Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan terkait Pembentukan Pengadilan Pertanahan dalam Draft RUU tentang Pertanahan — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)

Tanggal Rapat: 27 Aug 2015, Ditulis Tanggal: 3 Sep 2021,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)

Pada 27 Agustus 2015, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengenai Masukan dan Pandangan terkait Pembentukan Pengadilan Pertanahan dalam Draft RUU tentang Pertanahan. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Sarehwiyono dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Jawa Timur 8 pada pukul 13.45 WIB. (ilustrasi: law-justice.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)
  • Saat ini, IKAHI sedang bingung dengan penjelasan pengadilan khusus yang dibuat oleh Pengadilan Tipikor, Pengadilan Perikanan, dan lain-lain. 
  • Banyak orang yang memiliki pengetahuan tentang Pengadilan Tipikor. Namun, tidak semua paham tentang siapa yang dapat menjadi hakim di Pengadilan Tipikor. 
  • Keberadaan hakim-hakim ad hoc yang ada saat ini, telah menimbulkan masalah. Sebagai contoh adalah pembentukan Pengadilan Perikanan yang tidak menangani perkara selama 2 (dua) tahun karena tidak ada perkara yang masuk, namun Hakim Ad Hoc di Pengadilan Perikanan tetap menerima gaji dari negara. Kebanyakan hakim-hakim perikanan berasal dari pensiunan-pensiunan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan, karena tidak adanya yang melamar.
  • Dalam Undang-Undang Kehutanan memerintahkan adanya Hakim Ad hoc kehutanan, akan tetapi sampai saat ini belum dapat terlaksana, karena pengadilan kehutanan tidak memiliki kualifikasi khusus.
  • IKAHI menghargai usaha Pemerintah dan DPR-RI untuk membantu menyelesaikan permasalahan tanah, dan untuk pertama kalinya dalam Undang-Undang tentang Pertanahan akan dibentuk Pengadilan Pertanahan.
  • IKAHI tidak menolak terkait RUU tentang Pertanahan. Namun, untuk Pengadilan Pertanahan, IKAHI meminta untuk dipikirkan kembali, karena sulitnya mencari Hakim Ad Hoc dan jika dipaksakan justru bisa merugikan negara.
  • Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) belum melihat adanya urgensi pembentukan pengadilan pertanahan, karena di dalam draft RUU tentang Pertanahan Pasal 68 telah diatur mengenai adanya saksi ahli, yang mana saksi ahli merupakan bagian dari pengadilan.
  • IKAHI menyatakan ketidaksetujuan dengan ide tentang Hakim Ad Hoc. Namun, setuju dengan tenggang waktu dan substansinya, karena tanah merupakan memang masalah hak umum dan investasi.
  • IKAHI menyampaikan bahwa Ketua Hakim setuju tentang limit waktu dan tidak setuju dengan adanya hakim ad hoc. Menurutnya, Hakim Ad Hoc lebih tidak pintar dari hakim peradilan umum yang mempunyai sertifikat, sedangkan Hakim Pengadilan Negeri memaparkan bahwa ad hoc peradilan khusus ada di undang-undang. 
  • Terkait dengan permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Indonesia, lebih dikarenakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang kurang tegas, bukan karena tidak adanya pengadilan khusus pertanahan.
  • IKAHI mengharapkan RUU tentang Pertanahan ini lebih merekomendasikan pembinaan dan pendidikan bagi hakim karier yang sudah ada dibandingkan dengan membuat Pengadilan Pertanahan yang menggunakan hakim ad hoc atau pengadilan khusus.
  • Perlu disusun suatu Hukum Acara untuk pertanahan yang diharapkan dapat menyelesaikan sengketa pertanahan di Indonesia dengan cepat dan memenuhi rasa keadilan bagi para pencari keadilan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan