Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan terhadap RUU tentang Pengesahan Persetujuan Kerjasama terkait Pertahanan dengan negara Republik Federatif Brasil, Persatuan Emirat Arab, Kerajaan Kamboja, dan Republik Prancis – Komisi 1 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar dan Akademisi/Praktisi

Tanggal Rapat: 26 Mar 2024, Ditulis Tanggal: 26 Jul 2024,
Komisi/AKD: Komisi 1 , Mitra Kerja: Pakar dan Praktisi

Pada 26 Maret 2024, Komisi 1 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar dan Akademisi/Praktisi membahas mengenai Masukan dan Pandangan terhadap RUU tentang Pengesahan Persetujuan Kerjasama terkait Pertahanan dengan negara Republik Federatif Brasil, Persatuan Emirat Arab, Kerajaan Kamboja, dan Republik Prancis. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Sugiono dari Fraksi Partai Gerindra dapil Jawa Tengah 1 pada pukul 14:08 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pakar dan Praktisi

M. Arifin, Pakar BRIN

  • Izinkan kami untuk mengajak Bapak/Ibu untuk melihat lebih dalam lagi tentang hubungan atau interaksi atau diplomasi pertahanan Indonesia dengan Brasil, Kamboja, Persatuan Emirat Arab, dan juga Perancis. 
  • Kami di BRIN membuat satu pangkalan data tentang diplomasi pertahanan yang tujuannya untuk mengidentifikasi mitra utama kita dan mengidentifikasi kesempatan yang ada dalam konteks diplomasi.
  • Jika melihat naskah akademik dari 4 RUU ini, data-data yang kami punya bersinggungan karena sumber datanya sama dari berbagai macam sumber terbuka baik itu website resmi Kemhan, Kemlu, DPR, dan sebagainya.
  • Untuk konteks diplomasi pertahanan Indonesia dengan Brasil secara kuantitas tidak begitu sering atau intensitasnya tidak tinggi. Namun, jika kita bandingkan diplomasi pertahanan Indonesia dengan Amerika Serikat atau dengan Tiongkok atau dengan negara-negara major power lainnya seperti Jepang, Singapura, dan sebagainya memang tidak terlalu tinggi.
  • Selama 14 tahun terakhir, kita melihat ada tren yang naik yang didukung oleh penandatanganan kerja sama pertahanan ini pada tahun 2017 silam.
  • Namun demikian, tren yang berbeda ditunjukkan oleh relasi atau diplomasi pertahanan Indonesia dengan Kamboja. Indonesia dan Kamboja sama-sama negara Anggota ASEAN, tapi lebih dari itu sebetulnya Indonesia punya tempat yang spesial di Kamboja. Bisa dibilang demikian karena Indonesia salah satu pihak yang turut berkontribusi dalam konteks resolusi konflik di Kamboja pada pertengahan tahun 1990-an.
  • TNI atau Kopassus kita juga memberikan pelatihan kepada pasukan pengamanan Perdana Menteri Kamboja dan kepada Unit Kontra Terorisme di sana. 
  • Jika melihat tren kerjasama Indonesia dengan Kamboja memang ada penurunan, meskipun hanya sedikit. Namun, tren ini pasti akan lebih membaik kedepannya.
  • Dalam konteks hubungan Indonesia dengan Persatuan Emirat Arab pada tahun 2022 sangat tinggi. 
  • Secara umum memang fluktuatif, tahun 2017-2019 naik, tahun 2020-2021 menurun karena faktor Covid-19, tapi di tahun 2022 mulai naik kembali.
  • Untuk hubungan kerjasama pertahanan dengan Prancis datanya sangat dinamis, artinya naik-turun. Di awal tahun 2000-an, memang masih rendah, tapi kemudian meningkat pada tahun 2018. Namun, di 2 tahun atau 3 tahun belakangan ini mulai menurun, tapi sepertinya melihat ada banyaknya kerjasama yang diinisiasi oleh Pak Menhan dalam 2 tahun terakhir, kami optimis dalam beberapa tahun ke depan sepertinya diplomasi pertahanan Indonesia dengan Prancis akan kembali meningkat.
  • Secara umum kita bisa mengevaluasi atau mengidentifikasi dengan seksama naskah ke-4 RUU kerjasama pertahanan dengan 4 negara:
  • Dari sisi dimensi otonomi, kami melihat bahwa perjanjian yang ada secara tertulis setidaknya meletakkan kedaulatan maupun sikap saling menghormati. Jadi, ini bukan satu kerjasama yang bersifat timpang atau asimetris, melainkan kerjasama yang lebih setara.
  • Dari sisi efektivitas, kita menilai bahwa potensi kerjasama ini bisa dilaksanakan dan bisa sukses, karena kita punya sejarah diplomatik yang panjang dengan keempat negara tersebut. Sebelumnya kita juga punya berbagai macam inisiatif di bidang pertahanan yang sudah berjalan sampai sekarang.
  • Dari sisi input dan output legitimasinya juga demikian. Dukungan dari masyarakat maupun dari berbagai macam pemangku kepentingan di Indonesia cukup tinggi yang tidak hanya dari Kemhan, tapi juga dari Mabes TNI, Kemenkopolhukam, dan lain sebagainya. Jadi, RUU ini akan berkontribusi positif tidak hanya bagi pemantapan kepentingan nasional saja, tapi juga bagi pembangunan secara umum. Terdapat satu catatan kecil tentang output legitimasi bahwa output legitimasi ini berkaitan dengan dampak. Jadi, tentu memerlukan peran yang lebih atau berkelanjutan dari DPR untuk memberikan pengawasan tentang implementasi dari kerjasama pertahanan itu sendiri. Jangan sampai kerjasama ini hanya berakhir di tanda tangan kemudian ketika praktiknya atau pertemuannya tidak berjalan.
  • Dari sisi topologinya, bisa dilihat bahwa semua ceklisnya terisi. Artinya, menunjukkan hal yang positif.
  • Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa keempat RUU ini lebih bersifat substansial dan berjangka waktu panjang. Jadi, bukan suatu perjanjian keamanan yang bersifat pragmatis seremonial dan prosedural saja.
  • Kami berpikir akan sangat baik bagi Pemerintah Indonesia atau bagi DPR khususnya Komisi 1 jika bisa menyetujui ratifikasi keempat RUU ini.

Curic Maharani, Akademisi/Praktisi Binus University 

  • Kompeten Curic lebih kepada industri pertahanan dan ekonomi pertahanan. Ia akan lebih fokus kepada dua sektor tersebut. 
  • Terkait diplomasi pertahanan dengan Kamboja, Prancis, Brasil, dan Uni Emirat Arab, harus menjadi alat yang tidak hanya diplomasi politik luar negeri saja, tapi juga diplomasi dari kebutuhan pembangunan militer dan pembangunan kekuatan pertahanan. 
  • Persoalan yang sedang dihadapi sekarang adalah diversifikasi alutsista. Indonesia punya jenis alutsista terbanyak di ASEAN, tapi tidak ada kaitan antara supplier dengan jenis senjata yang dibeli. Artinya, Indonesia tidak punya strategi dan juga diperparah dengan CADSA yang melarang transaksi Indonesia dengan Rusia dan 3 negara lainnya.
  • Indonesia kesulitan untuk mengoperasionalkan alutsista yang dipunyai yang berasal dari Rusia dan mengalami kesulitan dalam melakukan maintenance.
  • Itulah persoalan-persoalan yang sangat relevan yang harus dipecahkan dengan diplomasi pertahanan seperti ini.
  • Jika kita meninjau diplomasi pertahanan Indonesia selama ini, maka ada 3 sasaran utama, yakni membangun rasa percaya, meningkatkan kapasitas pertahanan, dan kerjasama industri pertahanan.
  • Hal ini dapat dilakukan oleh berbagai aktor dan berbagai format kerjasama. Salah satunya yang menjadi standar internasional DCA. Meskipun tidak ada definisi DCA itu apa dan harus mencakup apa, tapi telah dianggap standar internasional.
  • Terdapat 2 hal yang ingin disampaikan mengenai evaluasi diplomasi pertahanan. Curic tidak tahu apakah ada evaluasi khusus dari DPR mengenai diplomasi pertahanan yang ada selama ini atau tidak. 
  • Kita selalu terlambat untuk meratifikasi DCA. Terkadang, kerjasamanya sudah sangat jauh seperti dengan Korea Selatan tapi ratifikasi DCA-nya menyusul. Akibatnya, ada banyak aspek legal yang tidak bisa diamankan untuk memastikan kerja sama itu berlangsung sesuai dengan kepentingan kita dan kalau misalnya ada pelanggaran bagaimana sanksi atau respon kita.
  • Diplomasi pertahanan Indonesia mengalami kesenjangan antara tujuan dengan output. Kebanyakan dari kerja sama industri pertahanan itu kita hanya menjadi konsumen atau menjadi market dari negara lain dan memang dari kita sendiri belum cukup komprehensif dalam merumuskannya.
  • Diplomasi pertahanan Indonesia termasuk salah satu yang bagus, tapi masih bisa ditingkatkan lagi.
  • Fakta utama berdasarkan anggaran pertahanan, jumlah personel militer yang ikut dalam pasukan perdamaian, dan kepentingan mereka di Indo-Pasifik.
  • Secara GDP, kita bisa melihat bahwa Brasil dan Prancis adalah negara yang ekonominya besar, sedangkan UEA adalah negara yang medium dan Kamboja adalah negara kecil.
  • Dari jumlah personel militer mereka, kita bisa melihat Kamboja ternyata punya personel militer lebih besar daripada Prancis dan Brasil. Meskipun, anggaran pertahanannya tidak bisa didapatkan melalui sumber-sumber terbuka.
  • Kamboja juga punya misi perdamaian di bawah bendera PBB sebagaimana Prancis dan Brasil, sedangkan UEA tidak memilikinya.
  • Adapun hal yang lebih penting adalah Prancis memiliki kepentingan langsung di Indo-Pasifik, karena mereka punya overseas territories. Mereka punya lebih dari 1,5 juta warga negara yang harus dilindungi dan juga mereka berkepentingan karena mereka bagian dari aliansi Amerika Serikat. Sedangkan, Kamboja adalah Anggota ASEAN yang posisinya terjepit antara negara besar yang sedang berkembang, China, dan cukup jauh dari negara ASEAN utama, sehingga ada kecenderungan melakukan bandwening ke China. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan wilayah Kamboja sebagai pangkalan kapal perangnya China.
  • Saat ini, Kamboja sedang membangun salah satu pelabuhan terbesar untuk bisa hosting kapal-kapal perang dari China. Jika ditanya beraliansi dengan China atau tidak, jawabannya adalah tidak beraliansi. Hal ini harus bisa dipahami logikanya.
  • Kamboja itu mirip dengan Singapura. Singapura bilang bahwa mereka tidak beraliansi dengan Amerika Serikat, tapi Singapura membebaskan Amerika Serikat untuk menggunakan fasilitasnya untuk logistik di saat damai.
  • Curic memaparkan karakter dari 4 negara yang dikaji. Prancis dan Brasil pasti mengincar Indonesia sebagai pasar pertahanan. Secara pertumbuhan ekonomi ternyata UAE yang paling pesat meskipun sangat fluktuatif. Anggaran pertahanan Prancis mencapai 2% PDB yang mana itu normal untuk Anggota NATO, sedangkan Brasil memiliki belanja pertahanan paling kecil tapi secara rasio PDB masih 1% dan karena pertumbuhan ekonominya tidak baik-baik saja, sehingga sulit dibayangkan Brasil akan memperbesar anggaran pertahanannya. Untuk UAE anggaran pertahanannya hampir 6% PDB, berarti mereka punya persepsi ancaman yang sangat besar tapi juga berarti mereka akan sulit meningkatkan lagi. Artinya, sudah mentok dan akan berisiko terhadap pasar pertahanan mereka.
  • Terkait daya saing, kalau kita lihat hanya Perancis yang memiliki daya saing pertahanan yang besar saat ini. Prancis adalah eksportir senjata terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Secara nilai produksi pertahanan meningkat terus dalam dekade terakhir dan beberapa industri pertahanan Perancis over performing. 
  • Secara nilai produksi senjata, Brasil meningkat sedikit. UAE tidak konsisten dalam nilai produksi senjata, kadang besar kemudian hilang. 
  • Tren ekspor dan impor senjata dengan Indonesia, Brasil dan Prancis menjadi penyuplai alutsista untuk Indonesia. Nilai ekspor alutsista Prancis ke Indonesia selama 10 tahun terakhir adalah hampir US$500 Miliar. Pada saat ini, Indonesia memiliki 21 jenis alutsista yang berasal dari Prancis. Artinya, ketergantungan kita untuk maintenance alutsista tersebut sangat tinggi. Bayangkan, jika tiba-tiba kita di embargo. 
  • Untuk Brasil, mereka telah mengekspor roket dan pesawat serang ringan. Nilai ekspor alutsista Brasil ke Indonesia selama 2012-2022 adalah US$133 Juta. 
  • Untuk UAE, mereka belum mencatat ekspor, tapi sebaliknya. Indonesia mencatat ekspor kepada UAE senilai US$63 Juta untuk CN0235 dan pada tahun lalu Indonesia berhasil menekan kerja sama kontrak penjualan LPD produksi PT. PAL.
  • Dari sini bisa dilihat Prancis dan Brasil adalah supplier kita, sedangkan UEA adalah pasar kita.
  • Terkait dengan stabilitas politik dan integritas sektor pertahanan ini sangat penting. Stabilitas politik berarti kelanggengan kerjasama kita dengan mereka. 
  • Integritas pertahanan artinya seberapa percaya kita pada praktik-praktik dari keempat negara tersebut. Kita dapat melihat bahwa indeks negara rapuh berdasarkan dari Fund for Peace yang diukur berdasarkan 4 indikator besar: kohesi, ekonomi, politik, dan sosial, serta indikator lintas sektor. Ini menunjukkan Brasil dan Kamboja rentan secara politik, sedangkan Prancis dan UAE cukup stabil. Kita harus waspada dengan Brasil dan Kamboja ke depannya. 
  • Untuk integritas pertahanan, Prancis dan Brasil termasuk yang berintegritas tinggi. Mereka masuk dalam penilaian TII. Brasil dan Prancis lebih baik daripada Indonesia yang mendapatkan Band B, sedangkan Indonesia D. Namun, Indonesia lebih bagus daripada UEA yang mendapatkan Band E. UAE dianggap tidak punya komitmen kuat terhadap anti korupsi atau anti suap. Hal ini berarti UAE harus kita waspadai ke depannya.
  • Idealnya, kita bekerja sama dengan negara yang Lampu Hijaunya paling banyak. Hal ini tidak bermaksud untuk mendiskriminasi yang Lampu Merah. 
  • Jika kita memang dirasa perlu kerjasama dengan keempat negara ini, maka kita harus waspadai yang mempunyai indikator merah. UAE merah di integritas pertahanan. Perlu dipikirkan mitigasi terhadap transparansi akuntabilitasnya, sedangkan Brasil merahnya ada di akses impor kita terhadap pasar pertahanannya mereka. Jika mereka tidak mau membuka pasar, tentu kita tidak mau terus-terusan menjadi konsumen saja. Kita perlu mengubah status dari konsumen menjadi mitra.
  • Terhadap perbandingan DCA menunjukkan pertemuan antara kepentingan kita dengan kepentingan negara mitra. Bisa dilihat bahwa kita bisa membagi lingkup kerja sama ke dalam 5 kategori: intelijen, industri pertahanan, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan pelatihan, serta perdamaian dan kemanusiaan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan