Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pengambilan Keputusan atas Hasil Pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja - Raker Baleg dengan Pemerintah dan DPD-RI

Tanggal Rapat: 15 Feb 2023, Ditulis Tanggal: 1 Mar 2023,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Menteri Perekonomian

Pada 15 Februari 2023, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Pemerintah dan DPD-RI tentang pengambilan keputusan atas hasil pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Rapat dipimpin dan dibuka oleh M. Nurdin dari Fraksi PDIP dapil Jawa Barat 10 pada pukul 15.15 WIB. (Ilustrasi: elshinta.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ketua Panja Perppu Cipta Kerja
  • Berdasarkan surat Nomor T/157/PW.01/02/2003 tanggal 14 Februari 2023 Badan Legislasi menerima penugasan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Keria menjadi Undang-Undang;
  • Sebagai tindak lanjut atas penugasan tersebut, Badan Legislasi telah melakukan rapat- rapat antara lain:
    • Rapat Kerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Menteri Ketenagakerjaan RI, Menteri Agama RI, dan Menteri Hukum dan HAM RI;
    • Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar Prof. Ahmad Ramli, Prof. Satya Arinanto, Prof. Nindyo Pramono, Prof. Aidul Fitriciada Azhari; DR. Ahmad Redi, SH., MH., DR. Ahmad, SH., MH., Dzulfian Syafrian, SE., M.Sc., Phd., DR. Raden Pardede, Dr. Sofyan Djalil, SH., MALD., dan Reza Siregar; dan
    • Rapat Panja tanggal 15 Februari 2023.
  • Sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, telah dilakukan:
    • Penetapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur dan memuat metode omnibus dalam penyusunan undang-undang dan telah memperjelas partisipasi masyarakat yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tersebut, penggunaan metode Omnibus telah memenuhi cara dan metode yang pasti, baku, dan standar dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
    • Sebagai tindak lanjut berikutnya Presiden sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, karena:
      • Adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
      • UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya UU yang saat ini ada; dan
      • Kondisi kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa yang memerlukan waktu yang, cukup lama sedangkan keadaan yang, mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
  • Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja secara umum sama dengan isi UU Cipta Kerja namun terdapat beberapa perubahan terkait sektor sebagai berikut:
    • Ketenagakerjaan:
      • Alih Daya/ Outsourcing (Pasal 64): Mengatur kembali ketentuan mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (alih daya/ outsourcing) untuk jenis pekerjaan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
      • Perubahan Frasa Cacat Menjadi Disabilitas (Pasal 67): Perubahan frasa penyandang cacat menjadi disabilitas, dimana pengusaha yang mempekerjakan tenaga penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat disabilitas.
      • Upah Minimum diatur dalam Pasal 88C, Pasal 88D, Pasal 88F, dan Pasal 92.
    • Jaminan Produk Halal: terkait Sertifikat Halal yaitu Pasal I angka 10 Ketentuan Umum: Perluasan pemberi fatwa halal yaitu MUI, MUI Provinsi, MUl Kabupaten /Kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal dan penyesuaiannya dalam norma; serta Pasal 4A, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 10A, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 33A. Pasal 33 B. Pasal 42 Pasal 44, Pasal 50, Pasal 520. Pasal 52 B, Pasal 63A, dan Pasal 63C.
    • Pengelolaan sumber daya air (Pasal 40A): Pelaksanaan sumber air berupa pengalihan alur sungai berdasarkan persetujuan oleh Pemerintah (mendukung penyelesaian PSN untuk bendungan, waduk, dam, embung dil) dan pengenaan sanksi administratif dan pidana di Pasal 70, Pasal 73 dan Pasal 75A;
    • Harmonisasi dan sinkronisasi dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU KUP, UU PPH, dan UU PPNBM); dan
    • Perbaikan teknis penulisan, antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial.
  • Setelah melalui pembahasan yang mendalam, dinamis, dan demokratis, PANJA menyatakan dapat menerima RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
  • Demikian laporan PANJA ini disampaikan. Kepada Pimpinan dan anggota Badan Legislasi, para Menteri beserta jajaran tim pemerintah, kami ucapkan terima kasih atas kerjasamanya dalam pembahasan RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Keria. Kepada pimpinan sekretariat Badan Legislasi serta para tim ahli dari DPR dan Pemerintah, juga kami ucapkan terima kasih atas segala dukungannya kepada kami. Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi atas segala upaya kita semua dalam menjalankan tugas konstitusional ini.

DPD-RI
  • Pada kesempatan ini pelibatan DPD-RI dalam pembahasan terkait Perppu Cipta Kerja telah menunjukkan bahwa adanya pengakuan yang kuat atas keberadaan DPD-RI sebagai representasi daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. DPD-RI juga sampaikan apresiasi kami kepada Pemerintah, yang sejak tahun 2022 hingga kini dengan gigih untuk terus memperjuangkan paket UU kebijakan Cipta Kerja ini demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional dan tentu kami harapkan sebesar-besarnya kemanfaatan Perpu Cipta Kerja ini adalah untuk kemajuan dan kemakmuran Daerah.
  • Setelah mengamati, mencermati dan mengikuti pembahasannya serta mendengarkan aspirasi masyarakat di daerah dan pemerintah daerah selaku satuan penyelenggara pemerintah yang kedudukannya diatur dalam konstitusi UUD NRI 1945, DPD-RI berpandangan:
    • Semangat pemerintah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional harus didukung oleh segenap komponen bangsa di tengah perkembangan global yang fluktuatif serta ancaman krisis multisektor, post pandemi Covid-19, perubahan iklim, geopolitik kawasan, ancaman inflasi komoditas pangan dunia perlu menyiapkan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.
    • Penjelasan Pemerintah terkait Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja dengan segala parameter yang disampaikan dapat dipahami bahwa memang perpu ini dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum dan mendesak, namun dalam hal pemenuhan meaningfull participation yang telah dilakukan oleh pemerintah hal pada sektoral saja, padahal pihak paling terdampak kebijakan Cipta Kerja ini adalah Masyarakat Daerah dan Pemerintah Daerah, jika masih dimungkinkan DPD berpandangan pemerintah dapat melibatkan daerah dan memberikan kesempatan untuk pemenuhan partisipasi yang bermakna.
    • Setelah mengamati perjalanan UU 11/2020 hingga akhirnya terbitnya Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja, materi muatan pengaturan, ada 4 bidang yakni ketenagakerjaan; sertifikasi halal; perpajakan; dan pengelolaan Sumber Daya Alam; kami berpandangan pemerintah hendaknya mengkaji kembali pengaturannya, agar paket kebijakan tidak hanya menguntungkan pelaku usaha menengah atas, tetapi penting masyarakat sebagai konsumen perlu dipikirkan daya beli terhadap kebutuhan pangannya.
    • Berkenaan dengan beberapa pandangan kami tersebut, DPD berpandangan: "Atas nama kepentingan Masyarakat Daerah dan Pemerintah Daerah serta memperhatikan prinsip-prinsip konstitusional di dalam UUD NRI 1945, maka DPD berpendapat bahwa Perppu 2/2022 sebaiknya tidak perlu untuk disetujui menjadi UU.



Menteri Perekonomian
  • Dalam keterangan Presiden dalam penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU sebelumnya, bahwa Perppu ini merupakan pelaksanaan konstitusi dan atas kewenangan atributif Presiden berdasarkan Pasal 22 UUD 1945. Pelaksanaan kewenangan dibatasi oleh konstitusi di mana Perppu harus diajukan ke DPR-RI untuk mendapatkan persetujuan, dengan demikian subjektivitas Presiden dalam penetapan Perppu dinilai secara objektif oleh DPR-RI untuk dapat ditetapkan menjadi UU.
  • Untuk itu, pemerintah menjelaskan latar belakang dari pelaksanaan putusan MK Nomor 91/PUU/XVIII/2020 serta upaya pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan dinamika perekonomian global yang berdampak signifikan terhadap perekonomian dan penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia dan dari penjelasan para pakar, ini juga upaya pencegahan yang dilakukan sebelum krisis jauh lebih baik daripada upaya yang diambil setelah krisis.
  • Upaya pemerintah menetapkan Perppu Cipta Kerja juga diikuti dengan kebijakan lain di sektor moneter seperti UU tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan dan Pengaturan Devisa Ekspor, kemudian tentu ini mengantisipasi penurunan ekonomi global.
  • Kepastian hukum mengakibatkan ketidakpastian hukum dari keputusan MK tentang UU Cipta Kerja yang dikatakan inkonstitusional namun berlaku paling lambat 2 tahun dan dengan kepastian Perppu Cipta Kerja yang diharapkan dapat disetujui dalam rapat pada sore hari ini, maka pemanfaatan yang diterima oleh masyarakat UMKM, pelaku usaha dan pekerja dapat diteruskan.
  • Kepastian hukum tentu terhadap berbagai kelembagaan yang dibentuk antara lain LPI beberapa project, termasuk PSN dan utamanya tentu kegiatan usaha menengah kecil dan mikro kecil melalui NIB maupun PT perseorangan.
  • Dengan putusan MK yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja dapat disampaikan kembali bahwa pemerintah bersama DPR telah melaksanakan putusan dengan sebaik-baiknya yaitu telah diaturnya Omnibus Law dan tentunya beberapa hal yang telah dilaksanakan atas kejelasan tujuan, peningkatan partisipasi bermakna mencakup tiga komponen yaitu: hak didengarkan pendapat, hak dipertimbangkan pendapatnya, dan jawaban atas pendapat yang diberikan. Dapat kami laporkan bahwa K/L telah melakukan sosialisasi sebanyak 610 kali, konsultasi publik oleh Satgas Sosialisasi Ciptaker sebesar 29 kali. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah terus menerus melakukan sosialisasi, edukasi, konsultasi, bimbingan teknis bahkan pendampingan yang diperlukan dalam implementasi UU tersebut.
  • Dari peningkatan partisipasi bermakna, pemerintah mendapat masukan dan tanggapan dari berbagai pihak antara lain: Al hidayah, sektor percepatan pelaksanaan produk halal dan juga sertifikasi halal; memperhatikan jumlah UMKM; dan harmonisasi dari perundang-undangan baik itu perpajakan, HKPD dan sektor pengairan. Pemerintah telah mendengarkan penjelasan Fraksi-fraksi dan mengapresiasi baik fraksi yang mendukung menyetujui maupun yang tidak menyetujui yaitu Demokrat dan PKS dan tentunya semua catatan itu selalu menjadi masukan bagi pemerintah karena dari sini nanti akan ada UU turunan daripada UU Cipta kerja ini.
  • Dengan dinamika yang ada, izinkan juga kami memberikan apresiasi kepada Pimpinan dan para anggota Panja yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kementerian Perekonomian juga apresiasi kepada Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian PUPR, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Sekretaris Kabinet yang telah memberikan dukungan dan perhatian atas terselesaikan pembahasan RUU ini.


Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan