Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pandangan atau Masukan terkait RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Indonesia Petroleum Association (IPA) dan Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)

Tanggal Rapat: 19 Jul 2017, Ditulis Tanggal: 1 Dec 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Indonesia Petroleum Association (IPA) dan Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)

Pada 19 Juli 2017, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Indonesia Petroleum Association (IPA) dan Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) mengenai Pandangan atau Masukan terkait RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Totok Daryanto dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dapil Jawa Timur 5 pada pukul 13:44 WIB. (ilustrasi: geotimes.co.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Indonesia Petroleum Association (IPA) dan Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)

Indonesia Petroleum Association (IPA)

  • Pokok Pikiran IPA
    • Investor hulu Migas memerlukan iklim investasi di Indonesia yang kompetitif untuk dapat menarik modal ke Indonesia dibandingkan dengan negara-negara penghasil Migas lainnya.
    • Tingkat investasi Migas yang tinggi akan memicu aktivitas eksplorasi yang akan meningkatkan produksi Migas Indonesia, efek berganda (multiplier effect), serta pertumbuhan ekonomi.
    • Dalam hal institusi pengganti SKK Migas (BUK), diperlukan struktur institusi yang kuat dan sesuai dengan konstitusi, serta dapat berkoordinasi dengan seluruh kementerian/lembaga, serta Pemerintah Daerah.
  • Iklim investasi yang kompetitif memerlukan kepastian hukum, kepastian fiskal, dan ketentuan fiskal yang bersaing
    • Bagi hasil yang memberikan pengembalian investasi yang bersaing bagi investor.
    • Komitmen untuk menghargai kontrak yang sudah disepakati.
    • Regulasi yang dibuat berdasarkan data yang menyeluruh dan praktik terbaik global.
    • Persetujuan Pemerintah yang tepat waktu.
    • Proses perijinan yang efisien.
    • Keselarasan antar kementerian.
    • Keselarasan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
  • Masukan IPA terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas)
    • Prinsip assume dan discharge
      • Investor memerlukan kepastian fiskal dalam pelaksanaan KKS. Hal ini dapat dicapai dengan penerapan prinsip assume dan discharge untuk menjamin selama jangka waktu kontrak bagian kontraktor dan Pemerintah tetap sama.
    • Akses Pasar
      • Perlu adanya kebebasan bagi KKKS untuk dapat memasarkan bagiannya (bagi hasil bagian kontraktor). Dalam hal suplai domestik diwajibkan, maka harus didasarkan pada harga pasar.
    • Persetujuan Harga Gas
      • Penetapan harga gas dilakukan dengan prinsip business to business, dan disetujui Pemerintah. Penetapan sepihak akan berdampak pada keekonomian proyek dan penambahan birokrasi proses persetujuan harga gas menyebabkan ketidakpastian proses dan tata waktu.
  • Faktor Pendukung Pengembangan Sektor Energi
    • Bagi hasil yang kompetitif dapat lebih meningkatkan penerimaan negara.
    • Fakta pada penerimaan yang absolut dibandingkan dengan bagian negara yang relatif.
    • Ketentuan fakta saat ini mempercepat penurunan produksi -- harga komoditas menjadi faktor pengganda, tapi bukan masalah utama.
    • Masa depan pengembangan Migas di Indonesia -- semakin tinggi risiko, kompleksitas, yang menentukan teknologi canggih dan intensitas yang tinggi.
    • Production Sharing Contract (PSC), gross split, atau model lainnya dapat berjalan, yang utama adalah ketentuan fiskal .

Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)

  • Tanggapan filosofis dari IATMI
    • Memahami adanya kewajiban pemenuhan kebijakan energi, pembuatan neraca Migas dan Neraca induk infrastruktur, dari dana migas, akan memerlukan upaya sangat serius dan konsisten dalam pengembangan teknologi lanjut harga murah (advanced low cost technology) dalam eksplorasi dan eksploitasi migas serta dukungan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan.
    • Memahami bahwa Badan Usaha Khusus (BUK) adalah kuasa usaha pertambangan untuk mewakili negara yang adalah kuasa pertambangan, dan memahami bahwa BUK terdiri dari unit-unit profit, dengan demikian BUK menyangkut risiko yang bisa ditanggung jawab sebagai badan usaha.
    • Memahami bahwa BUK terdiri dari 5 (lima) unit yang dapat bertindak sebagai Regulator dan juga ada bertindak sebagai Pemain (Pasal 43). Hal ini pasti akan menimbulkan sentimen negatif dari KKKS, dan hal ini perlu mengedepankan governance berlandaskan profesionalisme, fairness, dan transparansi serta akuntabel untuk menumbuhkan trust dan akhirnya investasi.
    • Memahami bahwa Dewan Pengawas (Pasal 48), dan Dewan Direksi BUK (Pasal 50) perlu mendapat Persetujuan DPR dan melapor pada Presiden (Pasal 48), dengan demikian Presiden selaku Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan. Namun, kepemilikan sumber daya alam oleh negara adalah sampai pada titik penyerahan tetap (tidak sampai hilir) yang dikuasakan ke BUK (Pemegang Kuasa Usaha Pertambangan) (Pasal 13 butir 8a).
    • Memahami bahwa Pemerintah memberikan persetujuan oleh dalam rencana dan anggaran, pengembangan lapangan (Pasal 13 ayat 9), maka konsekuensi logisnya Pemerintah bertanggung jawab dan turut menanggung risiko terhadap pelaksanaan. Dengan ini juga, skema bagi hasil gross split tidak dapat diterapkan.
    • Memahami bahwa harga gas bumi ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR-RI (Pasal 30), di lain pihak diketahui bersama bahwa harga gas adalah bersifat regional dan business to business yang dinamis tergantung dari kualitas gas dan jumlah supply, sehingga memerlukan pengelolaan yang mampu dilakukan pengambilan keputusan dengan cepat berdasarkan ilmu keteknikan dan ekonomi yang memadai. Mengingat, berdasarkan Undang-Undang tentang Energi Pasal 7 yang menyatakan bahwa harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan.
    • DPR-RI terkesan lebih cenderung memberikan persetujuan pada hal-hal operasional/implementasi teknis, seperti penunjukkan atau pemilihan orang ketimbang persetujuan pada hal-hal normatif yang lebih makro dan strategis untuk negara.
  • Prinsip IATMI
    • Pasal 10 ayat (2): Batas dan Syarat Wilayah Kerja ditetapkan oleh Presiden, setelah mendapatkan masukan dari/atau berkoordinasi dengan BUK.
    • Pasal 11 tentang Survei Umum dan Pasal 12 mengenai Data Eksplorasi dan Eksploitasi dikelola oleh Pemerintah Pusat, sedangkan operasional di BUK. Sebaiknya, semuanya diserahkan BUK dengan melaporkan ke Pemerintah. Termasuk Pasal 13 ayat (4). Hal ini akan terkait juga dengan Pasal 50 ayat (1) dimana BUK dapat mewakili negara.
    • Pasal 16 ayat (1): kata "dapat” tidak mengikat secara umum sehingga bisa tidak ada artinya. Usulan diganti dengan kata “wajib”.
    • Pasal 43 butir 4d: bukanlah tanggung jawab Hilir? karena sudah bukan urusan Hulu. Cadangan yang dimaksud adalah cadangan crude oil/minyak mentah atau gas alam, bukan cadangan minyak bumi atau gas bumi yang masih di dalam perut bumi. Unit Hulu bertanggung jawab ke Dirut, dan Unit Hulu bertanggung jawab ke Direksi.
    • Pasal 45 Fungsi dan Tugas BUK: Banyak untuk Hulu, tapi hanya 1 untuk yang Hilir (terkait dengan Pasal 3).
    • Pasal 50: Tugas Direksi Hulu lebih jelas, sedangkan tugas Direksi Hilir hanya umum.
    • Pasal 67: potensi Migas diketahui apabila sudah dilakukan seismik dan survey lainnya, sehingga jika tidak mendapatkan prioritas maka akan sulit mengetahui potensinya.
    • Pasal 53: karena diperkirakan akan sangat berat pelaksanaan (Pemenuhan Ketahanan Enegeri Nasional/KEN), maka diperlukan escaped clause.
    • Pasal 55 butir 5 dan Pasal 58: pemenuhan ekspor seharusnya kegiatan Unit Hilir.
  • Redaksional/Peristilahan
    • Pasal 3 butir d, pasal 5 butir 2: kata BUK sudah muncul tapi belum didefinisikan. Definisi baru ada pada Bab IX, Pasal 43.
    • Pasal 6 ayat (1): wajib meningkat diganti dengan wajib mengupayakan peningkatan produksi sungguh-sungguh berdasarkan kaidah keilmuan dan praktik di industri.
    • Pasal 13 ayat (2): mengunci jenis kontrak bagi hasil dengan kalimat “lebih menguntungkan”.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan