Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja dengan Tim Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI

Tanggal Rapat: 13 Mar 2024, Ditulis Tanggal: 15 Jul 2024,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI

Pada 13 Maret 2024, Badan Legislasi DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Tim Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI dalam rangka Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul 10:04 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI

Tim Pemerintah

  • Undang-Undang tentang DKI Jakarta harus direvisi paling lambat 2 tahun semenjak diundangkan Undang-Undang tentang IKN. Artinya, 15 Februari 2024 seharusnya undang-undang ini sudah selesai. Ini menjadi beban dari pembuat undang-undang baik DPR-RI maupun juga Pemerintah.
  • Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah awal secara proaktif itu dimulai dari April. Kami ingin menjelaskan isu mengenai masalah aglomerasi ini agar tidak dipelintir ke mana-mana.
  • Pada April 2022, kami sudah membuat tim untuk membuat draft dan pembahasan masalah RUU tentang DKI Jakarta di antaranya melibatkan ahli-ahli termasuk ahli-ahli perkotaan dari ITB, UI, UGM, termasuk juga Ahli Hukum Tata Negara.
  • Pada saat FGD, muncullah isu tentang pentingnya penataan atau harmonisasi pembangunan mulai dari perencanaan sampai evaluasi, yaitu Jakarta dan kota-kota satelit di sekitarnya, karena sudah menjadi satu kesatuan.
  • Banyak permasalahan yang menjadi permasalahan bersama mulai dari permasalahan lalu lintas, polusi, banjir, migrasi penduduk, bahkan juga masalah-masalah di bidang kesehatan.
  • Perlu adanya harmonisasi dan penataan serta evaluasi. Oleh karena itu, ada berbagai istilah yang saat itu muncul: Apakah membentuk namanya Kawasan Metropolitan atau Megapolitan atau Aglomerasi.
  • Kalau Metropolitan dan Megapolitan seolah-olah akan dijadikan satu pemerintahan. Ini banyak ditentang, karena akan merubah banyak undang-undang.
  • Akhirnya, disepakati saat itu disebut dengan kawasan aglomerasi yang artinya tidak ada keterikatan masalah administrasi pemerintahan, tapi ini adalah satu kawasan yang penuh diharmonisasikan program-programnya terutama yang menjadi common problem bersama.Prinsip daripada kawasan ini utamanya adalah harmonisasi program mulai dari perencanaan dan melakukan evaluasi secara reguler agar semuanya sinkron. Perlu ada yang melakukan sinkronisasi ini, karena masalah-masalah yang ada tidak bisa ditangani satu menteri saja.
  • Kita bisa mencontoh yang sudah kita lakukan di Papua, yaitu dibentuknya Badan Percepatan Pembangunan Papua yang tugasnya adalah harmonisasi dan evaluasi, bukan mengambil alih kewenangan Pemerintah Daerah dan ini sudah berjalan hampir 2 tahun dipimpin oleh Wapres, karena memang Papua memerlukan harmonisasi itu.
  • Isu mengenai pentingnya kawasan aglomerasi ini dimasukkan di dalam undang-undang ini agar ada sinkronisasi daerah-daerah yang tadi kami sebutkan, karena kalau tidak ada sinkronisasi akan berjalan sendiri-sendiri. 
  • Mengenai isu yang krusial yang lain adalah pemanfaatan ruang laut. Kita tahu bahwa pemanfaatan ruang laut ada undang-undang khusus. 
  • Kita sebenarnya ingin memberikan kewenangan kalau konsisten Jakarta bukan menjadi ibu kota dan Jakarta menjadi kota global yang setara dengan kota-kota modern di dunia atau pusat perekonomian, jasa, dan lain-lain, maka  harus diberikan tambahan kewenangan kepada Jakarta sebagai daerah khusus dan kita memberlakukan lex specialis Khusus Jakarta untuk hal-hal tertentu.

Komite 1 DPD-RI 

  • Berkenaan dengan pembahasan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), DPD-RI telah menugaskan Pimpinan-pimpinan Komite 1 sebagai alat kelengkapan yang membidangi urusan pemerintahan daerah dan otonomi daerah untuk bersama-sama dengan DPR-RI dan Pemerintah membahas RUU ini.
  • Pada kesempatan Rapat Kerja Pembahasan Tingkat 1 secara tripartit ini, DPD-RI berharap betul agar pembahasan RUU Provinsi DKJ menjadi ikhtiar kita bersama untuk mewujudkan Provinsi DKJ yang berfungsi sebagai Kota Global, kota yang menyelenggarakan pelayanan dan pendanaan kegiatan internasional dalam bidang perdagangan, investasi, bisnis, pariwisata, kebudayaan atau cultural interaction, pendidikan, kesehatan, dan menjadi lokasi kantor pusat perusahaan dan lembaga baik nasional, regional, maupun internasional.
  • Selain itu, juga menjadi pusat produksi atau produk strategis internasional, sehingga menciptakan nilai ekonomi yang besar bagi Jakarta ke depan.
  • DPD-RI sepakat terhadap yang disampaikan oleh Tim Pemerintah bahwa Jakarta perlu diberikan kewenangan-kewenangan khusus dan menjadi lex specialis
  • Bicara soal Daerah Khusus Jakarta, ini sebenarnya sudah lama sekali kita bahas. Bahkan, kita pernah meluncurkan kata-kata Megapolitan, tetapi terlalu banyak terjadi polemik-polemik di media.
  • Tentu, ini menjadi kesempatan baik buat kami. Ketika Jakarta sudah tidak lagi menjadi IKN, maka artinya menjadi kesempatan buat kami untuk mempersiapkan Jakarta dengan sebaik-baiknya.
  • Pemberian otonomi khusus atau desentralisasi asimetris bagi Jakarta sebagai pusat ekonomi bisnis berskala global perlu tetap dipertahankan agar Jakarta dapat tetap terjaga ketahanan fiskalnya, pembangunan secara berkelanjutan, peran perekonomian nasional meningkat, pelayanan dunia usaha terjaga, dan kualitas hidup masyarakat Jakarta lebih meningkat.
  • Melalui Pembahasan Tingkat 1, DPD-RI menyampaikan beberapa pandangan terhadap naskah RUU tentang Daerah Khusus Jakarta. 
  • Dalam DIM RUU yang disiapkan oleh Baleg DPR-RI, kami mohon agar DIM dari DPD-RI menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
  • Beberapa hal tersebut antara lain, DPD-RI berpandangan bahwa Pasal 22d Ayat 2 UUD 1945 harus dicantumkan dalam konsideran Mengingat RUU ini, karena ketentuan tersebut menjadi dasar konstitusional bagi DPD-RI dalam melaksanakan fungsi legislasi.
  • DPD-RI berpandangan bahwa norma jabaran atau peraturan pelaksanaan dari RUU DKJ harus memperhatikan tertib hierarki perundang-undangan yang berlaku. Norma jabaran yang dipakai di RUU ini sebaiknya dituangkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau paling rendah dalam Peraturan Daerah, dan tidak dalam Peraturan Gubernur. Hal ini karena, Peraturan Gubernur merupakan peraturan kebijakan atau norma jabaran dari Peraturan Daerah, bukan norma jabaran dari UU.
  • Pengisian jabatan Gubernur yang menjadi polemik, DPD-RI ingin menyampaikan bahwa jelas sekali dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi Kabupaten/Kota dipilih secara demokratis.  
  • DPD-RI sepakat dan sejalan bahwa metode pengisian jabatan Gubernur harus tetap dipilih sebagaimana disampaikan oleh Pemerintah yang secara langsung dipilih oleh rakyat melalui Pilkada sebagaimana sudah berlangsung sejak tahun 2005. 
  • DPD-RI berpandangan bahwa dalam pelaksanaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan RUU DKJ harus melibatkan DPD-RI. Sesuai dengan amanat Pasal 95 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • DPD-RI berpandangan bahwa pelaksanaan kewenangan khusus oleh Pemerintah DKJ perlu dihormati sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan intervensi dari Pemerintah Pusat yang dapat mengakibatkan otonomi khusus Pemerintah DKJ tidak berjalan sebagaimana mestinya.
  • DPD-RI berpandangan bahwa dalam upaya pemajuan kebudayaan Betawi sebagai kearifan lokal setempat, perlu mendapatkan nomenklatur dan tugas serta wewenang yang jelas dalam undang-undang ini. DPD-RI sangat mengapresiasi Baleg DPR-RI yang sudah mencantumkan ini.
  • DPD-RI mengusulkan agar lembaga adat kebudayaan Betawi tersebut dinamakan Majelis Betawi yang merupakan wadah berhimpunnya lembaga komunitas dan tokoh kebudayaan Betawi.
  • DPD-RI berpandangan bahwa atribusi kewenangan secara langsung kepada Wakil Presiden sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi dari RUU ini harus dipertimbangkan sedemikian rupa agar tidak terjadi dualisme kekuasaan antara Presiden dan Wakil Presiden yang dapat berpotensi menimbulkan pecah kongsi antara keduanya di kemudian hari.
  • Pada dasarnya, putusan kepada Wakil Presiden harus berdasarkan kewenangan mandat dari Presiden sebagai penanggung jawab tertinggi.
  • DPD-RI berharap upaya dilakukan dalam melaksanakan amanat rakyat daerah dan konstitusi ini tentu saja bermanfaat untuk kemajuan daerah dan bangsa Indonesia khususnya dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia serta menjamin keutuhan NKRI.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan