Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Permohonan Penundaan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) — Komisi 10 DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Indonesia (APPI),  Konsorsium Pendidikan Indonesia (KOPI), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), dan Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI)

Tanggal Rapat: 24 Mar 2022, Ditulis Tanggal: 26 Apr 2022,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Indonesia (APPI),  Konsorsium Pendidikan Indonesia (KOPI), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), dan Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI),

Pada 24 Maret 2022, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Indonesia (APPI), Konsorsium Pendidikan Indonesia (KOPI), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), dan Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) mengenai Permohonan Penundaan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Syaiful dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dapil Jawa Barat 7 pada pukul 10.24 WIB. (Ilustrasi: https://www.jurnas.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Indonesia (APPI),  Konsorsium Pendidikan Indonesia (KOPI), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), dan Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI)

Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Indonesia (APPI):

  • Ada dua tuntutan dari APPI, yaitu agar DPR tidak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 dan agar kementerian terkait membentuk Panja Nasional RUU Sisdiknas yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI):

  • RUU Sisdiknas harus ditunda sementara, karena PB PGRI semua mengetahui bahwa pembaharuan itu sangat dibutuhkan tetapi pembaharuan seperti apa yang dibutuhkan di dalam kerangka pendidikan nasional yang visioner yang sesuai dengan kebutuhan.
  • Perubahan UU Sisdiknas berpotensi menimbulkan kegaduhan baru yang tidak perlu dan akan segera menjadi perdebatan hukum yang berpotensi diajukan ke MK.
  • Energi yang ada lebih baik diarahkan untuk perbaikan sistem dan tata kelola pendidikan menghadapi disrupsi.

Konsorsium Pendidikan Indonesia (KOPI):

  • KOPI melihat proses ini terkesan top-down dari Kemendikbudristek kepada KOPI sebagai penyelenggara pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu KOPI berharap sesuai dengan UU 12/2011 dimana diperlukan partisipasi masyarakat yang meaningful.

Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU):

  • Alasan penundaan ini antara lain karena secara substansi terjadi kemunduran yang luar biasa dari draft yang sampai kepada HISMINU.
  • HISMINU kaget juga kalau Ketua Komisi 10 menyatakan belum pernah ada draft yang sampai ke DPR, tetapi mungkin karena di luar tidak pakai "aquaproof" sehingga bocor kemana-mana. Semoga bocorannya itu tidak benar.
  • Madrasah selama ini kurang memperoleh perhatian dari negara dan Pemerintah, karena kalau melihat UU 4/1950 itu sama sekali tidak menyebut Madrasah. Lalu, UU 2/1989 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Madrasah juga sama sekali tidak disebut.
  • Baru kemudian pada UU 20/2003, baru Madrasah itu disebutkan dalam satu tarikan nafas dengan sekolah. Di dalam Ketentuan Umum UU 20/2003, poin 25 itu sudah disebutkan dalam satu tarikan nafas "Komite Sekolah/Madrasah".
  • Jelas di situ sudah di disebutkan. Kemudian, Pasal 27 ayat 2 itu disebutkan pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat. Kemudian, pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah atau bentuk lain yang sederajat.
  • Jadi sekali lagi, Madrasah ini disebutkan dalam satu tarikan nafas dengan sekolah sejak UU Sisdiknas tahun 2003. Namun demikian, pelaksanaan dari UU ini terganggu dengan adanya UU 22/1999 mengenai Pemerintah Daerah karena masalah agama itu termasuk salah satu yang dikecualikan dari wewenang Pemerintah Daerah, sementara Madrasah ini dianggap sebagai bagian dari urusan agama yang bukan urusan Pemerintah Daerah sehingga kemudian, penyebutan Madrasah di dalam UU Sisdiknas harusnya diperkuat, karena tentu semua mengakui betapa besar peran Madrasah di dalam Sistem Pendidikan Nasional.
  • Namun, dari bocoran yang HISMINU terima justru Madrasah itu dicoret, tidak ada lagi kata-kata Madrasah di dalam draft RUU yang sekarang sudah disiapkan oleh Kemendikbud yang belum sampai ke Komisi 10 DPR RI.
  • Jadi, yang ada hanya disebutkan bahwa pendidikan terdiri atas Pendidikan Umum dan Pendidikan Keagamaan, yang tidak jelas pendidikan keagamaan itu apa.
  • Hanya kemudian memang disebutkan nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Untuk penguatan Madrasah sebagai salah satu komponen dari Sistem Pendidikan Nasional seharusnya juga lebih diperkuat lagi.
  • Di dalam PP berkaitan dengan UU mengenai Pemerintah Daerah harusnya Madrasah itu masuk dalam apa bidang pendidikan, bukan bidang agama yang menjadi urusannya pusat atau urusannya Kementerian Agama.
  • Kalau itu dimasukkan di dalam kategori pendidikan, bukan agama, maka tentu kemudian pelaksanaan pendidikan itu akan lebih perjalanan adil sebagaimana dikehendaki oleh UU 20/2003.
  • Kemudian, mengenai alokasi anggaran di dalam RUU ini disebutkan Pemerintah Pusat wajib mengalokasikan paling sedikit 20% dari APBN. Ayat selanjutnya, Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 20% dari APBD.
  • Alokasi dari APBN 20% itu tidak sepenuhnya untuk pendidikan, karena itu hal ini harus diatur dengan sebaik-baiknya agar 20% dari APBN yang masuk ke daerah itu utuh untuk pendidikan.

Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI):

  • Terkait Kampus Merdeka, sebenarnya yang namanya Kampus Merdeka itu adanya di PNFI, tapi hari ini di dalam RUU yang terjadi adalah dikerdilkan.
  • Contoh bahwa di kursus telah diatur di sana. Harusnya kursus itu tidak dibatasi umurnya, tapi hari ini dibatasi hanya umur 1 sampai 25 tahun, terutama di dalam vokasi.
  • Padahal, kursus dan pelatihan yang ada di KemendikbudRistek ini ada ratusan jenis kursus, yang tentunya tidak hanya umurnya 1-25 tahun, tapi umurnya ada yang 35-45 tahun. Bahwa setelah pensiun kawan-kawan yang telah pensiun mereka pada kursus dan pelatihan.
  • Ini yang ia kira kemerdekaan kita telah terkebiri oleh aturan main dalam RUU Sisdiknas. Diskriminasi ini perlu kita sampaikan kepada Anggota DPR. Sekarang ada yang namanya adalah Dirjen Vokasi. Menurut ia, ini mempersempit kawan-kawan untuk bergerak.
  • Tadinya Dirjen Vokasi bernama Dirjen PNFI. Harapan PNFI Dijen Vokasi dikembalikan lagi namanya menjadi Dirjen PNFI. Hal ini akan menjadi suatu kekuatan yang luar biasa di negeri ini.
  • PNFI ingin ada payung hukum yang perlu disamakan antara formal, nonformal, dan informal.
  • Kemarin, formalnya payung hukumnya cukup kuat, tapi informalnya justru malah diperkecil. Hal ini bertujuan agar tumbuh dan berkembangnya secara sehat di kursus dan pelatihan yang ada di KemendikbudRistek.
  • Jika kita bisa mengembalikan Dirjen vokasi menjadi Dirjen PNFI ini ia akan rampung semuanya dan Peraturan Perundang-undangan yang ada di PNFI sudah lengkap dan sudah bagus.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan