Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia) dan Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia (PERKLIN)

Tanggal Rapat: 15 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 9 Jan 2023,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia) dan Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia (PERKLIN)

Pada 15 November 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia) dan Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia (PERKLIN) mengenai Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Ach. Baidowi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dapil Jawa Timur 11 pada pukul 13.53 WIB. (Ilustrasi: mediaindonesia.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia) dan Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia (PERKLIN)

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI):

  • Persi berdiri pada 11 April 1978 di Jakarta dan berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Nilai-nilai Persi meliputi: Profesional, Etis, Responsif, Sinergis, dan Integritas.
  • Persi merupakan organisasi berbadan hukum dan merupakan organisasi induk bagi semua asosiasi di perumahsakitan. Di asosiasi Persi ada 18 asosiasi rumah sakit.
  • Persi bertujuan untuk mewujudkan pelayanan rumah sakit yang profesional, berorientasi pada mutu, kebutuhan medis dan keselamatan pasien, mampu bersaing di tingkat internasional dengan cara memfasilitasi, memberdayakan, mangadvokasi, mengkonsolidasi, serta melindungi hak-hak anggota Persi.
  • Rumah sakit di Indonesia ada 3.154 rumah sakit yang 2.614 rumah sakit adalah anggota Persi.
  • Susunan organisasi Persi terdiri dari: Persi Pusat (merupakan organisasi di tingkat nasional) dan Persi Wilayah (merupakan organisasi di tingkat provinsi, berkedudukan di ibukota provinsi atau kota lain yang disepakati pengurus Persi wilayah)
  • Jika kita berkaca pada sebelumnya, rumah sakit daerah itu tidak seperti sekarang, sekarang jauh lebih baik kondisinya, sudah mampu bersaing dengan rumah sakit swasta, dan sekarang rumah sakit swasta juga sudah banyak yang mendirikan rumah sakitnya di daerah-daerah terpencil untuk menjangkau masyarakat yang sulit mendapatkan akses kesehatan. Perubahan dan pertumbuhan rumah sakit di Indonesia sudah bisa terlihat cepat dan kualitasnya juga baik.
  • Mutu rumah sakit itu berasal dari manajemen risiko dan keselamatan pasien; Keselamatan pasien adalah keselamatan rumah sakit yang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah pasien, tenaga profesional pemberi asuhan, fasilitas dan sarana prasarana di rumah sakit, lingkungan rumah sakit, dan usaha rumah sakit.
  • Mutu rumah sakit dapat dilihat dair 4 faktor, yaitu: (1) cash flow, (2) performance rumah sakit, (3) good corporate governance, dan (4) clinical outcomes.
  • Unsur pada clinical governance: pendidikan latihan, keselamatan pasien, audit klinis, akuntabilitas, efektifitas klinis, dna penelitian.
  • 8 isu pokok kebijakan:
    • Perizinan rumah sakit: Untuk rumah sakit yang sudah operasional maka agar RUU Kesehatan OBL memberikan norma “pemutihan”.
    • Pimpinan rumah sakit: UU Kesehatan OBL harus mampu mepertahankan kebijakan kepala RS dan Direktur Medik adalah seorang tenaga medis.
    • Klasifikasi rumah sakit: RUU Kesehatan OBL harus tegas bahwa yang dimaksud dengan klasifikasi rumah sakit, dasarnya adalah kompetensi.
    • Telemedicine dan Telehealth di rumah sakit.
    • Mutu dan pelayanan jaminan kesehatan: Kondisi eksisting, rumah sakit lebih patuh terhadap BPJS dibanding pemerintah dan pemerintah daerah, karena kewenangan pembayaran pelayanan JKN ada di BPJS.
    • Rumah sakit pendidikan: Kebijakan RS pendidikan saat ini sudah bagus, namun sebaiknya harus di bawah kendali gubernur (provinsi) dan tidak hanya menjadi otoritas kabupaten, sehingga sehingga dapat dipantau mutu terhadap pendidikan kedokteran di RS pendidikan.
    • Alokasi anggaran kesehatan untuk RS
  • Kedudukan lembaga rumah sakit daerah:
    • Melalui RUU Kesehatan OBL diharapkan ketegasan dan kejelasan kedudukan kelembagaan RS daerah yang langsung di bawah kepala daerah dan tidak di bawah dinas kesehatan. Hal ini untuk fleksibilitas dan efektifitas serta efisiensi proses penganggaran dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
    • Usulan penegasan kedudukan kelembagaan RS daerah, maka dalam RUU Kesehatan OBL cukup dinormakan bahwa RS daerah sebagai perangkat daerah.
  • Masalah kekurangan SDM kesehatan:
    • Peran pemerintah dan pemerintah daerah; Kekurangan jumlah SDM tenaga kesehatan tidak hanya persoalan kuantitas dan distribusi saja, menumpuknya dokter di kota besar juga adalah tanggungjawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
    • Fakultas kedokteran didominasi “Anak Kota”
    • Biaya masuk FK mahal
    • Keberadaan SDM kesehatan belum dapat perhatian pemerintah
    • Kesenjangan fasilitas di daerah
    • Dokter terpaksa “kembali ke kota”
  • Solusi pemenuhan SDM dokter spesialis:
    • Menambah jumlah/kuota mahasiswa FK
    • Membuka fellowship bekerjasama dengan kolegium dan organisasi profesi dan rumah sakit
    • Mendorong pendidikan dokter berbasis RS atau hospital based

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia):

  • Pandangan dari GP Farmasi:
    • Mengapresiasi penyusunan Naskah Akademik RUU Kesehatan yang disusun secara komprehensif untuk memberikan penjelasan teoritis dan empiris mengenai maksud dan tujuan penyusunan RUU Kesehatan sehingga dapat digunakan sebagai dasar dan rujukan di dalam memberikan pandangan dan masukan terhadap RUU Kesehatan oleh GPFI.
    • Mengapresiasi diangkatnya permasalahan; ketergantungan impor untuk kefarmasian dan alat kesehatan; upaya kuratif dan preventif; serta keterbatasan penggunaan teknologi digital di sektor kesehatan.
    • Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kemanusiaan betapa pentingnya pelayanan kesehatan yang terstruktur dan sistematik untuk meningkatkan kemampuan kesehatan suatu bangsa.
    • Mendukung dan mendorong terjadinya transformasi di sektor kesehatan melalui 6 pilar: transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.
  • Kami mengusulkan disini adalah penguatan di dalam hal kemandirian obat farmasi. Di mana kami melihatnya bertahun-tahun kita selalu mengimpor bahan baku obat. Kurang lebih dari 90% dan bertahun-tahun. Untuk itu kami sangat mendukung kemandirian bahan baku obat ini bisa dijalankan secara konsisten oleh pemerintah agar supaya kami melakukan investasi tersebut adanya kepastian bahwa program ini akan berlanjut secara terus-menerus. Karena di dalam pembangunan industri bahan baku obat Itu memerlukan investasi yang tidak kecil.
  • Terkait Industri bahan baku obat bahan baku obat tentunya ini akan berdampak ke dalam memproduksi produk jadinya. Di mana saat ini 90% import produknya itu sangat murah kita impor dari luar negeri. Di mana skala ekonomi yang kita impor dari luar negeri adalah skala ekonomi dunia. Untuk itu apabila kita membangun kemandirian bahan baku obat ini kami juga berharap untuk produk jadi bukan menjadi produk murahan yang dipilih tapi adalah produk dengan harga yang terjangkau. Jadi bukan dikatakan obat murah berkualitas tapi adalah obat yang terjangkau dan berkualitas.
  • Dalam hal pemerintah ingin menyampaikan namanya swamedikasi ini kami sangat mendukung karena pengobatan secara swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat ini akan mengurangi beban APBN untuk penggunaan obat BPJS. Dimana masyarakat dengan sendirinya bisa mengobati diri sendiri untuk penyakit penyakit. Untuk itu kami sangat setuju swamedikasi menjadikan program pemerintah tetapi dengan catatan harus adanya perubahan aturan yang jelas terhadap promosi dan iklan terhadap obat obat swamedikasi tersebut.Yang kedua, aturan yang lebih dipermudah pendistribusian obat obat swamedikasi.
  • Terkait dengan kejadian saat ini dimana adanya anak gagal ginjal akut. Ini menjadi perhatian untuk kedepannya akan ada perbaikan-perbaikan peraturan dan regulasi yang khususnya terkait dalam bahan baku tambahan. Bahan baku tambahan inilah yang menjadi permasalahan saat ini dimana bahan baku tambahan ini adalah obat kimia bukan sepenuhnya diperuntukan untuk industri Farmasi tetapi lebih banyak digunakan oleh non industri Farmasi . Untuk itu perlu adanya regulasi aturan untuk kedepannya agar supaya obat yang diproduksi oleh industri Farmasi Indonesia bisa mendapatkan produk yang bermutu, berkhasiat dan bermanfaat.

Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia (PERKLIN):

  • PERKLIN adalah kumpulan para wirausahawan klinik. Jadi mereka yang terlibat dalam kegiatan usaha bukan sekedar mereka praktek di klinik. Jadi kita ingin agar anggota kami memang benar-benar eksis sebagai usahawan.
  • Dalam RUU yang sedang kita bahas kami melihat apa yang menjadi kendala yang kita harapkan bisa difasilitasi dalam rancangan undang-undang ini.
    • Yang pertama adalah mengenai kapitasi. Kapitasi sejak awal sampai hari ini tidak pernah naik.
    • Yang kedua mengenai pajak. Kami ini sebetulnya dengan UMKM yang lain non medis transaksi di klinik ini tidak besar.
    • Yang ketiga adalah permodalan. Tidak ada insentif khusus, mungkin perlu perhatian juga. Tidak ada insentif khusus untuk memajukan wirausahawan klinik ini sampai hari ini kalau kita hutang bank tentu juga dengan bunga yang tentu biasa seperti halnya bisnis biasanya tidak seperti UMKM.
    • Pelatihan Bisnis. Dokter dianggap nggak boleh bisnis tapi hari ini kalau kita tidak berpikir mengenai manajemen, bisnisnya tutup
    • Kemudian persaingan bisnis. Tidak ada regulasi juga yang memihak pada klinik swasta. Perlu ada dukungan undang-undang
    • Kita mengingatkan mohon di rancangan undang-undang bahwa telemedicine itu hanya alat-alat dari petugas kesehatan. Jadi alat itu kita gunakan bukan dokter atau fasilitas kesehatan yang bekerja di tempat perusahaan telemedicine. Ini perlu ada regulasi juga dan kita ingin agar kita mendudukkan pada regulasi yang tepat bahwa telemedicine hanya bagian salah satu alat untuk kita menyembuhkan dan memberi pelayanan kepada masyarakat.
    • Jumlah rumah sakit 2000, Puskesmas 11.000, klinik 11.000. Tapi ternyata dana BPJS ini yang di manfaatkan di rumah sakit itu 8% kemudian dari sisa 20% itu yang digunakan di Puskesmas itu 70%. Jadi klinik yang 11.000 itu hanya dapat 30%.
    • Tata kelola klinik. Tata kelola knilik mulai perizinan ini juga sekarang dengan OSS ini 1 pintu tapi banyak jendela. Jadi mohon nanti barangkali dalam dalam merancang undang-undang ini mohon kami dibantu jangan dibebani.
    • UKL-UPL Lingkungan itu bagi kami UMKM ini sangat beban sekali. Itu ada 50 juta ke atas.
    • Kemudian masalah kita cash flow di klinik. Sekarang ini pasien 98% BPJS. Jadi misalnya di kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya ini kalau ada dokter baru praktek tidak dapat bagian dari BPJS karena sudah habis terbagi penduduk. Celakanya bahwa kita ini hanya ada boleh 1 BPJS dan BPJS yang menentukan harga. Sampai sekarang ini kapitasi yang kita terima masih tetap belum disesuaikan dengan nilai keekonomian.
    • Kemudian kalau nanti klinik yang tidak terakreditasi ini akan dikeluarkan menjadi tidak bisa kerjasama dengan BPJS. Karena untuk akreditasi itu butuh biaya besar terutama tatagraha nya. Kemudian pelatihan, harus ada pelatihan.
    • Terakhir adalah rekam medis elektronik. Nanti kita menjadi 1 sistem di Kemenkes dan kita harus mempunyai peralatan seperti itu. Kemudian kredensialing. Kredensialing ini terkadang BPJS tidak mengajak teman-teman perhimpunan terkadang sendirian.
    • Kemudian SDM. Karena kita punya keuangan yang sangat terbatas kami tidak bisa membayar banyak. Banyaknya SDM di klinik ini ada dokter, dokter gigi, apoteker, bidan, perawat dan tenaga non kesehatan di administrasi dan ini punya pola masing-masing. Banyak pula masing-masing punya tuntutan penghasilan.
    • Ekologi organisasi. Kami tidak punya ibu kandung kalau Puskesmas ibu kandungnya dinas kesehatan kabupaten di provinsi. Kalau kami tidak punya jadi apapun kita tidak diurus.
    • Kemudian belanja obat. Kami tidak bisa langsung belanja obat seperti Puskesmas. Kita mendapat obat yang lebih murah
    • Kemudian tidak punya posisi tawar seperti redistribusi. Misalnya kepesertaan bahwa kepesertaan BPJS ini di Puskesmas 70% ini hanya 30% pada Puskesmas. Itu bebannya untuk UKM (upaya kesehatan masyarakat) besar sekali dan terakdang dilapangan membuat persaingan klinik dengan Puskesmas dalam merebut kepersetaan BPJS. Jadi kepesertaan yang tidak sehat. Ini yang membuat keributan di lapangan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan