Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Jaminan Kesehatan Nasional - Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG ) dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI)

Tanggal Rapat: 2 Dec 2019, Ditulis Tanggal: 22 Mar 2020,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG ), Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS UI)→Renny Nurhasana

Pada 2 Desember 2019, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mengenai Jaminan Kesehatan Nasional. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Ansory Siregar dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapil Sumatera Utara 3 pada pukul 15:40 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG ), Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS UI) → Direktur SKSG
  • SKSG UI melakukan penelitian rokok supaya masyarakat tidak tergerus karena penggunaan rokok, rokok punya hubungan dengan stunting, SKSG ingin membantu dalam mempersiapkan SDM yang tidak hanya unggul tetapi juga sehat.

Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG ), Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS UI) → Hasbullah Thabrany
  • Pondasi kualitas manusia adalah hasil investasi kesehatan dan pendidikan, jika gizi kurang dan infeksi akan menyebabkan otak kosong permanen yang akan menghasilkan generasi kuli/ngotot pada akhirnya akan jadi beban. Sebaliknya jika gizi cukup dan sehat akan menghasilkan anak cerdas dan SDM bermutu yang melanjutkan Pendidikan Tinggi untuk modal masa depan.
  • Jaminan kesehatan Nasional tidak bisa dipandang sendiri atau dari satu sudut pandang, harus dipandang bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang akurat.
  • Hal-hal yang perlu disepakati :
    • visi kesehatan yaitu seluruh rakyat mendapat layanan kesehatan berkualitas sesuai kebutuhan medisnya sebagai investasi modal manusia.
    • Negara mampu mewujudkan visi kesehatan.
    • Penyakit utama sistem kesehatan (termasuk JKN) adalah mindset bangsa yang berujung pada pendanaan kesehatan terkecil.
    • Jika tenaga kesehatan dibayar memadai (plus control/audit memadai), banyak masalah mikro (antrian, penolakan, kualitas layanan) akan sangat berkurang.
    • Perlu minimalisasi politik kepentingan golongan.
  • Sistem kesehatan berdasarkan UU no.40/2004 dan no.36/2009 yang menyatakan setiap orang (kaya/miskin) berhak atas layanan kesehatan.
  • JKN dirancang dengan visi kesehatan yang berkeadilan sosial dengan kecukupan dana dan bayaran untuk membangun bangsa.
  • Evaluasi/ hisab JKN
    • Tujuan utama JKN adalah pemenuhan hak rakyat, akses medis perorangan, bukan distribusi uang Pemda atau kelompok tertentu.
    • Iuran berbasis pendapatan bukan resiko yang sekarang diramaikan dengan segmen PBI, PBPU, BP, PPU, kesalahan BPJS sejak awal.
    • Manfaat sesuai kebutuhan medis bukan besaran iuran.
    • Peserta punya hak pilis faskes/ dokter.
    • Indikator penting : OOP kurang dari 20%.
    • Indikator hasil/outcome jangka panjang adalah kualitas dan daya saing SDM
  • Ada kekeliruan dalam proses penetapan iuran, besaran gotong-royong/iuran harusnya mengetahui terlebih dahulu beban biaya yang dibutuhkan.
  • Kesalahan penerapan bayaran faskes
    • Kini bayaran ditetapkan Kemkes dengan simulasi penerimaan iuran dahulu sehingga lahirnya sungsang.
    • Besaran kapitalis sama seluruh daerah dan tidak berubah dalam 6 tahun, sementara BPJS terus menambah tugas FKTP, ini adalah pelanggaran kontrak.
    • Konsep sinambung dan berkeadilan, metode dan bayaran hasil kesepakatan kantor BPJS di suatu wilayah (pasar) dengan asosiasi faskes di wilayah yang sama, Pasal 24 (1) UU 40/2004 “diakali” waktu susun UU 24/2011 pasal 11 (d) dan tidak dijalankan sesuai penjelasan UU 24/2011.
  • Kesalahan penerapan aktuaria
    • Aktuaria adalah metode matematik dalam menghitung risiko biaya (sakit, klaim kematian, klaim kerugian) suatu kejadian masa depan dengan dasar uncertainly, ketidakpastian.
    • Asuransi komersil : aktuaria menghitung risiko kelompok untuk didistribusikan menjadi premi kelompok tersebut sesuai risiko kelompok tersebut (risk-base).
    • Asuransi sosial : aktuaria menghitung risiko seluruh peserta untuk didistribusikan sebagai iuran sesuai distribusi pendapatan (income) peserta (income-base) Pasal 27 UU 40/2004.
  • Pemerintah yang menerapkan iuran dan bayaran, maka pemerintah harus tanggung jawab terhadap defisit.
  • Pandangan lain yang diskriminatif terhadap JKN
    • Terdapat ilusi tentang biaya kesehatan yang mengatakan negara tidak mampu
    • Terdapat ilusi bahwa JKN dan pelayanan kesehatan buruk
  • Kekeliruan paham lain
    • Kebutuhan dasar kesehatan : manfaat terlalu luas, paling generous sehingga defisit dan negara bakal bangkrut. Faktanya tidak ada satu negarapun yang bangkrut karena memenuhi hak kesehatan rakyatnya, bisa dibuktikan dengan data.
    • Mengapa rakyat harus bayar : tidak ada hak tanpa kewajiban, jangan cari popular tanpa rasional.
    • Subsidi BPJS belum terjadi, yang disubsidi adalah penduduk miskin dan tidak mampu.
    • Talangan : kewajiban konstitusional Pemerintah.
    • Penyertaan Modal Negara terkecoh “otak dagang”.
    • Defisit karena moral hazard dan fraud ada tetapi bukan penyebab utama, perdebatan yang menyebabkan keruntuhan JKN.
  • Ketimpangan antar daerah
    • Tidak ada perintah UUD atau UU untuk ekuitas antar daerah.
    • Penduduk bersifat dinamis, bisa pindah atau berobat ke daerah lain dimana faskes tersedia.
    • Tugas Pemda menyediakan faskes yang memadai agar penduduk didaerahnya dapat akses cepat dan layanan berkualitas.
    • Pemda yang cerdas akan membangun faskes yang bagus, BPJSK akan bayar yang menguntungkan Pemda dan penduduk sekitar.
    • Prinsip JKN adalah money follows patients, bukan sebaliknya.
  • Akar masalah JKN adalah iuran tidak memenuhi syarat adequacy/kecukupan dalam prinsip manajemen, ditambah ada masalah lain seperti :
    • BPJS sering mengungkapkan rasio klaim per segmen (PBI,PBPU, PPU), ini adalah penyimpangan prinsip single pool dan prinsip asuransi sosial.
    • BPJS kurang transparan dan tidak berbagi data, mengundang kecurigaan.
    • DJSN sangat lemah, tak berfungsi sebagaimana mestinya.
    • Asosiasi faskes sangat lemah.
    • Pejabat Kemenkes kurang paham dan belum berpihak kepada kepentingan publik.
  • Permasalahn JKN terbesar adalah kekurangan dana, kurang belanja makanya pelayanan kesehatan Indonesia buruk. Tidak heran orang berlomba ke luar negeri karena disana belanjanya tinggi, kualitasnya pun bagus.
  • Kesimpulan
    • Faktanya manfaat JKN telah diterima oleh hampir semua pihak.
    • Masalah utama adalah penetapan iuran yang lebih berat “politis” bukan kajian ekonomis, menyebabkan dana dan faskes dibayar tidak memadai, hal ini akan mengancam kesinambungan JKN.
    • Penggunaan kasus-kasus di lapangan yang bukan faktor utama defisit dan kualitas layanan dapat melemahkan JKN jangka panjang dan hanya akan menimbulkan debat publik yang buang waktu.
  • Rekomendasi
    • Dalam pemenuhan hak rakyat dan kewajiban rakyat, hendaknya semua pihak menghindari “politisasi” dan memperkuat argumen rasional ekonomis.
    • Semua pihak menghindari “jebakan pandangan jangka pendek” yang dapat menurunkan kinerja JKN yang berdampak pada penurunan daya saing bangsa di masa depan.
    • Dalami pilihan keputusan politik yang perkuat JKN jangka panjang dengan data dan fakta rasional, bukan sekedar menolak atau mendukung suatu keputusan.
    • Lakukan terapi rasional-kausal, bukan penyelesaian kasus-kasus simptomatik.
  • Solusi jangka pendek-menengah JKN
    • Ikuti model DKI, PBPU yang tidak bayar iuran otomatis menjadi peserta PBI Kelas III, biaya pasti lebih kecil dari subsidi solar,premium dan LPG 3Kg di tahun 2019 sebesar Rp160 triliun dan baru saja ditambahkan kuota solar tanpa hingar-bingar.
    • Naikkan batas upah minimal Rp100 juta agar konsisten dengan UU SJSN.
    • Pemerintah dan pejabat negara harus taat aturan, jangan diskriminatif.
    • Jalankan Pasal 24 ayat 1 UU SJSN; cara bayar, kinerja, besaran bayaran, dan isi kontrak disepakati asosiasi (PERSI, IDI, PDGI, dll).
    • Jangan ada faskes yang ditolak kontrak (full atau satu jenis layanan) sejauh faskes tersebut sepakat dengan tarif dan cara bayar (Any willing provider principle).
    • Khusus KIA dan KB, jamin semua tanpa harus prosedur iuran aktif. Dana APBN transfer ke BPJS sesuai klaim valid.

Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG ), Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS UI) → Renny Nurhasana
  • Perilaku merokok orang tua juga berpengaruh terhadap intelegensi anak secara tidak langsung (dampak stunting). kemungkinan stunting anak perokok >5,5% dibanding anak bukan perokok karena peningkatan pengeluaran rokok yang dibarengi penurunan pengeluaran makanan sumber protein dan karbohidrat.
  • Analisis temuan di Kabupaten Kupang, NTT
    • Merokok sudah menjadi “candu” dan normal di desa sehingga merokok di dalam rumah dan depan anak biasa saja.
    • Masyarakat patriarki, walaupun keuangan diatur istri tetapi jumlah uang sudah dipotong oleh Bapak untuk rokok
    • Perilaku merokok menyebabkan shifting konsumsi (uang makanan untuk rokok) yang sangat terasa oleh masyarakat yang miskin sehingga nutrisi tidak tercukupi (menimbulkan stunting).
    • Proporsi pengeluaran merokok dari pengeluaran informan bervariasi dari 14,3%-39%, dimana pengeluaran makanan lebih rendah dibanding pengeluaran rokok dibeberapa informan.
  • Rokok adalah pengeluaran RT tertinggi ke2 di kelompok masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan menyebabkan tidak cukup asupan kalori harian minimal karena belanja makanan tersedot belanja rokok.
  • Penerima bansos memiliki kemungkinan menjadi perokok lebih besar dibandingkan non-penerima bansos.
  • Cost of smoking menunjukkan beban ekonomi cakupan kesehatan semesta di Indonesia dan berdampak pada defisit berkelanjutan BPKS-K, beban ekonomi kesehatan 1,8 kali lebih besar dari penerimaan negara dari cukai rokok.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan