Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pembahasan Hasil Tim Perumus (Timus) / Tim Sinkronisasi (Timsin) RUU tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR-RI, dan DPD-RI

Tanggal Rapat: 3 Oct 2020, Ditulis Tanggal: 7 Oct 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI

Pada 03 Oktober 2020, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Panja dengan Tim Pemerintah, Tenaga Ahli Baleg DPR-RI, dan DPD-RI mengenai Pembahasan Hasil Tim Perumus/Tim Sinkronisasi RUU tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Rapat Panja ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Sulawesi Tengah pada pukul 14:50 WIB. (ilustrasi: dpr.go.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI

Berdasarkan hasil Timus/Timsin terdapat beberapa poin yang perlu dibahas dalam Rapat Panja.

  • Bab III Pasal 17 (Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Terkait dengan Pasal 34A ayat (2) diusulkan ayat baru sebagai berikut:
    • Pasal 34A
      • (1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) huruf d, dan Pasal 26 ayat (6) huruf d belum dimuat dalam rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan.
      • (2) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari Pemerintah Pusat. 
  • Bab III Pasal 22 (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 24 ayat (3) sebagai berikut:
      • Pasal 24
        • (1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk usaha atau kegiatan.
        • (2) Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
        • (3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat dalam melakukan Uji Kelayakan. Usulan rumusan : “Pemerintah Pusat wajib menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat dalam melakukan Uji Kelayakan”.
        • (4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya menetapkan Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan uji kelayakan lingkungan.
        • (5) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha.
        • (6) Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh instansi Pemerintah, keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar pelaksanaan kegiatan.
        • (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    • Disetujui Timus untuk diputuskan Panja ketentuan Pasal 35 sebagaimana di bawah ini:
      • Pasal 35
        • (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha (NIB).
        • (2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori berisiko rendah.
        • (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 97A reposisi menjadi Pasal 82A
      • Pasal 97A
        Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (4), atau Persetujuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
  • Bab III Pasal 37 (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
    • Disetujui Timus untuk diputuskan di Panja dengan usulan rumusan Pasal 50 sebagaimana di bawah ini:
      • Pasal 50
        • (1) Setiap orang yang diberikan Perizinan Berusaha di kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
        • (2) Setiap orang dilarang :
          • mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
          • membakar hutan;
          • memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang;
          • menyimpan hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
          • menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
          • membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
          • mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang.
        • Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan/atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    • Disetujui Timus untuk diputuskan di Panja dengan usulan rumusan Pasal 50A sebagaimana di bawah terkait pengecualian sanksi administratif:
      • Pasal 50A
        • (1) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e dilakukan oleh orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikenai Sanksi Administratif.
        • (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan terhadap:
          • orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus terdaftar dalam kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau
          • orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial atau sanksi adat.
        • Catatan: Ditambah penjelasan terkait kelompok-kelompok yang tinggal di dalam Kawasan hutan dan ditambah definisi mengenai hutan konservasi.
    • Disetujui Timus untuk diputuskan di Panja dengan usulan rumusan Pasal 78 sebagai berikut:
      • Pasal 78
        • (1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
        • (2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
        • (3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
        • (4) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
        • (5) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
        • (6) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
        • (7) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
        • (8) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
        • (9) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
        • (10)  Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
        • (11)  Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) apabila dilakukan oleh dan/atau atas nama korporasi, selain pengenaan sanksi pidana terhadap pengurusnya juga dikenakan terhadap korporasi dengan pemberatan sepertiga dari denda pidana pokok.
        • (12)  Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan/atau alat- alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
  • Bab III Pasal 38 (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan)
    • Disetujui Timus Pasal 110A, Pasal 110B untuk dibawa ke Panja dengan catatan diberi rumusan Penjelasan mengenai simulasi perhitungan denda.
      • Pasal 110A
        • (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki perizinan di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya Undang- Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini berlaku.
        • (2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang ini tidak menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif, berupa:
          • penghentian sementara kegiatan usaha;
          • pembayaran denda administratif; dan/atau
          • pencabutan izin.
        • (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      • Penjelasan Pasal 110A ayat (3) menjadi penjelasan Pasal 110B: Besaran denda ditentukan berdasarkan:
        • luasan kawasan hutan yang dikuasai;
        • jangka waktunya dihitung sejak mulai panen;
        • persentase dari keuntungan yang diperoleh setiap tahun;
        • untuk dirumuskan sebagai contoh di penjelasan untuk denda di perkebunan sawit akibat keterlanjuran sebesar minimal Rp5.000.000 dan maksimal Rp15.000.000
        • ditambahkan rumusan norma untuk lahan masyarakat keterlanjuran sebagai affirmative action (mekanisme pemberian haknya dapat diatur dalam PP Perhutanan Sosial, rakyat maksimal 5Ha).
      • Pasal 110B
        • (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, berupa:
          • penghentian sementara kegiatan usaha;
          • denda; dan/atau
          • paksaan pemerintah;
        • (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    • Disetujui Timus Pasal 110C untuk dihapus dan dibawa ke Panja
      • Pasal 110C
        • Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c, Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan tanpa Perizinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang- Undang tentang Cipta Kerja, dikenai sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 83, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dan dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
  • Bab III Pasal 41 (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi)
    • Usulan rumusan baru dari Fraksi Partai Golkar Pasal 46 ayat (5) untuk dibawa ke Panja terkait penetapan tarif pengangkutan gas bumi, dengan rumusan sebagai berikut: “Badan Pengatur dalam pengaturan dan penetapan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib mendapatkan persetujuan Menteri.”
  • Bab III Pasal 42 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan)
    • Disetujui Timus Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), dihapus dan reformulasi penyesuaian ayat (4) dan rujukan pasal untuk dibawa ke Panja. 
      • Pasal 34
        • (1) Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
        • (2) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik.
        • (3) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha.
    • Disetujui dihapus untuk dibawa ke Panja Pasal 54 ayat (2), sehinggarumusannya hanya menjadi 2 (dua) ayat, yakni:
      • Pasal 54
        • (1)  Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) yang mengakibatkan timbulnya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
        • (2)  Dalam hal instalasi listrik rumah tangga masyarakat dioperasikan tanpa sertifikat laik operasi, dampak yang timbul akibat ketiadaan sertifikat laik operasi menjadi tanggung jawab penyedia tenaga listrik.
  • Bab III Pasal 49 (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal)
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait penambahan ayat pada Pasal 31 ayat (3a) 
      • Pasal 31
        • (1) Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan oleh Auditor Halal paling lama 15 (lima belas) hari kerja.
        • (2) Pemeriksaan terhadap Produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi.
        • (3) Dalam hal pemeriksaan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat Bahan yang diragukan kehalalannya, dapat dilakukan pengujian di laboratorium.
        • (3a) Dalam hal pemeriksaan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan perpanjangan waktu kepada BPJPH.
        • (4) Dalam pelaksanaan pemeriksaan di lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha wajib memberikan informasi kepada Auditor Halal.
        • (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      • Catatan: Ayat (3a) sebagai konsekuensi logis dari dicabutnya Pasal 34A dan Pasal 35A ayat (2) dan itambah penjelasan untuk MUI di Aceh dan LPH bersifat mandiri.
    • Disetujui Timus untuk untuk dibawa ke Panja terkait penambahan norma baru pada Pasal 53 ayat (2) sebagai implementasi Pasal 4A.
      • (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
        • melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai JPH;
        • pendampingan dalam proses produk halal;
        • publikasi bahwa produk berada dalam proses pendampingan;
        • pemasaran dalam jejaring ormas islam berbadan hukum; dan
        • pengawasan Produk Halal yang beredar.
  • Bab III Pasal 52 (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman)
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait dengan rumusan Pasal 55
      • Pasal 55
        • (1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan Pemerintah atau Pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam hal:
          • pewarisan; atau
          • penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun.
        • (2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bidang perumahan dan permukiman.
        • (3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah atau Pemerintah Daerah berwenang mengambil alih kepemilikan rumah tersebut.
        • (4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kembali kepada MBR.
        • (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penujukkan dan pembentukan lembaga, kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah MBR diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      • Catatan: Tambahan penjelasan untuk kondisi darurat, force majeure.
  • Bab III Pasal 53 (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun)
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 16
      • Pasal 16 
        • (1) Pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
        • (2) Pelaku pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.
        • (3) Dalam hal pembangunan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dalam 1 (satu) lokasi kawasan rumah susun komersial pembangunan rumah susun umum dapat dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota yang sama.
        • (4) Kewajiban menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonversi dalam bentuk dana untuk pembangunan rumah susun umum.
        • (5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
        • (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban menyediakan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 54
      • Pasal 54
        • (1) Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari pemerintah hanya dapat dimiliki atau disewa oleh MBR.
        • (2) Setiap orang yang memiliki sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal:
          • pewarisan; atau
          • perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
        • (3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat dilakukan oleh Badan Pelaksana.
        • (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dan kriteria dan tata cara pemberian kemudahan kepemilikan sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja usulan rumusan Pasal 67
      • Pasal 67
        • (1) Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, PPPSRS dapat bekerja sama dengan pelaku pembangunan rumah susun.
        • (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang berdasarkan prinsip kesetaraan.
        • (3) Pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun umum dan rumah susun khusus dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.
    • Tambahan Badan Pelaksana, Badan Pengawas di KU Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja sebagaimana rumusan Pasal 72 :
      • Pasal 72
        • (1) Untuk mewujudkan rumah susun yang layak dan terjangkau bagi MBR, Pemerintah membentuk Badan Pelaksana.
        • (2) Penugasan atau membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk :
          • mempercepat penyediaan rumah susun khusus terutama di perkotaan;
          • menjamin bahwa rumah susun umum hanya dimiliki dan dihuni oleh MBR;
          • menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun umum;
          • melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah susun umum dan rumah susun khusus.
        • (3) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi pelaksanaan pembangunan, pengalihan kepemilikan, dan distribusi rumah susun umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi dan terintegrasi.
        • (4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Pelaksana bertugas:
          • melaksanakan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus;
          • menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor termasuk dalam penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
          • melaksanakan peningkatan rumah susun umum dan rumah susun khusus;
          • melaksanakan penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus;
          • memfasilitasi penghunian, pengalihan, pemanfaatan, serta pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun khusus;
          • melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan terhadap calon pemilik dan/atau penghuni rumah susun umum dan rumah susun khusus; dan
          • melakukan pengembangan dan kerjasama di bidang rumah susun dengan berbagai instansi di dalam atau di luar negeri.
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 113, jika tidak ada kejelasan rumusan sanksi administratifnya maka akan dihapus
      • Pasal 113
        • Setiap orang yang:
          • mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau
          • mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun;
          • sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 menimbulkan korban terhadap manusia atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
  • Bab III Pasal 54 (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi)
    • Disetujui Timus hasil reformulasi Pasal 19 ayat (4) untuk dibawa ke Panja
      • Pasal 19
        • (1) Sebagian tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 dalam mengelola Sumber Daya Air yang meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada Pengelola Sumber Daya Air.
        • (2) Pengelola Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa unit pelaksana teknis kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air.
        • (3) Sebagian tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk:
          • menetapkan kebijakan;
          • menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;
          • menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;
          • menetapkan kawasan lindung Sumber Air;
          • menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan; Penjelasan huruf e: Perizinan Berusaha diberikan untuk kegiatan yang bersifat komersil, sedangkan Persetujuan diberikan untuk kegiatan yang bersifat non komersil.
          • membentuk wadah koordinasi;
          • menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
          • membentuk Pengelola Sumber Daya Air; dan
          • menetapkan nilai satuan BJPSDA.
        • (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Bab III Penyederhanaan Perizinan (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Moda)l;
    • Penjelasan Pasal 12 ayat (1)
      • Pasal 12 ayat (1)
        • Pelaksanaan kegiatan penanaman modal didasarkan atas kepentingan nasional yang mencakup antara lain perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. Kepentingan nasional tersebut dapat mencakup perlindungan atas kegiatan usaha yang dapat membahayakan kesehatan (seperti obat, minuman keras mengandung alkohol), pemberdayaan petani, nelayan, petambak ikan dan garam, usaha mikro dan kecil dengan pengaturan dan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah, namun tetap memperhatikan aspek peningkatan ekosistem penanaman modal.
      • Draft Penjelasan:
        • Daftar Prioritas Investasi isinya:
          • Bidang Usaha Prioritas yang diberikan fasilitas fiskal;
          • Bidang Usaha yang diberi kemudahan sifatnya non fiskal antara lain persyaratan perizinan, penyediaan bahan baku, lokasi dan lain-lain;
          • Bidang usaha bagi UMKM dan kemitraan;
          • Bidang usaha tertutup bagi Penanaman Modal; dan
          • Bidang usaha terbuka dengan persyaratan tertentu.
  • Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 83 (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
    • Materi muatan Bab IV terkait dengan alih daya, PKWT, dan syarat PHK disetujui kembali ke undang-undang existing.
    • Usulan baru Pemerintah terkait perhitungan pesangon: (total 25x)
      • Kewajiban Pemberi Kerja 19x
      • JKP 6x
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 13 ayat (1) huruf c 
      • Pasal 13
        • (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh :
          • lembaga pelatihan kerja pemerintah;
          • lembaga pelatihan kerja swasta; atau
          • lembaga pelatihan kerja perusahaan.
        • (2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
        • (3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.
        • (4) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan lembaga pelatihan kerja perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait dengan ketentuan Pasal 66
      • Pasal 66
        • (1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
        • (2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
        • (3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
        • (4)  Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
        • (5) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
        • (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      • Catatan : Pasal 66 perubahan redaksional dan penambahan 2 ayat baru yaitu ayat (3) dan (5).
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Pasal 88D ayat (3) didrop dan ayat (4) menjadi ayat (3)
      • Pasal 88D
        • (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum.
        • (2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
        • (3) Formula dan variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau oleh Pemerintah.
        • (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Bab IV Pasal 85 (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
    • Disetujui Timus usulan baru Pasal 42 untuk dibawa ke Panja
      • Pasal 42
        • (1) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
        • (2) Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ditetapkan paling sedikit Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  • Bab V (UMKM yang menjelaskan alokasi UMK bukan hanya di jalan tol tetapi juga sarana publik lainnya seperti bandara, dan lain-lain).
    • Ayat (1)
      • Dalam rangka pemberdayaan usaha mikro dan kecil, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau Badan Usaha Swasta wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha, dan pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik yang mencakup:
        • terminal;
        • bandar udara;
        • pelabuhan;
        • stasiun kereta api;
        • tempat istirahat dan pelayanan jalan tol; dan
        • infrastruktur publik lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
    • Ayat (2)
      • Alokasi penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas tempat perbelanjaan dan/atau promosi yang strategis pada infrastruktur publik yang bersangkutan.
  • Bab VIII Pengadaan Lahan
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait Judul Bab VIII semula Pengadaan Lahan menjadi Pengadaan Tanah
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja terkait rumusan Pasal 140C
      • Pasal 140C:
        • 7 orang Dewan Pengawas yang terdiri atas 4 orang unsur profesional dan 3 (tiga) orang dipilih oleh Pemerintah
        • 4 (empat) orang yang berasal dari unsur profesional proses seleksi dilakukan oleh Pemerintah untuk kemudian disampaikan ke DPR untuk dipilih dan disetujui.
        • Jumlah kandidat yang diajukan ke DPR minimal 2x jumlah kandidat
    • Pasal 140D ayat (4) Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja Pasal 140D
      • (1) Badan Pelaksana terdiri dari Kepala dan Deputi.
      • (2) Jumlah Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Komite.
      • (3) Kepala dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Komite.
      • (4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh Dewan Pengawas.
  • Bab IX Kawasan Ekonomi Pasal 143 (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus)
    • Disetujui Timus untuk dibawa ke Panja rumusan Pasal 3 ayat (4)
      • Pasal 3
        • (1) Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
          • produksi dan pengolahan;
          • logistik dan distribusi;
          • pengembangan teknologi;
          • pariwisata;
          • pendidikan;
          • kesehatan;
          • energi; dan/atau
          • ekonomi lain.
        • (2) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h ditetapkan oleh Dewan Nasional.
        • (3) Pelaksanaan Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan zonasi di KEK.
        • (4) Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e hanya dapat dilakukan pada KEK yang diusulkan Pemerintah Pusat atau badan usaha milik negara.
      • Usulan Rumusan:
        • Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e hanya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat.
        • (5) Pelaksanaan kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
        • (6) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
        • (7) Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan