Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan/Pandangan terhadap Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Menerima Audiensi dari Paguyuban Korban UU ITE

Tanggal Rapat: 5 Jul 2022, Ditulis Tanggal: 18 Jul 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Pada 5 Juli 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI menerima Audiensi dari Paguyuban Korban Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengenai Masukan/Pandangan terhadap Revisi UU ITE. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Willy Aditya dari Fraksi Partai NasDem dapil Jawa Timur 11 pada pukul 9:55 WIB. (Ilustrasi: gramedia.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE):

  • Kami bersama PAKU ITE seluruh Indonesia, korban-korban yang kebetulan dua hari ini mengadakan Jambore di Jakarta, jambore tidak hanya Pramuka, ternyata korban-korban UU ITE ini juga bisa melakukan jambore yang bertujuan untuk saling sharing, saling ketemu dan membicarakan hal-hal terkait dengan UU ITE.
  • Kami juga didampingi teman-teman Koalisi Serius; Kontras, Amnesti Internasional, dan LBH APIK karena memang kami tergabung dalam satu koalisi yaitu Koalisi Serius, karena kami melihat bahwa revisi UU ITE harus serius dilakukan dan dijalankan.

Baiq Nuril (Korban yang Dituduh Mentransmisikan Rekaman Elektronik yang Bermuatan Kesusilaan)

  • Seorang perempuan, Guru Honorer, dijerat oleh UU ITE pasal 27 ayat 1 dan penerima amnesti pertama di luar partai politik ataupun di luar isu-isu politik.
  • Kasus diawali tahun 2015 dimana saya dilaporkan, tahun 2016 sudah tersangka, tahun 2017 saya ditahan dua bulan tiga hari, tahun 2017 akhir Juli saya dinyatakan bebas di PN Mataram tapi jaksa banding dan akhirnya banding diterima di MA, saya mengajukan PK ternyata PK saya ditolak. Akhirnya saya harus menjalani hukuman selama 6 bulan dengan subsider 500 juta.
  • Saya menerima begitu banyak dukungan dari kawan-kawan terutama PAKU ITE dan semua organisasi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu baik itu organisasi maupun perorangan, banyak sekali yang simpati terhadap saya karena mereka menganggap saya ini korban pelecehan seksual, dimana saat itu saya memang menjadi pelecehan seksual secara verbal, tidak secara bersentuhan. Akhirnya bapak Presiden memberikan saya amnesti.
  • Dampak yang paling terasa sampai sekarang adalah kepada anak-anak saya, keluarga, kalau saya masih bisa sekarang untuk bercerita.
  • Ketika saya mau pergi ke Jakarta ini pun, anak saya yang paling kecil tidak mau lepas dari saya, traumanya itu mungkin masih melekat pada dia, kalaupun seandainya saya pergi sehari atau dua hari maka anak saya yang paling kecil akan bertanya: ibu mau pergi kemana? ibu jangan sekolah lagi? karena dulu ketika saya ditahan, saya bilang "ibu mau sekolah", sekolahnya di mana? akhirnya dengan terpaksa karena waktu itu sudah sekitar 1 bulan saya tidak ketemu dengan anak saya, saya memaksakan untuk dia menjenguk saya ke Tahanan saat itu dan saya ceritakan ini sekolahnya ibu. Tapi kok sekolahnya pakai jeruji? saya jelaskan lagi "ini biar biar tidak ada pencuri masuk" kok bajunya kayak di film-film yang baju tahanan? saya tidak kuat untuk menjelaskan, dampak yang saya rasakan itu terutama bagi keluarga terutama anak-anak saya.
  • Saya mohon sekali lagi, mudah-mudahan revisi UU ini benar-benar bisa terlaksana.

Ramsiah Tasruddin (Korban yang Dituduh Mencemarkan Nama Baik Pejabat di Lingkup Kampus UIN Alauddin Makassar)

  • Dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, hari ini saya juga bersama akademisi yang terkena UU ITE.
  • Tahun 2017 kami terlapor berdasarkan percakapan di WhatsApp, dimana percakapan itu membahas tentang penutupan salah satu laboratorium kami, Radio Syiar oleh pimpinan kami, Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan, dianggap bahwa Radio Syiar telah melanggar aturan jam penyiaran padahal saat itu mahasiswa sudah tidak on, tidak menyiar lagi, tapi melakukan persiapan untuk hari esoknya yaitu kelas speaking. Kemudian dipaksa diambil oleh ibu tersebut sampai kemudian seminggu tidak beroperasi.
  • Kemudian Direktur Radio Syiar itu membuka dialog. Singkat cerita, dialog itu adalah kami memberikan penguatan kepada pak Dekan untuk bersikap karena keseringan ibu ini mengeluarkan tindakan yang memang tidak sesuai dengan aturan. Akhirnya dialog ini sampai ke ibu tersebut, dimana ibu itu tidak ada dalam grup tersebut, ibu itu merasa kami melakukan pencemaran nama baik, padahal kami hanya menceritakan tentang kronologis peristiwa tersebut dan berharap pimpinan bersikap.
  • Sebelumnya, saya pernah terlapor oleh ibu tersebut akibat mahasiswa yang melakukan demo, dimana ibu tersebut menuduh saya di balik rekayasa demo tersebut, lalu kemudian memutuskan bahwa segala tuduhan tidak benar.
  • Singkat cerita, 30 orang dosen yang terlapor tahun 2018 setelah penyidikan berulang-ulang, kemudian disaring menjadi 15 orang dosen, kemudian tahun 2018 akhir saya yang dipanggil sendiri oleh penyidik ketiga, tahun 2019 September saya dinyatakan tersangka. Jadi 2017-2019 akhirnya saya dinyatakan tersangka, selama itu pula sudah empat kali Kapolres berganti, 4 kali penyidik dan 4 kali spdp yang dikirimkan kejaksaan. Semuanya tidak memenuhi syarat tetapi seakan-akan memang kasus ini terlalu dipaksakan kemudian selalu diproses dampak.
  • Dampak yang saya dapatkan akibat terkena kasus ini adalah seminggu sebelum pelantikan, saya terpilih menjadi wakil dekan 1, surat ini datang dan otomatis saya dinyatakan tidak memenuhi syarat karena menjadi tersangka dan nama saya di blacklist.
  • Untuk keluarga saya, dampak dari ini cukup terasa karena saya harus menjelaskan kepada anak-anak saya secara bersamaan, putri saya yang sulung masuk kuliah di UIN Alauddin Makassar, yang Saya khawatir bahwa anak saya akan di-bully sebagai mahasiswa baru tapi alhamdulillah tidak.
  • Akhirnya, Februari 2022, SP3 turun. Sampai sekarang Pelapor tetap melakukan pra-peradilan dan saat ini saya juga masih menunggu apakah pra-peradilan itu dimenangkan oleh Pelapor atau tidak.

Stella Monica (Korban yang Dituduh Mencemarkan Nama Baik Klinik Kecantikan):

  • Stella seorang konsumen yang dijerat UU ITE Pasal 27 ayat 3. Awal kasus itu Stella sebagai seorang konsumen merasakan bahwa muka Stella rusak efek dari krim racikan klinik tersebut dan men-share di Instagram Story miliknya yang mana akunnya dikunci jadi tidak semua orang bisa mengakses Instagram-nya.
  • Yang menyebutkan nama klinik adalah teman-temannya yang juga sepengalaman dengannya. Bahkan, ada yang lebih parah kondisi wajahnya. Stella pada saat itu hanya menyampaikan review jujur seorang konsumen, karena sebelumnya ia sudah melakukan komplain berulang kali kepada pihak klinik, baik secara WhatsApp, telepon, bahkan sudah melabrak secara langsung, tetapi tidak ada respon dan jawaban yang bagus dari pihak klinik maupun dokternya.
  • Mungkin karena ada seseorang yang mungkin tidak suka padanya menyampaikan postingan tersebut ke dokter dan pada akhirnya pada 14 Januari 2020, setelah ia sidang skripsi itu dilayangkanlah surat somasi yang menuntut saya untuk melakukan permintaan maaf di media cetak nasional di Surabaya sebesar setengah halaman untuk 3 kali penerbitan. Jika tidak dilakukan, maka pihak ini akan membawa ke meja hijau untuk kasus itu.
  • Stella berulang bernegosiasi tidak bisa. Akhirnya, pada 3 Juni 2020, 6 orang Penyidik Polda Jatim datang kepada saya dari Unit Cyber Crime membawa surat laporan dan langsung menyita handphone miliknya tanpa meminta izin dengan alasan itu adalah barang bukti Stella untuk mencemarkan nama baik klinik tersebut.
  • Pada 5 Juni 2020, setelah 7 jam dilakukan pemeriksaan, Penyidik melakukan mediasi mandiri. Ia sudah mediasi mandiri dengan melakukan permintaan maaf di Instagram Story ia tag ke klinik dan dokter-dokter yang merawat wajah saya, tetapi justru video tersebut diminta untuk take down. Singkat cerita, tidak ditemukannya jalan mediasi dan pihak klinik beserta pemilik dari klinik tersebut mengatakan di depan ia dan orang tua bahwa ia harus dipenjara.
  • Maka dari itu, ia setelah diputus sebagai Tersangka pada Oktober 2020 nampaknya ia ingin bunuh diri, karena menurut ia Tersangka itu adalah sebuah status yang sangat hina dimana ia harus difoto sebadan kanan kiri dan di sidik jari sebagai Tersangka dimana ia sebelumnya tidak pernah terkena kasus hukum.
  • Akhirnya, polisi pun menyampaikan bahwa kasus Stella sudah P21 sudah diterima kejaksaan dengan bekas lengkap. Stella memulai sidang sebanyak 7 bulanan dari Maret 2020 sampai dengan Desember 2020. Puji Tuhannya, karena banyak sekali bantuan dari teman-teman PAKU ITE, SAFENet, LBH, Amnesti Internasional, dan masih banyak yang tidak bisa ia sebutkan. Hakim Pengadilan Negeri memutuskan bahwa ia tidak terbukti bersalah dan tidak terbukti mencemarkan nama baik klinik tersebut, tetapi tidak sampai situ saja ternyata Jaksa Penuntut Umum ia menyatakan bahwa mereka ingin kasasi, karena putusan dari hakim menyatakan ia vonis bebas 100% murni tanpa syarat apapun.
  • Stella berharap Anggota DPR sekarang bisa mempertimbangkan untuk terus revisi Undang-Undang ITE bisa secepat mungkin agar tidak ada lagi konsumen-konsumen lain seperti ia yang diancam akan dipenjara bahkan mendapatkan ancaman dari pihak eksternal juga.

Vivi Nathalia (Korban yang Dituduh Mencemarkan Nama Baik Kakak Ipar):

  • Awal kasus Vivi adalah bermula ketika ia memberi utang kepada kakak ipar sebesar Rp450 Juta dan tidak kunjung dibayar. Yang menjadi tangkapan awal adalah pada saat ia tidak bisa menghubungi kakak ipar untuk menagih utang. Semua kontak ia diblokir. Ia juga pernah meminta tolong suami ia untuk menagih tapi ia malah dilempar sesuatu oleh kakaknya.
  • Kemudian ia melihat mereka mem-posting foto jalan-jalan ke luar negeri. Karena ia membutuhkan uang tersebut, ia mencari cara bagaimana caranya untuk menagih utang tersebut dan akhirnya ia menagih di grup WhatsApp keluarga. Grup WhatsApp keluarga itu terdiri dari keluarga suami ia, keluarga ia, keluarga kakaknya, dan keluarga adiknya.
  • Pada saat Vivi bertengkar di situ, kemudian ia ada curhat juga di Facebook karena ia merasa diperlakukan tidak baik oleh kakak ipar, kemudian ia dipolisikan oleh kakak ipar.
  • Setelah dipolisikan, Vivi mencoba untuk berdamai bagaimana caranya agar laporan tersebut dicabut, karena ia merasa malu keluarga kok berantem.
  • Ternyata, persyaratan tersebut tidak bisa saya penuhi karena ada beberapa laporan, bukan hanya satu, karena ia berantem tidak hanya dengan kakak ipar saja, melainkan dengan banyak orang di grup keluarga tersebut. Mereka meminta uang damai per 1 kasusnya itu Rp2 Miliar.
  • Vivi merasa UU ITE dijadikan untuk mencari uang dan memeras dan tidak hanya sampai situ aja ternyata mereka itu seperti memiliki tim.
  • Jadi, ada beberapa yang ia sebut sebagai makelar kasus atau mafia kasus. Mafia itu yang kerap menekan ia, menelepon, dan menakut-nakuti ia bahwa saya akan bisa dihukum sampai 20 tahun kalau ia tidak membayar uang damai dan uang dari ganti rugi.
  • Vivi menanyakan ganti rugi apa dan kerugian apa dari menagih utang itu. Saya menagih utang kan ke grup WhatsApp keluarga. Hal itu yang ia enggak habis pikir dan akhirnya karena ia tidak bisa memenuhi permintaannya, ia jalani dan yang paling menyakitkan bagi ia adalah ketika dinyatakan bersalah sebagai narapidana.
  • Vivi pernah sempat di foto dengan latar belakang tinggi badan ia dan ia memegang nama ia. Di situ ia menangis dan menjerit, karena ia mengingat pada saat orang itu berutang, orang itu bilang memohon kepada ia bahwa tidak akan menyusahkan ia.
  • Vivi merasa ini bukan disusahin lagi, tapi hidup ia sudah hancur. Ia kehilangan banyak pekerjaan, karena banyak kontrak yang dibatalkan.
  • Hidup Vivi benar-benar hancur gara-gara UU ITE ini dan sampai sekarang sampai detik ini utangnya pun tidak dibayar.

Siti Rubaidah (Korban yang Dituduh Mencemarkan Nama Baik Suaminya):

  • Izinkan ia menceritakan tentang kisah seorang ibu rumah tangga yang mendapatkan kasus KDRT.
  • Siti Rubaidah ingin mendapatkan keadilan atas KDRT itu ia kemudian melapor, tapi di luar yang ia kehendaki ternyata justru sebagai korban KDRT, ia justru dilaporkan balik oleh mantan suami ia sendiri yang salah satunya itu adalah pencemaran nama baik dan UU ITE.
  • Sebenarnya, ia sedikit bingung karena kasusnya sangat panjang dan melelahkan.
  • Dampak dari UU ITE ini sendiri selain berdampak kepada ia juga berdampak kepada anak-anaknya, karena setelah kasus KDRT, ia diusir dari rumah tidak boleh ketemu dengan anak-anaknya.
  • Hampir 2 tahun ia memperjuangkan hak asuh dan untuk berkomunikasi dengan anak saja lewat telepon tapi itu juga dibatasi.
  • Atas persoalan inilah sebenarnya ia kemudian memperjuangkan upaya untuk bisa ketemu dengan anak-anak salah satunya saya membuat petisi di Change.org meminta kepada publik dan pada saat itu juga ia tujukan kepada Kemendagri, karena suami saya itu adalah seorang pejabat publik Wakil Walikota Magelang yang ia berharap Mendagri bisa memberikan keputusan yang adil kepada ia.
  • Atas atas dasar itulah ketika ia membuat petisi online dan membuat press release kepada media itulah yang dianggap sebagai pencemaran nama baik. Padahal, faktanya pelaporan saya tentang kasus KDRT-nya itu juga terbukti secara hukum.
  • Pengadilan di Magelang juga akhirnya memvonis bersalah si pelaku dan dia mendapatkan hukuman 1 bulan 15 hari, cuma karena beliau itu adalah seorang pejabat publik, hukuman 45 hari itu dari putusan sejak 2014, baru dieksekusi setelah beliau lengser dari jabatan tahun 2017.
  • Baru pada tahun 2017 itulah ia kemudian mendapatkan hak asuh atas anak serta baru bisa bertemu kembali dengan anaknya. Tentunya, hal ini sangat merugikan.
  • Suami ia sudah divonis terbukti bersalah, tapi kemudian ia yang sampai saat ini sudah menjadi Tersangka dan proses hukumnya sudah P21, saya juga sudah di foto seluruh badan, kanan kiri, ia harus wajib lapor. Walaupun ia kerja di Jakarta, ia harus wajib lapor ke Magelang. Tetapi, sampai suami ia divonis, ia sampai sekarang belum mendapatkan SP3 atas kasus ia.
  • Tentunya ini situasi yang tidak nyaman, karena ia sebagai warga negara dengan status hukum yang tidak jelas ia juga khawatir pada suatu saat status hukum itu akan bisa dipergunakan oleh pihak-pihak tertentu yang mungkin tidak senang terhadap ia.
  • Situasi ia sebagai seorang single mother yang harus membiayai anak-anaknya sendiri yang butuh pekerjaan itu juga sangat tidak nyaman ketika dengan status Tersangka.
  • Siti Rubaidah berharap Pimpinan Sidang bisa berempati kepada para korban dan meminta segera dibuat Panitia Khusus untuk membahas revisi UU ITE.

Fathia (Kontras):

  • Fathia menyampaikan bahwa masyarakat bisa terkena dengan UU iTE terlebih RUU KUHP juga masih banyak polemik. Kalau ini tidak segera direvisi atau tidak mendapatkan meaningful participation dari masyarakat untuk segera merivisi dengan standar hak-hak asasi manusia yang nantinya kedepannya akan semakin banyak korban. Tidak hanya aktivis, tetapi teman-teman biasa, pejabat, akademisi, jurnalis yang sekarang menjadi kelompok rentan dari adanya UU ITE. Fathia berharap bukan hanya merevisi UU ITE, tetapi juga adanya pemberlakukan restorative justice di ranah kepolisian yang selama ini tidak berjalan secara efektif.

Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE):

  • Paku ITE menyampaikan bahwa tagline “semua bisa kena” dilabeli karena sekarang orang yang terancam dengan UU ITE bisa dari kalangan apapun. Sebelumnya di tahun 2008-2016 persentasenya aktivis dan jurnalis. Paku ITE juga menyampaikan bahwa Presiden menyatakan di tahun 2024 ingin melakukan merevisi bahkan di akhir 2021 Presiden telah mengeluarkan supres terkait untuk segera dilakukan revisi UU ITE. Namun hingga hari ini tidak ada kejelasan dari UU ini. Paku ITE mengatakan bahwa yang diterima di Desember 2021 terjadi perbedaan dengan yang diterima di Februari 2022. Ada beberapa pasal yang berubah. Yang terakhir, Paku ITE berharap agar revisi UU ITE bisa dibawa ke pansus agar supaya Komisi 1, Komisi 3 dan Baleg bisa membahas bersama dan besar harapannya agar revisi ini bisa dilakukan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan