Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan atau Pandangan terkait RUU tentang Perkelapasawitan — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Asosiasi Petani Sawit

Tanggal Rapat: 18 Apr 2017, Ditulis Tanggal: 11 Dec 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO)

Pada 18 April 2017, Badan Legislasi DPR-RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Asosiasi Petani Sawit mengenai Masukan atau Pandangan terkait RUU tentang Perkelapasawitan. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Firman Soebagyo dari Fraksi Partai Golkar dapil Jawa Tengah 3 pada pukul 13:43 WIB. (ilustrasi: jawapos.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO)
  • Kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) APKASINDO tersebar di 21 (dua puluh satu) provinsi di Indonesia.
  • Program dari APKASINDO yaitu peremajaan dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Hingga saat ini, peremajaan SDM masih di kategori nol. Sarana dan prasarana juga nol. Namun, untuk peningkatan SDM sudah ada pelatihannya karena kualitas SDM menjadi prioritas APKASINDO.
  • Terdapat 7 (tujuh) permasalahan di Indonesia tentang sawit, yaitu:
    • Status kawasan atau legalitas lahan. Data menunjukkan 1,7 hektar perkebunan rakyat berada di kawasan hutan. Bagi petani-petani yang memiliki lahan yang tidak dalam kawasan mengalami kesulitan mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM). Kesulitan tersebut dirasakan oleh petani yang lahannya di kawasan hutan maupun tidak. 
    • Rendahnya produktivitas. Faktanya, di lapangan banyak yang menggunakan bibit yang kurang baik, perkebunan yang tidak baik, dan minimnya sumber daya manusianya.
    • Tata niaga Tandan Buah Segar (TBS). Petani sawit menginginkan untuk mendapatkan harga TBS yang baik. Namun, yang ada di lapangan berbeda dan tidak ada keadilan bahkan tercipta peron-peron yang diciptakan oleh perusahaan. Infrastruktur kebun yang tidak baik dan kualitas panen yang kurang baik.
    • Kemitraan. Di Sumatera Selatan, ada yang tidak transparan dan kemitraannya tidak harmonis. Hakikatnya, kemitraan itu tetap berjalan, sehingga jelas dari mana supply buahnya dan bagaimana ke depannya.
    • Lahan gambut yang sering diributkan oleh masyarakat luar negeri. Lahan gambut itu merupakan pilihan terakhir dan itu yang dipilih oleh para petani karena perusahaan-perusahaan sudah mengambil alih lahan-lahan yang subur dan terbukti bahwa sawit dapat tumbuh di lahan gambut. Di kebun rakyat di Provinsi Riau, masuk di kawasan fungsi lindung gambut.
    • Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Petani harus dapat sertifikasi ISPO dimana harus memenuhi 4 (empat) faktor, yaitu legalitas budidaya, gambut, dan seterusnya. Petani cukup keberatan bila harus membayar sertifikat ISPO yang cukup mahal. 
    • Kampanye negatif, karena yang terkena pertama kali adalah petani sawit.
  • RUU tentang Perkelapasawitan sangat penting, karena kelapa sawit perlu diperhatikan secara spesifik.
  • Mengenai kawasan hutan dan gambut merupakan hal penting bagi petani tanpa dijadikan kampanye oleh pihak luar sebagai deforestasi. 
  • Harapan dalam RUU tentang Perkelapasawitan, yaitu adanya Dewan Perkelapasawitan Indonesia untuk mengawasi perkelapasawitan seperti yang ada di Malaysia. Selain itu, RUU tentang Perkelapasawitan dapat mengatur kebijakan sawit di Indonesia.
  • Provinsi-provinsi penghasil sawit berharap adanya Dana Bagi Hasil (DBH) yang akan digunakan untuk pengembangan sawit. 
  • RUU tentang Perkelapasawitan hendaknya dapat mengatur pungutan dana sawit.
  • RUU RUU tentang Perkelapasawitan dapat mengatur berdirinya badan pengelolaan sawit yang mengatur komoditas turunan sawit (Crude Palm Oil/CPO).
  • Tentang pembiayaan ISPO, diharapkan untuk perkebunan rakyat dapat dibiayai oleh negara.
  • RUU tentang Perkelapasawitan juga diharapkan dapat mengatur pengelolaan biodiesel sebagai energi terbarukan.
  • Petani sawit melalui koperasinya seharusnya sudah memiliki saham dan pada saat peremajaan, pabrik itu menjadi milik petani.
  • Petani sawit mulai berkembang sejak tahun 1990-an dengan dibina oleh Pemerintah, setelah sebelumnya Pemerintah yang menguasai sawit melalui strategi polar bear.
  • Dengan munculnya pengaruh swasta pada petani sawit, mulai banyak kepentingan-kepentingan yang muncul. Maka, RUU tentang Perkelapasawitan diharapkan kepentingannya berpihak kepada petani sawit, karena pihak swasta pemiliknya adalah asing. 
  • Lahan sawit swasta sebanyak 5 juta hektar, sementara BUMN hanya 200 ribu hektar. 
  • Dalam RUU tentang Perkelapasawitan Pasal 23 tentang kemitraan, tertulis maksimal 25% lahan milik negara. Namun, petani sekarang sudah tidak mendapatkan lahan karena habis untuk swasta.
  • Tentang permodalan, di dalam Bab 1 tentang Ketentuan Umum ada penambahan tentang pembiayaan.
  • Seharusnya petani dalam melaksanakan peremajaan digratiskan karena petani sawit sudah banyak menghasilkan pendapatan negara. Kontribusi petani kelapa sawit mencapai 33%, sangat besar. Ada baiknya apabila dibebaskan dari pajak.
  • Dengan adanya Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPBD) petani sawit merasa terdzolimi, baru 254 hektar lahan banyak digunakan untuk biodiesel yang dibiayai oleh BPBD.
  • Petani sawit menginginkan bagiannya dibagikan seperti dulu. Misalnya, 50% Hak Guna Usaha (HGU) harus dikembalikan ke rakyat. 

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan