Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyampaian Aspirasi Masalah Pendidikan di Kabupaten Banyuwangi dan Masa Depan SMK Penerbangan - RDPU Komisi 10 dengan Perkumpulan Forum Komite Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Kabupaten Banyuwangi dan Forum Komunikasi SMK Penerbangan Indonesia (FKSMKPI)

Tanggal Rapat: 20 Mar 2024, Ditulis Tanggal: 13 Jun 2024,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Forum Komite Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Kabupaten Banyuwangi

Pada 20 Maret 2024, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Perkumpulan Forum Komite Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Kabupaten Banyuwangi dan Forum Komunikasi SMK Penerbangan Indonesia tentang penyampaian aspirasi masalah pendidikan di Kabupaten Banyuwangi dan masa depan SMK Penerbangan. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Dede Yusuf dari Fraksi Demokrat dapil Jawa Barat 2 pada pukul 11.18 WIB. (Ilustrasi: NUSABALI.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Forum Komunikasi SMK Penerbangan Indonesia (FKSMKPI)
  • Latar belakang:
    • Jumlah siswa SMK Penerbangan saat ini (tahun pelajaran 2023/2024) sebanyak 13.323 orang. Lulusan SMK Penerbangan tiap tahun rata-rata 4.000 orang
    • Jumlah industri; Jumlah lulusan tersebut tidak dibarengi dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia di industri penerbangan
    • Level pendidikan; Industri penerbangan saat ini lebih memilih calon tenaga kerja yang berlisensi, sehingga lulusan SMK kalah bersaing dengan lulusan D3 yang berlisensi
    • Kurikulum; Diperlukan penyelarasan kurikulum Kemendikbud dan Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub yang berwenang mengeluarkan lisensi elum terealisasi
    • Sarana praktik; Sarana praktik untuk menunjang kompetensi sebagian besar SMK Penerbangan masih jauh dari Standar Kurikulum AMTO (Aircraft Maintenance Training Organization) (CASR Part 147)
  • Kondisi SMK Penerbangan saat ini:
    • Jumlah siswa; Melihat kondisi latar belakang, animo terhadap SMK Penerbangan semakin menurun
    • Jumlah sekolah; Pada tahun 2023 terdapat 6 SMK Program Studi Tek. Pesawat Udara berhenti beroperasi dikarenakan tidak ada calon siswa
    • Tenaga pengajar/staf; Seiring dengan berhentinya beroperasinya sekolah tersebut, maka secara otomatis beberapa guru mata pelajaran kejuruan kehilangan pekerjaan
  • Lulusan SMK Penerbangan tahun 2020-2023:
    • Aviation Maintenance, Manufacture, TNI/Polri; 15%
    • Non aviation, study; 45%
    • Jobles; 40%
  • Permasalahan pada industri penerbangan;
    • Lulusan SMK Penerbangan banyak yang tidak terserap industri dikarenakan tidak memiliki Sertifikat Kecakapan Teknisi (Basic Licencies)
    • Dukungan industri penerbangan dalam memberikan perhatian (link and match) kepada SMK Penerbangan belum maksimal
    • Industri penerbangan (perawatan pesawat terbang) sejak tahun 2016 lebih memilih lulusan Diploma 3 ketimbang lulusan SMK
  • Permasalahan kurikulum:
    • Adanya regulasi yang mengharuskan calon teknisi pesawat wajib memiliki basic certificate (A1, A2, A3, A4, C1, C4)
    • Kurikulum di SMK Penerbangan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud belum dapat diakui oleh Kemenhub
    • SMK Penerbangan belum menjalankan kurikulum industri (AMTO), sedangkan regulasi Kemenhub yang mengharuskan alumni yang akan bekerja di bidang perawatan pesawat terbang wajib menjalani diklat selama 3000 jam atau setara 18 bulan
  • Permasalahan sarana dan prasarana:
    • Kondisi sarana dan prasarana SMK Penerbangan di Indonesia sebanyak 75% sekolah belum memadai, baik ruang praktik siswa, alat praktik, maupun bahan praktik (pesawat bekas, komponen pesawat, tool set) sehingga SMK Penerbangan kesulitan dalam standarisasi kompetensi lulusan
    • Perusahaan industri penerbangan enggan memberikan scrap komponen pesawat bekas (unserviceable) kepada SMK Penerbangan sebagai bantuan alat praktik
    • Beberapa SMK Penerbangan tidak mampu untuk membeli komponen bekas dan alat test komponen pesawat (trainer set) dikarenakan harga yang relatif mahal
  • Dengan tidak adanya lembaga pendidikan guru penerbangan, sebagian besar guru pelajaran kejuruan di SMK Penerbangan tidak berlatarbelakang teknik penerbangan (utamanya tidak memiliki basic licencies).
  • Guru pelajaran kejuruan penerbangan kesulitan untuk mendapatkan kompetensi di bidang perawatan pesawat terbang dikarenakan biaya pelatihan yang relatif tinggi sehingga sekolah belum mampu membiayai guru untuk mendapatkan diklat tentang pesawat terbang.
  • Keterbatasan jumlah guru pelajaran kejuruan, sehingga sekolah harus merekrut teknisi pesawat untuk membantu mengajar dengan biaya yang relatif tinggi.
  • Permasalahan umum SMK Penerbangan:
    • Alumni SMK Penerbangan banyak yang tidak dapat melanjutkan kuliah pada perguruan tinggi penerbangan maupun kedinasan karena keterbatasan biaya
    • Peluang alumni SMK Penerbangan untuk masuk sekolah kedinasan kalah bersaing dengan lulusan SMA
    • Sulitnya mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari Kemendikbud, sedangkan cost SMK Penerbangan relatif tinggi
    • Siswa SMK yang sedang PKL/OJT diperlakukan sama dengan karyawan bandara atau pekerja, contoh, dalam hal kepemilikan Pas bandara, padahal biaya untuk membuat Pas bandara memerlukan biaya yang tidak sedikit
  • Diharapkan dengan adanya penyelarasan kurikulum di SMK Penerbangan denga kurikulum AMTO, maka proses pembelajaran di SMK Penerbangan akan mengacu pada standar kurikulum yang dapat ditempuh selama 3 tahun adalah sebanyak 1.200 sampai dengan 1.500 jam. Setelah siswa lulus, maka siswa tersebut dapat mengikuti program AMTO, tidak lagi menempuh 3.000 jam, hanya menyelesaikan program selama 1.800 atau 1.500 jam lagi pada lembaga training AMTO.
  • Penambahan skill khusus di SMK Penerbangan bagi kebutuhan operasi bandar udara. Usulan menambahkan program keahlian management transportasi udara berupa:
    • Ground handling
    • Aviation security
    • Cargo handling

Forum Komite Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Kabupaten Banyuwangi
  • Masalah krusial pendidikan di Banyuwangi:
    • Penerimaan peserta didik baru
    • Biaya pendidikan mahal
    • Peran serta masyarakat
    • Peran pemerintah daerah
    • Peran forum komite sekolah
  • Penerimaan peserta didik baru:
    • Kuota zonasi ditambah; mengingat tidak semua kecamatan memiliki SMA dan SMK
    • Revitalisasi sekolah negeri-swasta; menghapus kesan sekolah favorit dan memberdayakan sekolah swasta
    • Buka jalur mandiri; untuk menampung siswa yang tidak diterima lewat jalur afirmasi, zonasi, dan prestasi. Untuk juga menghindari siswa masuk tanpa jalur yang jelas
    • Penambahan rombongan belajar pada sekolah tertentu
  • Biaya pendidikan mahal:
    • Optimalisasi penggunaan dan BOS agar presisi
    • Pemerintah bertanggungjawab atas pembangunan fisik sekolah, bukan masyarakat
    • Dana peran serta masyarakat sifatnya menopang kekurangan anggaran dari pemerintah
    • Minimalisasi kebutuhan personal siswa
  • Masih perlukah dana peran serta masyarakat:
    • Sesuai UU Sisdiknas, PP 48/2008, PP 17/2010, Permendikbud 75/2016, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta, maka bantuan masyarakat sifatnya sumbangan dan masih diperlukanSyarat dan ketentuan tentang sumbangan berlaku dan sumbangan ini sifatnya menopang pendanaan yang bersumber dari pemerintah
    • Sesuai ketentuan di atas, maka tidak boleh ada istilah pendidikan gratis, tetapi pendidikan bersubsidi silang
    • Kenyataan yang terjadi, kepala daerah sering melontarkan istilah pendidikan gratis apalagi dekat dengan momentum Pilkada
    • Terjadi konflik interest di tingkat sekolah dan masyarakat. Tidak jarang komite sekolah dilaporkan ke APH oleh pegiat sosial karena dianggap melakukan pungli (aturan diatasnya mengizinkan penghimpunan dana PSM, kebijakan kepala daerah melarang dan men-gratiskan)
  • Peran pemerintah daerah:
    • Sejak berlakunya UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya bergesernya pengelolaan; SMA, SMK, SLB ke Pemprov, maka Pemkab/Pemkot seolah tidak ikut bertanggungjawab atas 3 lembaga tersebut, sehingga tidak ada proses pembinaan dan penganggaran
    • Pemkab/Pemkot, DPRD membuat regulasi dan mengalokasikan anggaran (BOS DA), maka biaya pendidikan bisa lebih ringan atau murah bagi masyarakat
    • Pemkab/Pemkot membantu menyalurkan lulusan SMA dan SMK di dunia kerja dan industri di daerah
  • Peran forum komite sekolah:
    • Dibentuk dengan alasan dan maksud:
      • Perbedaan latar belakang para ketua komite (Lawyer, Kyai, LSM, Wartawan, dan lain-lain)
      • Disparitas sekolah (SDM, letak geografis, jumlah siswa, kebutuhan, SDM)
      • Tidak adanya komunikasi antar komite sekolah yang satu dengan yang lain, padahal masalah yang timbul hampir sama
      • Memudahkan komunikasi, konsolidasi, dan problem solving
      • Mediator antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat
      • Mengawal kebijakan pemerintah utamanya di bidang pendidikan
    • Problem yang muncul:
      • Forum komite tidak mempunyai hubungan struktural dengan instansi pendidikan sehingga sering disamakan dengan LSM dan dianggap mengganggu kepentingan pihak tertentu. Sehubungan sifatnya forum komunikasi dan visi misinya tegas mengawal pendidikan agar bermutu supaya lebih jelas statusnya maka mengurus legalitas ke Kemenkumham. Ini kemudian oleh pihak cabang dinas pendidikan wilayah kabupaten dianggap sama dengan LSM yang lain
      • Para ketua komite sekolah yang menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 ditetapkan oleh kepala sekolah, menghimpunkan diri dalam wadah forum komite ini agar mendapat kekuatan dari tekanan kepala sekolah manakala terjadi perbedaan pandangan
  • Tawaran solusi dan harapan kepada Komisi 10 DPR-RI:
    • Memohon kepada Komisi 10 DPR-RI untuk mengingatkan gubernur, bupati, dan walikota agar tidak melontarkan istilah sekolah gratis saat kampanye, karena ini bertentangan dengan UU Sisdiknas, PP 48/2008, PP 17/2010, dan Permendikbud No. 75/2016 pasal 10 ayat 2
    • Memohon kepada Komisi 10 DPR-RI agar Mendikbudristek meninjau ulang Permendikbud 75/2016 khususnya penetapan pengurus komite oleh kepala sekolah (Pasal 6 ayat 3). Ini sering dijadikan alat oleh kepala sekolah untuk menghardik ketua komite sekolah manakala terjadi ketidak cocokan. Solusinya mohon kiranya Mendikbudristek mengubah pasal dan ayat tersebut, bahwa yang menetapkan pengurus komite sekolah adalah gubernur atau kepala dinas pendidkan provinsi atau kepala cabang dinas pendidikan wilayah kabupaten/kota. Catatan: komite sekolah bukan bawahan kepala sekolah
  • Di Banyuwangi butuh kepemimpinan yang komprehensif, loyal kepada bangsa dan negara, melayani masyarakat, bermitra dengan lintas sektor termasuk LSM, wartawan, media, dan forum komite. Dalam hal ini Pengurus Komite merasa tidak dapat membangun komunikasi dengan kepala cabang, maka kami memohon agar pejabat yang berwenang dapat melakukan evaluasi atas kinerja dan komunikasi Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Banyuwangi.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan