupi 10% sebagaimana amanah dari Undang-Undang Kesehatan. Belum lagi persoalan pembiayaan kesehatan di sistem JKN pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi yang saat ini rentan akan kejahatan cyber ini menjadi prioritas.
  • Kesimpulan terakhir bahwa IDI siap mendukung perbaikan sistem kesehatan nasional melalui Undang-Undang Sistem Kesehatan Nasional jika ini akan didorong tapi bukan dengan omnibus law karena Undang-Undang Praktik Kedokteran Tahun 2004 sudah menjalankan tujuan dari lahirnya undang-undang tersebut yaitu terutama adalah untuk perlindungan kepada pasien, kemudian meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dengan pembinaan kepada profesian, dan yang terpenting adalah memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dokter dan dokter gigi.

Prof. Sukman (Dewan Pertimbangan IDI)
  • Ada beberapa hal yang barangkali ingin stressing sedikit tentang pokok permasalahan yang terkait dengan konsil kedokteran Indonesia, bahwa konsil kedokteran indonesia memang sudah masuk ke dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran dan sampai saat ini konsil kedokteran Indonesia di tingkat internasional telah menjadi anggota internasional jadi sudah diakui secara internasional.
  • Bahwa konsil kedokteran Indonesia suatu regulator profesi yang independen oleh karena itu dalam beberapa tahun terakhir beberapa negara Asia datang ke Jakarta dari kedokteran antara lain dari Korea Selatan, Laos, dan Kamboja berdiskusi bagaimana mereka ingin membentuk suatu kedokteran yang memang betul-betul independen. Maka ini adalah suatu hal yang menggembirakan.
  • Terakhir, terkait Surat Tanda Registrasi (STR) ini di dunia internasional disebut lisensi dan di Indonesia memang kita harus ada SIP tapi kalau di Australia misalnya di Singapura,Malaysia itu sudah ada STR saja sudah selesai karena mereka tidak lagi mengatur kemana mereka harus praktik umumnya mereka praktik di satu tempat saja yang penting ada lisensinya di Indonesia tidak cukup untuk praktek oleh karena itu ada regulasi Surat Izin Praktik (SIP) yang ditetapkan oleh Pemerintah. Ada yang menganggap praktik ini ditetapkan oleh IDI padahal tidak, Pemerintah Daerah yang menetapkan.

Slamet Budiarto (Ketum IDI)
  • Dari presentasi IDI intinya adalah IDI akan membantu negara untuk menyusun sistem kesehatan nasional yang kompleks yang komprehensif tetapi bukan dalam bentuk omnibus law dengan mencabut Undang-Undang Praktik Kedokteran. Tadi yang disampaikan oleh dokter Mahesa sudah jelas urut-urutannya sebagian besar itu fungsinya adalah Pemerintah jika terjadi kendala administrasi yang ada di Pemerintah, artinya cukup membuat merevisi pada peraturan pelaksana dari Undang-Undang Praktik Kedokteran semoga Baleg DPR-RI berkenan terhadap pendapat kami.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
  • Ada beberapa hal yang disampaikan IDI sudah sama dengan PDGI, tetapi ada beberapa slide mungkin akan ditambahkan saja. Namun demikian memang perlu disampaikan dulu kekhawatiran awal karena memang PDGI membaca yang beredar, tetapi sudah disampaikan kalau yang beredar tersebut bukan dari DPR-RI. Apakah PDGI merespons itu apakah PDGI membutuhkan itu yang belum jelas sebetulnya, PDGI diundang pertemuan hari ini apakah terkait dengan keinginan PDGI sebetulnya dari pertemuan yang lalu atau memang terkait dengan Prolegnas yang sudah masuk di tahun 2022 apapun itu. PDGI menyampaikan terima kasih karena sudah diundang di pertemuan ini demikian PDGI berharap memang clear.
  • Pimpinan Baleg DPR-RI ingin menyampaikan tentang keinginan meredefinisi terkait profesi ini dipikir sesuatu yang baik kemudian juga kaitan bahwa setiap tenaga kesehatan hanya ada satu organisasi profesi itu memang yang PDGI inginkan dan sudah ada di undang-undang kita, namun demikian memang kalau kita melihat dari satu profesi satu ini nanti kita perlu diskusi panjang, karena di kedokteran dan kedokteran gigi memang spesialis juga untuk profesi-profesi yang juga tersendiri. Nanti mungkin bisa disamakan persepsinya, kemudian nanti ada penegakan disiplin penerbitan SPL dan sebagainya yang nanti kita bisa tinjau kembali tentang DO walaupun PDGI mengatakan bahwa sebagian besar persoalan di lapangan hampir clear.
  • Ada 5 organisasi profesi yang PDGI lakukan hari Minggu lalu, jadi 5 OP dan 1 YLKI PDGI merespons yang beredar tentang omnibus law kesehatan dan itu membingungkan kita karena ada istilah RUU Sistem Kesehatan Nasional, ada RUU Kesehatan.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
  • Yang mengkhawatirkan itu karena beredar di luaran seolah-olah menghilangkan peran organisasi profesi di dalam RUU ini.
  • PDGI ingin semua dilibatkan dalam semua proses penyusunan ini, karena RUU ini sudah masuk Prolegnas Prioritas dan PDGI juga sudah akses di websitenya DPR-RI ada di nomor 16.
  • Berdasarkan evaluasi PDGI, implementasi UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran itu perlu dievaluasi.
  • Six building blocks yang dikeluarkan oleh WHO, yaitu:
    • Pelayanan. Seperti yang diketahui bersama bahwa pelayananlah yang kami utamakan khususnya terkait mutu kesehatan.
    • Supporting dari tenaga kesehatan.
    • Informasi kesehatan yang sangat penting di era digital.
    • Alat kesehatan.
    • Pembiayaan kesehatan.
    • Leadership. Leadership ini perlu ditekankan.
  • Terkait sistem kesehatan, jika melihat di Perpres Nomor 72 sudah dicantumkan.
  • UU 29/2004 bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien/masyarakat dan tenaga medis, mempertahankan kompetensi dan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter dan dokter gigi, dan memberikan kepastian kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
  • Produksi dokter kita kurang. Oleh karena itu, jika satu dokter anestesi bekerja untuk 1 rumah sakit itu tidak akan tercukupi. Makanya, saat ini 1 dokter anestesi diperbolehkan bekerja di 3 rumah sakit, tapi itu juga masih tidak tercukupi.
  • Persoalan negara ini justru persoalan produksi dan distribusi dokter dan dokter gigi. Untuk dokter gigi di Puskesmas saja baru terisi 48%. Oleh karena itu, persoalan produksi dan distribusi dokter ini yang perlu diatur di RUU ini.
  • Sebagian besar dokter dan dokter gigi masih menumpuk di perkotaan. PDGI mengusulkan agar ke depan Pemerintah lebih banyak mensubsidi dokter yang mau ke daerah 3T. Sekarang, untuk daerah sangat terpencil hanya dibayar Rp14.200.000, sedangkan untuk daerah biasa sekitar Rp8.500.000. Kami mengusulkan untuk dokter yang di daerah terpencil digaji Rp25.000.000 plus Pemda juga harus ikut mensubsidi. Dengan begitu, banyak dokter yang mau ke daerah.
  • Banyak dokter yang tidak mau masuk di satu kabupaten sebagai PNS, karena tidak jelas perkembangan karirnya.
  • Ada 16 variabel yang menjadikan orang itu betah di suatu daerah. Jika variabel itu tidak diperhatikan, maka tidak akan pernah tercukupi dokter-dokter di faskes.
  • Perlu disampaikan juga bahwa Pemerintah hanya sanggup mengambil produksi dokter itu sekitar 14%, sisanya pada lari ke swasta, tetapi iklim regulasinya tidak terbuka untuk swasta. Kami contohkan bahwa 82% peserta JKN itu larinya ke Puskesmas dari total dokter yang hanya 14% dari 128.000 dokter yang mempunyai STR. 1 dokter 1 Puskesmas, itu tidak terpenuhi.
  • PDGI siap mendukung perbaikan sistem kesehatan nasional melalui UU Sistem Kesehatan Nasional, bukan dengan Omnibus Law.
  • UU Praktik Kedokteran yang berlaku saat ini sudah berjalan dengan baik sesuai tujuannya, yaitu memberikan perlindungan kepada pasien, meningkatkan mutu pelayanan, dan memberikan kepastian hukum pada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
  • Kesepakatan dari diskusi bersama-sama dengan profesi yang lain, terutama dengan dokter memang permasalahan pokok adalah kita harus melihat urgensi dari RUU ini.
  • UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran ini sudah berjalan sesuai dengan tujuannya. Jika memang ada sedikit hal terkait dengan sanksi, itu yang perlu kita sesuaikan kembali.
  • Jika memang DPR-RI atau Pemerintah mempunyai rencana untuk mengusulkan RUU tentang Kesehatan, mungkin substansi yang bisa diangkat mengenai produksi dan distribusi dokter. Kedua hal itu yang tidak pernah bisa terselesaikan dengan tuntas hingga hari ini.

Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI)
  • Berdasarkan Perpres Nomor 90 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 86 Tahun 2019 bahwa anggota konsil masing-masing tenaga kegiatan itu tidak boleh merangkap dalam jabatan kepengurusan organisasi profesi.
  • PAFI didirikan pada 13 Februari 1946. Pada saat Ibu Kota Negara di Yogyakarta. Kami pada masa revolusi didirikan oleh para Asian Apoteker.
  • PAFI berdiri ketika NKRI belum genap berusia satu tahun.
  • PAFI mengacu ke UU 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Nakes) sebagaimana definisi Nakes di Pasal 1 angka 1.
  • Berdasarkan UU Nakes, ada 11 kelompok Nakes yang saat ini dibawah pengaturan dari UU Nakes. Namun, berdasarkan gugatan di Mahkamah Konstitusi, untuk dokter dan dokter gigi sudah tidak mengikuti di UU Nakes. Jadi, dari 11 Nakes yang ada di UU Nakes, kelompok ke-4 itu adalah Tenaga Kefarmasian.
  • Ada dua jenis Tenaga Kefarmasian, yang pertama adalah Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
  • Berdasarkan Undang - Undang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan harus membentuk organisasi profesi dan setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi. Organisasi profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi. Setiap tenaga kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi. Pembentukan Organisasi Profesi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  • Anggota PAFI :
    • Tenaga teknis Kefarmasian (TTK)
      • Sarjana Farmasi
      • Ahli Madya Farmasi
      • Analis Farmasi
    • Asisten Tenaga Kefarmasian (Asnafar)
    • TTK dan Asnafar yang telah melanjutkan pendidikan
  • Peran PAFI dalam Pelaksanaan Praktik Kefarmasian TTK
    • Uji Kompetensi bekerja sama dengan institusi pendidikan
    • Penerbitan Sertifikat Kompetensi bekerja sama dengan Institusi Pendidikan
    • Pendidikan dan Pelatihan berkelanjutan
    • Resertifikasi Sertifikat Kompetensi
    • Rekomendasi registrasi ulang Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
    • Rekomendasi untuk memperoleh Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian
    • Pembinaan dan pengawasan TTK sesuai dengan Kode Etik Ahli Farmasi Indonesia
  • Definsisi dan peran Organisasi Profesi serta Urgensi dari satu Jenis Tenaga Kesehatan Untuk Membentuk Hanya 1 Organisasi Profesi
    • Organisasi Profesi merupakan wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi. Di kelompok tenaga kefarmasian terdiri atas dua jenis tenaga kesehatan yaitu apoteker dan TTK.
    • PAFI berpendapat bahwa profesi dapat saja hanya satu untuk setiap kelompok tenaga kesehatan namun dalam struktur organisasinya terdiri atas beberapa jenis tenaga kesehatan yang seprofesi
  • Nomenklatur TTK
    • TTK terdiri atas Sarjana Farmasi, ahli madya farmasi, dan analis farmasi. Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi adalah gelar akademik sedangkan analis farmasi bukan merupakan gerakan akademik. Berdasarkan Keputusan Kepala BPSDM kesehatan untuk analis farmasi sebutan gelarnya adalah Ahli Madya Analis Farmasi dan Makanan. Sedangkan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal pembelajaran dan kemahasiswaan kemenristek Dikti adalah ahli madya kesehatan. Hal itu yang membuat bingung di lapangan. Oleh karena itu Kami mengusulkan sebutan dari TTK itu pertama Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Ahli Madya Analis Farmasi dan Makanan.
  • TTK Sarjana Farmasi
    • TTK Sarjana Farmasi adalah lulusan pendidikan sarjana jenjang akademik yang mengikuti program studi Sarjana Farmasi Farmasi per tanggal 7 September 2022 diinformasikan saat ini program studi Sarjana Farmasi adalah 320 program studi di seluruh Indonesia sedangkan Program Studi Profesi Apoteker itu hanya 52. Jika diasumsikan setiap program studi Sarjana Farmasi meluruskan 100 Sarjana Farmasi maka setiap tahun 100 x 320 itu adalah 32.000 Sarjana Farmasi.
    • Sarjana Farmasi bisa melanjutkan ke program studi profesi apoteker atau melanjutkan ke jenjang akademik yang lebih tinggi sebagai magister Farmasi. Lalu banyak yang karena alasan tertentu tidak bisa melanjutkan di keduanya sehingga harus bekerja. Pada saat dia harus bekerja dia harus punya surat tanda registrasi. Sedangkan dia jenjang akademik. Yang diharuskan mengikuti uji kompetensi berdasarkan undang-undang tenaga kesehatan adalah hanya untuk pendidikan vokasi dan pendidikan profesi. Kami sudah bersurat ke Kementerian Kesehatan bersama Komite Farmasi Nasional sejak tahun 2018 untuk mengatasi masalah ini namun sampai dengan hari ini tidak dijawab.
    • Pendidikan program studi profesi apoteker yang jumlahnya 52 setiap tahun menerima di dua kali penerimaan di setiap semester artinya 52 dikali 2 dikali 100 artinya yang bisa mengikuti pendidikan di program studi profesi apoteker setiap tahun hanya 10.400 calon apoteker. Dengan demikian setiap tahun itu ada kurang lebih 21.600 Sarjana Farmasi yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang profesi sebagai apoteker dan karena alasan tertentu misalnya karena finansial tidak bisa melanjutkan ke jenjang magister mau bekerja kesulitan untuk mendapat syarat terbitnya Surat Tanda Registrasi.
    • Berdasarkan UU Tenaga Kesehatan, setiap pembentukan program studi baru harus mendapat rekomendasi dari Menteri Kesehatan. Kami tidak tahu apakah rekemendasi berjalan selama ini. Berdasarkan hal tersebut, Menteri Kesehatan dapat sebagai salah satu faktor pengendali dalam pembentukan program studi baru di perguruan tinggi khsusunya pendirirna PSSF.
  • Standar Praktik Profesi dan Perlindungan Hukum Tenaga Kefarmasian
    • Di Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Tenaga kesehatan itu akan mendapat perlindungan hukum jika dia: 1 melakukan praktek sesuai standar profesi 2. melakukan praktik sesuai standar pelayanan 3. melakukan praktik sesuai standar prosedur operasional yang dipersoalkan adalah standar pelayanan profesi. Karena untuk profesi kefarmasian itu prakteknya tidak hanya di bidang pelayanan prakteknya juga di fasilitas produksi sediaan farmasi pada distribusi sediaan farmasi dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. Oleh karena itu Kami mengusulkan istilah standar pelayanan profesi ini diubah menjadi Standar Praktik Profesi.

PERSAKMI
  • Kajian tentang Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Pendidikan kesehatan masyarakat saat ini adalah pendidikan akademik (level 6) sesuai dengan KKNI level 6. Rencana pengembangan yang disusun oleh Persakmi. Kami mengusulkan pendidikan profesi kesmas selama 1 tahun atau setara dengan KKNI level 7 yaitu mereka yang sudah memperoleh gelar SKM dapat melanjutkan pendidikan profesi, selanjutnya yang bersangkutan akan mendapatakan kompetensi profesi sebagai Profesional Kesehatan Masyarakat.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan