Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan

Tanggal Rapat: 30 Jun 2022, Ditulis Tanggal: 22 Jul 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan

Pada 30 Juni 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Ach. Baidowi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dapil Jawa Timur 11 pada pukul 13.21 WIB. (Ilustrasi: tirto.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan

Pemerintah Kota Bekasi:

  • Terkait UU No. 18 tahun 2008 ini sudah diimplementasikan di sesuai perintah yaitu sesuai dengan perintah walikota no. 13 tahun 2021 tentang kedudukan, tata kerja pada lingkungan hidup maka ini sudah menjadi kewajiban bersama serta pengurangan kantong plastik sekali pakai di wilayah umum, selanjutnya kami mempunyai satu bank sampah induk dan 237 bank sampah unit aktif. Pengumpulan dan pengangkutan sampah telah dilakukan pada UPTD kebersihan Dinas LHK di Kota Bekasi yang tersebar di 12 Kecamatan, satu jalur protokol dan satu jalur container.
  • Untuk peraturan ini tentang Peraturan Walikota Bekasi pada sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga. Persoalan dalam rumusan norma dan UU Pengelolaan Sampah di daerah kami yaitu masih banyak titik sampah liar yang belum tertangani secara maksimal, kesadaran masyarakat ini perlu ditingkatkan, kurangnya SDM dalam pengelolaan sampah masih perlu ditingkatkan sehingga tidak dapat menampung volume tingginya sampah oleh 2,5 juta masyarakat Kota Bekasi dengan lokasinya bersebelahan dengan Bantar Gebang DKI Jakarta.
  • Upaya Pemda ini memanfaatkan zona pembuangan dengan efektif tentang upaya Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan sampah yaitu dengan memaksimalkan pemanfaatan zona buang di TPA dengan melakukan perapihan secara intensif, dokumen studi kelayakan pengelolaan sampah energi listrik (PSEL) sudah dinilai BPPT dan BRIN ini dinyatakan layak, proses peraturan pemilihan mitra kerjasama PSEL masih dalam pembahasan dengan Biro Hukum Provinsi Jawa Barat.
  • Rencana pengelolaan sampah dengan Refused Derived Fuel (RDF) pada proses pembuatan dokumen studi kelayakan DED dan DPPT. Kondisi umum pelaksanaan UU Pengelolaan Sampah yaitu potensi timbunan sampah Kota Bekasi tahun 2021 adalah sebesar 630.686.464 kg dari jumlah penduduk sekitar 2.543.676 jiwa berdasarkan data sampah yang dibuang ke TPA sebesar 400.475.108 kg maka persentase sampah yang terangkut hanya 63 persen. Potensi timbulan sampah yang dihasilkan pada saat ini sebesar 1.800 ton/hari, yang terangkut ke TPA Sumurbatu sebesar 800-1.000 ton perhari.
  • Implementasi tentang pengelolaan sampah, kami menjelaskan terkait kondisi ril saat ini jumlah penduduk Kota Bekasi ada 2,5 juta jiwa dengan produksi sampah yaitu 1.800 ton namun yang terbuang hanya sekitar 70 persen jadi ini belum maksimal karena keterbatasan armada. Di hilir ini mempunyai TPA sekitar 20 hektar inipun zona buang juga sangat terbatas, dengan kondisi saat ini kita selama ini sampah ini pada pengelolaan sampah tetapi harus memusnahkan sampah.
  • Itu zona-zona sampah dan TPA akan berkurang karena jumlah produksi sampah terlalu banyak namun tanah buangan ini masih sangat minim. Selain terbatasnya tanah, harga untuk membeli tanah sangat tinggi, dengan Perpres 35 tahun 2018 adalah upaya dan peluang untuk memusnahkan sampah itu sangat susah ini belum berhasil pada pembangkit listrik tenaga sampah di 12 kota di Indonesia. Bahwa ke depan kita tidak terbatas pada pengelolaan namun pada pembasmi sampah dengan segala keterbatasan yang ada.

Pemerintah Kota Depok:

  • Terkait profil Kota Depok dengan 2,08 juta jiwa ini dengan timbulan sampah per hari 1350 ton dengan volume sampah 1000 ton per hari dan pengurangan sampah di sumbernya yaitu 170 ton per hari. Pengelolaan sampah di hulu mempunyai bank sampah yaitu 397 unit dan pengelolaan hilir di TPA Cipayung dan Sawangan, luas total TPA Cipayung yaitu 18 hektar termasuk buffer zone dan kondisi TPA Cipayung sudah over kapasitas.
  • Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok tidak mengalokasikan penambahan alokasi TPA baru, mengingat harga lahan di Kota Depok relatif tinggi dan banyaknya penolakan warga terhadap pembangunan TPA. Armada dan alat persampahan yaitu jumlahnya 121 unit (dump truck) dan jumlah alat berat di TPA ada 5 unit excavator, 1 unit wheel loader. Kondisi TPA Cipayung berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk yang disebabkan banyaknya tragedi longsor bencana alam karena terjadi penyempitan sungai yang mengakibatkan genangan dan longsor di kawasan Bogor hingga Bekasi.
  • Regulasi persampahan di Kota Depok yaitu Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Persampahan dan Perwal Nomor 65 Tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah (JAKSTRADA) Kota Depok.
  • Input revisi UU Nomor 18 tahun 2008 dari sisi materi UU Persampahan yaitu agar dibuat bab tersendiri yang menjelaskan pengelolaan sampah di hulu yang berbasis masyarakat dan pengelolaan sampah di hilir. Perlu adanya pasal tentang kewajiban para produsen sampah, khususnya dunia usaha dan industri skala tertentu untuk menyediakan tempat pengolahan sampah di lingkungan usahanya sehingga yang dibuang ke TPA adalah residu sampah.
  • Maka Perlu adanya pasal yang mengatur tentang edukasi dan sosialisasi pada dunia pendidikan, mulai level PAUD sehingga pengelolaan sampah menjadi budaya bangsa yang ditanamkan sejak dini.
  • Dari sisi kewenangan pada bab 9 dan 10 UU Nomor 16 Tahun 2006 perlu ada kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah namun belum berdampak pada wilayah jabodetabek melalui pemerintah provinsi dengan beberapa pertimbangan yaitu penyelesaian sampah perlu adanya kolaborasi antar stakeholders, dari sisi sinkronisasi harmonisasi kebijakan perlu adanya sinergi antara Kementerian PUPR dan Kementerian LHK pada aspek aglomerasi.
  • Dari sisi kerjasama dan kemitraan pada Pasal 26 dan seterusnya perlu adanya kerjasama antar daerah dalam pengelolaan persampahan khususnya terhadap daerah yang memiliki kedaruratan sampah. Saat ini untuk penanganan persampahan kota Depok ini perlu ada penguatan pada DAK di bidang persampahan. Dari sisi kapasitas fiskal daerah untuk menangani persampahan Kota Depok pada tahun 2022 telah dianggarkan dalam APBD sebesar Rp 139.148.061.670 jumlah ini belum dapat menyelesaikan masalah persampahan secara komprehensif.
  • Ini diperlukan dana alokasi khusus untuk persampahan ini berdasarkan pada kerangka acuan pemantauan dan peninjauan UU no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada rumusan norma sehingga tidak berjalan efektif maka perlu adanya penyesuaian pada perilaku masyarakat dan ini perlu ada penegasan pada wilayah aglomerasi.
  • Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan UU pada partisipasi masyarakat belum optimal dan perluasan TPA di wilayah perkotaan serta pembatasan anggaran ini belum optimal. Terjadinya migrasi penduduk cukup tinggi sehingga meningkatnya volume sampah yang cukup signifikan. Advokasi operasional TPA ini perlu ditingkatkan.
  • Terkait sudah dibuatnya Perda Nomor 13 Tahun 2018 tentang perubahan Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah, Pemerintah Kota Depok telah melaksanakan program pemilahan sampah sebanyak 234 RW dari 850 RW di Kota Depok, sudah terbentuknya bank sampah sebanyak 393 unit dan 3 bank sampah induk.
  • Adanya kebijakan melalui Perwal Nomor 65 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategis Kota Depok dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan sejenisnya. Adanya Perwal Nomor 12 Tahun 2020 tentang kebijakan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan pada pusat perbelanjaan, toko modern dan pasar tradisional.
  • Pada Pasal 14 dan 15 di mana produsen harus membuat label merk pada produknya dan bertanggung jawab terhadap sampah yang diproduksinya, Pemerintah Kota Depok mengatur tanggung jawab dari perusahaannya belum efisien pada pelaksanaan di lapangan. Ini harus dua menteri tanggung jawab yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada produksi yang akan diserap oleh masyarakat.
  • Kebijakan ini akan seperti ini dari bahan yang digunakan kemasan lalu terurai dan menyerap masyarakat. Kami berharap ada kerjasama dengan baik pada produk dijual dan akhirnya akan kembali dalam bentuk sampah yang dihasilkan. Pada waktu dahulu untuk mengembalikan produk kepada produsen maka mengadakan undian berupa mobil agar produk itu kembali dan ini sangat efisien.
  • Jadi Permen Ke Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengatur dan implementasinya sangat kurang namun di negara lain sudah memulai dengan program ini sehingga anggaran ini tercukupi dengan baik.
  • Sama dengan Bekasi, sekarang tidak lagi sanitary landfill tapi daerah sudah menuntut adanya teknologi. Pemerintah Kota Depok berharap ada pilot projects dari Pemerintah Pusat terhadap teknologi yang ramah lingkungan yang layak digunakan di daerah kabupaten yang tentunya disesuaikan dengan anggaran, apakah itu kerjasama lintas wilayah atau dipercontohkan dalam kapasitas yang kecil di suatu wilayah dengan biaya murah.
  • Perpres mengatur Rp500.000 dengan tipping fee 1 ton, sementara daerah kami kalau Rp500.000 habis, tidak nyala lagi PJU nya. Jadi Perpres itu juga mohon dipertimbangkan terhadap tipping fee yang diberikan apabila sta dan gasifikasi karena tidak semua daerah mampu melakukan itu.
  • Terkait Pasal 4 Bab Azas dan Tujuan, "Pengelolaan persampahan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup dan sebagai sumber daya". Jadi sumber daya ini kalau bisa digarisbawahi atau kalau bisa dihilangkan karena akhirnya orang berpikir bahwa sampah itu komersial atau duit, sehingga kami dikunjungi dari berbagai negara untuk mengelola sampah di Indonesia karena di Indonesia katanya sampah adalah sumber daya walaupun sejak UU 18/2008 belum bisa melihat mana yang berhasil teknologinya yang bisa menjadi sumber daya.
  • Pemerintah Kota Depok adalah pelaksana di lapangan, yang pasti kemarin lebaran Pemerintah Kota Depok tutup TPA selama 1 minggu 10 hari, tidak boleh buang dan kami tidak lakukan penjemputan sampah karena TPA Pemerintah Kota Depok longsor. Pemerintah Kota Depok sudah mengajukan ke PUPR untuk dilakukan perbaikan namun sampai sekarang belum dilakukan dan belum ada anggaran informasinya. Pemerintah Kota Depok mungkin tidak akan mampu untuk melakukan itu karena jumlah anggaran yang dibutuhkan hampir mendekati Rp235 Miliar walaupun mungkin bagi pusat itu kecil.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan:

  • Pemantauan dan peninjauan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
    • Apakah sudah diimplementasikan sesuai dengan maksud membuat undang-undang seperti pengurangan sampah dan penanganan sampah?
    • Pengurangan sampah dilakukan melalui program bank sampah, tong kompos rumah tangga, dan rumah minim sampah yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat untuk memilah sampah dari rumah.
    • Untuk penanganan selain melakukan pelayanan persampahan dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemeriksaan akhir di Tangerang Selatan, juga mempunyai program TPS 3R, urban farming, budidaya maggot BSF yang bertujuan untuk mengelola sampah yang diangkut ke TPA, sementara dalam penanganan sampah ada UPD yang menangani secara langsung yaitu Dinas Lingkungan Hidup.
  • Apakah Peraturan pelaksana UU Pengelolaan Sampah di daerah telah terbentuk dan apakah telah sesuai?
    • Turunan dari UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
      • Peraturan Daerah 13/2019 perubahan atas Perda 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah
      • Peraturan Walikota Tangsel 50/2017 tentang Pengelolaan Sampah
      • Peraturan Walikota Tangsel 21/2019 tentang kebijakan dan strategi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
  • Apakah ada persoalan dalam perumusan norma dari UU Pengelolaan Sampah sehingga tidak dapat berjalan efektif?
    • Amanat UU 18/2008 pasal 10, pembagian kewenangan pemerintah di bidang pengelolaan sampah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan Perundang-undangan yang mengatur pembagian kewenangan pemerintah adalah UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam matriks pembagian urusan pemerintah konkuren UU 23/2014, untuk sub urusan persampahan tercantum:
      • Pemerintah Pusat Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan secara nasional, pengembangan sistem pengelolaan persampahan lintas daerah provinsi dan sistem pengelolaan persampahan untuk kepentingan strategi nasional
      • Daerah Provinsi Pengembangan sistem dan pengelolaan sampah regional
      • Daerah Kabupaten kota Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan dalam daerah Kabupaten/Kota.
    • Jika mengacu pada matriks tersebut, urusan yang dilaksanakan pemerintah pusat terbatas pada pengembangan sistem pengelolaan sampah saja, sementara persampahan ini tidak hanya bicara pengelolaan tapi juga sampai kepada pemusnahan sehingga kami rasa tidak cukup.
    • Dalam hal pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan, dimana Pemerintah Pusat diharapkan tidak hanya melakukan pengembangan sistem pengelolaan persampahan tapi juga melakukan pengelolaan sampah lintas daerah provinsi dan bersifat strategis.
  • Apa kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat UU Pengelolaan Sampah?
    • Sulitnya mengubah kebiasaan masyarakat yang masih menganut sistem pengolahan sampah: kumpul, angkut dan buang
    • TPS Cipeucang sudah tidak mampu lagi untuk menerima sampah karena sudah overload
    • Pelayanan sampah yang belum 100% optimal diakibatkan karena keterbatasan lahan dan tata kelola pemusnahan sampah yang kami miliki masih sangat tradisional
    • Isu lahan berkaitan dengan Pasal 9 Ayat 1 poin d dan Ayat 2 UU 18/2008.
      • Keterbatasan lahan menjadi salah satu isu utama penanganan sampah perkotaan, ini sangat Pemerintah Kota Tangerang Selata rasakan sehingga daerah memiliki kesulitan untuk menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengelolaan sampah terpadu dan terutama untuk tempat pemrosesan akhir sampah.
      • Pemerintah Kota Tangerang Selata hanya memiliki satu tempat pemrosesan akhir sampah yang masih digunakan hingga saat ini dengan kapasitas yang sudah hampir terlampaui dan hanya menggunakan sistem kontrol landfill.
      • Keterbatasan lahan menyebabkan sulit membuka tempat pemrosesan akhir yang baru.
      • Selain itu penetapan lokasi tempat pengelolaan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah yang harus tercantum dalam RT/RW sesuai dengan Pasal 9 Ayat 2 juga menjadikan penetapan lokasi tersebut menjadi hal yang tidak mudah karena harus melalui perubahan RTRW yang prosesnya panjang.
      • Pengelolaan sampah regional di mana kita harapkan adanya lintas kabupaten/kota dan lintas provinsi, menurut kami menjadi sangat rasional saat ini untuk menyiasati kota/kabupaten yang memiliki keterbatasan lahan seperti Tangerang Selatan.
    • Isu pembiayaan yang berkaitan dengan Pasal 24
      • Dalam hal retribusi sampah, kami mengalami kesulitan dalam menerapkan full cost recovery untuk pengelolaan sampah. Masyarakat masih memandang retribusi sampah sebagai biaya pengangkutan sampah saja padahal pengelolaan sampah juga mencakup pengolahan dan pemusnahan sampah.
      • Selain itu, kemauan masyarakat untuk membayar retribusi pun masih sangat rendah, upaya menaikkan retribusi sampah untuk mencapai full cost recovery akan mendapatkan resistensi yang tinggi dari masyarakat.
  • Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan UU Pengelolaan Sampah guna mengatasi permasalahan sampah?
    • Kita akan meningkatkan peran serta masyarakat dengan pengurangan sampah di hulu melalui bank sampah, TPS, kompos skala rumah tangga, dan rumah minim sampah. Peningkatan peran serta juga didukung dengan pemberian stimulan berupa fasilitas prasarana dan sarana serta insentif seperti penghargaan kepada komunitas pemulihan lingkungan.
    • Melakukan kerjasama sampah dengan daerah lain untuk mengatasi keterbatasan TPS Cipuecang yang kami miliki. Kerjasama yang telah Tangerang Selatan lakukan yaitu dengan Pemerintah Kota Serang (TPSA Cilowong) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (TPPAS Lulut Nambo).
    • Melakukan percepatan pembangunan pengolahan sampah menjadi energi listrik. Ada beberapa kendala yang dihadapi berkaitan dengan pembangunan Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) yaitu
      • Pengelolaan sampah dengan teknologi land efisien seperti PSEL membutuhkan biaya yang tinggi sehingga usulan kami terdahulu adalah mendorong pemerintah pusat dan provinsi membuat satu regulasi yang lebih rigid berkaitan dengan pembentukan TPSA regional di skala provinsi.
      • Implementasi Perpres 35 di tingkat Pemerintah pusat masih ada perbedaan dalam bersikap regulasi tersebut sehingga pemerintah daerah dapat terombang-ambing dalam mengambil keputusan.
  • Bagaimana kondisi umum pelaksanaan pelaksanaan UU Pengelolaan Sampah di daerah Tangerang Selatan?
    • Mencoba mengubah paradigma masyarakat tentang pengelolaan sampah yang awalnya kumpul, angkut dan buang menjadi pemilahan di sumber sebelum dikumpulkan. Dengan jumlah penduduk mencapai 1,6 juta lebih dan timbunan sampah 0,59 kg/jiwa/hari dan terbatasnya TPS Cipuecang. Pemilahan dan pengolahan sampah dari sumber menjadi sebuah acara untuk mengurangi sampah.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan