Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pengaturan Destinasi Pariwisata yang Beririsan dengan Konservasi Lingkungan Berkelanjutan, dan lain-lain — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar

Ditulis Tanggal: 8 Mar 2023,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Pakar

Pada 18 Januari 2023, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar mengenai Pengaturan Destinasi Pariwisata yang Beririsan dengan Konservasi Lingkungan Berkelanjutan, dan lain-lain. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Abdul Fikri Faqih dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dapil Jawa Tengah 5 pada pukul 10.26 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pakar

Dr. Diena Mutiara Lemy.A.Par., M.M., CHE (Pakar Pariwisata Berkelanjutan Universitas Pelita Harapan):

  • Kami sangat setuju dengan adanya revisi UU Kepariwisataan, dengan sebuah latar belakang:
    • Dinamika kepariwisataan; Perubahan pada industri pariwisata
    • Berbagai isu strategis; perubahan iklim, SDG’s, revolusi industri 4.0, termasuk juga pengaruh Covid-19
    • Adanya pariwisata berkelanjutan
  • Terkait SDG’s, adanya sustainable tourism bisa menyumbang solusi dari problem isu strategis, sehingga ini menjadi kerangka dalam 17 goals yang bisa diakselerasi.
  • Isu strategis kebijakan pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia; Meningkatkan kualitas dan diversifikasi produk pariwisata melalui inovasi dan keterpaduan pemasaran yang selaras dengan klaster ekonomi kreatif dan kearifan lokal (budaya).
  • Membangun destinasi pariwsata yang selaras dengan pembangunan kluster ekonomi kreatif dan lokasi regenerasi warisan budaya, serta melibatkan pelaku ekonomi kreatif dan masyarakat serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
  • Core values:
    • sustainable tourism
    • skilled HR
    • experience satisfaction
    • product and service diversification
    • adaption of technology
  • Dimensi pembangunan kepariwisataan:
    • Skala; mikro, mezo, makro, mega
    • Kompleksitas; ulti dimensi, multi disiplin, multi stakeholder
    • Kapasitas; daya dukung, resilience sustainable
    • Sinergi; rantai nilai, ekosistem, linkage, orkestrasi
  • Kita patut bergembira karena Indonesia sudah memiliki sustainable tourism, dengan pula memiliki strategi-strateginya.
  • Sustainable Tourism Development:
    • Sustainable Tourism Destination (STD)
    • Sustainable Tourism Observatory (STO)
    • Sustainable Tourism Certification (STC)
    • Sustainable Tourism Industry (STI)
    • Sustainable Tourism Marketing (STM)
  • Tujuan penyempurnaan UU Nomor 10 tahun 2009 yaitu memastikan dan menjamin asas, fungsi, dan tujuan dapat terwujud.
  • Pembangunan dan pengembangan pariwisata di Indonesia:
    • Memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pemangku kepentingan
    • Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pariwisata melalui kewajiban melakukan pengembangan kompetensi yang diperlukan pada sektor pariwisata, bekerja sama dengan institusi pendidikan
    • Pengembangan ekosistem pariwisata melalui dukungan regulasi dan kemudahan perizinan
    • Kemudahan berinvestasi dengan tetap mendahulukan kepentingan local dan menjunjung tinggi nilai budaya dan masyarakat
  • Konsep pariwisata Indonesia di masa mendatang:
    • Creating Value:
      • Potensi kawasan
      • Sumber Daya Manusia
      • Masyarakat dan sosial
      • Regulasi dan kebijakan
    • Augmented value:
      • Stakeholder
  • Terkait pertanyaan UU apa saja yang perlu dianalisa dan disinkronkan dalam rangka penyusunan UU Kepariwisataan, yakni Peraturan Menteri tentang Pariwisata Berkelanjutan, memasukkan 1 pasal khusus tentang Pariwisata Berkelanjutan, sehingga akan menjadi 4 pilar pariwisata berkelanjutan.
  • Rationale; sebagai bahan refleksi:
    • Australia; negara maju dengan kepariwisataan berkelanjutan yang sudah dilaksanakan dengan konsisten dan adanya kesamaan dalam hal daya tarik wisata alam
    • Thailand; sesama negara Asean yang sudah berhasil dalam pariwisata dan memiliki karakteristik alam dan budaya yang mirip dengan Indonesia
  • Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan UU Kepariwisataan terkait konservasi lingkungan dan berkelanjutan:
    • Pengaturan mengenai konservasi lingkungan dan pengelolaan berkelanjutan tidak secara fokus dijelaskan, sehingga harus ditegaskan dan diatur secara khusus, mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
    • Pengaturan mengenai pariwisata berkelanjutan dengan tegas terperinci dan jelas, tidak hanya pada asas kepariwisataan saja
    • Ditambahkan pasal khusus bahwa pembangunan kepariwisataan mengacu/merujuk pada 4 pilar pariwisata berkelanjutan (Permenparekraf Nomor 9 Tahun 2011)
    • Dukungan SDM berkualitas untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Pengembangan dan pelatihan SDM harus menjadi kewajiban

      Sari Lenggogeni, BeCon.,M.Man. Pg.Dipl., Ph.D. (Akademi Tourism Development Centre (TDC) Universitas Andalas)
  • Milestone pariwisata global:
    • Tolatilitas pariwisata terhadap krisis dan bencana serta perubahan iklim, bisa juga terhadap krisis kesehatan, terorisme, dan lain-lain
    • Revolusi digital pada ekosistem industri pariwisata 4.0
    • Islamophobia dan meningkatnya pasar wisatawan muslim
    • Meningkatnya pola perilaku preferensi pada sustainable journey
  • Isu atau dampak terhadap Indonesia:
    • Nasional:
      • Perencanaan yang terintegrasi dengan K/L dan CEO Commitment
      • Sustainable policy dan RIPPARNAS
      • Kerentanan kebocoran ekonomi
      • Preferensi roadtrip tourism
    • Provinsi:
      • Destination marketing organization
      • Destination management organization
    • Kabupaten/kota:
      • Sustainable policy
  • Dari Kajian Perilaku Pro lingkungan atau mass tourism pada tahun 2017 dapat disampaikan ternyata hampir semua wisatawan di kawasan wisata bahari itu memang tidak terpikir untuk melakukan perilaku yang mendukung keberlanjutan lingkungan seperti penghematan energi, penghematan air, 56 % wisatawan mengatakan tidak berpartisipasi dalam memungut sampah, wisatawan tidak pernah berbicara tentang terkait upaya kebersihan destinasi, botol plastik dan kaleng itu bisa ditemukan 693,5 ton, transfer sampah dari kota ke desa dan pembangunan kawasan ini ternyata bermasalah. Biasanya ketika membangun kemudian limbah bangunannya itu jatuh ke laut. Ternyata itu merusak terumbu karang. Ketika terumbu karang rusak maka di sini otomatis nelayan berhenti melakukan mata pencahariannya sementara dari keluarganya seperti istrinya tidak memiliki pekerjaan.
  • Sumber kebocoran ekonomi pariwisata. Outbound Indonesia (Wisnas) yang meningkat + 7,66% atau 8, 03 juta pada tahun 2013. Kemudian pengeluaran wismannya besar dari Wisnas sehingga kita cukup surplus dan pemasaran negara Malaysia yang memang fokus dengan target medical tourism Wisnas pesisir Sumatera
  • Ada 6 elemen utama yang mungkin menjadi masukan terhadap RUU Nomor 10 tahun 2009
    • Pertama adalah penajaman ketentuan umum. dilihat dari definisi yang ada dari RUU ketentuan umum itu misalnya “wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan seorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi pengembangan pribadi dan mempelajari keunikan daya tarik yang dikunjungi dalam jangka waktu”. Sementara ini ukurannya mungkin perlu ditutup tajam dengan standar yang ada bukti memastikan perhitungan di neraca satelit pariwisata. Karena untuk menghitung domestik itu mana sebenarnya. Dari antar kota dalam provinsi atau dari provinsi a ke provinsi b atau dari man.
    • Kemudian tujuan wisata juga belum ditambahkan untuk wisatawan bisnis dan profesional dan jangka waktu kurang waktu setahun. Klasifikasi wisatawan berdasarkan asal tujuan lama tinggalnya belum juga dimasukkan. Kemudian juga Juga sustainable polusi dan psiko komitmen komitmen kepala daerah ini memang sangat penting dalam membangun untuk menjaga konsistensi dalam implementasi undang-undang
    • Kemudian perencanaan Perencanaan ekosistem dan integrasi. Kalau dalam Undang-Undang 10 Tahun 2009 kita belum lihat pariwisata itu ekosistem. Itu masih seperti terpisah. Sedangkan pariwisata itu adalah sesuatu yang memang secara integrasi dan menjadi sebuah ekosistem.
    • Dan juga dari berbagai macam K/L, saya sering menemukan bangunan yang terbengkalai. Dibangun bukan dari sektor pariwisata jadi bangunan. Jadi Leading sektor mesti diperhatikan
    • Dan sanksi siapa yang akan mengawal implementasi ini sampai ke tingkat program. Kemudian juga sanksi di Tahun 2022 itu dihilangkan pasal 64. Padahal yang melakukan kerusakan-kerusakan untuk perusahaan ini kebanyakan ada dari pengunjung.
    • Beberapa catatan masukan untuk RUU Nomor 10 Tahun 2009,
      • Integrasi kewenangan lintas K/L belum terbangun, kawasan pariwisata secara ekosistem dan Land valutaration seperti konsep yang dibangun di Singapura. Maka diperlukan Diperlukan sinkronisasi dengan KL terutama pada aspek perencanaan dan monev. Pariwisata juga belum dikatakan berbasis eksperience, jadi belum ada dalam definisinya di sini
      • Aspek quality tourism. Zona Mas dan zona Premium untuk KSPN/DTWU/KSPP/DPP berbasis experience, unik estetik juga harus dipertajam. Belum ada zonasi pada destinasi yang sebenarnya itu kita mungkin bagus untuk mengacu pada great barrier di Australia, Pemandangan terhalang dengan pemukiman. Itu sering sekali yaitu di zonasi kemudian sebagai syarat administratif saja. Apakah kita dipakai kebanyakan biasanya untuk setelah dibikin regulasi
      • Aspek environment sustainability. Permasalahan jumlah sampah pada destinasi. Kemudian belum tersedianya air bersih. Penguatan sanksi pada aspek sustainability dan pro environment behavior untuk pengunjung, pengusaha, dan masyarakat
      • Kita juga belum memiliki dokumen manajemen krisis kebencanaan. Padahal kita sangat sarat dengan kebencanaan, mengingat juga populasi wisatawan yang ada di Indonesia
      • Untuk DMO, pengelolaan pertimbangan untuk standarisasi blueprint dan carrying capacity yang ada di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang manajemen wisatawan.
      • Kemudian fungsi dari BPPI juga fungsi BPBD, overlapping tugas dan fungsi kewenangan ini yang mungkin menyebabkan kurang optimalnya berjalan fungsi BPPD.
      • Pada Bab 8 Pasal 28 di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 juga tidak mencantumkan perluasan promosi berskala internasional
      • Terkait investasi PMA/PMDN dengan kebermanfaatan untuk masyarakat lokal mungkin perlu kita pertajam bagaimana investasi PMA ini melibatkan masyarakat setempat. Banyak kasus di Pulau yang menyewa pulau dan memastikan apakah ada penyerapan tenaga kerja lokal di sana
      • Sustainable policy. Pertimbangkan untuk ditambahkan. Mempertegas konsistensi arah pembangunan dari level nasional Sampai pada level program tingkat kabupaten/kota.
    • Undang-undang apa saja yang perlu di analisis dan sinkronisasi dalam rangka penyusunan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan
      • Penguatan zonasi atau kawasan pariwisata sebagai ekosistem. Jadi bukan terpisah bukan parsial yang terintegrasi dan berkelanjutan
      • Perencanaan pembangunan dengan daya tarik dan nilai experience, local life dan estetika.
      • Kemudian juga krisis dan bencana serta keamanan destinasi dan kesehatan serta higienitas
    • Regulasi persatuan internasional yang bisa menjadi benchmarking
      • Malaysia: UU tahun Akta 482 tentang industri pelancongan yang memberikan sertifikasi i standarisasi dan akreditasi untuk industri dan manajemen destinasi, dasar Pelancongan Negara 2020-2030
      • Singapura:
        • Singapore Tourism Board Act 1963,
        • Laws of Malaysia Act 481 Malaysia Tourism Promotion Board Act 1992
      • Australia: Dia punya zonasi yang sudah dibagi zonasinya ini yang untuk kawasan research, kawasan konservasi, kawasan pariwisata dan itu ada aturan jelas siapapun pelaku usaha yang masuk di sana itu harus ada license dan ada sanksinya
    • Karena pariwisata ini syarat multisektoral maka metode sangat tepat dan sangat membantu dalam sinkronisasi dan harmonisasi peraturan dan perubahan beberapa perundang-undangan dengan satu amandemen undang-undang. Karena kita tahu memang pariwisata sangat multidisiplin.
    • Kendala dalam pelaksanaan undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang konservasi lingkungan dan keberlanjutan :
      • Integrasi dan harmonisasi dengan K/L atau lintas OPD di tataran perencanaan dan koordinasi Pusat/Provinsi/Daerah. Ini harus dipastikan. RIPPARNAS/RIPKP/REPARKAB/Ko banyak yang inkonsisten terutama pada saat pergantian kepemimpinan.
      • Implementasi sanksi hukum di destinasi dan akses destinasi tidak optimal karena penyumbang kontribusi sampah kita tahu negara kita yang memiliki isu terberat dengan sampah. Pasal ini dicabut dalam Perpu Nomor 2 Tahun 2022 Pasal 64
      • Belum adanya zonasi mass dan premium tourism. Menyebabkan overcrowded dan berkurangnya nilai experience yang mengakibatkan kebocoran ekonomi
      • Pemantauan limbah bangunan mengganggu ekosistem
      • Perencanaan zonasi untuk pelaku usaha mikro dan kawasan destinasi termasuk instagramable.
      • Implementasi sanksi ketertiban PKL dan kampanye inovatif untuk sistem Journey pada ekosistem pariwisata serta isu di badan promosi

Dr. Dian Puji Simatupang,M.H. (Pakar Hukum Perundang-undangan dan Administrasi Negara Universitas Indonesia):

  • Secara regulasi, pengaturan kepariwisataan mengatur secara sistematis kewenangan dalam kepariwisataan atau pemerintah pusat, pemerintah daerah, provinsi.
  • Pembagian kewenangan diddasarkan pada penjabaran aspek :
    • Norma dasar dan pendoman umum nasioanl oleh Pemerintah Pusat
    • Teknis pelaksanaan dalam satu provinsi oleh Pemerintah Provinsi
    • Praktik pelaksanaan dalam Kabupaten/Kota oleh Pemkab/Pemkot
    • Praktilk pelaksanaan satu desa oleh pemerintah desa
  • Hubungan bersama dengan sektor lain
    • Pembagian wewenang yang berjenjang akan memeberikan kejelasan dan kepastian hukum dalam pengaturan kepariwisataan di Indonesia
    • Pengaturan kepariwisataan harus simkron dengan sektor lainnya yang terlain baik dengan satu aturan yang sinergis antara sektor perhubungan, pendidikan dan kebudayaan, agama, kesehhatan dan pekerjaan umum
    • Antar sektor harus dibangun satu forum yang menetapkan sinergitas sehingga tidak ada satu sama lain menimbulkan persoalan
    • Forum kepariwisataan dapat membuat kebijakan dan penyelesaian masalah soal kepariwisataan
  • Peraturan Perundang-undangan yang harus Disinkronisasikan :
    • UU Pemerintahan Daerah
    • UU Kesehatan
    • UU Kebudayaan khususnya UU Cagar Budaya
    • UU Sistem Pendidikan Nasional
    • UU Pelayanan Publik
    • UU Administrasi Pemerintahan
    • UU ITE
  • Perencanaan aturan kebijakan Kepariwisataan
    • Pembangunan kepariwisataan sebaiknya dinamis, tidak kaku
    • Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebaiknya dirumuskan dalam Perpres. Dalam rangka simplifikasi regulasi
    • Sebaiknya kegiatan investasi bidang pariwisata ditetapkan berdasarkan kebijakan pemerintah dengan memperhatikan aspirasi DPR dan DPRD
  • Penetapan kepariwisataan
    • Konsep objek kepariwisataan harus ditetapkan dengan tindakan administrasi pemerintahan
    • Konsep dalam penetapan objek kepariwisataan harus didasarkan pada desain wisata nasional, desain wisata daerah Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa
    • Penjaminan kegiatan pariwisata harus ada yang berwenang penilaian berkala

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan