Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan — Badan Legislasi DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kejaksaan Agung, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN)

Tanggal Rapat: 26 Sep 2018, Ditulis Tanggal: 20 Jul 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)

Pada 26 September 2018, Badan Legislasi DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kejaksaan Agung, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN) mengenai Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Sulawesi Tengah pada pukul 13:29 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi : liputan6.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Kejaksaan Agung
  • Di Amerika, penyadapan diajukan oleh Jaksa Agung ke pengadilan khusus
  • Prinsip kerahasiaan perlu dimasukkan dalam asas penyadapan
  • Perlu perluasan fungsi penyadapan
    • Pelaksanaan penyadapan dalam Pasal 7 di tahap penyelidikan dan penyidikan. Perlu perluasan seperti penuntutan dan pelaksaan eksekusi.
  • Perlu penambahan frasa ‘tindak pidana’ pada Pasal 7
    • Dalam Pasal 7 hanya disebut tindak pidana korupsi, yang lain seperti psikotropika tidak disematkan kata tindak pidana.
  • Perubahan frasa ‘pencucian/pemalsuan uang’
    • Pencucian dan pemalsuan uang diatur dalam 2 UU yang berbeda, menggandengkan dalam 1 frasa tidak tepat.  
  • Pasal 14 perlu dirumuskan dokumen retensi dan penetapan hakim penyadapan
  • Perlu kewajiban penyelenggaraan sistem elektronik untuk melaporkan apabila penyadapan tidak terlaksana
  • Perlu menjamin mekanisme perizinan yang penuh kerahasiaan
  • Diperlukan administrasi secara khusus

Badan Narkotika Nasional (BNN)
  • Di dalam Draft UU Penyadapan dalam rangka keamanan negara, isinya antara penyadapan dalam rangka keamanan negara digabungkan dengan penegakan hukum, artinya dari aspek subyeknya saja berbeda apalagi predikatnya, artinya BIN dengan fasilitatornya (Baintelkam, Polri, BAIS, Intelijen TNI AD/AL/AU dan KL lainnya yang mengemban fungsi intelijen keamanan) boleh mengatur penyadapan dalam UU ini.
    • Akan tetapi bila masuk dalam ranah penegakan hukum/tindak pidana, maka prosesnya adalah melalui serangkaian hal ikwal penyelidikannya/penyidikannya (secara umum) dan UU (secara khusus) yang menjadi “Lex Specialis derogat leg Generalis” seperti contoh UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dan UU tentang ITE.
  • Catatan filosofis, sosiologis, dan yuridis terhadap RUU tentang Penyadapan
    • Badan Narkotika Nasional selaku lembaga pemerintah non-kementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden diberikan amanat sesuai dengan UU No.35/2009 tentang Narkotika untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
    • Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional dalam melakukan fungsi pemberantasan, adalah melakukan penyadapan sesuai dengan yang diatur oleh UU No.35/2009 tentang Narkotika
      • Pasal 75 huruf i menyebutkan “Penyidik BNN berwenang melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup”
      • Pasal 77 ayat (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik
      • Pasal 77 ayat (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan
      • Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
      • Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
      • Dalam keadaan mendesak dan penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu
      • Dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    • Pada penjelasan Pasal 75 huruf i UU No.35/2009 tentang Narkotika juga disebutkan “Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dalam mengembangkan jaringannya baik nasional maupun internasional karena perkembangan teknologi berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku kriminal yang sangat menguntungkan mereka”.
    • Penyidik BNN melakukan hal tersebut untuk melumpuhkan/memberantas jaringan/sindikat Narkotika dan Prekursor Narkotika maka sistem komunikasi/telekomunikasi mereka harus bisa ditembus oleh penyidik, termasuk melacak keberadaan jaringan tersebut.
    • Sehingga kewenangan mandiri yang dimiliki oleh penyidik BNN dalam melakukan penyadapan sangat diperlukan untuk menangani tindak pidana narkotika guna melacak dan mengungkapkan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, hal ini dikarenakan modus operandi yang digunakan sangat canggih dan bersifat dinamis.
    • Apabila kewenangan mandiri tersebut melibatkan pihak-pihak yang lebih luas, maka aspek teknik penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik BNN untuk melakukan upaya luar biasa untuk menembus jaringan/sindikat narkotika akan mudah diketahui, hal ini dikarenakan sifat dari kejahatan tindak pidana narkotika yang sangat terorganisasi dan memiliki jaringan yang sangat luas.
    • Hal ini terlihat dari jumlah peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang berkembang di Indonesia dengan melibatkan semua unsur “oknum” yang ada di lingkungan Penegak hukum, Pemerintah, Legislatif, Yudikatif, Swasta, LSM dan masyarakat luas.
    • Bahwa Badan Narkotika Nasional sangat mendukung dan menyambut baik dengan adanya RUU tentang Penyadapan yang digagas ini, pengaturannya harus memberikan kepastian hukum, perlindungan hak asasi manusia dan kepentingan penegakan hukum.
    • Hal yang perlu dioptimalkan adalah konsep audit terhadap pelaksanaan penyadapan yang dilakukan oleh penegak hukum, sehingga hal ini dapat dikontrol. BNN selalu mengedepankan hal tersebut untuk menjamin kerahasiaan dari pelaksanaan penyadapan yang dilakukan.
    • Dalam RUU ini tetap harus juga dibunyikan pengecualian terhadap tindak-tindak pidana tertentu atau kondisi tertentu, terkhusus tindak pidana narkotika yang dalam penanganannya juga membutuhkan cara khusus sehingga cita-cita pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di Indonesia dapat terwujud.
    • Apabila akan disatukan tentang penyadapan dalam satu UU, maka harus terpenuhi hal-hal sebagai berikut:
      • Tugas pokok, fungsi dan peran serta penggunaan wewenang harus dijelaskan terlebih dahulu dalam satu pasal/beberapa pasal
      • Dijelaskan tentang proses penyelidikan/penyidikan sebagaimana dalam KUHAP dalam satu pasal/beberapa pasal
      • Penyadapan dalam penegakan hukum adalah suatu rangkaian tindakan penyidik/penyidik yang dipertanggung jawabkan sesuai prosedur hukum (langkah-langkah penyelidik/penyidik), maka proses ijin, persetujuan dari hal ikhwalnya sesuai KUHAP dan UU terkaitnya.
  • Saran Alternatif
    • Seyogyanya penyadapan dalam ragka penegakan hukum tindak pidana narkotika dikeluarkan dari Draft RUU tentang Penyadapan mengingat tidak sama domainnya penyadapan untuk kepentikan keamanan negara dengan penegakan hukum atau
    • Apabila dikodifikasikan dalam satu UU tentang penyadapan guna keamanan negara dan penegakan hukum maka harus dibedakan mana domain penyadapan untuk keamanan negara dan penyadapan untuk penegakan hukum yang disesuaikan dengan KUHAP, UU yang domain dalam wewenang penegakan hukum dan UU terkait.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
  • Pasal 6 disebutkan bahwa penyadapan dilakukan oleh aparatur intilijen negara, seolah-olah hanya boleh dilakukan oleh BIN (Badan Intelijen Negara)
  • Bab 3 Ketentuan Umum mohon ditambahkan pengumpulan informasi penyadapan di ruang siber
  • Bab 3 bagian 2 tentang Persyaratan penyadapan, agar ditambahkan poin spesifikasi alat komunikasi target penyadapan

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan