Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan terhadap Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan (Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Tim Ahli Baleg DPR-RI

Tanggal Rapat: 12 Jan 2023, Ditulis Tanggal: 20 Jan 2023,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Ahli Badan Legislasi DPR-RI

Pada 12 Januari 2022 Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI melaksanakan Rapat Pleno dengan Tim Ahli Baleg DPR-RI mengenai Penjelasan terhadap Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan (Omnibus Law) . Rapat dipimpin dan dibuka oleh M. Nurdin dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) dapil Jawa Barat 10 pada pukul 13.28 WIB. (Ilustrasi: Jejak Parlemen)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Ahli Badan Legislasi DPR-RI
  • Di dalam konsideran menimbang, TA Baleg sudah perbaiki baik itu landasan filosofis maupun sosiologisnya dengan mengacu kepada Pasal 28h Ayat 1 dan kemudian pembangunan kesehatan masyarakat itu didasarkan pada pilar paradigma sehat, pelayanan kesehatan, dan jaminan kesehatan nasional utk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya berdasarkan prinsip kesejahteraan, pemerataan, non diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, mengurangi kesenjangan, memperkuat layanan bermutu, meningkatkan ketahanan, menjamin kehidupan yang sehat serta memajukan kesejahteraan seluruh warga negara dan daya saing bangsa bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional. Perbaikan ini kita sesuaikan dengan Indeks Pembangunan Manusia dan juga yang menjadi kebijakan di dalam SDGs.
  • Di Ketentuan Umum yang mendasar adalah berkaitan dengan pembagian tenaga medis dan tenaga kesehatan. Di dalam RUU ini kita mengikuti Putusan MK Nomor 82 yang secara tegas membedakan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan itu menjadi dua SDM yang sama-sama memiliki peran penting di dalam penyelenggaraan kesehatan. Hal itu akan dinormakan di dlm norma-norma yang ada di dalam pengaturan terkait penyelenggaraan kesehatan di Fasilitas Kesehatan maupun yang lain-lainnya.
  • Di Ketentuan angka 3 terkait dengan pelayanan kesehatan, sesuai dengan masukan rapat sebelumnya bahwa arah pembangunan kesehatan itu diarahkan kepada bagaimana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif. Semuanya menjadi penekanan yang nanti akan masuk di Batang Tubuh norma pengaturannya di dalam draft RUU ini.
  • Berkaitan dengan pengamanan zat adiktif, di Pasal 154 kita sudah menambahkan bahwa selain pengaturan mengenai hasil tembakau yang berupa sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan tembakau padat serta cair yang digunakan untuk rokok elektrik.
  • Hasil pengolahan zat adiktif lainnya yang berwujud padat, cair, atau wujud lainnya yang tidak mengandung hasil tembakau. Jadi, ada perimbangan pengaturan tidak hanya semata-mata yang berkaitan dengan hasil tembakau, tetapi juga zat adiktif lainnya yang berupa vape dan lain sebagainya itu.
  • Pasal 161 terkait dengan Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes). Di dalam RUU ini, rumusannya masih mengacu kepada Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yaitu bahwa Fasyankes meliputi fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut, dan fasilitas pelayanan kesehatan penunjang.
  • Di dalam Perppu 2 Tahun 2022 itu substansinya tidak ada perubahan seperti di dalam draft yang yang awal. Kemudian, penambahannya itu adalah pada fasilitas pelayanan kesehatan yang bersifat statis dan bergerak.
  • Di Pasal 177 berkaitan dengan Rumah Sakit Pendidikan sebagai institusi di luar universitas di luar kampus yang menyelenggarakan pendidikan profesi dan spesialis.
  • Di Pasal 180 diatur bahwa Rumah Sakit Pendidikan itu terdiri atas dua, pertama Rumah Sakit yang bekerja sama dengan institusi pendidikan di bidang kesehatan dalam menyelenggarakan pendidikan profesi serta profesi spesialis dan sub spesialis. Lalu, yang kedua adalah rumah sakit yang secara mandiri menyelenggarakan pendidikan profesi spesialis dan sub spesialis.
  • Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dibentuk jejaring Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Pendidikan akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
  • Berkaitan dengan perubahan yang ada di dalam UU Sisdiknas, ada penyesuaian beberapa pasal terutama berkaitan dengan norma yang mengatur bahwa di luar perguruan tinggi dimungkinkan program profesi diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pendidikan profesi tertentu dan penyelenggaranya bisa selain perguruan tinggi. Hal itu untuk menyelaraskan dengan rumusan di Pasal 180 RUU ini. Demikian halnya, di halaman 105 itu ditegaskan di Pasal 25 ayat 2a, selain diselenggarakan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada Ayat 2, penyelenggaraan program spesialis dapat diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pendidikan profesi tertentu dan dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian dan/atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan.
  • Terkait dengan pengaturan mengenai tenaga kesehatan dan tenaga medis warga negara asing lulusan luar negeri yang bekerja di Indonesia diatur di paragraf 5 di Pasal 224 halaman 117.
  • Yang mendasar adalah ketentuan di Pasal 227 di halaman 119 Ayat 1 huruf b bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri;
    • Praktik sebagai spesialis atau sub spesialis paling sedikit 5 tahun di luar negeri; atau 2) merupakan ahli dalam satu bidang unggulan tertentu dalam pelayanan kesehatan yang dibuktikan dengan sertifikasi kompetensi dan telah praktik paling sedikit 5 tahun di luar negeri yang akan didayagunakan di Indonesia dilakukan evaluasi kompetensi melalui penilaian portofolio. Di Ayat 2-nya, lulusan dari perguruan tinggi atau institusi pendidikan tertentu di luar negeri telah melakukan praktik paling sedikit 5 tahun di luar negeri atau merupakan ahli sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dibuktikan dengan surat keterangan/dokumen lain yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang di negara yang bersangkutan.
  • Ketentuan yang lain juga diatur di Pasal 230, yaitu berkaitan dengan bagaimana tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia ditentukan dalam rangka investasi atau non investasi dengan beberapa ketentuan yaitu berdasarkan permintaan penggunaan kemudian dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan dan untuk jangka waktu 3 tahun dan bisa diperpanjang kemudian dengan persyaratan tertentu.
  • Di Pasal 231 ditegaskan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia harus memiliki STR Sementara dan SIP yang berlaku 3 tahun.
  • Berkaitan dengan registrasi di bagian keenam di halaman 123 bahwa setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik keprofesian wajib memiliki STR.
  • STR diterbitkan oleh konsil masing-masing kelompok tenaga medis dan tenaga kesehatan setelah memenuhi persyaratan. Di Ayat 5, STR berlaku selama 5 tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 tahun.
  • Terkait dengan SIP di halaman 125 di Pasal 242, untuk jenis tenaga medis dan tenaga kesehatan tertentu dalam menjalankan praktik keprofesian wajib memiliki izin. Izin diberikan dalam bentuk SIP.
  • SIP diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tempat tenaga medis atau tenaga kesehatan menjalankan praktiknya.
  • Dalam keadaan tertentu untuk percepatan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan, SIP sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 dapat diterbitkan oleh Menteri.
  • Di Pasal 243 di halaman 126 tentang masa berlaku SIP, yaitu 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
  • Terkait Pasal 247 yang mengatur mengenai Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) dimana KKI dan KTKI ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.
  • Berkaitan dengan organisasi profesi, di halaman 154 di Pasal 37 dinyatakan bahwa setiap jenis tenaga medis dan tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi.
  • Ketentuan mengenai pembentukan organisasi profesi dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Di Pasal 308 diatur mengenai kolegium, di mana kewenangan dan struktur kepengurusannya yang merupakan perwakilan dari masing-masing organisasi profesi.
  • Berkaitan dengan materi perubahan yang ada di dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, di halaman 201 di Pasal 416 ditekankan bahwa setiap peserta wajib membayar iuran yang besarannya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau pendapatan rumah tangga seseorang.
  • Ketentuan di Ayat 4-nya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib membayar iuran bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
  • Ayat 5-nya, Pemerintah Daerah membayar penambahan jumlah peserta PBI di luar yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat sesuai kemampuan keuangan daerah.
  • Ketentuan di Pasal 22 dalam rangka mengendalikan moral hazard dari sisi peserta, peserta dikenakan urun biaya. Ayat 2, urun biaya sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dapat dilakukan dengan cara mewajibkan peserta membayar sejumlah uang pada saat setiap kali kunjungan rawat jalan atau mendapatkan pelayanan rawat inap. Urun biaya sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dikecualikan bagi peserta PBI.
  • Di halaman 205 Pasal 417 diatur mengenai perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jadi, ada penyesuaian dengan perubahan yang ada di UU SDSN terutama di ketentuan Pasal 15 bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Ayat 2, dalam hal pemberi kerja tidak melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, bekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta atas tanggungan pemberi kerja. Ayat 3 pemberi kerja dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 wajib memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
  • Di Bab 17 tentang Penyidikan terutama di Pasal 435 diatur bahwa selain penyidik kepolisian ada PPNS yang menyelenggarakan urusan penyidikan dilekatkan kepada Kemenkes. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh penyelenggaraan kesehatan bisa dilaksanakan dengan baik dan segala hal yang menyimpang bisa diawasi oleh para penyidik PPNS, tetapi koordinasi dan pembinaannya semua tetap mengacu kepada ketentuan yang ada di penyidikan kepolisian.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan