Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terkait RUU Kepariwisataan - RDPU Komisi 10 dengan Dirjen Kebudayaan, Ahli Sejarah Indonesia, Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dan Jurnalis/Filmmaker

Tanggal Rapat: 13 Mar 2024, Ditulis Tanggal: 19 Jun 2024,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Dandhy Laksono (Jurnalis, Filmmaker)

Pada 13 Maret 2024, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dirjen Kebudayaan, Ahli Sejarah Indonesia, Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dan Jurnalis/Filmmaker tentang masukan terkait RUU tentang Kepariwisataan. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Agustina Wilujeng Pramestuti dari Fraksi PDIP dapil Jawa Tengah 4 pada pukul 15.23 WIB. (Ilustrasi: Pemprov Bali)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan)
  • Keragaman budaya dan alam sebagai aset:
    • Indonesia adalah negeri dengan keanekaragaman budaya dan alam yang tertinggi di dunia menurut Global Index of Biocultural Diversity. Sayangnya belum dilihat sebagai aset dan justru dilihat sebagai beban yang memerlukan biaya.
    • Masalahnya tingkat kerusakan alam dan ancaman terhadap kelestarian budaya lebih cepat dari upaya pelindungan, apalagi pengembangan dan pemanfaatannya.
    • Kita perlu secara strategis memilih kekayaan alam dan budaya sebagai aset yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan, serta memberikan pelindungan menyeluruh.
  • Pariwisata berbasis keragaman budaya:
    • Pendekatan yang digunakan masih lebih fokus pada spectacle atau tontonan dan belum pada experience atau pengalaman. Saat ini experiential tourism tumbuh sangat cepat jauh melebihi pariwisata yang konvensional.
    • Amanat pengembangan dan pemanfaatan kekayaan budaya sudah ada di UU Nomor 5 Tahun 2017, dan diterjemahkan ke dalam agenda aksi dalam PP No. 87 Tahun 2021, serta Perpres No. 114 Tahun 2021 tentang Strategi Kebudayaan.
    • Ada ribuan cagar budaya dan warisan budaya tak benda yang sudah ditetapkan secara nasional. Setiap daerah mempunyai potensi menjadi destinasi pariwisata jika asetnya dipahami dan dikelola dengan baik.
  • Masukan teknis untuk RUU Kepariwisataan:
    • Pasal 12 mengatur penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan. “Perlu dicantumkan (a) masa berlaku dari rencana induk, apakah 20-25 tahun? (b) dasar penyusunan dari Rencana Induk, apakah ada ekuivalen dari Perpres No. 114 Tahun 2021? (c) apakah RIPK ini dirumuskan dari atas atau bersifat partisipatoris dengan pemangku kepentingan?
    • Pasal 14 mengatur kewajiban pengunjung ke destinasi wisata. Perlu ditambahkan/diperkuat dengan tambahan “jika destinasi pariwisata merupakan cagar budaya, maka pengunjung memenuhi ketentuan UU No. 11 Tahun 2020.
    • Pasal 18 mengatur kewajiban pengusaha pariwisata, agar ditambahkan:
      • “Dalam mengelola usaha pariwisata pada situs dan/atau kawasan cagar budaya, wajib mematuhi UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan regulasi turunannya.
      • Dalam memanfaatkan Objek Pemajuan Kebudayaan untuk kepentingan komersial, wajib memiliki izin pemanfaatan dari menteri yang membidangi urusan kebudayaan seperti diatur dalam Pasal 37 UU No. 5 Tahun 2017.
    • Pasal 41 membedakan jenis wisata alam, budaya, buatan. Sementara pemisahan ketat diantara ketiganya cukup problematik. Perlu ada pendalaman pembahasan agar lebih jelas.
    • Pasal 60 mengatur penetapan kawasan menjadi desa wisata, sebaiknya mencantumkan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang disusun di semua kabupaten/kota sebagai pertimbangan dalam penetapan kawasan.
    • Pasal 65 mengatur unsur organisasi Badan Pariwisata Indonesia, sebaiknya melibatkan asosiasi profesi dalam bidang budaya, seperti Tenaga Ahli Cagar Budaya dan Tenaga Ahli Warisan Budaya Tak Benda.
    • Pasal 80 mengatur penetapan kawasan strategis pariwisata sebaiknya mencantumkan PPKD sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan.
  • Diplomasi budaya:
    • Perlu ada komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kemendikbudristek, untuk penyelarasan dengan UU No. 37 Tahun 1999 (Pasal 4), bab pemanfaatan dan seterusnya.
    • Perlu ada fokus khusus tentang promosi pariwisata berbasis kekayaan budaya dan alam. Sebaiknya dibentuk badan khusus yang memiliki target, KPI, dan dukungan sumberdaya yang cukup untuk mengkoordinasi diplomasi budaya.
    • Harus ada prioritas.

Prof. Dr. Asvi Warman Adam (Ahli Sejarah Indonesia)
  • Aspek singkat perkembangan pariwisata Indonesia; Upaya pemerintah untuk mengurus pariwisata sudah dimulai sejak era kolonial dengan adanya lembaga untuk menangani masalah ini. Sejak Indonesia merdeka, perhatian terhadap bidang pariwisata tidak muncul dari awal. Pariwisata disatukan dengan penanganan pos dan telekomunikasi. Pada era Orde Baru tampak kenaikan kunjungan wisatawan, misalnya tahun 1969 sebanyak 86.000 orang. Bali menjadi pilot project untuk pengembangan pariwisata tahun 1970. Persoalan yang sama terus muncul sampai sekarang, yakni “jangan hanya Bali”. Bagaimana menumbuhkan destinasi wisata itu di seluruh Indonesia, tidak hanya di Pulau Dewata saja.
  • Agama; pada era reformasi pariwisata menjadi departemen yang bergabung secara berturut-turut dengan kesenian, kebudayaan, dan ekonomi kreatif. Pergantian nama kementerian ini hanya menekankan fokus kerja dalam satu periode kabinet, namun tidak melepaskan kenyataan bahwa pariwisata itu terkait betul dengan perhubungan/transportasi, perdagangan, industri kreatif, kesenian, dan kebudayaan. Namun sebetulnya pariwisata bisa dikaitkan dengan agama. Pariwisata religius dapat dikembangkan. Ziarah ke makam Wali Songo dan para ulama besar merupakan kegiatan pariwisata yang selama ini mungkin dikaitkan dengan kegiatan agama. Wisata yang cukup besar pengeluarannya oleh orang Indonesia (beragama Islam) adalah Umroh. Menurut hemat Asvi Warman Adam, sebaiknya umroh ini dikelola oleh Kementerian Pariwisata. Kegiatan Umroh itu umumnya dikelola oleh biro perjalanan, dan biro perjalanan itu diurus Kementerian Pariwisata.
  • Sejarah; pariwisata tentu berhubungan dengan sejarah. Museum, galeri, dan situs sejarah bisa menjadi obyek wisata. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarananya agar terkait dan terhubung satu sama lain. Hal ini relevan dengan pendirian Monumen PDRI di Sumatera Barat yang kabarnya belum tuntas sampai sekarang. Hal ini tentu terkait lokasi monumen itu yang tidak strategis, jauh dari mana-mana, dan sulit dijangkau. Yang perlu dipertanyakan pula adalah sikap dan reaksi pemerintah dalam penentuan sebuah destinasi wisata.
  • Adat; kasus tanggal 13 April 2023 ada dua orang penyanyi kafe di Pasir Putih Kambang, Kecamatan Lenyayang, Kabupaten Pesisir Selatan dikejar, ditelanjangi, dan dibuang ke laut, karena kafe mereka itu masih buka malam hari di bulan Ramadan. Di berbagai daerah memang ada kebijakan pemda melarang kegiatan hiburan pada siang hari, namun masih boleh pada malam hari. Pelarangan kegiatan semacam itu terkadang dilakukan kelompok masyarakat dengan alasan agama atau adat. Apa definisi adat dalam kasus ini. Tentu saja di lain pihak berbagai pesta adat dapat dijadikan objek wisata.

Prof. Dr. Achmad Sunjayadi (Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia)
  • Keragaman budaya di Hindia-Belanda bisa menjadi salah satu andalan promosi pariwisata bagi pemerintah.
  • Perlunya peran berbagai pihak yakni masyarakat, komunitas, pengusaha, pemerintah, dan media untuk mempromosikan pariwisata Indonesia.

Dandhy Laksono (Jurnalis, Filmmaker)
  • Ketika pemerintah Indonesia bicara target kunjungan wisatawan atau target devisa, pemerintah Kyoto justru memutuskan akan melarang turis memasuki Distrik Gion yang dikenal sebagai “Kampung Geisha”. Aturan ini berlaku mulai April 2024. Pasalnya kehadiran turis dianggap telah mengganggu aktivitas sosial dan budaya masyarakat setempat yang dikenal mempertahankan tradisi Geisha. Tahun 2019, Jepang kedatangan 32 juta wisatawan. Tentu merosot drastis saat pandemi, namun tahun ini diperkirakan dapat memecahkan rekor kunjungan tahun 2019. Jumlah turis sebesar ini membuat warga kota budaya seperti Kyoto kewalahan dan bahkan menyampaikan keluhan bahwa “Kyoto bukan taman hiburan”. Rata-rata memang ada tiga alasan umum orang mengunjungi Jepang, yaitu ingin melihat dan merasakan budaya, alam, serta teknologi.
  • Indonesia memiliki dua faktor diantaranya. Paket komplitnya ada di Bali, menjadikan Bali sebagai motor utama pariwisata nasional dan ikon pariwisata kelas dunia. Separuh dari 11 juta turis asing yang masuk Indonesia pada 2023 itu pergi ke Bali. Salah satu ikonnya adalah Desa Tenganan Pengringsingan, Kabupaten Karangasem. Sebagai ikon, mereka justru menolak kampungnya semata menjadi objek turis atau jadi tontonan ala “kebun binatang”. Yang membuat Desa Tenganan didatangi 48 ribu turis dalam satu tahun adalah kekuatan pada keyakinan leluhur, kebijakan sektor agraria, konservasi lingkungan, tenun geringsing, dan preservasi adat istiadatnya, dan karena menjalankan itu semua, mereka mendapat bonus dari pariwisata. Salah satu pengelola wisatanya adalah koperasi desa.
  • Maka belajar dari Jepang dan Bali, keduanya justru sukses bukan karena mulai berpikir dari pariwisata, melainkan justru dari sektor lain di atasnya, tumbuhlah sektor pariwisata.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan