Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Prolegnas Tahun 2019-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 (tentang Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ronald Rofiandri (Pusat Studi Hukum dan Konstitusi) dan Feri Amsari (Pusat Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas)

Tanggal Rapat: 4 Nov 2019, Ditulis Tanggal: 24 Mar 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Feri Amsari — Pusat Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas,

Pada 4 November 2019, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ronald Rofiandri (Pusat Studi Hukum dan Konstitusi) dan Feri Amsari (Pusat Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas) mengenai Prolegnas Tahun 2019-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 (tentang Omnibus Law). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Sulawesi Tengah pada pukul 13:23 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ronald Rofiandri Pusat — Pusat Studi Hukum dan Konstitusi
  • Menurut Ronald, Indonesia akan terus dihadapkan dengan persoalan antara kuantitas dan kualitas, oleh karenanya ia merumuskan beberapa poin simulasi pertanyaan kunci:
    • Temukan dan tanyakan apa isu atau permasalahan yang berulang kali muncul dan menimbulkan dampak negatif yang semakin meluas?
    • Apakah cara penyelesaian atau solusi harus berwujud peraturan? Jika ya, apakah peraturannya pada tingkat atau level undang-undang?
    • Apakah sudah ada undang-undang untuk menyelesaikan isu atau permasalahan tersebut?
  • Kurang lebih dalam satu bulan kedepan Baleg akan menerima banyak usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) dari berbagai elemen, dan jangan sampai ada suatu materi muatan dari RUU tersebut yang ternyata tidak pantas berada dalam level Undang-Undang (UU). Sebagai contoh 3 (tiga) undang-undang yang sebenarnya merupakan materi muatan Peraturan Pemerintah (PP) tetapi oleh DPR dan Presiden "dipaksakan" menjadi Undang-undang (UU), yaitu UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
  • Usulan RUU Prolegnas Tahun 2020-2024, diantaranya RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: Tindak lanjut putusan MK, Desain ulang Prolegnas, definisi operasional tentang "kebutuhan hukum dalam masyarakat", tidak terbitnya Surpres dan DIM RUU pra-pembicaraan Tingkat I, Ruang diskusi "Pemantauan dan Peninjauan" peraturan perundang-undangan termasuk analisis biaya dan manfaat untuk mengetahui efektifitas dan proporsionalitas biaya pembentukan dan pelaksanaan suatu UU dengan manfaat yang diperoleh. Salah satu cara menentukan kualitas peraturan perundang-undangan, Sentralisasi dokumentasi dan publikasi peraturan perundang-undangan.
  • Secara esensi dan praktik terbatas, Indonesia pernah dan sedang menjalani omnibus law, tetapi tidak dalam level UU melainkan ada di level PP seperti PP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkroninasasi Proses Perencanaan dan Pembangunan
  • Hukum Prasyarat Omnibus:
    • Sasaran Omnibus Law adalah perubahan, pencabutan, atau pemberlakuan beberapa macam dari beberapa karakteristik dari sejumlah fakta yang terkait tetapi terpisahkan oleh peraturan perundang-undangan dalam berbagai lingkup yang diaturnya
    • Didahului oleh pemetaan peraturan perundang-undangan (legal mapping) yang berkaitan secara horizontal maupun vertikal. Setiap UU memiliki landasan filosofis dan sosiologis yang pada akhirnya akan diuji relevansi dengan kehadiran Omnibus Law
    • Omnibus Law akan diposisikan sebagai "UU Payung" karena sistem legislasi Indonesia tidak mengatur "UU Payung", ada ketidakkonsistenan seperti yang diklaim UU Ormas
    • Jika Omnibus Law bersifat umum maka materinya bersifat mencabut beberapa ketentuan yang saling bertentangan. Namun, akan menjadi permasalahan bilamana berhadapan dengan asas lex spesialis derogat legi generalis (aturan yang khusus mengesampingkan aturan yang umum (omnibus law menjadi tidak berlaku)
  • Tentang Omnibus Law:
    • Penelitian PSHK menunjukkan bahwa dari kurun waktu Oktober 2014 sampai Oktober 2018 terdapat 8.945 regulasi dalam bentuk UU, PP, Perpres, dan Permen. Artinya dalam 1 hari, ada sampai 6 regulasi yang dibentuk di Indonesia.
    • Tahapan monitoring dan evaluasi (monev) belum menjadi "tradisi" yang melembaga secara kuat dalam siklus legislasi atau pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu Pasal 78 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua: "Pelaksanaan Undang-undang ini dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah undang-undang ini berlaku"
    • Dalam Black Law Dictionary Ninth Edition, Bryan A.Garner meyebutkan omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once; inculding many thing or having varius purposes. Jika dikaitkan dengan UU maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu yang sebelumnya termuat dalam berbagai UU, dicabut atau direvisi melalui satu UU.
  • Omnibus Law dan penyesuaian Prolegnas:
    • AKD yang direkomendasikan untuk membahas usulan RUU Omnibus Law adalah Panitia Khusus (Pansus)
    • Optimalisasi Pusat Pemantauan Pelaksanaan (Puspanlak) UU Badan Keahlian Dewan (BKD) DPR untuk turut melakukan legal mapping yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja dan UKM.

Feri Amsari — Pusat Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas
  • Mengenai ketaatan asas pembentukan undang-undang sesuai Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
    • Kejelasan tujuan;
    • Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
    • Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
    • Dapat dilaksanakan;
    • Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
    • Kejelasan rumusan; dan
    • Keterbukaan.
  • Mengenai ketaatan asas materi muatan undang-undang:
    • Pengayoman;
    • Kemanusiaan;
    • Kebangsaan;
    • Kekeluargaan;
    • Kenusantaraan;
    • Bhinneka tunggal ika;
    • Keadilan;
    • Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
    • Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
    • Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
  • Keinginan Bank Dunia terhadap Indonesia: Bank Dunia memberi masukan kepada Presiden Jokowi bahwa agar Indonesia meningkatkan kepastian investasi di Indonesia dengan memeriksa semua peraturan dan hukum, dibantu oleh tim atau badan pengawas pengaturan di bawah wewenang Presiden [Kontan, 13 September 2019]
  • 3 (tiga) hal yang dipertimbangankan dalam evaluasi peraturan [Bank Dunia, Kontan, 13 September 2019]
    • Biaya dan manfaat (cost and benefit) bagi pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah
    • Konsistensi dengan kebijakan pemerintah
    • Telah melalui uji konsultasi publik secara terbuka dan seimbang.
  • Regulasi gemuk bukan pokok persoalan yang menjadi permasalahan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Permasalahan di Indonesia adalah tumpang tindih regulasi dan disharmoni ketentuan peraturan dan kebijakan.
  • Omnibus Law itu sebenarnya sudah ada di Indonesia seperti UU KUHP dan UU Pemilu, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menyatukan UU yang objeknya berbeda, karena tentu bukan perkara yang mudah.
  • Feri juga memaparkan mengenai kehendak pasar: stabilitas pasar tentu dibutuhkan para pemilik modal, regulasi yang mampu mengatur stabilitas pasar tentu "menjaga perasaan tenang" pemilik modal.
  • Sol Picciotto: "regulatory competition" merupakan kompetisi yang muncul antara berbagai negara untuk menarik para pebisnis penanam modal dengan mewujudkan kondisi-kondisi paling nyaman bagi pasar [Sol Picciotto, Regulating Global Corporate Capitalism, Cambridge University Press, Cambridge, 2011] dimana pembentukan sebuah undang-undang tidak terlepas dari kepentingan pemilik modal yang sangat mengutamakan stabilitas pasar.
  • Feri juga menyinggung mengenai perlukah OmnibusLlaw, Jika peraturan perundangan-undangan mempunyai materi muatan yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal atau beberapa pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi: buku (jika merupakan kodifikasi), bab, bagian, dan paragraf.
  • Pembentukan Omnibus Law mohon tidak dipaksakan, jika memang tidak bisa jangan dipaksakan tetapi kalau sekiranya bisa, tentu harus berusaha keras. Jadi, jangan semata-mata untuk kepentingan investor.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan