Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan Terhadap Penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Kesehatan (Omnibus Law) — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Tanggal Rapat: 15 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 27 Jan 2023,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Pada 15 November 2022, Badan Legislasi DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengenai Masukan dan Pandangan Terhadap Penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Kesehatan (Omnibus Law). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) dapil Sulawesi Tengah pada pukul 10.25 WIB. (Ilustrasi: TribunNews.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)

  • Jika kami mengacu kepada Term of Reference (TOR) yang sudah disampaikan kepada kami, memang saat ini ada beberapa Undang Undang (UU) yang eksisting yang menyangkut tentang tenaga kesehatan.
  • Mulai dari UU tentang Wabah Penyakit Menular, UU tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, UU tentang Kesehatan, UU tentang Rumah Sakit, UU tentang Kesehatan Jiwa, UU tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), UU tentang Tenaga Kesehatan, UU tentang Praktik Kedokteran, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU tentang Pendidikan Tinggi, UU tentang Pendidikan Kedokteran, UU tentang Keperawatan, dan UU tentang Kebidanan.
  • Pada kesempatan ini kami ingin fokus menyampaikan bahwa dari sekian UU itu yang baru mengatur secara khusus tentang kefarmasian, yaitu di UU tentang Kesehatan yaitu tentang Praktik Kefarmasian di Pasal 108.
  • Pasal 108 UU 36/2009 menyatakan praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu ketersediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat dan serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
  • Pasal 108 dijelaskan lagi dalam aturan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan pada Pasal 108 adalah tenaga kefarmasian sesuai keahlian dan kewenangannya.
  • Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas. Misalnya dokter gigi, bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Kemudian, oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Penjelasan Pasal 108 itu dimasukkan jadi bagian dari Pasal 108 UU 36/2009, sehingga Pasal 108 lebih lengkap. Seharusnya, praktik kefarmasian diambil secara utuh dari hasil dari MK tersebut.
  • Ada beberapa hal yang bisa kami tanggapi dan bahan tertulisnya akan kami sampaikan secara tertulis. Adapun yang menjadi sorotan saat ini bagi kami adalah terkait maldistribusi apoteker.
  • Pertumbuhan apoteker Indonesia saat ini 8-10% setiap tahunnya. Namun, secara rasio masih minimal dan diperparah dengan maldistribusi. Karakteristik apoteker juga mirip dengan tenaga kesehatan lain didominasi oleh perempuan di mana 75% wanita dan usia muda.
  • Skala prioritas untuk pemenuhan apoteker seharusnya di Puskesmas. Saat ini, baru 60% yang terpenuhi. Perlunya program khusus untuk penempatan apoteker agar Puskesmas bisa memiliki tenaga apoteker. Perlu pengaturan sebaran apoteker di sarana kesehatan.
  • Saat ini, sebaran apoteker masih banyak terkonsentrasi di pulau Jawa, karena sebaran-sebaran sarana kefarmasian juga masih didominasi di pulau Jawa. Seharusnya perlu diatur, sehingga bisa menyebar ke Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian Timur.
  • Masalah kedua adalah kemandirian bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan. Beberapa kejadian dalam kurun waktu dua tahun ini menunjukkan hal tersebut yang pertama adalah kelangkaan obat dan alat kesehatan (alkes) awal pandemi Covid-19, kedua kasus gagal ginjal akut pada anak.
  • Pada kasus kelangkaan obat dan alkes awal pandemi terlihat bahwa kita sangat bergantung kepada bahan baku obat dari luar negeri dan bahan baku alkes dari luar negeri, sehingga pada awal pandemi kita mengalami kepanikan dan membutuhkan waktu untuk menyesuaikan sampai kebutuhan itu terpenuhi. Lalu, yang kedua kasus gagal ginjal akut pada anak. Berdasarkan hasil penelusuran kami kepada kami yang bekerja di industri farmasi maupun distributor bahan baku obat terlihat adanya permainan nakal dari supplier bahan kimia, sehingga mereka kemudian memalsukan bahan kimianya dan memalsukan sertifikatnya.
  • Industri farmasi dan pedagang besar bahan baku obat menjadi korban dari ulah supplier yang kemudian menyebabkan banyak obat yang setelah diteliti tidak memenuhi ketentuan syarat release dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
  • Hal ini masih tanda tanya dan belum ada penelitian yang menetapkan bahwa gagal ginjal akut disebabkan oleh sirup. Ini baru semacam asumsi yang masih perlu dibuktikan melalui penelitian tapi secara hubungan memang betul kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang tinggi di dalam sirup bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal.
  • Kedua kasus itu menunjukkan bahwa ketahanan farmasi nasional kita sangat lemah atau rapuh, sehingga dibutuhkan regulasi yang mendukung kemandirian bangsa untuk peningkatan ketahanan farmasi nasional.
  • Terkait harga obat, saat ini harga obat tidak lagi turun, melainkan sudah terjun payung. Terutama dengan adanya kebijakan e-catalog. Kami mengkhawatirkan penurunan ini bisa mempengaruhi kualitas, keamanan, dan khasiat dari obat.
  • Harga obat itu bukan murah, tapi terjangkau dengan tetap memperhatikan kualitas, keamanan, dan khasiat dari obat yang diproduksi di Indonesia.
  • Harapan kami terhadap UU yang mengatur tentang kesehatan adalah UU ini disusun dalam bingkai semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga mewujudkan pelayanan kesehatan yang berbasis kolaborasi interprofesional.
  • Kami juga mendukung penataan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan sepanjang peraturan perundang-undangan yang sudah ada atau yang sudah berjalan dengan baik bisa dipertahankan dan kalau perlu disempurnakan.
  • Terakhir, peraturan perundang-undangan berkaitan khusus dengan kefarmasian sebaiknya dituangkan dalam RUU Kefarmasian yang sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022-2023.

Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

  • Kami berterima kasih kepada Badan Legislasi DPR-RI karena UU Kebidanan sudah disahkan pada tahun 2019.
  • UU Kebidanan sangat komprehensif pengaturan tentang profesi bidan. Mulai dari pendidikannya sampai ke pembinaan dan pengawasan. Semua aspek-aspek yang berkaitan dengan profesi bidan diatur di dalam UU sehingga keberadaan profesi bidan mempunyai rujukan yang jelas dan tegas, karena diatur secara komprehensif.
  • UU Kebidanan sudah kita implementasikan dan sudah ada aturan turunannya beberapa Peraturan Menteri, baik dari Peraturan Menpan RB dan juga Peraturan Menteri Kesehatan. Di sana juga disampaikan bahwa bidan merupakan seorang perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik.
  • Syarat untuk praktik terdiri dari surat izin praktik dan registrasi yang didapatkan setelah menyelesaikan pendidikan yang sah dan diakui oleh Pemerintah.
  • Pelayanan kebidanan sendiri adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan, bisa secara mandiri dengan kolaborasi ataupun pada konteks rujukan.
  • Pelayanan kebidanan ini tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan. Praktik kebidanan terdiri dari kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk asuhan kebidanan. Jadi, bidan sama dengan profesi dokter dan perawat. Kita berinteraksi langsung dengan pasien. Target kita ibu, bayi, dan balita.
  • Terkait pengaturan profesionalisme di dalam UU. Dari institusi pendidikan mendapatkan ijazah dan sertifikat kompetensi. Kemudian, mengajukan registrasi. Setelah mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) baru kita bisa mengajukan surat izin praktik.
  • Prinsip dari penyelenggaraan pelayanan kebidanan ini berdasarkan perikemanusiaan, nilai-nilai ilmiah, etika dan profesionalitas, asas manfaat, keadilan, pelindungan bagi bidan dan masyarakat, dan keselamatan.
  • Tugas bidan mulai dari pelayanan kesehatan ibu (sebelum hamil, hamil, bersalin, dan nifas), pelayanan kesehatan anak (bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah), pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan Keluarga Berencana (KB), serta pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan dalam keadaan keterbatasan tertentu.
  • Setiap lulusan pendidikan bidan akan memperoleh ijazah dan sertifikat kompetensi yang kemudian mengajukan STR.
  • Registrasi dilakukan di Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI). Saat ini, sudah dilantik konsil kebidanan di bawah konsil tenaga kesehatan sebagai payungnya. Setelah mendapatkan STR akan diajukan Surat Izin Praktik yang akan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
  • Terkait STR dan Surat Izin Praktik berlaku hanya lima tahun. Setiap lima tahun harus diperpanjang dengan memenuhi sejumlah ketentuan satuan kredit profesi untuk menilai bahwa seseorang masih layak diberikan rekomendasi untuk melanjutkan praktik kebidanan melalui pendidikan berkelanjutan, pelayanan yang diberikan, dan lain sebagainya. Semua dilakukan secara online. Jadi, sangat mudah untuk dimanfaatkan.
  • Bidan memberikan asuhan yang berkelanjutan mulai dari upaya promotif preventif pada lingkup ibu hamil, bersalin, nifas, sampai kepada bayi dan balita, kemudian penanganan kegawat daruratan, kesehatan reproduksi, keluarga berencana, dan penggerakan peran serta masyarakat. Ini yang unik dari bidan, karena 76% bidan ada di masyarakat, sehingga sangat berpotensi untuk bisa meningkatkan kepedulian masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatannya dan di dalam mengelola kesehatan ibu, bayi, dan balita di dalam keluarga masing-masing.
  • Bidan ada di desa-desa dengan tantangan yang luar biasa. Bidan bisa di pelayanan primer, Puskesmas dan jaringannya, termasuk di tempat praktik mandiri bidan, bahkan sampai ke pusat rujukan lanjutan misalnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan lain sebagainya.
  • Organisasi profesi sudah diatur di dalam UU Kebidanan. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sudah berdiri selama 71 tahun. IBI sudah menjadi Anggota KOWANI. Bahkan, sudah menjadi Anggota International Confederation of Midwife (ICM).
  • Bidan Indonesia di tingkat global sudah sangat dikenal, karena kita awal-awal sudah terdaftar sebagai Anggota International Confederation of Midwife sejak tahun 1956.
  • Anggota kami yang terverifikasi sebanyak 361.000, tapi sebetulnya kalau di KTKI jumlahnya 600.000. Hanya karena berbagai sumber datanya berbeda, kami sinkronisasi dan harmonisasi serta terus berproses setiap harinya untuk memvalidasi bekerjasama dengan KTKI dan Dirjen Nakes Kementerian Kesehatan RI.
  • Distribusi bidan kalau kita lihat di data Riset Fasilitas Kesehatan tahun 2019 sebanyak 169.852 bidan ada di Puskesmas dan jaringannya, kemudian di tempat praktik mandiri 44.618, dan data dari Pusdatin Kemenkes 45.000 bidan masih ada di desa.
  • Hanya 54% dari total desa yang ada. Jika dulu 100% desa ada bidan. Jadi, hampir 50% saat ini desa tidak ada bidan.
  • Di dalam revisi UU Kesehatan mungkin bisa menjadi satu poin bagaimana mendekatkan pelayanan ke masyarakat dengan menyediakan fasilitas Poliklinik Desa (Polindes) dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang ada di masyarakat. Hasil dari Riset Fasilitas Kesehatan tahun 2019, Polindes dan Poskesdes yang masih aktif hanya 20.000 unit.
  • Jika dilihat secara total, 76% dari total bidan yang terverifikasi itu ada di komunitas. Jadi, memang yang paling gampang untuk diakses oleh masyarakat itu adalah bidan-bidan, karena mereka menyebar di tengah-tengah masyarakat termasuk klinik-klinik praktik bidan mandiri ada di tengah-tengah masyarakat, sehingga mudah untuk diakses. Bicara biaya, saat ini sebagian bidan sudah bekerja sama dengan BPJS dengan sistem yang diatur Pemerintah.
  • Peran penting bidan di tempat praktik mandiri bukti dari data Riskesdas tahun 2018 bahwa 82,4% ibu hamil itu diperiksa oleh bidan. Dari total 5,5 juta setiap tahun yang hamil hampir 4,5 juta periksanya ke bidan dan 41% diantaranya periksa di tempat praktik mandiri bidan. Jadi, betapa dekatnya masyarakat dengan bidan. Pertolongan persalinan normal 62,7% ditolong oleh bidan. Tentu pada batasan normal. Jika ada risiko tinggi, komplikasi, dan patologi kita berkolaborasi dengan dr.Obgyn.
  • Terkait 29% persalinan ditolong juga di tempat praktik mandiri bidan. Begitu juga untuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) 76,5% dilakukan oleh bidan. 3 dari 4 akseptor KB itu ke bidan perginya dan 54,5% diantaranya di tempat praktik mandiri bidan. Jadi, secara total 60-70% pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, dan juga pelayanan keluarga berencana ditolong oleh bidan pada kasus-kasus yang normal.
  • Mengingat kami bagian dari Anggota asosiasi internasional, kita mengikuti standar-standar yang berlaku dan menyesuaikan dengan kondisi kita di Indonesia.
  • Di global, Ketua IBI menjadi Board Member di ICM. Di dunia hanya ada 12 Pengurus Pusat ICM dan Ketua IBI sudah mendapat kepercayaan selama dua periode untuk menjadi salah satu Board Member mewakili Asia Pasifik.
  • Visi kita di tahun 2030 bahwa setiap perempuan itu berhak untuk sehat. Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan profesional. Dari ICM sendiri kita mempunyai tiga pilar yang sangat penting, yaitu edukasi, regulasi, dan asosiasi.
  • Indonesia bersyukur sudah mempunyai regulasi. Jadi, kita sudah bergerak maju. Jika nanti ada pencabutan dan lain sebagainya, justru mengalami kemunduran. Padahal, di level global kita sudah sangat dilihat, karena kita sudah punya regulasi yang cukup kuat.
  • Mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui bahwa pentingnya peran bidan dalam penguatan sistem kesehatan diakui secara global. Namun, perlu didukung dengan peraturan perundangan-undangan yang mendukung sangat tegas serta sistem pendidikan yang berkualitas.
  • State of World's Midwifery tahun 2021 mengatakan bahwa yang dibutuhkan bidan adalah edukasi yg jelas dan regulasi/pengaturan tentang lisensi. Hal ini sangat dapat memberikan peran yang besar terhadap pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan balita.
  • Bahwa 87% bidan profesional dengan edukasi regulasi dan lisensi yang jelas itu dapat berperan positif dan berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan balita. Kompetensi tidak bisa satu kali jadi. Itu harus setiap saat di-update melalui Continuing Professional Development.
  • Jika berbicara mengenai Universal Health Coverage menjadi salah satu target Pemerintah. Yang pertama kita harus bicara tentang availability. Bagaimana mendekatkan pelayanan terutama pelayanan kesehatan ibu ke masyarakat melalui ketersediaan bidan-bidan di desa. Dahulu sudah sangat bagus dengan adanya Polindes dan Poskesdes. Kemudian, bagaimana fasilitas bisa diakses oleh masyarakat dengan mudah, murah, cepat dan jarak tidak jauh. Itu semua adalah bagian dari aksesibilitas.
  • Lalu, ada accessibility atau bisa diterima oleh masyarakat. Mungkin banyak akses pelayanan yang canggih-canggih, tapi belum tentu di bisa diakses atau bisa diterima oleh masyarakat.
  • Kemudian yang terakhir adalah kita harus secara terus-menerus continuous quality improvement. Kita harus selalu memfasilitasi untuk peningkatan kapasitas bidan. Kita tidak menginginkan UU Kebidanan dihapus jika dengan adanya UU Kesehatan (Omnibus Law), tetapi untuk melakukan revisi UU Kesehatan kami sangat mendukung, karena banyak perubahan-perubahan yang terjadi.
  • Revisi UU Kesehatan ini penting untuk mengakomodir mana yang belum diatur di dalam UU Kebidanan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan balita dalam konteks profesi bidan.
  • Kami mendukung revisi UU ini agar sejalan dan mengakomodir perkembangan yang ada. Di dalam proses penyusunan dilakukan secara terbuka dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Kami berterima kasih bahwa ini kedua kalinya IBI dilibatkan. Profesi bidan di Indonesia itu bagian dari tatanan global. Kita sudah mempunyai regulasi dan sudah diakui serta di rekognisi di tingkat internasional. Jika dicabut UU-nya, kita justru mengalami kemunduran.
  • Kami sangat mendukung revisi UU Kesehatan untuk meng-cover banyak perubahan yang terjadi selama 13 tahun yang lalu. Namun, tidak dengan mencabut UU Kebidanan, karena sudah sangat utuh mengatur tentang profesi bidan. Jika nanti di dalam satu UU Omnibus Law digabung semua, masing-masing profesi mempunyai karakteristik dan filosofi tersendiri. Jika disatukan mungkin tidak bisa diakomodir secara utuh.
  • Kami langsung melakukan konsolidasi di 34 provinsi menginformasikan yang sedang terjadi dan bagaimana sikap kami. Semua sama sikapnya bahwa kami mendukung revisi UU Kesehatan, tapi dengan tidak mencabut UU Kebidanan.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

  • Kami ingin menyampaikan dari pandangan historis bahwa perawat adalah organisasi profesi yang terlahir tahun 1974 dan merupakan gabungan dari organisasi-organisasi perawat sebelumnya. Sejak dideklarasikan tahun 1974, perawat mengidam-idamkan adanya perlakuan dan pengakuan atas profesi, sehingga kami melakukan berbagai upaya dan pendekatan yang pada akhirnya baru pada tahun 2014 UU Keperawatan lahir.
  • Terkait UU Keperawatan lahir dari usul DPR. Perawat di seluruh Indonesia pada saat itu melakukan berbagai upaya untuk meyakinkan berbagai pihak atas perlakuan dan pengakuan terhadap profesi kami.
  • Pada tahun 2014, kita bersama-sama pada saat itu mendapat pengakuan. Rasa gembira atas perjuangan itu ditunjukkan oleh kawan-kawan perawat, karena perjuangan panjang untuk mendapatkannya.
  • Pasca ditetapkannya UU Keperawatan, di sana memberikan jaminan secara tegas bahwa ada perlindungan dan kepastian hukum dalam rangka meningkatkan pengembangan kualitas keperawatan.
  • Peran pemerintah, peran organisasi, dan juga peran konsil keperawatan menunjukkan bahwa adanya satu sinergitas di mana satu sama lain memegang peranan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan, meningkatkan perlindungan, dan kepastian hukum baik terhadap pemberi layanan maupun penerima layanan.
  • Dengan adanya UU Keperawatan, maka secara moral kita didorong untuk selalu meningkatkan kualitas layanan. UU ini secara komprehensif mengatur dari mulai pendidikan keperawatan sampai pada aktivitas perawat melakukan pelayanan.
  • Kami melakukan berbagai upaya dan melakukan berbagai komunikasi, karena pasca lahirnya UU Keperawatan juga ditindaklanjuti dengan lahirnya peraturan-peraturan turunannya, baik itu Peraturan Presiden (Perpres) hingga Peraturan Menteri (Permen).
  • Organisasi profesi selalu berproses dalam melakukan berbagai upaya secara bersama-sama dengan berbagai stakeholder, sehingga menghasilkan sebuah jaminan dan kepastian atas apa yang harus dilakukan oleh perawat.
  • Kami akan memberikan gambaran bahwa PPNI adalah organisasi profesi yang tentunya di dalamnya selalu mengupayakan pelatihan-pelatihan, karena kita sadar bahwa aktivitas keperawatan bukan hanya dalam memberikan layanan semata tapi ada hal yang mana praktik keperawatan perlu pengawalan dari aspek-aspek keterampilan, penguatan etika, dan moral.
  • Perawat adalah profesi yang mulia, profesi yang jika dilakukan secara benar saja belum menjadi jaminan bahwa perawat diterima di hadapan publik. Banyak kejadian yang menimpa perawat hari ini yang berujung pada upaya-upaya hukum. Namun, tentunya dengan UU Keperawatan memberikan sebuah jawaban bahwa profesi perawat bukan hanya sekedar diakui, tapi juga pada akhirnya mendapatkan upaya-upaya yang secara nyata dan jelas dihadapan masyarakat.
  • Berkenaan dengan rencana Badan Legislasi (Baleg) yang menginisiasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan di bidang kesehatan. Tentunya, kami atas nama PPNI secara jelas dan tegas menyatakan nahwa UU Keperawatan merupakan UU yang secara jelas memberikan kepastian hukum kepada profesi perawat dan ini sedang dalam kerangka saling menguatkan, karena UU ini baru lahir tahun 2014, sehingga usianya baru 8 tahun.
  • Kami sedang bersama-sama menata sistem pendidikan, layanan, hingga dalam konteks memfasilitasi agar perawat dapat meningkatkan keterampilannya melalui pelatihan atau seminar, karena kita sadar profesi perawat tidak hanya sekadar dibuktikan dengan mempunyai ijazah dan STR saja, melainkan harus melakukan peningkatan kapasitas.
  • Kami sangat sedih terhadap apa yang diterima oleh para perawat kami terutama dari aspek kesejahteraan. Perawat adalah garda terdepan yang mana kami telah menyaksikan selama dua tahun lebih kita memasuki masa pandemi dan perawat yang gugur 717 orang.
  • Perawat sebagai pahlawan kemanusiaan harus hadir pada kondisi apapun. Perawat profesi yang dalam kondisi apapun tidak boleh beralasan untuk tidak memberikan layanan. Yang menjadi pertimbangan dan yang kami rasakan hari ini, kami menata dengan baik yang menjadi amanat UU dan kami dalam posisi sedang melakukan berbagai penguatan.
  • Pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP) pertama, kami melakukan komunikasi melalui pengambilan-pengambilan keputusan di organisasi, baik itu melalui Rapimnas sampai rapat-rapat Pimpinan di tingkat wilayah dan daerah serta komunikasi yang kami bangun dengan berbagai pihak.
  • Kami atas nama PPNI memandang UU Keperawatan masih sangat relevan untuk kita jadikan penguatan dan penataan untuk melakukan berbagai perbaikan. Maka, pada prinsipnya kami dari PPNI menolak secara tegas dicabutnya UU Keperawatan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan